Sejarah peradaban Islam periode Khalifah Rasyidin
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Setelah wafatnya nabi Muhammad Saw
pada tahun 11/632 di Madinah, Munculah pengganti Nabi yang diberi gelar
Khalifah artinya secara harfiah adalah orang yang mengikuti, pengganti).
Khalifah tersebut terdiri dari Abu Bakar (11/632), Umar ibn Al-khaththab
(13/634), Ustman ibn Affan (23/644), dan Ali ibn Abi Thalib (35/656-661).
Mereka merupakan para sahabat nabi, yang semuanya dekat hubungannya dengan
beliau, baik melalui darah ataupun melalui perkawinan. Abu bakar adalah ayah
istri nabi Muhammad yang bernama Aisyah, dan juga salah seorang pendukungya
yang paling tua dan terpercaya. Abu bakarlah yang menancapkan otoritas madinah
ke seluruh pelosok jazirah Arabia setelah suku-suku badui membatalkan bay’at
(sumpah setia) pribadi mereka kepada Muhammad (Peperangan Ridda). Begitulah
pula dengan Umar mempunyai putri yang juga menikah dengan Nabi. Di bawah umar
yang perkasa, energi pemberani orang-orang Arab gurun diarahkan untuk
menaklukan wilayah-wilayah Byzantium.
Periode empat khalifah pertama
dipandang sebagai zaman emas, suatu zaman ketika kebajikan-kebajikan Islam yang
murni berkembang pesat, dan karena itulah zaman khalifah diberi gelar bimbingan
di jalan lurus.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pemerintahan Abu Bakar?
2. Bagaimana pemerintahan Umar Bin
Khattab?
3. Bagaimana pemerintahan Usman Bin
Affan?
4. Bagaimana pemerintahan Ali Bin Abi
Thalib?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Abu
Bakar Ash-Shidiq (11/632-661 M)
Nama Abu Bakar yakni Abdullah bin
Ustman bin Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Bani Taim adalah satu
dari dua belas cabang dari suku Quraisyih yang berjumlah dua belas. Kemudian
terkenal dengan julukan Abu Bakar, sedangkan gelar Shiddiq diberikan oleh para
sahabat karena ia sangat membenarkan rosulullah saw. Dalam segala hal. Abu Bakar selalu terlibat dalam semua
peristiwa yang dialami rasulullah. Dia adalah orang yang tidak lari dan tetap
berdiri ketika banyak pasukan melarikan diri pada saat perang Hunain. Abu Bakar
dikenal sebagai orang yang selalu gagah disegala medan perang. Dia tidak pernah
bergeser dari sisi Rasulullah dan selalu membela dan membentenginya[1].
a.
Pembentukan Kekhalifahan Abu Bakar
dan Sistemnya
Setelah Rosulullah meninggal
orang-orang Anshar merasa bahwa mereka sangat membutuhkan pemilihan seorang
khalifah yang akan mengatur masalah-masalah dan urusan-urusan mereka di
Madinah. Sebab jika tidak, maka madinah akan berada dalam ancaman. Orang-orang
Anshar mengira bahwa setelah meninggalnya Rasulullah, orang-orang muhajirin
akan kembali ke Mekah. Maka mereka segera berkumpul di Saqifah Bani Saidah dan
melakukan musyawarah di antara mereka. Dalam musyawarah itu mereka sepakat
untuk memilih Sa’ad bin Ubadah. Kemudian mereka melantiknya sebagai khalifah.
Kaum muhajirin mengatahui apa yang
dilakukan oleh kaum Anshar. Maka Abu Bakar berpidato yang antara lain berbunyi,
“Sesungguhnya orang-orang Arab tidak mengakui kekuasaan ini kecuali untuk
orang-orang Quraisy.” Umar juga menyetujui apa yang dikatakan Abu Bakar.
Diusulkan agar kekuasaan dilakukan secara bergilir. Pertama dari kaum Muhajir
lalu digantikan oleh kaum Anshar. Demikian selanjutnya. Namun, usulan ini di
tolak dengan tegas.
b.
Tipe Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar
Abu bakar ash-Shiddiq adalah seorang
pedagang yang selalu memelihara kehormatan dan harga dirinya. la seorang yang
kaya, mempunyai pengaruh yang besar, dan memiliki akhlak mulia Abu bakar adalah
ahli hukum yang tinggi mutunya. Dalam masalah pengambilan keputusan, Abu Bakar
mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw., yakni ia sendirilah yang memutuskan hukum
di antara umat Islam di Madinah. Sedangkan para gebernurnya memutuskan hukum di
antara manusia di daerah masing-masing di luar Madinah. Adapun sumber hukum
pada Abu Bakar adalah Al-qur’an, Sunnah, dan Ijtihad pengkajian dan musyawarah
dengan para sahabat.
