Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Irigasi dan drainase

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Air merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan semua makhluk hidup, termasuk tanaman. Tanaman membutuhkan air agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Air yang dibutuhkan tanaman berasal dari air hujan maupun air irigasi. Kebutuhan tanaman akan air digunakan untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan, baik penguapan yang melalui permukaan tanaman maupun permukaan tanah atau evapotranspirasi.
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawahtanah, irigasi pompa dan irigasi rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media (objek). Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan tanah atau sebaliknya yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung apabila terdapat kehadiran air. Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan air merupakan sumber kehidupan.
Usaha pengelolaan dan penyediaan air untuk menunjang kegiatan pertanian adalah bentuk diperlukan sistem irigasi yang tertata baik. Dalam suatu pengelolaan sumber daya air dengan perancangan bangunan air diperlukan suatu informasi yang menunjukan jumlah air yang akan masuk ke bangunan tersebut dalam satuan waktu yang dikenal sebagai debit aliran. Dengan adanya data debit tersebut pengendalian air baik dalam keadaan berlebih atau kurang sudah dapat diperhitungkan sebagai usaha untuk mengurangi dampak banjir pada saat debit maksimum dan kekeringan atau defisit air pada saat musim kemarau panjang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu drainase?
2.      Bagaimana peraturan pemerintah tentang irigasi dan drainase?
3.      Bagaimana mengukur debit air yang mengalir di saluran irigasi serta menghitung waktu yang diperlukan untuk mengairi lahan sawah yang ditetapkan?



C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui drainase
2.      Untuk mengetahui peraturan pemerintah tentang irigasi dan drainase
3.      Untuk Mengetahui besar debit air yang mengalir di saluran irigasi serta menghitung waktu yang diperlukan untuk mengairi lahan sawah yang ditetapkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    DEFINISI IRIGASI
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawahtanah, irigasi pompa dan irigasi rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik bertindak sebagai  pelaku (subjek) atau air sebagai media (objek). 
Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan tanah atau sebaliknya yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung apabila terdapat kehadiran air.  Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan air merupakan sumber kehidupan. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.

