Ilmu keislaman dalam islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Membahas
tentang ilmu itu tidak akan ada habisnya, karena ilmu merupakan salah satu dari
sifat utama Allah SWT dan satu-satunya kata yang dapat digunakan untuk
menerangkan pengetahuan Allah SWT. Dalam membahas ilmu tersebut tidak terlepas
dari yang namanya pendekatan, pengkajian, serta metodologi, ketiga kata-kata
ini saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Setiap pembahasan dari
suatu disiplin ilmu apalagi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya
sangat membutuhkan pengkajian, pendekatan ataupun metodologi sehingga ilmu
tersebut dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Apalagi ilmu yang
berhubungan dengan agama Islam, agama yang diridhai Allah dan agama yang
menjadi rahmatan lil ‘alamin, hal ini sesuai dengan
kelima ayat Alqur’an dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW yakni surah Al-‘Alaq ayat 1-5 yang menjelaskan bahwa ajaran Islam sejak
awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi yang amat penting[1].
Sebagian
ahli menerangkan bahwa perkembangan ilmu dalam Islam dengan melihat cara
pendekatan yang ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu dalam
menghadapi suatu situasi dimana mereka hidup, menurut pendekatan ini hadirnya
Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi pertama sebagai
pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi dan persoalan-persoalan
yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan oleh Nabi Muhammad.
Setelah Nabi
Muhammad dan generasi pertama wafat, maka para tabiin dan tabiit tabiin
menggunakan pendekatan dengan menggunakan metode nash, yaitu
mencari rujukan kepada ayat-ayat Alqur’an dan teks-teks hadits yang merujuk
pada situasi/ masalah yang dihadapi. Metode lainnya disebut metode kias atau penalaran
analogis, dimana pemikiran tentang hukum adalah ilmu yang paling awal
tumbuh dalam Islam, dan menjadikan hadits pada masa-masa tersebut tumbuh
menjadi ilmu tersendiri. Salah satu ilmu yang menggunakan penalaran adalah ilmu
kalam (teologi), yang muncul saat persoalan politik di masa kekhalifahan
Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, yang dipakai sebagai alat pemikiran
filsafat untuk membalas serangan yang ditujukan kepada Islam untuk membela
keyakinan-keyakinan Islam.
Agama Islam
sebagai ajaran yang berkenaan dengan berbagai bidang kehidupan dengan
ciri-cirinya yang khas, juga tampil dalam sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu
keislaman. Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia tahun 1985,
bahwa yang termasuk disiplin ilmu keislaman adalah Alqur’an/ tafsir,
hadits/ ilmu hadits, ilmu kalam, filsafat, tasawuf, hukum Islam (Fiqh), sejarah
dan kebudayaan Islam, serta pendidikan Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah ilmu itu?
2.
Apakah pengertian agama dan islam?
3.
Bagaimanakah ilmu-ilmu keislaman
dalam islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ILMU
Ilmu berasal
dari bahasa Arab, ‘alima, artinya pengetahuan, dan ini sama dengan
kata dalam bahasa Inggris, science, yang berasal dari bahasa
latin, scio atau scire, yang kemudian di
Indonesiakan menjadi sains. Kata ilmu dalam bahasa Arab
yaitu ‘ilm yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam
kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu
pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial,
dan sebagainya. Sehingga dapat diartikan, ilmu adalah pengetahuan tentang
sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala tertentu.
Menurut
Jujun S. Suriasumantri, ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak
bangku sekolah dasar sampai penddikan lanjutan dan perguruan tinggi. Fungsi
dari ilmu atau pengetahuan ilmiah adalah menjelaskan, meramal, dan mengontrol[2].
Ilmu sains
atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan,
dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan(knowledge),
tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang
disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi (filsafat
pengetahuan).
Ilmu atau
pengetahuan ilmiah merupakan salah satu jenis pengetahuan dalam kehidupan
manusia. Ilmu adalah pengetahuan sistematis dan taat asas tentang suatu obyek
tertentu, yaitu gejala alamiah, gejala sosial, dan gejala budaya. Gejala-gejala
tersebut relative konkrit, dalam arti dapat diamati dan dapat diukur. Apabila
disusun ciri gejala yang dikaji mulai dari yang konkrit sampai yang abstrak,
maka rumpun dan disiplin ilmu tersusun secara hierarkis, mulai dari fisika,
kimia, biologi; kemudian ilmu social dan ilmu hukum; sampai falsafah dan ilmu
agama.
Ilmu agama
Islam merupakan bagian dari rumpun ilmu-ilmu budaya dan ilmu-ilmu social.
