Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Asuhan keperawatan asma bronkial



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%. Beberapa Faktor risiko untuk timbulnya asma bronkial telah diketahui secara pasti, antara lain: riwayat keluarga, tingkat social ekonomi rendah, etnis, daerah perkotaan, letak geografi tempat tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam rumah, terpapar asap rokok.
Asma bronkial dikelompokkan menjadi dua subtype intrinsik dan ekstrinsik, namun terminologi ini telah ditinggalkan dan saat ini dikenal sebagai asma bronkial atopi dan non atopi berdasarkan adanya tes kulit yang positif terhadap alergen dan ditemukan adanya peningkatan imunoglobulin (Ig) E dalam darah. Sekitar 80% penderita asma bronkial adalah asma atopi dan telah dibuktikan bahwa bahwa tes kulit mempunyai korelasi yang baik dengan parameter-parameter atopi.

B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan umum
Yaitu agar pembaca mengetahui dan memahami tentang Asma
2.      Tujuan Khusus
Yaitu agar pembaca mengetahui dan memahami tentang anatomi dan fisiologi sistem Respirasi, definisi Asma, etiologi Asma, Patofisiologi Asma, manifestassi klinik Asma, Penatalaksanaan Asma,  serta Asuhan Keperawatan yang hrus di berikan kepada klien dengan Asma


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    PENGERTIAN
Asma bronkial merupakan penyakit saluran pernapasan obstruktif yangditandai inflamasi saluran dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi inimenyebabkan produksi mukus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus (Corwin, 2009).
Asma terjadi pada individu tertentu yang berespon secara agresif terhadap berbagai jenis iritan di jalan napas. Faktor risiko untuk salah satu jenis gangguan hiper responsif ini adalah riwayat asama atau alergi dalam keluarga, yangmengisyaratkan adanya kecenderungan genetik. Pajanan yang berulang atau terus-menerus terhadap beberapa rangsangan iritan, kemugkinan pada masa penting perkembangan, juga dapat meningkatkan risiko penyakit ini. Infeksi pernapasan atas berulang juga dapat memicu asma awitan dewasa, seperti yang dapat terjadi akibat pajanan okupasional terhadap debu di lingkungan kerja (Corwin, 2009).

B.     ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan Asma bronkhial.
1.      Faktor predisposisi
a.       Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2.      Faktor presipitasi
a.       Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1)      Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2)      Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan
3)      Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan
4)      Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
5)      Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
6)      Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
7)      Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.



C.    PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.  Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

D.    MANIFESTASI KLINIS
1.      Dispnea parah dengan ekspirasi memanjang
2.      Wheezing
3.      Batuk produktif, kental dan sulit keluar
4.      Penggunaan otot bantu napas
5.      Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus
6.      Hiperkapnia
7.      Anoreaksia
8.      Diaporesis

Karakteristik gejala dari bronkiektasi antara lain sebagai berikut. 
1.      Batuk kronik dan produksi sputum purulen kehitaman
2.      Sejumlah besar dari klien mengalami hemoptisis (50-70% kasus dan dapat disebabkan oleh perdarahan mukosa jalan napas yang rapuh atau adanya inflamasi).
3.      Pneumonia berat 
4.      Clubbing finger, terjadi akibat insufisiensi pernapasan.
5.      Asimptomatik, pada beberapa kasus.
Bronkietaksis tidak dapat secara cepat di diagnosis, karena gejala-gejalanya mukin akan menyerupai brongkitis kronis. Tanda yang definitif dari bronkiektasis adalah riwayat batuk produktif dalam waktu jangka lama, dengan sputum yang secara tetap negatif terhadap basil turberkel. Diagnosis ditegakkan berasalkan hasil bronkografi, brokoskopi, CT-Scan yang akan menunjukkan ada tidaknya dilantasi bronkeal.
Pada anak yang rentan, inflamasi di saluran nafas ini dapat menyebabbkan timbulnya episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan,dan batuk. Khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas s dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sekutum dapat di temukan kristal carcot-leyden dan spiral Curshman. Uji tiberkulin penting bukansaja karana di indonesia mqasih banyak tuberkulosis,tetapi jika ada tuberkulosis dan tidak di obti,asamanya mungkin akan sukr di kontrol. 