Adapun, langkah-langkah yang
dilakukan Abu Bakar dalam istinbath al-ahkam pada kepemimipinanya yakni sebagai
berikut:
1) Mencari ketentuan hukum dalam
Alqur’an. Apabila ada, ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada dalam
Al-qur’an.
2) Apabila tidak menemukanya dalam
Al-qur’an, ia mencari ketentuan hukum dalam sunnah, bila ada ia putuskan
berdasarkan ketetapan yang ada dalam sunnah.
3) Apabila tidak menemukanya dalam
sunnah, ia bertanya kepada sahabat lain apakah rasulullah saw. telah memutuskan
persoalan yang sama pada zamanya. Jika ada yang tahu, ia menyelesaikannya
berdasarkan keterangan dari yang menjawab setelah memenuhi beberapa syarat.
4) Jika tidak ada sahabat yang
memberikan keterangan, ia mengumpulkan para pembesar sahabat dan bermusyawarah
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Jika ada kesepakatan diantara
mereka, ia menjadikan kesepakatan itu sebagai keputusan.
c.
Kontribusi Khalifah dalam Peradaban
Islam
Masa pemerintahanya sangatlah singkat. Namun dalam
kontribusi membangun peradaban Islam cukuplah banyak. Diantaranya:
1) Pemberangkatan Pasukan Usamah bin
Zaid sesuai dengan Pesan Rasulullah
2) Perang Melawan orang-orang murtad
3) Perang Yamamah (11 H/632 M)
4) Penaklukan Islam
5) Permulaan Perang Yarmuk (13 H/634 M)
6) Penghimpunan Al-Qur’an
B.
Umar
ibn Al-khaththab (13/634-644 M)
Nama lengkap umar ibn
Al-khaththab bin Nufail bin Abdul Uzza dari Bani Adi bin ka’ab
adalah sekelompok kecil dari suku Quraisy[2]. Kisah
masuk Islamnya Umar bermula saat dia berangkat untuk menemui rasulullah dengan
penuh amarah dan bermaksud untuk membunuhnya. Di tengah jalan dia bertemu
dengan Na’im bin Mas’ud. Kemudian Na’im berkata bahwa Fatimah dan suaminya Said
bin Zaid telah masuk Islam. Umar segera berangkat menuju rumah mereka dalam
keadaan sangat marah. Sesampai rumah saudaranya dia mendengar sebuah tilawah
yang dibacakan khabbab ibnul-art sedang membaca surah Thaahaa. Setelah terjadi
percekcokan akhirnya Umar meminta untuk membaca ayat-ayat Allah tersebut
kemudian Umar merasa kagum dan akhirnya Umar memilih untuk memeluk Islam.
a.
Pembentukan Kekhalifahan dan
Sistemnya
Tatkala Abu Bakar merasa bahwa
kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah, dia ingin memberikan
kekhilafan kepada seseorang sehingga diharapkan manusia tidak banyak terlibat
konflik. Maka, jatuhlah pilihanya kepada Umar ibn Khathab. Dia meminta
pertimbangan shabat-sahabat senior. Mereka semua mendukung pilihan Abu Bakar.
Dia kemudian membaiat Umar yang kemudian diikuti oleh kaum muslimin. Beberapa
hari setelah itu Abu Bakar meninggal.
b.
Tipe kepemimpinan Khalifah
Umar ibnu Khatthab merupakan salah
satu sosok pemimpin yang tegas, jujur dan adil dalam Islam. Dalam mengambil
keputusan hukum khalifah Umar ibn khattab sama dengan Abu Bakar. Sebelum
mengumpulkan sahabat untuk bermusyawarah, ia bertanya kepada sahabat lain: “Apakah
kalian mengetahui bahwa Abu Bakar telah memutuskan kasus yang sama?” Jika
pernah, ia mengikuti keputusan itu. Jika tidak ada,ia mengumpulkan sahabat dan
bermusyawarah untuk menyelesaikannya. Sebagaimana yang dikutip dari (Umar
Sulaiman al-Asyqar, 1991:75) kemudian dikutip lagi oleh Alaidin koto dijelaskan
salh satu wasiat Umar ra. Kepada seorang qadhi (hakim) pada zamanya, yaitu
syuraih. Wasiat tersebur adalah:
1) Berpeganglah kepada Al-Qur’an dalam
menyelesaikan kasus
2) Apabila tidak ditemukan dalam
Al-Qur’an, hendaklah engkau berpegang kepada Sunnah.
3) Apabila tidak didapatkan
ketentuannya dalam sunnah, berijtihadlah.
c.