‘Ulumul Qur’an, ‘Ulumul Hadits, ilmu kalam, ilmu ushul fiqh,ilmu fiqh dan
sejenisnya masuk dalam rumpun ilmu budaya (humaniora) yang bersifat ideal dan
normative. Sejarah peradaban Islam, ilmu pendidikan Islam dan ilmu dakwah masuk
dalam rumpun ilmu-ilmu social yang sifatnya aktual dan empiris. Juga terdapat
disiplin ilmu lain yang berkembang terutama dalam rumpun ilmu-ilmu alamiah,
antara lain astronomi dan geologi
Perintah
menuntut ilmu dalam Alqur’an dan hadits mendorong kaum muslimin pada abad
pertama hijrah untuk menerjemahkan berbagai buku dari bahasa Yunani, Persia,
India, dan China ke dalam bahasa Arab. Kemudian para filsuf muslim
mengklasifikasi ilmu-ilmu tersebut secara sistematis. Ini menjadi dasar bagi
para ilmuwan muslim untuk mengembangkan sains, terutama ilmu pengetahuan alam
dan ilmu alatnya (matematika dan logika).
Nurcholis
Madjid menjelaskan tentang hubungan organik antara iman dan ilmu Islam.
Menurutnya, ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk memperhatikan
dan memahami alam raya ciptaan-Nya, sebagai manifestasi atau penyingkapan tabir
akan rahasia-Nya. Sejalan dengan argument ini juga dijelaskan oleh Ibnu Rusyd,
seorang filosof muslim, dalam makalahnya “Fashl al-maqal wa Taqrir ma Bain
al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittishal”, bahwa antara iman dan ilmu tidak
terpisahkan, meskipun dapat dibedakan. Dikatakan demikian karena iman
tidak saja mendorong bahkan juga menghasilkan ilmu serta membimbing ilmu dalam
pertimbangan moral dan etis dalam penggunaannya. Ilmu juga berbeda dari iman
karena ilmu bersandar pada observasi terhadap alam dan disusun melalui proses
penalaran rasional (berpikir), sedangkan iman bersandar pada sikap membenarkan
atau mendukung pembenaran berita yang dibawa oleh pembawa berita, yaitu nabi,
yang menyampaikan berita tersebut kepada umat manusia selaku utusan Allah
(Rasul).
B. PENGERTIAN
AGAMA DAN ISLAM
Menurut
Prof. Dr. Mahmud Abdullah Darraz, “ad-Dien (agama) adalah keyakinan
terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat - atau beberapa dzat ghaib - yang maha
tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, memiliki wewenang untuk mengurus dan
mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib manusia. Keyakinannya ini
memotivasi manusia untuk memuja dzat tersebut dengan perasaan suka maupun takut
dalam bentuk ketundukan dan pengagungan[3]”
Dalam buku
Metodologi Studi Agama, istilah dien mencakup arti
“keberhutangan, ketundukan, kekuatan yang mengadili, dan kecenderungan alami”.
Istilah ini berhubungan erat dengan beberapa istilah lain yang memiliki akar
kata yang sama, yaitu dana, atau kondisi memiliki hutang.
Manusia memiliki hutang yang tak terhingga kepada sang pencipta berupa
keseluruhan eksistensi. Dengan demikian, agama tidak lain adalah keseluruhan
proses pemberadaban manusia, maddana, yang akan menghasilkan
kebudayaan,tamaddun.
Para ulama
mendefinisikan ad-Dien dengan mengatakan, “Ad-Dienadalah
peraturan Ilahi yang mengatur orang-orang yang memiliki akal sehat secara
sukarela kepada kebaikan hidup di dunia dan keberuntungan di akhirat”. Definisi
ini mencakup untuk semua agama, baik yang berdiri atas kemusyrikan ataupun
keberhalaan. Alqur’an telah menamakan Islam sebagaidien, sebagaiman
firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 85:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ
دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿ ۸۵﴾
Artinya:
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi.”
Pentingnya
agama itu dinamakan Islam, karena menunjukkan hakekat dan esensi
agama tersebut. Arti kata Islam adalah “masuk dalam
perdamaian” dan seorang muslim adalah “orang yang membuat
perdamaian dengan Tuhan dan manusia”. Damai dengan Tuhan berarti tunduk dan
patuh secara menyeluruh kepada kehendak-Nya, dan damai dengan manusia tidak
hanya berarti meninggalkan pekerjaan jelek dan menyakitkan orang lain, tapi
juga berbuat baik kepada orang lain. Kedua makna ini merupakan esensi dari
agama Islam. Alqur’an menyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 112:
بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ
فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿١۱۲﴾
Artinya:
“(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah,
sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Islam pada
asasnya adalah agama perdamaian dan ajaran pokoknya adalah keesaan Tuhan dan
keesaan seantero umat manusia. Agama Islam juga mencakup semua ajaran agama
yang diwahyukan oleh Allah di dunia ini, sebagaimana kitab suci Alqur’an yang
merupakan himpunan dari semua kitab suci yang diturunkan oleh Allah di duna ini.
