Sejarah kebidanan di dalam negeri dan paradigma asuhan kebidanan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Istilah kebidanan
terjemahan dari bahasa asing yakni
dari Obstetric. Obstetric ialah obstro dari bahasa
latin yang artinya mendampingi. Kemudian kata asal obstro dipakai
dalam berbagai bahasaobstetricius dalam bahasa Yunani, obstare dalam
bahsa Perancis, obstetrie dalam bahasa Belanda,
danobstetric dalam bahasa Inggris.
Perkembangan
pelayanan dan pendidikan kebidanan nasional maupun internasional terjadi begitu
cepat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan
kebidanan merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan dipahami oleh petugas
kesehatan khususnya bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan di
pelayanan. Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan
pendidikan kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada
wanita hamil dan bersalin, khususnya di negara berkembang dan di negara miskin
yaitu sekitar 25-50%.
Mengingat
hal diatas, maka penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah perkembangan pelayanan
dan pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam
pelayanan kesehatan ibu dan bayi diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti
perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal
atau non formal dan bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik
melalui pendidikan maupun pelatihan serta meningkatkan jenjang karir dan
jabatan yang sesuai.
B.
Rumusan
Masalah
Secara rinci
rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana standar pelayanan
kebidanan di dalam negeri ?
2.
Bagaimana sejarah perkembangan
standar pelayanan kebidanan di Amerika , Belanda dan Jepang ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan
Pelayanan Kebidanan di dalam negeri
Pelayanan
kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi
bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak. Layanan kebidanan yang tepat
akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Layanan
kebidanan/oleh bidan dapat dibedakan meliputi :
1.
Layanan kebidanan primer yaitu
layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung jawab bidan.
2.
Layanan kolaborasi yaitu layanan
yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim secara bersama-sama dengan profesi
lain dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
3.
Layanan kebidanan rujukan yaitu
merupakan pengalihan tanggung jawab layanan oleh bidan kepada system layanan
yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten ataupun pengambil alihan tanggung
jawab layanan/menerima rujukan dari penolong persalinan lainnya seperti
rujukan.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian
ibu dan anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun
1807 (zaman Gubernur Jenderal Hendrik William Deandels) para dukun dilatih
dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak
adanya pelatih kebidanan.
Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan. Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara.Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana.
Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan. Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara.Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara
merata dan dekat dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden
secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk
penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai
pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil,
bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk.
Pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa
melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan
pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan
oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan
masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana
pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit
memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di
poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar
bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di
Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan
reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi :
1. Safe Motherhood,
termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
2. Family Planning.
3. Penyakit menular
seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi
4. Kesehatan
reproduksi remaja.
5. Kesehatan
reproduksi pada orang tua.
B.
Perkembangan
Standar Pelayanan Kebidanan Di Luar Negeri
1.
Perkembangan Pelayanan Kebidanan di
Negara Amerika
Pada pertengahan abad ke 17, sesuai dengan catatan
informasi yang tercatat dalam catatan dan piagam kota : bidan merupakan profesi
penting dalam kehidupan masyarakat kolonial dan di perlakukan dengan sangat
hormat, dan mereka disediakan rumah, tanah, makanan dan honor sebagai bayaran
untuk pelayanan mereka. Pada abad ke 19, para bidan merintis menempuh
perjalanan melewati dataran luas dengan mengendarai wagon tertutup, mengikuti
jalur Oregon dan Santa Fe. Sejarah Mormon mencatat peran terhormat dan fungsi
kepahlawanan bidan selama perjalanan mereka dari Illinois ke Utah pada tahun
1864-1847.Pada tahun 1765 pendidikan formal untuk bidan mulai dibuka.