B.     KELEMBAGAAN IRIGASI
Kelembagaan menurut Bromly (1982) dapat diartikan sebagai kesepakatan kolektif (norma) dan prinsip aturan yang membentuk standar perilaku individu maupun kelompok yang dapat diterima.  Lebih jauh Bramley (1982) membedakan antara “Kelembagaan” sebagai norma-norma dan prinsip-prinsip yang melandasi organisasi, dan “organisasi” sebagai wadah operasionalisasi norma-norma dan prinsip-prinsip tersebut.  
North (1990) lebih rinci mengatakan bahwa “kelembagaan” atau “institusi” sebagai semua bentuk batasan-batasan yang dibuat oleh manusia untuk memberi bentuk terhadap interaksi di antara mereka.  Jadi menurut North (1990) “kelembagaan” adalah kerangka kerja dimana manusia saling berinteraksi, selain itu menurut North (1990) mengatakan juga bahwa yang membedakan antara kelembagaan (institusi) dengan organisasi adalah bahwa organisasi memberikan struktur bagi interaksi manusia berdasarkan kerangka kelembagaan yang dibuat.
Konsep berkelanjutan sistem irigasi dalam konteks pengelolaan irigasi mempunyai implikasi perlunya disusun suatu kebijakan kerangka kelembagaan, dan pada pelaksanaan kegiatan sehingga sistem irigasi terus eksis dan berfungsi.  Keberlanjutan sistem irigasi bukanlah berarti hanya berkelanjutan secara fisik, tetapi suatu konsep yang menghubungkan hasil-hasil fisik pembangunan dengan lingkungan sosial, ekonomi dan biologi dimana infrastruktur tersebut berada.  Disini terkandung konsep keseimbangan antara aspek-aspek yang membentuk keberlanjutan tersebut.
Kelembagaan Pengelolaan Irigasi Menurut PP No.20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Berdasarkan PP No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, bahwa kelembagaan pengelolaan irigasi meliputi :
1.    Instansi pemerintah yang membidangi irigasi
2.    Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
3.    Komisi Irigasi
a.       Pemerintah :
Pemerintah Pusat diberi tugas dan wewenang untuk mengembangkan dan mengelola irigasi di tingkat sekunder dan primer pada irigasi lintas propinsi, lintas negara, irigasi strategis, dan irigasi yang luasnya lebih dari 3000 ha.  Provinsi  mengembangkan dan mengelola irigasi di tingkat sekunder dan primer pada irigasi lintas kabupaten, dan irigasi yang luasnya lebih dari 1000-3000 ha.  Kabupaten/Kotamengembangkan dan mengelola irigasi di tingkat sekunder dan primer pada irigasi kabupaten/kota, dan irigasi yang luasnya kurang dari 1000
b.      Petani Pengelola dan Pemakai Air (P3A) :
Petani Pengelola dan Pemakai Air (P3A) diberi tugas dan wewenang mengembangkan dan mengelola irigasi di tingkat tersier.  Bila diperlukan dan memenuhi kebutuhan dibentuk GP3A untuk bersama-sama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah ikut mengelola irigasi di tingkat sekunder (konsep partisipasi/voluntir).  Bila diperlukan dan memenuhi kebutuhan dibentuk IP3A untuk bersama-sama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah ikut mengelola irigasi di tingkat primer (konsep partisipasi/voluntir).
1)      Pemerintah Desa diberi tugas dan wewenang mengembangkan dan mengelola irigasi pedesaan yang dibangun oleh desa.
2)      Perseorangan, lembaga sosial, dan swasta di wilayah irigasinya.
c.       Komisi Irigasi :
1)      Pada tingkat Kabupaten dibentuk Komisi Irigasi Kabupaten.
2)      Pada tingkat Propinsi dibentuk Komisi Irigasi Propinsi.
3)      Terdapat Komisi irigasi yang dibentuk pada irigasi lintas Propinsi, lintas negara, dan yang strategis.


C.    DEFINISI DRAINASE
Drainase merupakan proses pembuangan air berlebih dari permukaan dan bawah permukaan dan bawah permukaan. Terdapat 2 jenis drainase, yaitu : drainase permukaan dan drainase bawah permukaan. Drainase permukaan merupakan proses pembuangan air dari permukaan lahan (FAO) sedangkan drainase bawah permukaan merupakan pembuangan atau pengontrolan muka air tanah sampai optimal untuk meningkatkan produksi tanaman (FAO). Drainase permukaan berfungsi untuk menangani air permukaan, khususnya air yang berasal dari air hujan.  Drainase bawah permukaan berfungsi untuk membuang air dari base course dan air bawah permukaan, serta menerima dan membuang air dari l lapisan tembus air. (Suripin, 2004)

1.      Land dan smoothing
Land grading (mengatur tahap kemiringan lahan) dan Land smoothing (Penghalusan permukaan lahan) diperlukan pada areal lahan untuk menjamin kemiringan yang berkelanjutan secara sistematis yang dibutuhkan untuk penerapan saluran drainase permukaan. Studi menunjukan bahwa pada lahan dengan pengaturan saluran drainase permukaan yang baik akan meningkatkan jarak drainase pipa sampai 50%, dibandingkan dengan lahan yang kelebihan air dibuang dengan drainase pipa tanpa dilakukan upaya pengaturan saluran drainase permukaan terlebih dahulu.
Untuk efektifitas yang tinggi, pekerjaan land grading harus dilakukan secara teliti. ketidakseragaman dalam pengolahan lahan dan areal yang memiliki cekungan merupakan tempat aliran permukaan (runoff) berkumpul, harus dihilangkan dengan bantuan peralatan pengukuran tanah. Pada tanah cekungan, air yang tak berguna dialirkan secara sistematis melalui
a.       Saluran/parit (terbuka) yang disebut sebagai saluran acak yang dangkal (shallow random field drains)
b.      Dari shallow random field ditch air di alirkan lateral outlet ditch
c.       Selanjutnya diteruskan kesaluran pembuangan utama (Main Outlet ditch)
Outlet ditch: umumnya saluran pembuangan lateral dibuat 15 – 30 cm lebih dalam dari saluran pembuangan acak dangkal.  Overfall : jatuh air dari saluran pembuangan lateral ke saluran pembuangan utama dibuat pada tingkat yang tidak menimbulkan erosi, bila tidak memungkinkan harus dibuat pintu air, drop spillway atau pipa