E.     PENATALAKSANAAN
Hindari factor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas elrgi udara dingin, dan factor pesikis gunakan obat local seperti aminofilin atau kortikosteroid inhalasi atau oral pada serangan asma ringan. Obat anti asma modern umumnya tidak berpengaruh negative terhadap janin selama di gunakan sesuai dengan anjuran dokter, kecuali adrenalin. Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin akibat penyempitan pembuluh darah ke janin yang dapat mengganggu oksigenisasi pada janin tersebut. Namun, harus diingat aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus.
Pada serangan asma akut, penangan sama dengan wanita hamil, yaitu berikan cairan intravena, encerkan cairan sekresi di paru, berikan O2 (setelah pengukuran PO2, PCO2) sehingga tercapai PO2>60 mmHg dengan kejenuhan 95% oksigen atau normal, cek bayi, dan berikan obat kortikosteroid. Pada status asmatikus dengan dengan gagal nafas, jika setelah pengobatan intensif selama 30-60 menit tidak terjadi perubahan, secepatnya lakukan intubasi. Berikan antibiotik bila terdapat dugaan terjadi infeksi.
Upayakan persalinan secara spontan. Namun, bila pada pasien berada dalam serangan, lakukan ekstraksi vakum atau forceps. Seksio sesarea atas indikasi asma jarang au tak pernah dilakukan. Teruskan pengobatan regular asma selama proses kelahiran. Jangan diberikan analgesic yang mengandung histamine, tapi pilihlah morfin atau analgesic epidural. Hati-hati pada tindakan intubasi dan penggunaan prostaglandin E2 karena dapat menyebabkan bronkospasme.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu. Aminofilin dapat terkandung dalam air susu sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan gangguan tidur. Namun, obat antiasma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam air susu sangat kecil. Ada 4 tujuan utama dari penatalaksanaan medis pada klien bronkiektasi yaitu sebagai berikut:
1.      Menemukan dan menghilangkan masalah yang mendasari
2.      Memperbaiki kebersihan secret trakeobronkial
3.      Engendalikan infeksi, khususnya pada masa eksaserbasi akut
4.      Memulihkan obstruksi aliran udara pernapasan.
Pengontrolan infeksi dilakukan dengan pemberian obat anti microbial, berdasarkan hasil uji  sensitivitas kultur organisme  dari sputum. Klien mungkin akan diberikan obat antibiotic sel ama  bertahun-tahun dengan tipe antibiotic yang berbeda sesuai dengan perubahan dalam interval. Postural drainase merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan, dikarenakan drainase pada area bronkiektasis dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi.
Bronkodilator dapat diberikan kepada orang yang juga mengalami penyakit jalan nafas obstruktif. Intervensi bedah meskipun sering dilakukan tetapi tindakan ini hanya di indikasikan untuk klien yang mengalami ekspektorasi sputum yang berlanjut dalam jumlah besar dan mengalami peneomonia serta hemobtisis berulang pada klien yang tidak berobat secara teratur.

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Spirometer
Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%.
2.      Sputum : eosinofil meningkat
3.      Eosinofil darah meningkat
4.      Uji kulit
5.      RO dada Yaitu patologis paru/komplikasi asma
6.      AGD
Terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik).
Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar. Analisis gas darah: hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolic, atau respiratorik. Pemeriksaan deteksi cepat  antigen RSV yang dapat dikerjakan secara bedside.