Akhir abad ke 18 banyak kalangan medis berpendapat
bahwa secara emosi dan intelektual wanita tidak dapat belajar dan menerapkan
metode obsetrik. Pendapat ini digunakan untuk menjatuhkan profesi bidan
sehingga bidan tidak mempunyai pendukung, uang, tidak terorganisir dan dianggap
tidak professional. Pada tahun 1770-1820 para wanita di golongan atas
dikota- kota besar melahirkan dengan ditolong oleh “Bidan Pria” atau Dokter.
Bidan hanya melayani persalinan wanita yang tidak mampu membayar dokter. Pada
masa itu juga terjadi perubahan persepsi dimana kelahiran adalah masalah medis yang
harus ditangani dokter. Hal tersebut di perparah dengan pernyataan
dari dokter Joseph de Lee yang menyatakan bahwa kelahiran merupakan hal yang
pathologis dan bidan bidan tidak mempunyai peran di dalamnya, dan diberlakukan
protap pertolongan persalinan di AS yaitu: (1) diberikannya sedative pada awal
inpartu, (2) membiarkan serviks berdilatasi, (3) memberikan ether pada kala II,
(4) melakukan episiotomy, (5) melahirkan bayi dengan forcep ekstraksi, (6)
memberikan uterustonika, serta (7) menjahit episiotomy. Akibat dari protap
tersebut, angka kematian ibu mencapai 600-700/ 100.000 keluarga.
Perkembangan kesempatan untuk melakukan praktek klinik
kebidanan berjalan lambat hingga menjelang akhir tahun 1960-an. Namun sebelum
tahun 1968 bidan mulai bekerja pada program perawatan kebidanan Maternal Infant
Care (MIC)di kota New York untuk melakukan praktek maternalitas di
klinik dalam masyarakat yang masih memilikikaitan rumah sakit. Masa
pencerahan untuk profesi bidan mulai nampak sejak dipublikasikannya hasil
penelitian terbaru dari badan pengawas obat Amerika yang menyatakan bahwa ibu
bersalin yang menerima anasthesi dalam dosis tinggi telah
melahirkan anak-anak yang mengalami kemunduran perkembangan psikomotor.
Pernyataan ini menyebabkan: (1) masyarakat mulai tertarik dengan proses
persalinan alamiah,(2) persalinan dilakukan di rumah, dan (3) peran bidan mulai
dominan dalam penanganan persalinan secara alamiah. Hingga pada tahun 1982
MANA ( Midwife Alliance of North Amerika) dibentuk untuk
meningkatkan komunikasi antar bidan serta membuat peraturan sebagai dasar
kompetensi untuk melindungi bidan.
2.
Perkembangan kebidanan di Belanda
Seiring dengan meningkatnya perhatian pemerintah Belanda
terhadap kelahiran dan kematian, pemerintah mengambil tindakan untuk masalah
tersebut. Perempuan berhak memilih apakah ia mau melahirkan di rumah atau rumah
sakit, hidup atau mati. Belanda memiliki angka kelahiran yang sangat tinggi,
sedangkan kematian prenatal relative rendah.
Prof. Geerit Van Kloosterman pada kenferensinya di
Toronto tahun 1984, menyatakan bahwa setiap kehamilan adalah normal, harus
selalu dipantau dan mereka bebas memilih untuk tinggal di rumah atau
rumah sakit, di mana bidan yang sama akan memantau kehamiliannya. Astrid
Limburg mengatakan : Seorang perawat yang baik tidak akan menjadi seorang
bidan yang baik karena perawat dididik untuk merawat orang yang
sakit, sedangkan bidan untuk kesehatan wanita. Tidak berbeda dengan ucapan Maria
De Broer yang mengatakan bahwa kebidanan tidak memiliki
hubungan dengan keperawatan, kebidanan adalah profesi mandiri.