2.      Drainase acak (Random Field Drains)
Di bawah ini merupakan gambar yang menunjukan pengelolaan untuk mengatasi masalah cekungan dan lubang – lubang tempat berkumpulnya air. Lokasi dan arah dari saluran drainase disesuaikan dengan kondisi tofografi lahan. Kemiringan lahan biasanya diusahakan sedatar mungkin, hal ini untuk memudahkan peralatan traktor pengolah tanah dapat beroperasi tanpa merusak saluran yang telah dibuat. Erosi yang terjadi pada kondisi lahan seperti diatas, biasanya tidak menjadi masalah karena kemiringan yang relatif datar. Tanah bekas penggalian saluran, disebarkan pada bagian cekungan atau lubang – lubang tanah, untuk mengurangi kedalaman saluran drainase

3.      Drainase Paralel (Parallel Field Drains)
Drainase ini digunakan pada tanah yang relative datar dengan kemiringan kurang dari 1% – 2 %, system saluran drainase parallel bisa  digunakan. System  drainase ini dikenal sebagai system bedengan. Saluran drainase dibuat secara parallel, kadang kala jarak antara saluran tidak sama. Hal ini tergantung dari panjang dari barisan saluran drainase untuk jenis tanah pada lahan tersebut, jarak dan jumlah dari tanah yang harus dipindahkan dalam pembuatan barisan saluran drainase, dan panjang maksimum kemiringan lahan terhadap saluran (200 meter). Keuntungan dari system saluran drainase parallel, pada lahan terdapat cukup banyak saluran drainase. Tanaman dilahan dalam alur, tegak lurus terhadap saluran drainase paralel.
Jumlah populasi tanaman pada lahan akan berkurang dikarenakan adanya saluran paralel. Sehingga bila dibandingkan dengan land grading dan smoothing, hasil produksi akan lebih sedikit. Penambahan jarak antara saluran paralel, akan menimbulkan kerugian pada sistem bedding, karena jarak yang lebar menimbulkan kerugian pada sistem bedding, karena jarak yang lebar membutuhkan saluran drainase yang lebih besar dan dalam. Bila lebar bedding 400 m, maka aliran akan dibagi dua agar lebar bedding tidak lebih dari 200 m. Pada bedding yang lebar, harus dibarengi dengan land grading dan smoothing. Pada tanah gambut, saluran drainase paralel dengan side slope yang curam digunakan adalah 1 meter. Pada daerah ini biasa dilengkapi dengan bangunan pengambilan dan pompa, bangunan  pintu air berfungsi untuk mengalirkan air drainase pada musim hujan.
Pada daerah dataran tertentu ditemukan sistem khusus dari jarak saluran paralel, 2 saluran diletakkan secara paralel dengan jarak 5-15 meeter. Tanah galian saluran diletakkan diantara kedua saluran tersebut, dimanfaatkan sebagai jalan yang diperlukan pada saat pemeliharaan saluran. 

4.      Drainase Mole
Drainase mole biasa disebut dengan lubang tikus berupa saluran bulat yang konstruksinya tanpa dilindungi sama sekali, pembuatannya tanpa harus menggali tanah, cukup dengan menarik (dengan traktor) bantukan baja bulat yang disebut mol yang dipasang pada alat seperti bajak dilapisan tanah subsoil pada kedalaman dangkal. Pada bagian belakang alat mole biasanya disertakan alat expander yang gunanya untuk memperbesar dan memperkuat bentuk lubang
Berdasarkan Penampungannya drainase dalam dibagi menjadi 2, yaitu
a.       Singular
Terdiri dari jajaran pipa – pipa lateral yang ditanam dibawah permukaan tanah dengan jarak tertentu, air yang keluar dari seluruh pipa lateral ditampung pada saluran terbuka, selanjutnya disalurkan ke saluran drainase utama
b.      Komposit
Terdiri dari jajaran pipa – pipa lateral yang ditanam dibawah permukaan tanah dengan jarak tertentu, air dari seluruh pipa lateral ditampung pada pipa penampung yang juga ditanam ditanah, antara pipa lateral dengan pipa penampung dihubungkan dengan sambuangan, selanjutnya disalurkan ke saluran drainase utama

