Berlatih teater
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejarah
panjang seni teater dipercayai keberadaannya sejak manusia mulai melakukan
interaksi satu sama lain. Interaksi itu juga berlangsung bersamaan dengan
tafsiran-tafsiran terhadap alam semesta. Dengan demikian, pemaknaan-pemaknaan
teater tidak jauh berada dalam hubungan interaksi dan tafsiran-tafsiran antara
manusia dan alam semesta. Selain itu, sejarah seni teater pun diyakini berasal
dari usaha-usaha perburuan manusia primitif dalam mempertahankan kehidupan
mereka. Pada perburuan ini, mereka menirukan perilaku binatang buruannya.
Setelah
selesai melakukan perburuan, mereka mengadakan ritual atau upacara upacara
sebagai bentuk “rasa syukur” mereka, dan “penghormatan” terhadap Sang Pencipta
semesta. Ada juga yang menyebutkan sejarah teater dimulai dari Mesir pada 4000
SM dengan upacara pemujaan dewa Dionisus. Tata cara upacara ini kemudian
dibakukan serta difestivalkan pada suatu tempat untuk dipertunjukkan serta
dihadiri oleh manusia yang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Teater
Teater (Bahasa
Inggris "theater" atau "theatre", Bahasa Perancis
"théâtre" berasal dari Bahasa Yunani "theatron", θέατρον,
yang berarti "tempat untuk menonton") adalah cabang dari seni
pertunjukan yang berkaitan dengan akting/seni peran di depan penonton dengan
menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik, boneka, musik,
tari dan lain-lain. Bernard Beckerman, kepala departemen drama di Univesitas
Hofstra, New York, dalam bukunya, Dynamics of Drama, mendefinisikan teater
sebagai " yang terjadi ketika seorang manusia atau lebih, terisolasi dalam
suatu waktu/atau ruang, menghadirkan diri mereka pada orang lain." Teater
bisa juga berbentuk: opera, ballet, mime, kabuki, pertunjukan boneka, tari
India klasik, Kunqu, mummers play, improvisasi performance serta pantomim.
Teater adalah tempat
persembahan - persembahan kesenian yang dilakonkan di hadapan penonton secara
langsung menggunakan kombinasi pertuturan, gerak isyarat, muzik, tarian, bunyi
dan sebagainya.
Terdapat pelbagai jenis persembahan teater,
antaranya ialah: opera, balet, pantomim dan wayang
kulit. Selain itu,
menurut prof. datin. dr. rahmah hj bujang dalam bukunya yang berjudul Glosari
Kesenian Melayu pula ialah teater adalah sebarang perlakuan kisah atau cerita
dalam satu kawasan yang ditentukan sebagai pentas untuk perlakuannya dan menuntut
pergerakan fizikal; dengan mempunyai komponen aksi dan reaksi para pelaku, yaitu
para pelakon, dan pemerhati, yaitu audiens atau penontonnya.
Beberapa
macam arti teater:
1.
Secara etimologis : Teater adalah gedung
pertunjukan atau auditorium.
2.
Dalam arti luas : Teater ialah segala
tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak
Dalam
arti sempit : Teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan
pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.
B.
Sejarah
Singkat Teater
Waktu
dan tempat pertunjukan teater pertama kali dimulai tidak diketahui. Adapun yang
dapat diketahui hanyalah teori tentang asal mulanya. Di antaranya teori tentang
asal mula teater adalah sebagai berikut:
·
Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita ditambahkan pada upacara
semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi pertunjukan teater. Meskipun
upacara agama telah lama ditinggalkan, tapi teater ini hidup terus hingga
sekarang.
·
Berasal
dari nyayian
untuk menghormati seorang pahlawan di
kuburannya. Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang
pahlawan yang lama kelamaan diperagakan dalam bentuk teater.
·
Berasal
dari kegemaran
manusia mendengarkan cerita. Cerita itu kemudian juga dibuat dalam
bentuk teater (kisah perburuan, kepahlawanan, perang, dsb).
C. Sejarah Teater di Indonesia
Kasim Achmad dalam bukunya Mengenal Teater Tradisional di Indonesia (2006)
mengatakan, sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman
Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional
banyak digunakan untuk 24 mendukung upacara ritual. Teater tradisional
merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam
tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”,
sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk
kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara,
unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari
spontanitas rakyat dalam masyarakatlingkungannya.
