Angka kemiskinan di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kemiskinan sering menjadi topik yang
dibahas dan diperdebatkan dalamberbagai forum baik nasional maupun
internasional, walaupun kemiskinan itusendiri telah muncul ratusan tahun yang
lalu. Kemiskinan merupakan suatukeadaan yang sering dihubungkan dengan
kebutuhan, kesulitan dan kekurangandalam berbagai keadaan hidup. Perkembangan
kondisi kemiskinan di suatu negara secara ekonomis merupakan salah satu
indikator untuk melihat perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Oleh karenanya, dengan semakin menurunnya tingkat kemiskinan yang ada maka
dapat disimpulkan meningkatnya kesejahteraan masyarakat di suatu negara.
Dalam mewujudkan tujuan negara,
pemerintah secara terus menerus telah melakukan program pembangunan
nasional. Dua sasaran utama yang selalu mendapat perhatian dalam program
pembangunan nasional adalah pengentasan kemiskinan dan penurunan angka
pengangguran. Pada masa pemerintahan ordebaru, upaya pemerintah untuk
menurunkan kemiskinan dan pengangguran dapat dikatakan cukup berhasil,
namun setelah terjadinya krisis moneter pada tahun 1996
angka kemiskinan dan pengangguran meningkat kembali sehingga hasil kinerja
terhadap dua sasaran pembangunan tersebut, hasilnya belum menggembirakan.
B.
Rumusan
masalah
1. Apa itu kemiskinan?
2. Apakah penyebab kemiskinan?
3. Bagaimana criteria kemiskinan?
4. Bagaimana dampak dari kemiskinan?
5. Bagaimana angka kemiskinan di Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
kemiskinan
Kemiskinan pada hakikatnya menunjuk pada situasi
kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang dialami seseorang, baik akibat
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup, maupun akibat ketidakmampuan Negara
atau masyarakat memberikan perlindungan sosial kepada warganya. Kemiskinan
dapat juga dibedakan menjadi tiga pengertian, yaitu kemiskinan absolut,
relatif, dan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila
pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan. Mereka tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidup minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, papan dan pendidikan.
Seseorang tergolong miskin relatif sebenarnya telah
hidup di atas garis kemiskinan, tetapi masih berada di bawah kemampuan
masyarakat sekitarnya. Kemiskinan kultural berkaitan erat dengan sikap
seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki
tingkatan kehidupan sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
B.
Penyebab
kemiskinan
1.
Penyebab
individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
2.
Penyebab
keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
3.
Penyebab
sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
4.
Penyebab agensi,
yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang,
pemerintah, dan ekonomi.
5.
Penyebab
struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial.
Dengan
menggunakan persepektif yang lebih luas lagi, David Cox (2004:1-6) membagi
kemiskinan kedalam beberapa dimensi (lihat Suharto, 2008b):
1.
Kemiskinan yang
diakibatkan globalisasi. Globalisasi melahirkan Negara pemenang dan Negara
kalah. Pemenang umumnya adalah Negara-negara maju. Sedangkan Negara-negara
berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas
yang merupakan prasyarat globalisasi.
2.
Kemiskinan yang
berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten (kemiskinan akibat rendahnya
pembangunan), kemiskinan perdesaan (kemiskinan akibat peminggiran perdesaan
dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan
oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan).
3.
Kemiskinan
sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok
minoritas akibat kondisi sosial yang tidak menguntungkan mereka, seperti bias
jender, diskriminasi atau eksploitasi ekonomi.
Kemiskinan konskuensial. Kemiskinan yang terjadi
akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal diluar si miskin,
seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya jumlah
penduduk.
C.
Kriteria
kemiskinan
Berdasarkan studi SMERU, Suharto (2006:132)
menunjukkan Sembilan kriteria yang menandai kemiskinan :
1.
Ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang, papan;
2.
Ketidakmampuan
untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental;
3.
Ketidakmampuan
dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan
rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil);
4.
Rendahnya
kualitas sumberdaya manusia (buta huruf, rendahnya pendidikan dan keterampilan,
sakit-sakitan) dan keterbatasan sumberdaya alam (tanah tidak subur, lokasi
terpencil, ketiadaan infrastruktur jalan, listrik, air);
5.
Kerentanan
terhadap goncangan yang bersifat individual (rendahnya pendapatan dan asset),
maupun missal (rendahnya modal sosial, ketiadaan fasilitas umum);
6.
Ketiadaan akses
terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan;
7.
Ketiadaan akses
terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi air
bersih dan transportasi);
8.
Ketiadaan
jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga
atau tidak adanya perlindungan sosial dari Negara dan masyarakat);
9.
Ketidakterlibatan
dalam kegiatan sosial masyarakat.
Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara
tergantung pada 2 (dua) faktor utama yaitu
1.
Tingkat pendapatan nasional rata-rata dan
2.
Lebar sempitnya
kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Setinggi apapun tingkat pendapatan
nasional perkapita yang dicapai oleh suatu negara, selama distribusi pendapatan
yang tidak merata maka tingkat kemiskinan di negara tersebut pasti akan tetap
parah (Daulay, 2009).
D. Dampak Kemiskinan
Dampak kemiskinan begitu bervariasi
karena kondisi dan penyebab yang berbeda memunculkan akibat yang berbeda juga.