BAB III
TINJAUAN KASUS

       I.            IDENTITAS
Nama                           : Ny.”S”
Umur                           : 32 Tahun
Jenis Kelamin              : Prempuan
Pekerjaan                     : Wiraswasta
Bangsa                        : Indonesia
Diagnosa Medis          : Asthma Bronchial

    II.            ANAMNESA
·         Keluhan Utama : Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
·         Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sesak napas. Sesak napas timbul bila pasien terkena debu, udara dingin dan asap rokok. Sesak terutama timbul pada malam hari. Sesak napas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Pasien berobat ke puskesmas dan didiagnosa menderita asma

 III.            PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran            : Komposmentis
Keadaan Umum    : tampak sakit ringan
Tekanan darah      : 170/100 mmHg
Nadi                     : 75 x/menit
Nafas                    : 16 x/menit
Suhu                     : 36.5 C



 IV.            PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.      Analisa gas darah pada umumnya normal  akan tetapi  dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2.      Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT (serum glutamic oxalacetic transaminase) dan LDH (L-lactate Dehydrogenase).
3.      Hiponatremia dan kadar  leukosit kadang-kadang  di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

    V.            ANALISA DATA
DS : pasien mengeluh sukar bernafas, sesak dan anoreksia
DO : Dispnea parah dg ekspirasi memanjang disertai wheezing

 VI.            TERAPI DAN TINDAKAN
1.      Terapi
a.       ASMA AKUT
1)      Bila ada sesak berikan : Aminofilin 200 mg  3 X 3-5 mg/kg BB, selama sesaknya masih ada.
2)      Salbutamol merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek samping minimal. Salbutamol : 3 X 0,05-0,1 mg/kg BB
3)      Bila ada batuk berikan ekspectoran, Glicseril guaiakolat (GG) dosis : 3X sehari
4)      Bila ada tanda infeksi (demam) berikan antibiotika, amoxilin 500 mg dengan dosis 3 X  sehari

b.      ASMA BERAT
Bila ada sesak yang berat: Adrenalin 0,3 mg-0,5 mg SK, dapat diulang 15-30 menit kemudian, atau Aminofilin bolus 5-6 mg/kg BB IV pelan-pelan.
1)      Untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan. Dexametason 5 mg IV.
2)      Bila ada respon berikan Oksigen : 2-4 lt/menit.


VII.            INTERVENSI
1.      Auskultasi bunyi nafas catat adanya wheezing, ronchi
2.      Kaji frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi
3.      Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya peninggian kepala, tidak duduk pada sandaran
4.      Berikan air hangat
5.      Kolaborasi obat sesuai indikasi bronkodilator Spiriva 1x1 (inhalasi)

VIII.            EVALUASI
1.      Jalan nafas kembali efektif
2.      Pola nafas kembali efektif
3.      Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
4.      Klien dapat melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri
5.      Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah




BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Asma bronkial merupakan penyakit saluran pernapasan obstruktif yangditandai inflamasi saluran dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi inimenyebabkan produksi mukus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus (Corwin, 2009).
Asma terjadi pada individu tertentu yang berespon secara agresif terhadap berbagai jenis iritan di jalan napas. Faktor risiko untuk salah satu jenis gangguan hiper responsif ini adalah riwayat asama atau alergi dalam keluarga, yangmengisyaratkan adanya kecenderungan genetik. Pajanan yang berulang atau terus-menerus terhadap beberapa rangsangan iritan, kemugkinan pada masa penting perkembangan, juga dapat meningkatkan risiko penyakit ini. Infeksi pernapasan atas berulang juga dapat memicu asma awitan dewasa, seperti yang dapat terjadi akibat pajanan okupasional terhadap debu di lingkungan kerja (Corwin, 2009).

B.     SARAN
1.      Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit asma bronkial dan juga meningkatkan kemampuan dalam membuat asuhan keperawatan yang baik dan benar.
2.      Bagi Perawat
Diharapkan bagi perawat agar dapat meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawtan serta pengetahuan sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal khususnya pada anak yang menderita penyakit Asma Bronkial dan perawat mampu menjadi edukator yang baik bagi pasien dan keluarganya.



DAFTAR PUSTAKA

Rick Hodder. Management Of Acute Asthma In Adultin The Emergency Department : Non Ventylatory Management . 2010
DapusCorwin, Elizabeth J. 2009. Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC Tanjung, Dudut. 2003. Asuhan keperawatan Asma bronkial. Universitas Sumatra Utara
Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC. Capernito, Lyinda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis. EGC: Jakarta.


Post a Comment for "Asuhan keperawatan asma bronkial"