Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bioteknologi pembuatan tempe

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain), maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara-negara maju. Ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Bioteknologi dibagi ke dalam bioteknologi modern dan bioteknologi konvensional, yang mana akan di ulas didalam makalah ini tepatnya adalah pembuatan tempe, dimana dalam pembuatan tempe berlangsung proses fermentasi.
      
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan fermentasi?
2.      Bagaimanakah proses fermentasi pada tempe berlangsung?
3.      Apa saja yang terkandung dalam tempe?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Bioteknologi
            Bioteknologi adalah ilmu terapan yang melibatkan disiplin ilmu mikrobiologi, biokoimia, genetika dan biologi molekuler. Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme atau bagian-bagiannya, misalnya bakteri dan kapang. Boiteknologi tidak terlepas dari mikroorganisme sebagai subjek (pelaku).
Mikroorganisme yang dimaksud adalah viris, bakteri, jamur, alga, dan protozoa. Pemanfaatan mikroorganisme untuk bioteknologi sangat membantu manusia untuk mengatasi berbagai masalah, salah satunya dibidang makanan. Mikroorganisme yang diterapkan untuk menghasilkan produk dalam skala industri dengan menggunakan sistem atau proses bioteknologi, dikatagorikan sebagai bioteknologi modern. Bioteknologi modern memanfaatkan organisme dalam tingkat seluler atau molekuler, antara lain kultur jaringan, rekayasa genetika, dan kloning. (Suharno, dkk. 2007:172)
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan DNA rekombinan, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.
Istilah bioteknologi mencakup dua pengertian sekaligus yaitu pengertian bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Proses yang dibantu mikroorganisme ada dua, yaitu fermentasi tradisional (seperti tempe, tape, kecap, dan sebagainya) dan fermentasi modern (seperti keju dan yoghurt). Ciri khas yang tampak pada bioteknologi konvensional, yaitu adanya penggunaan makhluk hidup secara langsung dan belum tahu adanya penggunaan enzim. Mikroorganisme dapat membantu proses pembuatan bahan pangan menjadi bentuk lain. Prosesnya disebut fermentasi yang termasuk dalam proses bioteknologi konvensional.

B.     Pengertian Fermentasi
            Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaero-bik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaero-bik dengan tanpa akseptor electron eksternal. Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia:       
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Dijabarkan sebagai:
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)
Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.
Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur. Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease.  Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi. Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi. Perubahan terjadi atas kadar protein terlarut dan kadar asam amino bebas.

C.    Proses Pembuatan Tempe
· Alat dan bahan
1. Tampah
2. Baskom
3. Panci
4. Kompor
5. Kain
6. 1 kg kacang kedelai
7. 1 ½ ragi tempe
8. Plastik untuk membungkus tempe
http://3.bp.blogspot.com/_P7I8IYxBfKw/TKXjx-21QQI/AAAAAAAAAQE/ofDv3TNEHEk/s1600/tempe-tempeh.jpg
Cara membuat :
1.      Gunakan tampah untuk menampi kedelai sehingga kotoran dan kedelai yang rusak yang tercampur dapat terbuang.
2.      Setelah kedelai bersih dari kotoran, kemudian cuci kedelai sampai bersih.
3.      Rebus kacang kedelai sampai air mendidih dan empuk selama 1½ jam atau lebih. Kemudian ditiriskan selama 24 jam. Setelah itu, kedelai dikuliti.
4.      Kemudian taburi biji kedelai dengan ragi secukupnya (tahap fementasi). Lalu aduk agar ragi dan biji kedelai tercampur hingga rata. Kemudian bungkus dengan plastik atau daun yang kemudian dilubangi atau di tusuk-tusuk memakai pisau atau lidi.
5.      Setelah itu, letakan kantong- kantong tempe di tampah atau tempat lainnya. Kemudian tutup tempe tersebut dengan kain bersih.
6.      Proses fermentasi ini mencapai 26 jam, kemudian kain bisa di buka.


D.    Khasiat dan Kandungan yang Terdapat pada Tempe
Khasiat:
Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat anti bakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.

Kandungan:
1.      Asam Lemak
Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.
2.      Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin)
3.      Mineral
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.

4.      Antioksidan
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus danCoreyne bacterium.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Bioteknologi adalah ilmu terapan yang melibatkan disiplin ilmu mikrobiologi, biokoimia, genetika dan biologi molekuler. Dan dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme atau bagian-bagiannya, misalnya bakteri dan kapang.
2.      Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaero-bik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaero-bik dengan tanpa akseptor electron eksternal.
3.      Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat anti bakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, dan hipertensi, serta masih banyak lagi kandungan gizi pada tempe. Sehingga tempe juga suka disebut dengan makanan semua umur, karena kandungan gizinya yang banyak itu dan juga mudah untuk didapatkannya.

B.     Saran
            Masih perlunya pengetahuan yang harus penulis dapatkan, dan perlunya percobaan yang berulang-ulang untuk dapat menyempurnakan makalah ini. Apabila ingin mencoba melakukan percobaan ini, sebaiknya: Karena tempe merupakan makanan yang mempunyai daya simpan pendek dan cepat busuk jika di taruh di suhu ruangan. Sebaiknya tempe langsung di masak atau bisa juga di taruh di dalam kulkas.





DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, DA, dkk. 2006. Biologi SMA untuk kelas XII. Jakarta: Erlangga.
Rochman, Dedi M, dan Wawa Wibawa. 2005. Intisari Biologi. Bandung: CV.Pustaka Setia.
Shvoong . 2010. Diakses tanggal 20 Januari 2011 di http://id.shvoong.com.


Post a Comment for "Bioteknologi pembuatan tempe"