Beberapa dampak dari kemiskinan yang cukup sering kita jumpai di masyarakat
yaitu:
1. Pengangguran
Pengangguran merupakan dampak dari kemiskinan, yang
berhubungan dengan pendidikan dan keterampilan yang sulit diraih oleh masyarakat.
Oleh karena itu masyarakat sulit untuk berkembang dan mencari pekerjaan
yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dikarenakan sulit untuk
mencari pekerjaan, maka tidak ada pendapatan untuk pemenuhan
kebutuhannya. Misalnya saja harga beras yang semakin meningkat, orang yang
pengangguran sulit untuk membeli beras, maka mereka makan seadanya. Seorang
pengangguran yang tak dapat memberikan makan kepada anaknya akan menjadi dampak
yang buruk bagi masa depan sehingga akan mendapat kesulitan untuk waktu yang
lama.
2. Kriminalitas
Kriminalitas merupakan dampak lain
dari kemiskinan. Kesulitan mencari nafkah mengakibatkan orang lupa diri
sehingga mencari jalan cepat tanpa memedulikan halal atau haramnya uang sebagai
alat tukar guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja perampokan,
penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih banyak lagi
contoh kriminalitas yang bersumber dari kemiskinan. Mereka melakukan itu semua
karena kondisi yang sulit mencari penghasilan untuk keberlangsungan hidup dan
lupa akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan
materialisme seperti sekarang ini tak heran jika kriminalitas terjadi
dimanapun.
3. Putus Sekolah
Putusnya sekolah dan kesempatan
pendidikan sudah pasti merupakan dampak kemiskinan. Mahalnya biaya pendidikan
menyebabkan rakyat miskin putus sekolah karena tidak lagi mampu membiayai
sekolah. Putus sekolah dan hilangnya kesempatan pendidikan akan menjadi
penghambat rakyat miskin dalam menambah keterampilan, menjangkau cita-cita dan mimpi
mereka. Ini menyebabkan kemiskinan yang dalam karena hilangnya kesempatan untuk
bersaing dengan global dan hilangnya kesempatan mendapatkan pekerjaan yang
layak.
4. Kesehatan
Kesehatan sulit untuk didapatkan
karena kurangnya pemenuhan gizi sehari-hari akibat kemiskinan membuat rakyat
miskin sulit menjaga kesehatannya. Belum lagi biaya pengobatan yang mahal di
klinik atau rumah sakit yang tidak dapat dijangkau masyarakat miskin. Ini
menyebabkan gizi buruk atau banyaknya penyakit yang menyebar di kalangan
masyarakat miskin di indonesia.
5. Generasi Muda/Penerus
Buruknya generasi muda adalah dampak
yang berbahaya akibat kemiskinan. Jika anak-anak putus sekolah dan bekerja
karena terpaksa, maka akan ada gangguan pada anak-anak itu sendiri seperti
gangguan pada perkembangan mental, fisik dan cara berfikir mereka.
6. Konflik Sosial
Konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa
bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas
kondisi masyarakat miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan
yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan
"keamanan" dan perlindungan hukum dari negara, persoalan
ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang
subjektif.
7. Tingkat kematian meningkat
Masyarakat Indonesia banyak yang
mengalami kematain akibat kelaparan atau melakukan tindakan bunuh diri karena
tidak kuat dalam menjalani kemiskinan yang di alaminya.
E.
Angka
kemiskinan di Indonesia
Bagaimana
perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program Pembangunan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan tahunan Pembangunan manusia (Human
Development Report) 2006 yang bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the
global water. Laporan ini menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi
salah satu Indikator kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan
rakyatnya. Selama satu dekade ini Indonesia berada pada Tier Medium Human
Development peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah
kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke
tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005).
Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari
34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah
ketika periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97
(23,43%) menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika
periode berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10
juta pada tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %.
Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%)
menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta
(1,78%).
Adapun
laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang telah melaksanakan Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret 2007 angka resmi jumlah
masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan kisaran konsumsi kalori 2100
kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika pendapatan kurang dari Rp
152.847 per-kapita per bulan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kemiskinan pada hakikatnya menunjuk pada situasi
kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang dialami seseorang, baik akibat ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan hidup, maupun akibat ketidakmampuan Negara atau masyarakat
memberikan perlindungan sosial kepada warganya. Kemiskinan dapat juga dibedakan
menjadi tiga pengertian, yaitu kemiskinan absolut, relatif, dan kultural.
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila pendapatannya berada dibawah
garis kemiskinan. Mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti
pangan, sandang, kesehatan, papan dan pendidikan.
Seseorang tergolong miskin relatif sebenarnya telah
hidup di atas garis kemiskinan, tetapi masih berada di bawah kemampuan
masyarakat sekitarnya. Kemiskinan kultural berkaitan erat dengan sikap
seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki
tingkatan kehidupan sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
B.
Saran
Dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia
masih diperlukan upaya yang serius dan matang. Upaya dari pemerintah melalui
program-programnya tersebut memang sudah cukup bagus akan tetapi diperlukan
pengawasan yang lebih ketat dalam pelaksanaannya. Juga, diharapkan partisipasi
dari semua kalangan untuk turut serta membantu pelaksanaan program tersebut
agar program ini berjalan dengan tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho,
Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka
Santoso
Slamet, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed : Purwokerto.
Santoso,
Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army
Press
Riyadi,
Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya
Pustaka.
Post a Comment for "Angka kemiskinan di Indonesia"