Sesungguhnya
kebutuhan manusia terhadap agama pada umumnya dan kepada Islam pada
khususnya, bukan hanya kebutuhan sekunder ataupun sampingan, melainkan ia
adalah sesuatu kebutuhan dasar dan primer yang berhubungan erat dengan
substansi kehidupan, misteri alam wujud dan hati nurani manusia yang paling
dalam.
Islam adalah
sistem yang moderat dalam hal ideologi, karena Islam percaya pada akal bahkan
mengajaknya untuk menganalisa dan berpikir. Islam juga bertumpu pada akal untuk
menetapkan dua hakikat terbesar dalam alam wujud yakni wujudillah dan
kebenaran dakwah nabi. Islam juga percaya pada wahyu sebagai penyempurna akal
dan penolong tatkala ia tersesat dan dikendalikan oleh nafsu. Wahyu merupakan
petunjuk bagi akal manusia kepada sesuatu yang bukan spesialisasinya dan diluar
kemampuannya dari hal-hal yang ghaib, berita-berita dari langit serta cara-cara
beribadah kepada Allah SWT
C. ILMU-ILMU
KEISLAMAN DALAM ISLAM
Menurut Dr.
M. Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan Alqur’an”, Alqur’an menggunakan
kata ‘ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali,
salah satunya sebagai “proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan”
(QS. Al-Baqarah ayat 31-32). Pembicaraan tentang ilmu mengantarkan kepada
pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping klasifikasi dan ragam
disiplinnya. Saat ini, ahli keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut Alqur’an
mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya,
baik masa kini maupun masa depan; fisika atau metafisika[4].
Berbeda
dengan klasifikasi ilmu yang digunakan oleh para filosof (muslim/ non muslim)
pada masa-masa silam, para pemikir Islam abad XX, khususnya setelah Seminar
Internasional Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, mengklasifikasikan
ilmu menjadi dua kategori:
1.
Ilmu abadi (perennial knowledge)
yang berdasarkan kepada wahyu Ilahi yang tertera dalam Alqur’an dan Hadits
serta segala yang dapat diambil dari keduanya.
2.
Ilmu yang dicari (acquired
knowledge) termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang
secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antar budaya
selama ida bertentangan denga syari’ah sebagai sumber nilai.
Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa dari sudut normative Islam adalah wahyu yang
bersifat mutlak (absolute), sehingga kepadanya tidak dapat diberlakukan
paradigma ilmu pengetahuan yang sifatnya nisbi (relative). Jadi sebagai agama,
Islam lebih bersifat memihak, romantis, apologis, dan subyektif. Jika dilihat
dari sudut historis, yaitu Islam dalam arti yang dipraktekkan oleh manusia
serta tumbuh dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia, maka Islam dapat
dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu keislaman atau studi Islam.
Ilmu
keislaman merupakan ilmu yang berhubungan tentang segala hal yang bertalian
dengan agama Islam. Ilmu ini telah dirumuskan sekitar abad ke-2, 3, dan 4
Hijriyah atau abad ke-8, 9, dan 10 Masehi. Pada abad tersebut keilmuan
memperoleh kemajuan yang luar biasa, lahirnya sejumlah ahli-ahli di bidang ilmu
keislaman memperlihatkan ramainya pembahasan ilmiah dibidang ini. Pada
periode ini telah muncul para mujtahid besar yang mungkin tidak dapat
ditandingi mujtahid periode manapun. Berdasarkan sejarah perkembangan tersebut,
ilmu-ilmu keislaman dapat diklasifikasikan sebagaimana yang dikelompokkan oleh
Harun Nasution berikut ini.
1)
Kelompok dasar, meliputi: tafsir,
hadits, aqidah/ ilmu kalam, filsafat Islam, tasawuf, tarekat, perbandingan
agama, serta perkembangan modern dalam ilmu-ilmu tafsir, hadits, ilmu kalam dan
filsafat.
2)
Kelompok cabang, meliputi:
a.
Ajaran yang mengatur masyarakat,
terdiri dari ushul fiqh, fikih muamalah, fikih ibadah, fikih siyasah,
peradilan, dan perkembangan modern.
b.
