Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Asuhan keperawatan asma



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan  merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti hidup. Menurut WHO sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya.
Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat. Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Kenaikan prevalensi di Inggris dan di Australia mencapai 20-30%. National Heart, Lung and Blood Institute melaporkan bahwa asma diderita oleh 20 juta penduduk amerika.
Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Dalam salah satu laporan diJournal of Allergy and Clinical Immunology tahun 2003 dinyatakan bahwa dari 3.207 kasus yang diteliti, 44-51% mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir. Bahkan 28,3% penderita mengaku terganggu tidurnya paling tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, aktivitas sosial 38%, aktivitas fisik 44,1%, cara hidup 37,1%, pemilihan karier 37,9%, dan pekerjaan rumah tangga 32,6%. Absen dari sekolah maupun pekerjaan dalam 12 bulan terakhir dialami oleh 36,5% anak dan 26,5% orang dewasa. Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma di USA sekitar 10 milyar dollar per tahun dengan pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi dan perawatan di rumah sakit. Oleh karena itu, terapi efektif untuk penderita asma berat sangat dibutuhkan.
Angka  kejadian  penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan  dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang  ada  di  dalam  makanan.  Salah satu  penyakit  alergi  yang  banyak  terjadi  di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008)

B.     Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah adalah bagaimanakah Gambaran  yang nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada Kasus Asma.

C.    Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran yang nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada kasus Asma Bronchial
2.      Tujuan Khusus
·         Untuk mengetahui pengertian asma
·         Untuk mengetahui penyebab asma
·         Untuk mengetahui tanda gejala asma
·         Untuk mengetahui komplikasi pasien asma
·         Untuk mengetahui Tindakan keperawatan yang harus diberikan pada pasien asma

D.    Manfaat
Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil ialah :
1.      Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang asma khususnya asma.
2.      Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat sebagai refrensi di perpustakaan dan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa/i Akper Bina Nusantara.
3.      Bagi peneliti berikutnya
Sebagai bahan acuan bagi penelitian berikutnya mengenai kasus asma dengan lebih baik dan optimal.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu ( Smeltzer, 2002 : 611).
Istilah asma  berasal dari kata Yunani yang berati terengah-engah dan berarti serangan nafas pendek. Atau asma merupakam suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme (Sylvia, Price. 2006:784).
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi.Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan(mengi dan sesak)  (Arif Mansjoer. 2002: 476)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society ). Kesimpulan Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai rangasangan yang akan menimbulkan obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan(mengi dan sesak).

B.     Klasifikasi
Asma sering dirincikan sebagai alergik, ideopatik, nonalergi atau gabungan, yaitu :
1.      Asma alergik
Disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal ( misal : serbuk sari, binatang, amarah dan jamur) kebanyakan alergen terdapat diudaran dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat masalalu ekzema atau rhinitis alergik, pejanan terhadap alergen mencetus asma.
2.      Asma Idiopatik atau Nonalergi
Asma ideopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen spesifek faktor-faktor, seperti comman cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang dapat mencetuskan ransangan . Agens farmakologi seperti aspirin dan agen anti inflamasi non steroid lainnya, pewarna rambut, antagonis beta-andrenergik dan agen sulfit (pengawet makanan juga menjadi faktor. Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empizema.
3.      Asma Gabungan
Adalah asama yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik (Brunner & Suddarth. 2002: 611)

C.    ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan Asma bronkhial.
1.      Faktor predisposisi
a.       Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2.      Faktor presipitasi
a.       Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1)      Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2)      Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-obatan
3)      Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan, logam dan jam tangan
4)      Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
5)      Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
6)      Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
7)      Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D.    Manifestasi Klinis
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi. dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat didada, dan pada asma alergi mungkin disertai pilek atau bersin, Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret. tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulent (Suyono, Slamet. 2002: 23).
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad hiperaktifitas bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala asma antara lain :
1.      Bising mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop
2.      Batuk produktif, sering pada malam hari
3.      Sesak nafas (Arif Mansjoer. 2001:477).

E.     Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :
1.      Kontraksi otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas
2.      Pembengkakan membran yang melapisi bronki.
3.      Pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS – A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu reseptor ? dan ?-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor ?-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor ?-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor ? dan ?-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cyclic adenosine monophosphate/cAMP). Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan penurunan cyclic adenosine monophosphate /cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan peningkatan tingkat cyclic adenosine monophosphate/cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan ialah bahwa penyekatan ?-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos. (Smeltzer, S.C., 2002 : 611-612)
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi),sedang  penurunan   KVP   (Kapasitas   Vital   Paksa)   menggambarkan  derajat   hiperinflasi   paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi, baik pada saluran napas besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi (wheezing) menandakan adanya penyempitan disaluran napas besar, sedangkan penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi. Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata disluruh bagian baru, ada daerah – daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia penurunan Pa02 mungkin kelainan pada asma sub klinis (Suyono, Slamet. 2001:22)

