Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Asuhan keperawatan COPD



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)
PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkiale. (Black. J. M. & Matassarin,.E. J. 1993).
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu (Darmojo, 1999).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Gold, 2009).
PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) merupakan  suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis dan asma  yang mengakibatkan obstruksi jalan napas yang bersifat ireversibel dengan penyebab yang tidak diketahui dengan pasti.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah penyakit PPOK?
2.      Apakah peneybab PPOK ?
3.      Manispestasi klinis?
4.      Bagaimanakah asuhan keperawatan PPOK?



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Gold, 2009).
PPOK/COPD (Cronic Obstruktion Pulmonary Desease) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asma bronchiale.
Jadi, PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis dan asma  yang mengakibatkan obstruksi jalan napas yang bersifat ireversibel dengan penyebab yang tidak diketahui dengan pasti.

B.     Etiologi
Ada 2 (dua) penyebab penyumbatan aliran udara pada penyakit emfisema, asma dan bronkitis kronis (PPOM). Penyebabnya yaitu:
1.      Adanya bahan-bahan iritan menyebabkan peradangan pada alveoli. Jika suatu peradangan berlangsung lama, bisa terjadi kerusakan yang menetap. Pada alveoli yang meradang, akan terkumpul sel-sel darah putih yang akan menghasilkan enzim-enzim (terutama neutrofil elastase), yang akan merusak jaringan penghubung di dalam dinding alveoli.  Merokok akan mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada pertahanan paru-paru, yaitu dengan cara merusak sel-sel seperti rambut (silia) yang secara normal membawa lendir ke mulut dan membantu mengeluarkan bahan-bahan beracun.
2.      Defisiensi protein alfa-1-antitripsin
Tubuh menghasilkan, yang memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil estalase. Ada suatu penyakit keturunan yang sangat jarang terjadi, dimana seseorang tidak memiliki atau hanya memiliki sedikit alfa-1-antitripsin, sehingga emfisema terjadi pada awal usia pertengahan (terutama pada perokok).

Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :
a.       Kebiasaan merokok
b.      Polusi udara
c.       Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
d.      Riwayat infeksi saluran nafas.
e.       Umur
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

C.    Manifestasi Klinis
Tanda-tanda umum PPOM, yaitu :
1.      Batuk produktif 
Batuk produktif ini disebabkan oleh inflamasi dan produksi mukusyang berlebihan di saluran nafas.
2.      Dispnea
Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat beraktivitas fisik. Berhubungan dengan menurunnya fungsi paru-paru dan tidak selalu berhubungan dengan rendahnya kadar oksigen di udara.

3.      Batuk kronik
Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang hanya terjadi pada pagi hari saja kemudian berkembang menjadi batuk yang terjadi sepanjanghari. Batuk biasanya dengan pengeluaran sputum dalam jumlah kecil(<60ml/hari) dan sputum biasanya jernih atau keputihan. Produksi sputum berkurang ketika pasien berhenti merokok
4.      Mengi
Terjadi karena obstruksi saluran nafas
5.      Berkurangnya berat badan
Pasien dengan PPOM yang parah membutuhkan kalori yang lebih besar hanya untuk bernapas saja. Selain itu pasien juga mengalamikesulitan bernafas pada saat makan sehingga nafsu makan berkurangdan pasien tidak mendapat asupan kalori yang cukup untuk mengganti kalori yang terpakai. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya berat badan pasien.
6.      Edema pada tubuh bagian bawah
Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary meningkatdan ventrikel kanan tidak berkontraksi dengan baik. Ketika jantung tidak mampu memompa cukup darah ke ginjal dan hati akan timbul edema padakaki, kaki bagian bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga dapatmenyebabkan edema pada hati atau terjadinya penimbunan cairan pada abdomen (acites)

D.    KOMPLIKASI
1.      Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2.      Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.