Peradaban Islam, mencakup:
§
Sejarah Islam, termasuk didalamnya
sejarah politik, ekonomi, administrasi, kemiliteran, kepolisian, dan lain-lain.
§
Sejarah pemikiran Islam meliputi
ilmu kalam, filsafat dan tasawuf.
§
Sains Islam
§
Budaya Islam, meliputi arsitektur,
kaligrafi, seni lukis, seni tari, musik, dan lain-lain.
§
Studi kewilayahan Islam.
c.
Bahasa-bahasa dan sastra Islam
terutama bahasa dan sastra Arab.
d.
Pengajaran Islam kepada anak didik,
mencakup ilmu pendidikan Islam, filsafat pendidikan Islam, sejarah pendidikan
Islam, lembaga pendidikan Islam, dan perkembangan modern dalam pendidikan
Islam.
e.
Penyiaran Islam, mencakup sejarah
dakwah, metode dakwah, materi dakwah, perkembangan modern dalam dakwah Islam,
dan lain sebagainya.
Tabel 1. Klasifikasi ilmu-ilmu
keislaman
No.
|
Kelompok dasar
|
Kelompok cabang
|
1.
|
Tafsir
|
Ushul fiqh
|
2.
|
Hadits
|
Fikih
muamalah
|
3.
|
Aqidah/
ilmu kalam
|
Fikih
siyasah
|
4.
|
Filsafat
islam
|
Peradilan
|
5.
|
Akhlak
|
Perkembangan
modern
|
6.
|
Perbandingan
agama
|
Peradaban
Islam
|
7.
|
Bahasa dan
sastra arab
|
|
8.
|
Pendidikan
Islam
|
|
9.
|
Dakwah
Islam
|
Ditinjau
dari segi pembidangan atau klasifikasi, kelompok dasar dan cabang di atas maka
dibagi menjadi bidang-bidang berikut[5]:
1.
Sumber ajaran Islam, mencakup ilmu
Alqur’an, tafsir, hadits, dan pembaharuan dalam bidang tersebut.
2.
Pemikiran dasar Islam, mencakup ilmu
kalam, filsafat, tasawuf dan tarekat, perbandingan agama, serta pembaharuan
dalam bidang tersebut.
3.
Pranata sosial, mencakup ushul fikih
ekonomi, dan pranata-paranata bidang sosal lainnya, serta pembaharuan dalam
bidang tersebut.
4.
Sejarah dan peradaban Islam, mencakup
sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah administrasi, sejarah kemiliteran,
sejarah pemikiran Islam, budaya Islam dan studi kewilayahan Islam, serta
pembaharuan dalam bidang tersebut.
5.
Bahasa dan sastra Islam, mencakup
sastra dan bahasa Arab serta pembaharuan dibidang ini.
6.
Pendidikan Islam
7.
Dakwah Islam
8.
Perkembangan modern dalam Islam/
pembaharuan dalam berbagai disiplin ilmu, mencakup bidang-bidang sumber
pemikiran dasar, pranata social, pendidikan, dakwah, sejarah, peradaban, serta
bahasa dan sastra.
Tabel 2. Klasifikasi dasar dan
cabang ilmu keislaman
No.
|
Sumber ajaran Islam
|
Pemikiran Islam
|
Pranata social
|
Sejarah
|
1.
|
Ulumul
qur’an
|
Filsafat
|
Ushul fiqh
|
Sejarah
politik
|
2.
|
Tafsir
|
Ilmu kalam
|
Fikih
mu’amalah
|
Sejarah
ekonomi
|
3.
|
Hadits
|
Tasawuf
|
Fikih siyasah
|
Sejarah
social
|
4.
|
Tarekat
|
Fikih
ibadah
|
Sejarah
kemiliteran
|
|
5.
|
Perband.
Agama
|
Fikih
ekonomi
|
Sejarah
pendidikan
|
Para
filosofi muslim membagi ilmu kepada ilmu yang berguna dan yang tak berguna.
Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti
kedokteran, fisika, kimia, geografi,logika, etika, dan bersama disiplin yang
khusus mengenai ilmu keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum
yang menggunakan bilangan) dimasukkan dalam kategori ilmu yang tidak berguna.
Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofi ke dalam beberapa wilayah
seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, yurispudensi
dan teologi dialeksis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (ilahiyah)
dalam bentuk kalam dan fikih langsung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis,
yakni matematika, ilmu alam, metafisika dan ilmu politik. Al-Ghazali membagi
ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah(wahyu) dan ilmu aqliyyah.
Dr. Muhammad Al- Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya, yaitu ilmu yang
bersumber dari Tuhan dan ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi
ilmu menjadi dua jenis, yaitu ilmu qadim dan ilmu hadis(baru).