Pendidikan kebidanan di Amsterdam memiliki prinsip,
yakni sebagaimana member anastesi dan sedative pada pasien, begitulah kita harus
mengadakan pendekatan dan member dorongan pada ibu saat persalinan. Jadi pada
praktiknya bidan harus memandang ibu secara keseluruhan dan mendorong ibu untuk
menolong dirinya sendiri. Pada kasus rsisiko rendah dokter tidak ikut
menangani, mulai dari prenatal, natal, dan post natal. Pada rsisiko menengah
mereka selalu member tugas tersebut pada bidan dan pada kasus risiko tinggi
dokter dan bidan saling bekerjasama. Bidan di Belanda 75% bekerja secara
mandiri, karena kebidanan adalah profesi yang mandiri dan aktif. Sehubunga
dengan dengan hal tersebut, bidan harus menjadi role model di masyarakat dan
harus menganggap kehamilan adalah sesuatu yang normal, sehingga apabila seorang
perempuan merasa dirinya hamil dia dapat langsung memeriksakan diri
ke bidan/atau dianjurkan oleh keluarga, teman, atau siapapun.
3.
Pelayanan kebidanan di Jepang
Jepang merupakan sebuah negara dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang maju serta kesehatan masyarakat yang tinggi.Pelayanan
kebidanan setelah perang dunia II, lebih lebih banyak terkontaminasi oleh
medikalisasi. Pelayana kepada masyarakat masih bersifat hospitalisasi. Bidan
berasal dari perawat jurusan kebidanan dan perawat kesehatan masyarakat serta
bidan hanya berperan sebagai asisten dokter. Pertolongan persalinan lebih
banyak dilakukan oleh dokter dan perawat.
Jepang melakukan peningkatan pelayanan dan pendidikan
bidan sert mulai menata dan merubah situasi. Pada tahun 1987 peran bidan
kembali dan tahun 1989 berorientasi pada siklus kehidupan wanita mulai dari
pubertas sampai klimaktelium serta kembali ke persalinannormal. Bagi orang
jepang melahirkan adalah suatu hal yang kotor dan tidak diiinginkan maa banyak
wanita yang akan melahirkan diasingkan dan saat persalinan terjadi di tempat
kotor gelap seperti gedung dan gudang.
Dokumentasi relevan pertama tentang praktek kebidanan
adalah tentang pembantu-pembantu kelahiran (asisten) pada periode Heian
(794-1115).Dokumentasi hukum pertama tentang praktek kebidanan ditwerbitkan
pada tahun 1868. Dokumen ini resmi menjadi dasar untuk peraturan-peraturan
hukum utama untuk profesi medis Jepang. Tahhun 1899 izin kerja kebidanan
dikeluaran untuk memastikan profesional kualifikasi.
C.
Pengetian Paradigma Kebidanan
Paradigma
adalah cara pandang seseorang terhadap suatu objek. Dikaitkan dengan kebidanan,
Paradigma kebidanan adalah suatu cara pandang bidan dalam memberikan pelayanan
kebidanan. Perlu diketahui bahawa keberhasilan pelayanan kebidanan sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan serta cara pandang
bidan dalam kiatan atau hubungan timbal balik antara manusia.
D.
Komponen paradigma kebidanan
Dalam
paradigma kebidanan terdapat 5 komponen yaitu :
1.
Wanita
Seorang bidan harus mempunyai pandangan bahwa seorang wanita adalah seorang manusia, sedangkan manusia adalah makhluk bio – psiko – cultural – spiritual yang utuh dan unik.
Seorang bidan harus mempunyai pandangan bahwa seorang wanita adalah seorang manusia, sedangkan manusia adalah makhluk bio – psiko – cultural – spiritual yang utuh dan unik.
§ Bio artinya
wanita adalah makhluk biologis yang memerlukan kebutuhan sesuai dengan tingkat
perkembangannya untuk kelangsungan hidup.
§ Psiko
artinya wanita mempunyai sisi kejiwaan harus diperhatikan dalam setiap
memberikan pelayanan.
§ Sosio
artinya wanita adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan orang lain dan
membutuhkan orang lain.