3.      Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4.      Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5.      Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6.      Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

E.     Penatalaksanaan
Ada beberapa macam penatalaksanaan pada pasien dengan PPOM, yaitu:
1.      Therapy Pengobatan
a.       Infus NaCl 0,9% 500/24jam parallel dengan aminopilin 1amp + bricasma 1 amp dalam 29cc NaCl 0,9%?24 jam
b.      Inpepsa 10cc 3x/hari
c.       Medixion iv 6,5 mg 2x/hari
d.      Carvit 500 mg/oral 1x/hari
e.       Nebuliser (ventolin 1 amp: pulmicort, 1 amp: flixolixed)
f.       Pantozol 40 mg iv 1x/hari
2.      Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonary
3.      Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan
4.      Bronkodilator
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preperat ini melawan baik edeama mukosa maupun spasme muscular dan membantu baik dalam mengurai.
Medikasi ini mencakup agonis β-adregenik (meteproteronol, isopreteronol) dan metilxantil (teofilin aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronchial melalui mekanisme yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rectal dan inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan nebulizer balon genggam, nebulizer dorongan pompa, inhaler.
Bronkodilator mungkin meyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, yang termasuk takikardi, disritmia jantung, sdan perangsangan sistem saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah. Karena efek samping ini umum, dosis dapat disesuaikan dengan cermat sesuai dengan toleransi pasien dan respon klinik.
5.      Terapi Aerosol
6.      Terapi ekserbasi akut. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi:
a.       Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b.      Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.
Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
7.      Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
8.      Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a.       Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
b.      Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
c.       Fisioterapi.
d.      Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
e.       Mukolitik dan ekspekteron.
9.      Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2
10.  Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. 
Rehabilitasi untuk pasien PPOK: 
a.       Fisioterapi 
b.      Rehabilitasi psikis 
c.       Rehabilitasi pekerjaan
d.      Dukungan psikologi

F.     Patofisiologi
Penyempitan saluran pernafasan terjadi pada bronkitis kronik maupun pada emfisema paru. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Pada bronkitis kronik sesak nafas terutama disebabkan karena perubahan pada saluran pernafaasan kecil, yang diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan kadang terjadi obliterasai.
Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran pernafasan besar juga berubah. Timbul terutama karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, sehingga saluran pernafasan lebih menyempit. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah paru akan tertutup.
Pada penderita emfisema paru dan bronchitis kronik, saluran-saluran pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup. Akibat cepatnya saluran pernafasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya, dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/ tidak ada, akan tetapi perfusi baik. sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah alveoli, tidak sama dan merata. Timbul hipoksia dan sesak nafas. Lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia. terjadi HT pulmonal, yang dalam jangka lama dapat timbulkan kor pulmonal.

G.    Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya PPOK dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1.      Merubah pola hidup : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2.      Pencegahan Penyakit Paru Pada Usia Lanjut.
 Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.
3.      Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan cara yang lazim, diantaranya:
a.       Usaha pencegahan infeksi paru / saluran nafas
b.      Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat, mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992).
c.       Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara berkala:
4.      Pemeriksaan foto rontgen toraks.
Pemeriksaan faal paru, paling tidak setahun sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti merokok.


BAB III
TINJAUAN KASUS

       I.            IDENTITAS
Nama                           : Tn. A
Jenis kelamin               : Laki-Laki
Umur                           : 57 Tahun
Suku/ Bangsa              : Aceh/ Indonesia
Agama                         : Islam
Alamat                        : Bale Buya
Status                          : Kawin
Diagnosa Medis          : COPD
Tanggal masuk            : 26-01-2016

    II.            ANAMNESA
1.      Riwayat penyakit sekarang
a.      Keluhan utama              : Pasien merasakan sesak nafas, pusing dan sakit perut
b.      Riwayat perjalanan penyakit: pasien datang dengan keluhan sesak nafas, pusing, sakit perut.
2.      Riawayat kesehatan masa lalu      : Sebelumnya pasien pernah merasakan sakit
                                                      demam naik turun
3.      Riwayat kesehatan keluarga         : Keluarga pasien mengatakan tidak pernah
mengalami penyakit seperti yang dialami pasien sekarang

4.      Pola kebiasaan sehari-hari
a.       Sebelum sakit
-          Pola nutrisi            : pola makan pasien dalam 1 hari lebih dari 3x
-          Pola minum           : pola minum pasien baik
-          Pola eliminasi        : sebelum sakit BAB dan BAK pasien lancar
-          Pola aktivitas         : lancar
-          Pola istirahat         : kurang, dalam sehari ±2x pasien tidur
-          Personal hygiene   : kurang bersih.

b.      Selama sakit
-          Pola nutrisi            : kurang dalam sehari hanya menghabisi ½ porsi saja
-          Pola eliminasi        : kurang lancar
-          Pola aktivitas         : pasien sanggup bergerak tapi terbatas
-          Pola istirahat         : cukup
-          Personal hygiene   : kurang bersih.