Ilmu qadim adalah ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari
ilmu hadis yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.
Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu syar’iyyah (wahyu) dan
ilmu aqliyyah:
1.
Ilmu syar’iyyah
a.
Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar
(al-ushul), meliputi:
1)
Ilmu tentang keesaan tuhan
(al-tauhid)
2)
Ilmu tentang kenabian
3)
Ilmu tentang akhirat atau
eskatologis
4)
Ilmu tentang sumber pengetahuan
religius, yaitu Alqur’an dan Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi para sahabat
(sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu ilmu-ilmu pengantar
(ilmu alat), dan ilmu-ilmu pelengkap yang terdiri dari ilmu qur’an, ilmu
riwayat al-hadits, ilmu ushul fiqh, dan biografi para tokoh[6].
b.
Ilmu tentang cabang-cabang (Furu’)
1)
Ilmu tentang kewajiban manusia
dengan Tuhan (ibadah)
2)
Ilmu tentang kewajiban manusia
kepada masyarakat
3)
Ilmu tentang kewajiban manusia
jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
2.
Ilmu Aqliyyah
1)
Matematika, mencakup aritmatika,
geometri, astronomi, astrologi dan music
2)
Logika
3)
Fisika/ilmu alam, mencakup
kedokteran, meteorology, minerologi, kimia
4)
Ilmu tentang wujud di luar alam,
atau metafisika.
Demikian
sekilas penjelasan tentang ilmu-ilmu dalam Islam, baik dalam sejarah
pemikirannya, maupu wacana yang berkembang bahwa ilmu Islam tidak lepas dari
wawasan Allah SWT yang merupakan sumber pengetahuan, meski kemudian mengalami
penyikapan-penyikapan ilmiah yang berbeda-beda dari para filosof dan ilmuan
muslim yang masing-masing memiliki corak dan bentuk yang berbeda, karena adanya
perbedaan dalam hal penekanan penerapan metodologis-filosofis yang berbeda
pula.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu. Islam adalah
sistem yang moderat dalam hal ideologi, karena Islam percaya pada
akal bahkan mengajaknya untuk menganalisa dan berpikir.
Ilmu
keislaman merupakan ilmu yang berhubungan tentang segala hal yang bertalian
dengan agama Islam. Ilmu ini muncul sekitar abad ke-2, 3, dan 4 Hijriyah atau
abad ke-8, 9, dan 10 Masehi.
Menurut
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia tahun 1985, bahwa yang termasuk
disiplin ilmu keislaman adalah Alqur’an/ tafsir, hadits/ ilmu hadits, ilmu
kalam, filsafat, tasawuf, hukum Islam (Fiqh), sejarah dan kebudayaan Islam,
serta pendidikan Islam
Para ilmuan
berbeda-beda dalam mengklasifikasi ilmu, ada yang berdasarkan dari segi
sejarah, segi pembidangan atau klasifikasi, ilmu yang berguna dan yang tak
berguna, dari segi syar’iyyah dan aqliyyah, dan ada juga dari segi sumbernya.
Penggunaan
akal sangat besar pengaruhnya dalam membahas masalah-masalah keagamaan dalam
Islam, yang tidak hanya dijumpai dalam filsafat Islam tapi juga ada dalam
bidang ilmu kalam, tasawuf, ushul fiqh, dan sains.
B. SARAN
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik
dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam, Edisi Revisi , Jakarta: Rajawali
Pers, 2009.
Abd.
Al-Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Jakarta: al-Majlis al-a’ala
Indonesia lil al-Da’wat al-Islamiyyat, 1972.
Atang Abdul
Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004
Bisri M.
Djaelani, Ensklopedi Islam, cet. I ,Yogyakarta: Panji Pustaka,
2007.
Dr. M.
Quraish Shihab, Membumikan Alqur’an, cet. 13 Bandung: Mizan, 1996.
H. A. Mukti
Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, cet.1. Bandung: Mizan,
1991.
Harun
Nasution, Falsafah dan Misticisme dalam Islam, Jakarata: Bulan
Bintang, 1973.
Henri
Marginau dan David Bergamini, The Scientist, New York: Time
Corporated, 1964.
Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2005.
[1] Nurcholish
Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin
Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 3-4.
[4] Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2005), hlm. 19.
[5] Yusuf Qardhawi, Pengantar Kajian Islam,
(Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 1997), penerj. Setiawan Budi Utomo, LC., cet.1,
hlm.15.
[6] Harun
Nasution, Falsafah dan Misticisme dalam Islam, (Jakarata: Bulan
Bintang, 1973), hlm. 50-51.
Post a Comment for "Ilmu keislaman dalam islam"