F.     Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa adalah :
1.      Spirometri
2.      Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Tetapi respon yang kurang dari 20 % tidak berarti bukan asma. Hal-hal tersebut bisa dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal.
3.      Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus dilakukan untuk menunjukan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji provokasi bronkus bermakna jika terjadi penurunan FEV1 sebasar 20 % atau lebih.
4.      Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronkitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot-Leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil, dan Spiral Curshmann yaitu spiral yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang-cabang bronkus, pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya miselium Aspergillus fumigatus
5.      Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik.
6.      Pemeriksaan Kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Fungsi dari pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi.
7.      Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotorak, pneumomediastinum, ateleksis, dan lain-lain (Suyono, Slamet. 2002)
G.    Komplikasi
Komplikasi berupa:
1.      Pneumotoraks
2.      Pneumonediatinum
3.      Gagal napas
4.      Bronkitis
5.      Atelektasis (Arif Mansjoer. 2002: 477)


BAB III
TINJAUAN KASUS

       I.            IDENTITAS
Nama                           : Tn. A
Jenis Kelamin              : Laki-laki
Agama                         : Islam
Tanggal lahir               : 05 Juni 1942
Alamat                        : Peureulak Barat
Suku/ Bangsa              : Aceh/ Indonesia
Tanggal masuk            : 02 Februari 2015
Dx                               : Sesak nafas, batuk

    II.            ANAMNESA
·         Keluhan Utama : Sesak napas dan batuk sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
·         Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sesak napas dan batuk. Sesak napas timbul bila pasien terkena debu, udara dingin dan asap rokok. Sesak terutama timbul pada malam hari. Sesak napas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Pasien berobat ke puskesmas dan didiagnosa menderita asma.

 III.            PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Vital:
Tekanan darah             : 160/110 mmHg
POLS                          : 80 x i
RR                               : 28 x/i
TEMP                          : 36.7°C




 IV.            PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.      Analisa gas darah pada umumnya normal  akan tetapi  dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2.      Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT (serum glutamic oxalacetic transaminase) dan LDH (L-lactate Dehydrogenase).
3.      Hiponatremia dan kadar  leukosit kadang-kadang  di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

    V.            ANALISA DATA
DS : pasien mengeluh sukar bernafas, sesak dan anoreksia
DO : Dispnea parah dg ekspirasi memanjang disertai wheezing

 VI.            TERAPI DAN TINDAKAN
1.      Terapi
a.       ASMA AKUT
1)      Bila ada sesak berikan : Aminofilin 200 mg  3 X 3-5 mg/kg BB, selama sesaknya masih ada.
2)      Salbutamol merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek samping minimal. Salbutamol : 3 X 0,05-0,1 mg/kg BB
3)      Bila ada batuk berikan ekspectoran, Glicseril guaiakolat (GG) dosis : 3X sehari
4)      Bila ada tanda infeksi (demam) berikan antibiotika, amoxilin 500 mg dengan dosis 3 X  sehari

b.      ASMA BERAT
Bila ada sesak yang berat: Adrenalin 0,3 mg-0,5 mg SK, dapat diulang 15-30 menit kemudian, atau Aminofilin bolus 5-6 mg/kg BB IV pelan-pelan.
1)      Untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan. Dexametason 5 mg IV.
2)      Bila ada respon berikan Oksigen : 2-4 lt/menit.


VII.            INTERVENSI
1.      Auskultasi bunyi nafas catat adanya wheezing, ronchi
2.      Kaji frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi
3.      Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya peninggian kepala, tidak duduk pada sandaran
4.      Berikan air hangat
5.      Kolaborasi obat sesuai indikasi bronkodilator Spiriva 1x1 (inhalasi)

VIII.            EVALUASI
1.      Jalan nafas kembali efektif
2.      Pola nafas kembali efektif
3.      Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
4.      Klien dapat melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri
5.      Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai rangasangan yang akan menimbulkan obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan(mengi dan sesak). Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi. dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat didada, dan pada asma alergi mungkin disertai pilek atau bersin, Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret. tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulent. Diagnosa yang muncul:
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan secret
2.      Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas
3.      Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
4.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan regumen pengobatan.


B.     SARAN
1.      Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit asma dan juga meningkatkan kemampuan dalam membuat asuhan keperawatan yang baik dan benar.
2.      Bagi Perawat
Diharapkan bagi perawat agar dapat meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawtan serta pengetahuan sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal khususnya pada anak yang menderita penyakit Asma dan perawat mampu menjadi edukator yang baik bagi pasien dan keluarganya.


DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Price,Sylvia. 2006. Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses – Proses penyakit , alih bahasa Peter Anugrah, edisi 4 . Jakarta :EGC
Brunner & Suddart. 2002. Buku ajar keperawatan medikel bedah. Jakarta: EGC
Suyono, Slamet. 2001. Ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Nanda.2007. buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kreteria hasil NOC, Ed 7. Jakarta: EGC
Doenges, EM.2003. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Post a Comment for "Asuhan keperawatan asma"