5.      Riwayat psikolog
a.       Persepsi pasien terhadap penyakitnya : pasien yakin akan sembuh dengan penyakit yang dideritanya
b.      Konsep diri     : pasien akan berusaha semampu mungkin dalam melawan penyakit yang dideritanya
c.       Hubungan pasien dengan keluarga     : baik
d.      Hubungan pasien dengan tim medis   : baik, kooperatif

 III.            PEMERIKSAAN FISIK
1.      Keadaan Umum    : Pasien merasakan sesak
2.      Tingkat kesadaran : baik
Vital sign   :           Tekanan darah (TD)    : 120/80 mmHg
                              Pernafasan (respirasi)  : 32 x/i
Denyut nadi (pols)      : 80 x/i
Suhu    ( temperatur)   : 36 C

3.      Tinggi badan         : 160 cm
4.      Berat badan           : 60 kg
5.      Inspeksi                 : mata pucat, pasien terlihat lesu, kulinya kering dan terkelupas
6.      Palpasi                   : normal
7.      Perkusi                  : normal
8.      Aukultasi               : terdapat suara gemuruh




 IV.            DIAGNOSA
COPD + TB Paru tersangka
Diagnosa keperawatan
-          Ketidak aktifan jalan nafas B/d sesak nafas
-          DS OS mengatakan saya sesak nafas
-          DO K/U lemas

Perencanaan
-          Anjurkan pasien batuk efektif
-          Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
-          Kolaborasi

Pelaksanaan
-          Menganjurkan pasien cara batuk efektif
-          Mengajarkan pasien bagaimana cara relaksasi nafas dalam
-          Berkolaborasi dengan tim medis

Evaluasi
S          : mengatakan masih sesak nafas
O         : K/U lemas,    Tekanan darah (TD)    : 120/80 mmHg
                              Pernafasan (respirasi)  : 32 x/i
Denyut nadi (pols)      : 80 x/i
Suhu    ( temperatur)   : 36 C
A         : Masih belum teratasi
P          : interjeksi dilanjutkan

-          R/ tirah baring
02=2-4 L/i
IVFD R/20 qtt
IJ   : ceftriaxon 1 gr/ 12 j
IJ   : Runitidi 1 ampul/ 12 j
IJ   : dexamethasen 1 ampul/ 12 j
-          Pet 3x1
-          Ambroxoc 3x1
-          Cetirizin 2x1
-          Omeprazol 2x1
-          Domperidon 3x1
-          Alprazolan O 2x1

    V.            EVALUASI
·         Pasien sudah mengerti anjuran dari dokter/ bidan/ perawat
·         Kontrol ulang bila ada keluhan


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Penyakit paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal CPOD adalah asma bronkhial, bronkhitis kronis dan emfisema paru. Penyakit ini sering di sebut dengan chronic Air flow Limitation (CAL) dan chronic obstructive Lung Disease ( Somantri, 2008:49).
Penyakit paru obtruktif klinik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk kelompok penyakit paru yang berlansung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran fatofisiologi utamanya. Bronkitis kronik, empisema paru dan asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut COPD, hubungan etiologi sekuensial antara brongkitis kronik dan empisema tetapi tampaknya tidak ada hubungan antara k-2 penyakit itu dengan asma, hubungan ini nyata sekali dengan etiologi, patogenesis dan pengobatan yang akan diberikan.

B.     Saran
1.      Rumah Sakit
Penulis memberikan saran kepada rumah sakit agar dapat meningkatkan dan mempertahankan standar asuhan keperawatan sehingga mutu pelayanan rumah sakit dapat terjaga.
2.      Institusi Pendidikan
Penulis berharap akademik dapat menyediakan sumber buku dengan tahun dan penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang penting dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini  dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan terutama dengan pembuatan asuhan keperawatan dalam praktek maupun teori.
3.      Profesi Perawat
Penulis berharap agar perawat ruangan dapat meningkatkan mutu pelayanan, lebih ramah lagi terhadap pasien dan dapat memberikan asuhan keperawatan dengan sebaik-baiknya.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Media Action.
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : FIP. IKIP.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi 2. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.


Post a Comment for "Asuhan keperawatan COPD"