Berdasarkan sistemnya, drainse dalam dibagi menjadi 4, yaitu :
1.      Random system
Sistem ini digunakan pada lahan yang berombak (Undulating) atau pada lahan dimana kondisi tanahnya terdiri dari beragam jenis tanah dan pada lahan yang terdapat area tergenang
2.      Herringbone system
Terdiri dari pipa saluran drainase lateral yang diletakan secara parallel dan terhubung dengan pipa utama dengan membuat sudut tertentu, biasanya dari kedua sisi. Pipa utama atau sub utama diletakkan pada bagian lahan yang rendah atau lahan yang pada kemiringan lahan yang besar (lembah)

3.      Gridiron System
Terdiri dari pipa – pipa saluran drainase lateral yang diletakkan secara parallel dan terhubung dengan pipa utama secara tegak lurus, biasanya dari satu sisi. System ini sesuai untuk lahan yang rendah yang datar dengan ukuran lahan yang sama
4.      Interception system
System intersepsi menampung rembesan yang mengalir kelahan yang terletak lebih rendah (bagian bawah). Pipa intersepsi biasanya diletakkan pada batas atas dan daerah yang basah yang ditentukan dari hasil pengamatan drainase awal.
Saluran irigasi teknis dibangun ditunjukkan dengan adanya sekat sebagai saluran tempat mengalirnta air. Untuk mengatur volume dan kecepatan air, saluran harus dibagi-bagi. Adanya kotoran dan sampah yang tertimbun juga dapat mengganggu aliran air. Saluran air juga dapat membendung jika terjadi banjir sewaktu-waktu (Wirawan,1991).
Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistern irigasi. Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian. (Sudjarwadi 1990). Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk merancang sistem irigasi serta mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air permukaan yang ada.
Teknik pengukuran debit aliran langsung di lapangan pada dasarnya dapat dilakukan melalui empat katagori ( Gordon et al., 1993):
1)      Pengukuran volume air sungai
2)      Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang melintang sungai.
3)      Pengukuran debit dengan menggunakan bahan kimia ( pewarna) yang dialirkan dalam aliran sungai (substance tracing method).
4)      Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukuran debit seperti weir (aliran air lambat) atau flume ( aliran cepat).
Saluran irigasi air tanah adalah bagian dari jaringan irigasi air tanah yang dimulai setelah bangunan intake / pompa sampai lahan yang diairi (PP No. 20 tahun 2006). Saluran irigasi terbagi atas 3 jenis yaitu :
1)      Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran yang membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang akan diairi. Petak tersier adalah kumpulan petak-petak kuarter, tiap petak kuarter memiliki memiliki luas kurang lebih 8 s.d. 15 ha. Sedangkan petak tersier memiliki luas antara 50 s.d. 150 ha.
2)      Saluran Sekunder
Saluran sekunder adalah saluran yang membawa air dari saluran primer ke petakpetak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
3)      Saluran Tersier
Saluran tersier adalah saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier dari jaringan utama ke dalam petak tersier saluran kuarter. Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke petakpetak sawah. (Herliyani at al, 2012)
Lahan sawah dengan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke dalam lahan sawah tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. Biasanya lahan sawah irigasi teknis mempunyai jaringan irigasi yang terdiri dari saluran primer dan sekunder serta bangunannya dibangun dan dipelihara oleh pemerintah. Ciri-ciri irigasi teknis: Air dapat diatur dan diukur sampai dengan saluran tersier serta bangunan permanennya. Lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik yang bangunan penyadap dan jaringan-jaringannya diatur dan dikuasai dinas pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh masyarakat. Kadar air tanah yang lebih rendah pada tanah sawah yang diolah sempurna disebabkan oleh porositas tanah lebih tinggi, sehingga kehilangan air lebih banyak (Notohadiprawiro, T. 1992)
Pengaruh air irigasi pada tanah yang dialirinya dapat bersifat netral, implementer, memperkaya ataupun memiskinkan. Air irigasi bersifat netral yaitu didapatkan pada tanah-tanah yang menerima pengairan dari air yang berasal dan memlalui daerah aliran yang memiliki jenis tanah yang sama dengan tanah yang dialiri. Sifat suplementer dijumpai pada tanah yang telah kehilangan unsur-unsur hara akibat pencucian dan mendapatkan unsur-unsur hara lain dari air irigasi. Air irigasi bersifat memperkaya tanah apabila kandungan unsur hara akibat dari pengairan lebih besar jumlahnya daripada unsure hara yang hilang karena paen, drainase atau pengairan. Pencucian unsur hara dari permukaan kompleks adsorpsi dan larutan tanah oleh air irigasi bersifat memiskinkan tanah ( Suyana et al, 1999).