§ Kultural
artinya wanita adalah makhluk yang berbudaya atau memiliki kebiasaan –
kebiasaan tertentu.
§ Spiritual
artinya wanita adalah makhluk yang secara fitrah akan selalu membutuhkan tuhan
sebagai sandaran.
§ Utuh artinya
pandangan kita kepada seorang wanita sebagai makhluk bio – psiko – sosio –
cultural dan spiritual etrsebut harus dipandang secara menyeluruh, tidak bias
hanya dipandang dari segi biologisnya saja, atau psikologisnya saja karena sisi
tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
§ Unik artinya
wanita adalah makhluk yang berbeda antara satu dengan yang lain, baik dari segi
bio, psiko, sosio, cultural maupun spiritualnya.
Menurut Abdul Rachman Husein, Wanita
adalah seorang ibu sekaligus pendidik yang luar biasa.Menurut Abdurrahman Umairah,
wanita adalah manusia yang mulia dan bernilai karena memiliki sifat kemanusiaan
yang tinggi. Selain itu bidan harus punya pandangan bahwa wanita khususnya ibu
adalah seorang yang akan melahirkan penerus generasi keluarga dan bangsa
sehingga keberadaan wanita yang sehat jasmani dan rohani serta social sangat
diperlukan. Wanita juga seorang pendidik pertama dan utama dalam keluarga.
Kualitas manusia sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi dari wanita/ibu
dalam keluarga. Para wanita di masyarakat adalah penggerak dan pelopor
peningkatan kesejahteraan keluarga.
2. Lingkungan
Lingkungan adalah semua yang ada di lingkungan dan
terlibat dalam interaksi individu pada waktu melakukan aktivitasnya. Menurut
Prof.Dr.St.Munadjat Danusaputro,SH , Lingkungan hidup sebagai semua benda dan
kondisi, termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat
dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan
manusia dan jasad hidup lainnya. Menurut Jonny Purba, Lingkungan hidup adalah wilayah
yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi
Sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya
dengan simbol dan nilai.Bidan harus berpandangan bahwa lingkungan yang ada
disekitar manusia khususnya wanita sangat berpengaruh terhadap kesehatan
reproduksi baik lingkungan fisik, lingkungan psiko social, lingkungan biologis
dan lingkungan budaya. Yang dimaksud dengan lingkungan adalah :
§ Lingkungan
fisik adalah Tempat tinggal, kendaraan dll
§ Lingkungan
Psiko sosial : Keluarga, kelompok, masyarakat
§ Lingkungan
Biologi : Hewan dan Tumbuh-tumbuhan
§ Lingkungan
Budaya : Adat istiadat
3.
Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari berbagai pengalaman
serta interaksi manusia dengan ligkungannya, yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku manusia ini bersipafat holistic atau
menyeluruh. Menurut Soekidjo Notoadmodjo, 1987:1 , perilaku adalah segala
perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup. Menurut Ensiklopedia
Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap
lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada
sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan,
dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu
pula.
Bidan harus punya pandangan bahwa perilaku ibu akan
mempengaruhi kehamilan, perilaku ibu dalam mencari pertolongan persalinan yang
akan berpengaruh pada kesejahteraan ibu dan janin yang dilahirkan. Demikian
pula perilaku ibu pada masa nifas akan mempengaruhi kesehatan ibu dan bayinya.
Adapun
perilaku propesional dari bidan mencakup ;
·
Dalam melaksanakan tugasnya
berpegang teguh pada filosofi, etika profesi dan aspek legal
·
Bertanggung jawab dan mempertanggung
jawabkan keputusan klinis yang dibuatnya
·
Senantiasa mengikuti perkembangan
pengetahuan dan keterampilan mutakhir secara berkala
·
Menggunakan cara pencegahan
universal untuk mencegah penularan penyakit dan strategi pengendalian infeksi
·
Menggunakan konsultasi dan rujukan
yang tepat selama memberikan asuhan kebidanan
·
Menghargai dan memanfaatkan budaya
setempat sehubungan dengan praktek kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode
pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak
·
Menggunakan model kemitraan dalam
bekerja sama dengan kaum wanita/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang
telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan secara
tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri
·
Menggunakan keterampilan komunikasi
·
Bekerjasama dengan petugas kesehatan
lainnya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan keluarga
·
Melakukan advokasi terhadap pilihan
ibu dalam tatanan pelayanan
4.
Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan
oleh bidan sesuai dengan kewenangan yang diberikannya dengan maksud
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mencapai keluarga kecil,
bahagia dan sejahtera. Pelayanan kebidanan juga disebutkan sebagai keseluruhan
tugas yang menjadi tanggungjawab praktik bidan dalam system pelayanan kesehatan
yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan
keluarga dan masyarakat.
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan, dengan sasaran : individu, keluarga dan masayrakat, yang
meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan. Layanan
kebidanan dapat dibedakan menjadi :
·
Layanan Kebidanan Primer adalah
Layanan yang menjadi tanggung jawab langsung bidan, misalnya : Pemeriksaan
Kehamilan normal, pemberian imunisasi, dll
·
Layanan Kebidanan Kolaborasi adalah
Layanan dengan bidan sebagai tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan
atau sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kebidanan.
Contoh : Bidan turut dalam penanganan bulin di RS.
·
Layanan Kebidanan Rujukan adalah
Layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka pelimpahan penanganan pasien ke
sistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.Contoh pasien melahirkan
dengan perdarahan di kirim ke RS.
5.
Keturunan
Bidan harus berpandangan bahwa kualitas manusia diantaranya
ditentukan oleh keturunan. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat.
Hal ini menyangkut kesiapan wanita sebelum perkawinan, masa kehamilan, masa
kelahiran dan masa nifas.
Walaupun kehamilan, kelahiran dan nifas adalah proses
fisiologis namun bisa ditangani secara akurat dan benar, keadaan fisiologis
akan menjadi patologis. Hal ini akan berpengaruh dengan bayi yang
dilahirkannya. Oleh karena itu layanan pra perkawinan, kehamilan, kelahiran dan
nifas adalah sangat penting dan mempunyai keterkaitan satu sama lain yang tidak
dapat dipisahkan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian
di atas, maka dapat diambil kesimpulan yakni sejarah perkembangan di
masing-masing negara jelas memiliki perbedaan. Baik itu dalam perkembangan
pelayanan, maupun pendidikan kebidanannya. Pelayanan kebidanan adalah seluruh
tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan dalam system pelayanan
kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya
ibu dan anak. Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan ibu dan bayinya. L
Dengan
demikian, uaraian-uraian di atas dapat dijadikan pembanding dan dapat kita
pilah mengenai hal positif dan negatif dari perbedaan tersebut.
B.
Saran
“Tiada
gading yang tak retak”, itulah kalimat yang dapat kami ucapkan. Karena itu kami
dengan lapang dada menerima segala kritik ataupun saran untuk menyempurnakan
makalah ini. Semoga materi ini dapat menambah wawasan kita mengenai sejarah
perkembangan pelayanan dan pendidikan bidan. Tidak hanya di dalam negeri,
tetapi juga di luar negeri
DAFTAR
PUSTAKA
Estiwidani, Meilani, dkk.(2008). Konsep
Kebidanan. EGC. Yogyakarta
Soepardan, Dra. Hj. Suryani. (2007). Konsep
Kebidanan. EGC . Jakarta
Sofyan, Mustika,et all. (2004). 50 Tahun IBI Menyongsong
Masa Depan Cetakan ke-III. PP IBI. Jakarta
Asrinah, dkk. 2010. Konsep
Kebidanan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Post a Comment for "Sejarah kebidanan di dalam negeri dan paradigma asuhan kebidanan"