Proses terjadinya
atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi dari satu
daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk
teater tradisional itu berbedabeda, tergantung kondisi dan sikap budaya
masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir. Berikut ini
disajikan beberapa bentuk teater tradisional yang ada di daerah-daerah di
Indonesia.
a. Wayang
Wayang
merupakan suatu bentuk teater tradisional yang sangat tua, dan dapat ditelusuri
bagaimana asal muasalnya. Dalam menelusuri sejak kapan ada pertunjukan wayang
di Jawa, dapat kita temukan berbagai prasasti pada Zaman Raja Jawa, antara lain
pada masa Raja Balitung. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada
petunjuk adanya pertunjukan Wayang seperti yang terdapat pada Prasasti Balitung
dengan tahun 907 Masehi. Prasasti tersebut mewartakan bahwa pada saat itu telah
dikenal adanya pertunjukan wayang.
Petunjuk
semacam itu juga ditemukan dalam sebuah kakawin Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa, pada Zaman Raja Airlangga dalam abad ke-11. Oleh karenanya
pertunjukan wayang dianggap kesenian tradisi yang sangat tua. Sedangkan bentuk
wayang pada zaman itu belum jelas tergambar model pementasannya.
Awal
mula adanya wayang, yaitu saat Prabu Jayabaya bertakhta di Mamonang pada tahun
930. Sang Prabu ingin mengabadikan wajah para leluhurnya dalam bentuk gambar
yang kemudian dinamakan Wayang Purwa. Dalam gambaran itu diinginkan wajah para
dewa dan manusia Zaman Purba. Pada mulanya hanya digambar di dalam rontal (daun tal).
Orang
sering menyebutnya daun lontar. Kemudian berkembang menjadi wayang kulit
sebagaimana dikenal sekarang.
b. Mamanda
Daerah
Kalimantan Selatan mempunyai cukup banyak jeniskesenian antara lain yang paling
populer adalah Mamanda, yang merupakan teater tradisional yang bersifat
kerakyatan, yang orang sering menyebutnya sebagai teater rakyat. Pada tahun
1897 datang ke Banjarmasin suatu rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka yang
lebih dikenal dengan Komidi Indra Bangsawan. Pengaruh Komidi Bangsawan ini sangat
besar terhadap perkembangan teater tradisional di Kalimantan Selatan. Sebelum
Mamanda lahir, telah ada suatu bentuk teater rakyat yang dinamakan Bada
Moeloek, atau dari kata Ba Abdoel Moeloek.
Nama
teater tersebut berasal dari judul cerita yaitu Abdoel Moeloek karangan Saleha.
c. Ketoprak
Ketoprak
merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama di daerah Yogyakarta dan
daerah Jawa Tengah. Namun di Jawa Timur pun dapat ditemukan ketoprak. Di
daerah-daerah tersebut ketoprak merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam
kehidupan mereka dan mengalahkan kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan
emprak. Pada mulanya ketoprak merupakan permainan orang-orang desa yang sedang
menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan purnama, yang disebut gejogan. Dalam perkembangannya
menjadi suatu bentuk teater rakyat yang lengkap. Ketoprak merupakan salah satu
bentuk teater rakyat yang sangat memperhatikan bahasa yang digunakan. Bahasa
sangat memperoleh perhatian, meskipun yang digunakan bahasa Jawa, namun harus diperhitungkan
masalah unggahungguh bahasa.
Dalam bahasa Jawa terdapat tingkat-tingkat bahasa yang digunakan, yaitu:
· Bahasa Jawa biasa (sehari-hari)
· Bahasa Jawa kromo (untuk yang lebih tinggi)
· Bahasa Jawa kromo inggil (yaitu untuk tingkat
yang tertinggi)
Menggunakan bahasa dalam ketoprak, yang
diperhatikan bukan saja penggunaan tingkat-tingkat bahasa, tetapi juga
kehalusan bahasa. Karena itu muncul yang disebut bahasa ketoprak, bahasa Jawa
dengan bahasa yang halus dan spesifik.
D.
Intellegensi
Teater
Otak bukan hanya segumpalan
materi yang dapat dibandingkan sebagai gumpalan daging yang biasa. Tetapi otak
memiliki fungsi yang sangat penting untuk kita, seperti juga fungsi jantung
untuk peredaran darah dalam tubuh kita. Otak manusia dewasa diperkirakan mengandung
antara 12-15 miliyar sel saraf, itupun sel yang ada pada otak besar
(neokorteks) belum ditambah dengan otak reptil dan mamalia, sehingga mencapai
200 miliar sel..Dan dari situlah manusia memiliki berbagai kemampuan seperti
daya ingat ,berfikir,merasa dan lain sebagainya.
Dari pembagian otak
tersebut, dibagi lagi menjadi dua fungsi yaitu fungsi otak kiri dan otak kanan.
Dari setiap belahan otak itu mempunyai fungsi tersendiri yang diatur oleh
“alat” penghubung kedua otak tersebut. Dan koordinasi dari kedua otak itu yang
memaksimalkan fungsinya, .kalau penghubung itu terganggu, kedua belahan otakpun
ikut terganggu. Otak kiri terkait dengan kemampuan logika, matematika, bilangan
, bahasa, daya ingat dan daya analisa. Sementara belahan otak kanan banyak berfungsi
dalam penguasaan bentuk dan pola, penguasaan ruang, irama, penggambaran,
imajinasi dan ukuran dimensional.