BAB III
METODE STUDI

A.    Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 01 November 2016. Pukul 10.00 WIB. Bertempat di Blang Bitra Kecamatan Peureulak.

B.     Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pengukuran debit air saluran terbuka dan menghitung lama waktu irigasi adalah pelampung, current meter, stop watch, dan meteran/alat pengukur panjang.

C.    Prosedur Kerja
Dalam praktikum acara ini, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1.      Dipilih bagian saluran irigasi yang sudah dekat dengan sawah. Dipilih lokasi yang lurus dengan perubahan lebar sungai, dalam air dan gradien yang kecil.
2.      Ditetapkan dua buah titik (patok) tempat pengamatan dengan jarak 50 – 100 m.
3.      Pelampung dilemparkan ke sungai dengan jarak 10 – 20 m sebelah hulu titik pengamatan pertama.
4.      Waktu tempuh pelampung antara dua titik pengamatan tersebut di atas dicatat dengan menggunakan stop watch.
5.      Kecepatan aliran dapat diperoleh dengan membagi jarak tempuh dengan waktu tempuh pelampung antara dua titik pengamatan.
6.      Selain dengan pelampung, hal ini dapat di ukur dengan menggunakan alat current meter yang disediakan.
7.      Dipilih kedalaman tertentu dari saluran irigasi, ukur kecepatan alirannya pada berbagai kedalaman sesuai dengan kondisi di lapang.
8.      Untuk mengukur luas penampang lintang aliran air, maka bagian penampang aliran tersebut dibagi atas beberapa bagian (sesuai dengan lebar dan kondisi dasar aliran air). Tujuan pembagian ini adalah untuk memperoleh hasil perhitungan yang mendekati luas sebenarnya.
9.      Jumlah luas dari bagian-bagian tesebut merupakan luas penampang lintang aliran.
10.  Pengukuran kecepatan aliran air dilakukan sebanyak lima kali.
11.  Dihitung berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengairi sawah (luasan diukur dilapangan) dengan volume 200 mm.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Pengamatan
Hasil gambar
Gambar.4.1 Irigasi di Blang Bitra Peureulak
Keterangan:
Jeluk = 45 cm
Kanan = 44 cm
Kiri = 43 cm
Lebar = 168 cm
Panjang = 20 m
Tinggi air = 42 cm
Tabel 1. Pengamatan saluran sekunder secara manual:
Ulangan
Jenis Pelampung
Jarak Tempuh (m)
Kecepatan Aliran (m/det)
Waktu Tempuh (det)
Luas Penampang
(m2)
Debit (m3/det)
1
Kayu
10
0.34
29
33.6
11.4
Gabus 
10
0.31
32
33.6
10.4
2
Kayu
10
0.31
32
33.6
10.4
Gabus
10
0.29
34
33.6
9.7
3
Kayu
10
0.34
29
33.6
11.4
Gabus
10
0.34
29
33.6
11.4
Rata – rata
10
0.32
30.83
33.6
10.78