Kontribusi Khalifah Umar dalam
Peradaban
1) Umar turut aktif menyiarkan agama
Islam. Ia melanjutkan usaha Abu Bakar meluaskan daerah Islam sampai ke
Palestina, syiria, Irak, dan Persia di sebelah Utara serta ke Mesir di Barat
Daya
2) Menetapkan tahun Islam yang terkenal
dengan tahun Hijriah berdasarkan peredaran bulan (qamariyah), dibandingkan
dengan tahun Masehi (miladiyah) yang didasarkan pada peredaran matahari.
3) Sikap toleransinya terhadap pemeluk
agama lain. Hal ini terbukti ketika beliau hendak mendirikan masjid Jerussalem
(Palestina). Beliau minta izin kepada pemuka agama lain di sana, padahal beliau
adalah pemimpin dunia waktu itu.
C.
Ustman
Bin Affan (23/644-656 M)
Ustman ibn Affan merupakan salah
seorang yang berasal dari Bani Umayyah, nama lengkapnya yaitu Ustman bin Affan
bin Abi ‘Ash bin Ummayah bin Abdu Syams. Utsman dikenal sebagai seorang
pedagang yang dermawan dan murah hati. Dia salah seorang yang paling kaya di
masa sebelum Islam dan setelah Islam[3].
a.
Pembentukan kekhalifahan dan
Sistemnya
Ketika Umar mendapat tikaman, dia
menyerahkan masalah kenegaraan kepada enam orang sahabat. Keenam sahabat utama
itu berkumpul setelah umar dikuburkan. Semua sahabat yang enam tersebut enggan
untuk menjadi khalifah hingga akhirnya mereka berhasil memilih Ustman. Utsman
sama sekali belum pernah berambisi untuk memegang kendali kekuasaan itu. Saat
dia dibait sebagai khalifah, dia telah berusia tujuh puluh tahun.
b.
Tipe kepemimpinan khalifah
Sifat-sifat kepemimpinan ustman
diantaranya, Menjalankan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Teguh pendirian. Dermawan.
Lemah lembut dan sopan santun, bahkan terhadap lawannya. Bertanggung jawab.
Bersikap Adil. Berani mengambil keputusan. Pandai memilih bawahannya yang
kompeten. Aspiratif terhadap pendapat rakyatnya.
Kepemimpinan pada masa Usman sama
seperti kemimpinan di masa dua sahabat sesudahnya. Usman mengutus
petugas-petugas sebagai pengambilan pajak dan penjaga batas-batas wilayah untuk
menyeru amar ma’ruf nahi munkar, dan terhadap masyarakat yang bukan Muslim (ahli
dzimamah) berlaku kasih sayang dan lemah lembut serta berlaku
adil terhadap mereka. Ustman memberikan hukuman cambuk terhadap orang yang
biasa minum arak, dan mengancam setiap orang yang berbuat bid’ah dikeluarkan
dari kota Madinah, dengan demikian keadaan masyarakat selalu dalam kebenaran.
c.
Kontribusi Khalifah Utsman dalam
Peradaban Islam
Meskipun masa pemerintahan usman
diwarnai dengan tuduhan-tuduhan yang cukup banyak, namun dalam masa
pemerintahannya, beliau banyak memberikan kontribusi untuk peradaban
Islam. Di dalam buku Syed Mahmudunnasir terjemahan Adang affandi
yang dikutip oleh fitri oviyanti dijelaskan kontribusi khalifah usman yaitu:
1) Memperluas wilayah Islam
2) Membangun bendungan untuk menjaga
arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota.
3) Khalifah yang pertama kali
memperluas masjid Nabawi sebagai respon terhadap keinginan rasulullah saat
masjid itu sudah semakin terasa sempit.
4) Penghimpunan Al-Qur’an dalam satu
mushaf.
5) Terjadi perbedaan cara membaca
(qiraat) di beberapa Negara Islam. Maka, Ustman menyatukanya dalam satu mushaf
dengan bacaan tadi dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf dengan bacaan
tadi dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf yang lain. Rasm Ustmani
merupakan bacaan kaum muslimin hingga masa kini.
D.
Ali
ibn Abi Thalib (35/656-661 M)
Ali bin Abi Thalib memerintah dari
tahun 656-661 M. Sejak kecil ia dididik dan diasuh oleh Nabi Muhammad Saw. Ali
sering kali ditunjuk oleh Nabi menggantikan beliau menyelesaikan
masalah-masalah penting. Semasa pemerintahanny Ali tidak banyak dapat berbuat
untuk mengembangkan hukum Islam, karena keadaan Negara tidak stabil[4].
a.