E. Gaya Pementasan
Gaya dapat didefinisikan sebagai corak
ragam penampilan sebuah pertunjukan yang merupakan wujud ekspresi dari:
·
Cara
pribadi sang pengarang lakon dalam menerjemahkan cerita kehidupan di atas
pentas
·
Konvensi
atau aturan-aturan pementasan yang berlaku pada masa lakon ditulis
·
Konsep
dasar sutradara dalam mementaskan lakon yang dipilih untuk menegaskan makna
tertentu.
Gaya penampilan pertunjukan teater
secara mendasar dibagi ke dalam tiga (3) gaya besar yaitu; Presentasional,
Representasional (Realisme), dan Post-Realistic.
-
Presentasional
Hampir semua teater klasik menggunakan
gaya ini dalam pementasannya. Gaya Presentasional memiliki ciri khas,
“pertunjukan dipersembahkan khusus kepada penonton”. Bentuk-bentuk teater awal
selalu menggunakan gaya ini karena memang sajian pertunjukan mereka benar-benar
dipersembahkan kepada penonton. Yang termasuk dalam gaya ini adalah:
a.
Teater
Klasik Yunani dan Romawi
b.
Teater
Timur (Oriental) termasuk teater tradisional Indonesia
c.
Teater
abad pertengahan
d.
Commedia
dell’arte, teater abad 18
Unsur-unsur gaya Presentasional
adalah:
·
Para
pemain bermain langsung di hadapan penonton. Artinya, karya seni pemeranan yang
ditampilkan oleh para aktor di atas pentas benar-benar disajikan kepada
khalayak penonton sehingga bentuk ekspresi wajah, gerak, wicara sengaja
diperlihatkan lebih kepada penonton daripada antarpemain.
·
Gerak
para pemain diperbesar (grand style), menggunakan wicara menyamping (aside), dan
banyak melakukan soliloki (wicara seorang diri).
·
Menggunakan
bahasa puitis dalam dialog dan wicara.
Beberapa lakon yang biasa dan dapat
dipentaskan dengan gaya Presentasional, di antaranya adalah:
·
Romeo and Juliet, Piramus dan Thisbi, Raja Lear, Machbeth (William Shakespeare)
·
Akal Bulus Scapin, Tartuff, Tabib Gadungan (Moliere)
·
Oidipus
(Sopokles)
·
Epos
dan Roman Sejarah yang biasa dipentaskan dalam teater tradisonal Indonesia
-
Representasional (Realisme)
Seiring berkembangya ilmu pengetahuan
dan teknologi pada abad 19, bersama itu pula teknik tata lampu dan tata
panggung maju pesat sehingga para seniman teater berusaha dengan keras untuk
mewujudkan gambaran kehidupan di atas pentas. Perwujudan dari usaha ini melahirkan
gaya yang disebut Representasional atau biasa disebut Realisme. Gaya ini
berusaha menampilkan kehidupan secara nyata di atas pentas sehingga apa yang
disaksikan oleh penonton seolah-olah bukanlah sebuah pentas teater tetapi
potongan cerita kehidupan yang sesungguhnya. Para pemain beraksi seolah-olah
tidak ada penonton yang menyaksikan. Tata artistik diusahakan benar-benar
menyerupai situasi sesungguhnya di mana lakon itu berlangsung.
Gaya Realisme sangat mempesona karena
berbeda sekali dengan gaya Presentasional. Para penonton tak jarang ikut hanyut
dalam laku cerita sehingga mereka merasakan bahwa apa yang terjadi di atas
pentas adalah kejadian sesungguhnya. Unsur-unsur gaya Representasional
adalah:
·
Aktor
saling bermain di antara mereka, beranggapan seolah-olah penonton tidak ada
sehingga mereka benar-benar memainkan sebuah cerita seolah-olah sebuah
kenyataan
·
Menciptakan
dinding keempat (the
fourth wall) sebagai pembatas imajiner antara penonton dan pemain
·
Konvensi
seperti wicara menyamping (aside) dan soliloki sangat dibatasi
·
Menggunakan
bahasa sehari-hari.
Beberapa lakon yang
biasa dan dapat dipentaskan dengan gaya Representasional, di antaranya adalah:
·
Kebun Cherry, Burung Manyar, Penagih Hutang, Pinangan (Anton Chekov)
·
Hedda Gabbler, Hantu-hantu, Musuh Masyarakat (Henrik Ibsen)
·
Senja Dengan Dua Kelelawar, Penggali Intan, Penggali Kapur (Kirdjomuljo)
·
Titik-titik Hitam
(Nasjah Djamin)
·
Tiang Debu, Malam Jahanam (Motinggo Boesje)
Dalam perkembangannya gaya
Representasional atau Realisme ini melahirkan gaya-gaya baru yang masih berada
dalam ruang lingkupnya yaitu; Naturalisme, Selektif Realisme, dan Sugestif
Realisme (Mary
McTigue, Ibid., 162).