Tabel 2. Pengamatan pada saluran sekunder dengan menggunakan alat (current meter).
Metode 3 titik
KecepatanAliran (m/det)
Kedalaman (m)
Lebar
(m)
Luas Penampang(m2)
Debit (m3/det)
Aliran Tengah
Tepi atas kiri
Tepi atas kanan
T1
0.7
0.5
0.6
0.45
1.68
0.756
0.53
0.38
0.45
T2
0.7
0.6
0.7
0.45
1.68
0.756
0.53
0.45
0.53
T3
0.6
0.6
0.6
0.45
1.68
0.756
0.45
0.45
0.45
Rata – rata
1.68
0.756
0.50
0.43
0.48

Hasil gambar
Gambar.4.2. Drainase di wilayah Blang Bitra Peureulak

Pengamatan pada Saluran Tersier (saluran yang membagi ke lahan pertanian)
Volume: 200 mm
Luas sawah = 1 ha
Asumsi : Tanaman :padi
Kondisi : vegetatif 1 dan vegetatif 2
ET0 = 3
Kc = 1.4
·         ETC      = ET0x Kc
= 3 x 1.4 = 4.2 mm
·         Kebutuhan air tanaman per hari
1 ha x 4.2 mm = 104 m2 x 0.0042 = 42 m3
·         A         = p x l
=  2000 cm x 168 cm
            = 336000 cm2 = 33.6 m2
·         Q         = A x V33.6 m2 x 0.2 m/s
=  6.72 m3/s
·         Waktu yang dibutuhkan untuk mengairi lahan 1 ha :
42 m3 /  6.72 m3/s =  6.25s / 60 s = 0.10 menit.

Hasil gambar
Gambar. 4.3. Pusat Pembagian Irigasi
Hasil gambar
Gambar 4.4. Sawah tanpa drainase

B.     Pembahasan 
Pengukuran debit air pada saluran terbuka yang dilaksanakan pada hari selasa, 01 November 2016 di Blang Bitra Kecamatan Peureulak. Pada pengukuran debit air di saluran sekunder (manual dan current meter) dan saluran tersier. Pengukuran debit air menggunakan alat Current meter dengan menggunakan metode 3 titik, metode ini digunakan pada kecepatan arus yang tidak normal (non parabolik), contohnya dapat digunkan untuk sungai yang banyak terdapat tanaman air yang tumbuh. 
Pengukuran pada saluran sekunder secara manual dengan metode pelampung diukur mengunakan bahan kayu dengan jarak tempuh 10m membutuhkan waktu 29 detik pada ulangan pertama, 32 detik ulangan kedua dan 29 detik ulangan ketiga, dengan demikian rataan pada ketiga percobaan tersebut dalam menempuh jarak 10m pelampung kayu membutuhkan waktu 30 detik. Pelampung pembanding yang digunakan selanjutnya adalah berbahan gabus. Percobaan yang sama pelampung gabus untuk menempuh jarak 10m pada ulangan yang pertama memerlukan waktu 32 detik, ulangan kedua 34 detik dan yang ketiga 29 detik maka rataan waktunya 31.7 detik. Selanjutnya kedua rataan tersebut diratakan kembali sehingga kecepatan rata-rata sebesar 0.32 m/s dengan luas penampang sebesar 33.6 m diperoleh rataan debit air sebesar 10.78m3/secon. Hal ini berarti dalam satu detik saluran primer mengeluarkan air sebanyak 10780 liter. Hasil ini merupakan perhitungan debit permukaan. Teori yang ada bahwa debit air yang berada pada saluran irigasi memiliki perbedaan antar kedalaman.
Pengukuran debit air yang selanjutnya masih saluran sekunder tapi mnggunakan alat current meter dengan metode 3 titik .T1 dengan KecepatanAliran (m/det) pada Aliran Tengah 0.7, tepi atas kiri 0.5, dan Tepi atas kanan 0.6, dengan Luas Penampang0.756 m2 dan di dapat nilai Debit (m3/det) air aliran tengah 0.53, tepi atas kiri 0.38 dan sedangkan tepi atas kanan 0.45. Untuk nilai T2  dengan KecepatanAliran (m/det) pada Aliran Tengah 0.7, tepi atas kiri 0.6, Tepi atas kanan 0.7 dan Luas Penampang0.756 m2. Nilai debit air aliran tengah 0.53, tepi atas kiri 0.45dan sedangkan tepi atas kanan 0.53. sedangkan  untuk nilai T3 dengan Luas Penampang0.756 m2, pada nilai KecepatanAliran (m/det) Tengah 0.6, tepi atas kiri 0.6, Tepi atas kanan 0.6 dan dapat nilai debitnya adalah 0.45.
Pengamatan pada saluran tersier akan memfokuskan pada kebutuhan waktu untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Contoh yang digunakan menunjukkan komoditi padi pada fase vegetatif 1 dan vegetatif 2. Perhitungan ini pada dasarnya untuk menentukan waktu sehingga kita dapat meng efisenkan pengunaan air. Hasil hitung diperoleh waktu yang dibutuhkan hanya 0.10 menit atau 6 detik untuk mengairi sawah pada tanaman padi dengan nilai kc dan ET0. Dengan demikian pengunaan air yang perlu di alirkan hanya selama 6 detik, jika melebihi waktu tersebut maka air yang diselebihnya hanya sia-sia terbuang.
Pengetahuan ini penting bagi petani. Hal ini ditinjau pada jumlah air yang semakin lama jumlahnya berkurang dan tidak nenentu. Pengetahuan semacam ini tentu jika disosialisasikan pada petani akan menambah efisiensi air dan tidak akan terjadi defisit air selama proses budidaya dilahan.





BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Debit air pada pengukuran dengan metode sederhana menunjukkan setiap detiknya irigasi sekunder mampu menyuplai air sebanyak 10.780 liter. Hasil pengukuran mengunakan current meter menujukkan bahwa perdetik saluran sekunder mengalir sama. Perbedaan debit ini terjadi dimungkinkan karena ketidak sesuaian prosedur pengukuran atau alat yang digunakan. Nilai debit air yang sebenarnya paling mendekati adalah hasil current meter, sebab pada pengukurannya eror hanya sedikit terjadi, sedangkan metode pelampung banyak terjadi kesalahan baik dari segi lingkungan maupun teknisnya.
Kebutuhan waktu pengairan sebenarnya bergantung pada komoditi dan jenis tanahnya. Prinsip dasar yang perlu kita anut bahwa penghitungan waktu ini erat kaitannya dengan efisiensi air. Hal ini diperhatikan dengan pertimbangan bahwa jumlah air setiap musim tanam tidak sama maka untuk membagi air yang seefisien mungkin perlu pengetahuan tentang lama waktu pengairan.

B.     Saran
Para praktikum diharapkan mengikuti praktikum dengan serius dan memperhatikan setiap intruksi yang diberikan dosen dan tidak sibuk dengan urusan sendiri.




DAFTAR PUSTAKA

Herliyani at al, 2012. Identifikasi Saluran Primer Dan Sekunder Daerah Irigasi Kunyit Kabupaten Tanah Laut. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Banjarmasin. Jurnal Intekna, Tahun Xii, No. 2: 132 - 139
Notohadiprawiro, T. 1992. Sawah Dalam Tata Guna Lahan. Fakultas Pertanian UPN. Yogyakarta.
Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, UGM, Yogyakarta.
Suyana, at al.1999. Evaluasi Sumbangan Hara dan Kualitas Air dari Irigasi Bengawan Solo.
Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta.
Wirawan. 1991. Pengembangan dan Pemanfaatan Lahan Sawah Irigasi, hal 141- 167. dalam E. Pasandaran (edt). Irigasi di Indonesia Strategi dan Pengembangan. LP3ES. Jakarta.


Post a Comment for "Irigasi dan drainase"