Pembentukan Kekhalifahan dan
Sistemnya
Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai
khalifah bukan karena hasil keputusan musyawarah umat Islam, tapi ia diangkat
oleh para pemberontak. Ia adalah orang yang keras dan disiplin, hampir seperti
Umar bin Khattab. Begitu menjadi khalifah para gubernur yang diangkat oleh
usman diganti dan tanah-tanah yang dibagikan diambil kembali. Pengukuhan Ali
menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah pendahulunya.ia
dibai’at ditengah-tengah kematian usman, pertentangan dan kekacauan dan
kebingungan umat Islam Madinah. sebab kaum pemberontak yang membunuh Usman
mendaulat Ali supaya bersedia dibaiat menjadi khalifah.
Dalam pidatonya khalifah Ali
menggambarkan dan memerintahkan agar umat islam:
1) Tetap berpegang teguh kepada
al-quran dan sunnah rasul.
2) Taat dan bertaqwa kepada allah serta
mengabdi kepada negara dan sesama manusia.
3) Saling memelihara kehormatan di
antara sesame muslim dan umat lain.
4) Terpanggil untuk berbuat kebajikan
bagi kepentingan umum, dan
5) Taat dan patuh kepada pemerintah.
b.
Tipe kepemimpinan Khalifah
Karakter kepemimpinan Ali bin Abi
Thalib, seperti yang diungkapkan Dhirar bin Dhamrah kepada Muawiyyah bin Abu
Sufyan yakni Berpandangan jauh ke depan (visioner), Sangat kuat (fisik),
Berbicara dengan sangat ringkas dan tepat, Menghukum dengan adil, Ilmu pengetahuan
menyemburat dari seluruh sisinya (perbuatan dan perkataannya), Berbicara dengan
penuh hikmah (bijaksana) dari segala segi, Menyepi dari dunia dan segala
perhiasannya, Berteman dengan ibadah pada malam dan kegelapan, Banyak menangis
karena takut kepada Allah, Banyak bertafakur setelah berusaha.
Selalu menghitung-hitung kesalahan
dirinya (muhasabah), Menyukai pakaian kasar, makanan orang fakir, Selalu
mengawali ucapan salam apabila bertemu, Memenuhi panggilan apabila dipanggil,
Bawahannya tidak takut berbicara, dan mendahulukan orang lain dalam berpendapat
Jika tersenyum, giginya terlihat seperti mutiara dan tersusun rapi, Menghormati
ahli agama dan mencintai kaum fakir miskin, Di hadapannya orang-orang yang kuat
tidak akan berani berbuat batil, Di hadapannya, orang-orang yang lemah tidak
akan berputus asa dari keadilannya. Di tempat ibadah dia menangis seperti orang
yang sedang bersedih.
c.
Kontribusi Khalifah dalam peradaban
Islam
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga
mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah
yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan
kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair,
Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah
besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin.
Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin.
Perang ini diakhiri dengan tahkim
(arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan
menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar
dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat
Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut
Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan
al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak
menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya
semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20
ramadhan 40 H (660 M), Ali Ra terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij
yaitu Abdullah bin Muljam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dilihat
dari perkembangan kepemimpinan pada zaman khalifah ada beberapa kasus dan
peristiwa pada masa khalifah Usman dan Ali yang tidak menyenangkan. Tapi perlu
dicatat secara umum mengenai beberapa hal yang dicontohkan oleh khulafa
al-Rasyidin dalam memimpin Negara Madinah yang dapat berkembang menjadi
peradaban Islam.
·
Pertama,
mengenai pengangkatan empat orang sahabat Nabi terkemuka itu menjadi Khalifah
dipilih dan di angkat dengan cara yang berbeda.
·
Kedua,
Pemerintahan Khulafa’ al-Rasyidin tidak mempunyai konstitusi yang dibuat secara
khusus sebagai dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan.
·
Ketiga,
Pemerintahan khulafa al-Rasyidin juga tidak mempunyai ketentuan mengenai masa
jabatan bagi setiap khalifah.
·
Keempat,
dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah khulafa al-Rasyidin telah
melaksanakan prinsip musyawarah, prinsip persamaan bagi semua lapisan
masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, prinsip kebebasan berpendapat,
prinsip keadilan social dan kesejahteraan rakyat.
·
Kelima,
dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah adalah Al-Qur’an
dan Sunnah rasul, hasil ijtihad penguasa, dan hasil keputusan Majelis Syura.
B. Saran
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon
kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang. Penulis
mengaharpkan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud. 2006. Hukum
Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Al-Usiry, Ahmad.
2010. Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta:
Akbar Media
Koto, Alaiddin. 2011. Sejarah
Peradilan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mubarok,Jaih. 2003. Sejarah
dan perkembangan Hukum Islam cet. III. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindopersad
[3]
Jaih Mubarok, Sejarah dan perkembangan Hukum
Islam ( Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003) cet. III, hal. 37
Post a Comment for "Sejarah peradaban Islam periode Khalifah Rasyidin"