Naturalisme merupakan sub gaya
Realisme yang paling ekstrim. Gaya ini menghendaki sajian pertunjukan yang
benar-benar mirip dengan kenyataan. Setiap detil dan struktur tata panggung
harus benar-benar mirip seperti aslinya sehingga panggung merupakan potret
kehidupan sesungguhnya. Naturalisme, selain menuntut pendekatan ilmiah, juga
percaya bahwa kondisi manusia amat ditentukan oleh faktor lingkungan dan
keturunan. Dalam prakteknya kaum naturalisme banyak mengungkapkan kemerosotan
dan kebobrokan masyarakat golongan bawah. Drama-drama mereka penuh dengan
kebusukan manusia dan hal-hal yang tak menyenangkan “dalam kehidupan”.
Panggung harus menggambarkan kenyataan sebenarnya yang mereka ambil dari
kehidupan nyata. Tokoh naturalisme yang sangat penting ialah Emile Zola. Ia
mengangkat : “Bukan drama, tetapi kehidupan yang harus disajikan pada
penonton”. Sebagai gerakan teater, naturalisme hanya hidup sampai tahun 1900
setelah itu hanya realisme yang semakin berpengaruh seiring dengan perkembangan
teknologi terutama kelistrikan yang dapat diguankan untuk menunjang teknik
pemanggungan.
-
Gaya Post-Realistic
Dalam abad 20, seniman seni teater
melakukan banyak usaha untuk membebaskan seni teater dari batasan-batasan
konvensi tertentu (Presentasional dan Representasional) dan berusaha memperluas
cakrawala kreativitas baik dari sisi penulisan lakon maupun penyutradaraan.
Gaya ini membawa semangat untuk melawan atau mengubah gaya Realisme yang telah
menjadi konvensi pada masa itu. Setiap seniman memiliki caranya tersenidiri
dalam mengungkapkan rasa, gagasan, dan kreasi artistiknya. Banyak percobaan
dilakukan sehingga pada masa tahun 1950-1970 di Eropa dan Amerika gaya ini
dikenal sebagai gaya Teater Eksperimen. Meskipun pada saat ini banyak teater
yang hadir dengan gaya Realisme tetapi kecenderungan untuk melahirkan gaya baru
masih saja lahir dari tangan-tangan kreatif pekerja seni teater. Banyak gaya
yang dapat digolongkan dalam Post-Realistic, beberapa di antaranya sangat
berpengaruh dan banyak di antaranya yang tidak mampu bertahan lama.
Unsur-unsur gaya Post-Realistic
adalah:
·
Mengkombinasikan
antara unsur Presentasional dan Representasional
·
Menghilangkan
dinding keempat (the
fourth wall), dan terkadang berbicara langsung atau kontak dengan
penonton
·
Bahasa
formal, sehari-hari, puitis digabungkan dengan beberpa idiom baru atau dengan
bahasa slank.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teater adalah tempat persembahan - persembahan kesenian yang dilakonkan di hadapan penonton secara
langsung menggunakan kombinasi pertuturan, gerak isyarat, muzik, tarian, bunyi
dan sebagainya.
Teater dari waktu ke waktu terus bekembang
dan mengalami peubahan, dari jaman-jaman teater klasi menjadi teater-teater
modern. Di dalam kehidupan sehari-hari teate merupakan salah satu cara
penyebaan budaya, dalam pemeanan teater, terdapat berbagai macam masalah yang
di ungkapkan seperti masalah kehidupan sehari-hari, masalah moal, mengungkap
sejarah masa lalu dan lain-lain. Melalui teater, tokoh-tokoh dalam pementasan
menyampaikan amanat.
Di dalam Indonesia, tater mengalami
perkembangan dari tahun 1920-an sampai dengan saat ini. Teater di Indonesia sangat
banya contohnya seperti Makyong, Wayang, Mamanda, Lenong, Ketoprak, Ludruk dan
lain-lain.
B. Saran
Mungking dalam pembuatan makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, tapi penyusun akan mencoba
untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan itu untuk kedepannya. Didalam
pembuatan ini penyusun mencari sumber materi dari internet.
Untuk memperbaiki kesalahan dan
kekurangan tersebut diharapkan kritik dan saran pembaca untuk lebih baik
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Santosa Eko,dkk.
2008.Seni Teater Jilid I untuk SMK. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional.
Post a Comment for "Berlatih teater"