Desain dan kriya
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dari segi asal-usul ilmu pengetahuan, desain merupakan cabang
dari seni rupa (visual art). Dalam teori dan konsep seni rupa,
desain biasanya juga dikenal dengan istilah applied art atau seni
terapan, maksudnya karya atau produk seni yang dapat dipakai untuk
keperluan sehari-hari karena memiliki fungsi utilitas atau kegunaan tertentu,
berbentuk barang pakai –istilah yang kemudian dikenal dengan nama desain
(diserap dari kata Inggris, design).
Dahulu di Barat dikenal juga istilah decorative art atau industrial
art (seni industri) yang
tentu saja dimaksudkan sebagai produk berbasis seni yang proses produksinya
melalui industri. Sebagai seni pakai, desain berkembang sesuai dengan fokus
atau bidang garapan masing-masing. Tentu penamaan applied art atau industrial
art ini dimaksudkan untuk
membedakan dengan cabang seni lain yang tidak memiliki aspek kegunaan dalam
arti utilitas yang biasa dikenal dengan istilah fine artyang diindonesikan
menjadi seni murni seperti seni lukis, seni patung, seni grafis.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu seni desain?
2. Apa itu seni kriya?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN DESAIN
Desain yang kita pakai berasal dari bahasa Inggris, design. Sementara aslinya
berasal dari bahasa Latin, “designare” kemudian Italia “disegno”. Menurut John A
Walker dalam Design History
and History of Design (1989)
kata Italia ‘disegno’ yang dalam arti praktis berarti gambar mengalami
perluasan makna sejak masa Renaisans.
Disegno oleh
ahli teori dan sejarah desain seperti Vasari dianggap sebagai dasar bagi
seluruh seni rupa (visual
arts). Pada saat itu, disegno dipakai untuk
menjelaskan tahapan inventif, pembuatan konsep yang menjadi bagian awal dari
pembuatan lukisan, patung dan sebagainya. Seniman berhubungan dengan desain
sebagai bagian dari proses kreatifnya yang pada saatu itu, desain, belum
dipertimbangkan sebagai pekerjaan profesional tersendiri.
Di samping makna berdasar kamus di atas, desain juga memiliki
pengertian atau definisi praktis atau dalam hubungannya dengan kehidupan atau
kebudayaan. Karena perbedaan makna yang dikandungnya, desain memiliki beragam
arti, karenanya definisi tunggal tidak akan cukup menjelaskan seluruhnya.
Meskipun demikian banyak tokoh desain mencoba membuat definisi atau batasan
desain sesuai dengan konteksnya masing-masing. Berikut beberapa definisi desain
dari buku Design History & History of Design John A. Walker:
Stephen Bayley dalam bukunya Art and Industry (1982): “Desain adalah sesuatu ketika
seni bertemu dengan industri, ketika orang mulai membuat keputusan mengenai
seperti apa produk yang akan dibuat masal.”
Victor Papanek, dalm Design
for The Real World (1972)
menjelaskan dengan gamblang mengenai definisi desain dengan: “Semua orang
adalah desainer. Apa yang kita buat, hampir sepanjang waktu, adalah desain,
karena desain adalah aktifitas dasar manusia. Perencanaan dan pembuatan pola
segala kegiatan yang diinginkan,berhubungan dengan proses desain…Desain adalah
menggubah suatu puisi epik, proses membuat mural, melukis suatu masterpiece,
menggubah lagu.” Bagi Papanek, desain adalah kegiatan ‘problem solving’. Dia
membuat suatu diagram yang disebutnya ‘kompleks fungsi’: dengan titik pusat
‘fungsi, dikelilingi oleh enam konsep yang saling berhubungan; penggunaan,
kebutuhan, telesis, metode, estetik dan asosiasi.
Ettore Sottsass, seorang desainer Italia yang membentuk kelompok Memphis di Milan, desain adalah “suatu cara mendiskusikan kehidupan. Desain adalah cara mendiskusikan masyarakat, politik, erotisisme, makanan dan bahkan desain itu sendiri. Pada ujungnya, desain adalah cara membangun gambaran yang paling memungkinkan dari suatu angan-angan atau metafora tentang kehidupan. Desain tidak hanya terbatas pada memberi bentuk pada suatu produk jelek menjadi produk industri yang bagus.” (Peter Dormer, 1993:10)
Ettore Sottsass, seorang desainer Italia yang membentuk kelompok Memphis di Milan, desain adalah “suatu cara mendiskusikan kehidupan. Desain adalah cara mendiskusikan masyarakat, politik, erotisisme, makanan dan bahkan desain itu sendiri. Pada ujungnya, desain adalah cara membangun gambaran yang paling memungkinkan dari suatu angan-angan atau metafora tentang kehidupan. Desain tidak hanya terbatas pada memberi bentuk pada suatu produk jelek menjadi produk industri yang bagus.” (Peter Dormer, 1993:10)
Lebih spesifik lagi, setiap cabang desain mempunyai definisi
sendiri yang dirumuskan oleh asosiasi profesi masing-masing yang mengacu kepada
kekhususan bidang desainnya. ICSID (International Council of Societies of
Industrial Design) merumuskan definisi desain industri dengan: "Design is
a creative activity whose aim is to establish the multi-faceted qualities of
objects, processes, services and their systems in whole life-cycles. Therefore,
design is the central factor of innovative humanisation of technologies and the
crucial factor of cultural and economic exchange". Dari definisi ICSID ini
terlihat peran desain khsususnya desain industri sebagai faktor yang menentukan
dalam humanisasi atau memanusiakan teknologi yang inovatif serta perannya dalam
perubahan budaya dan ekonomi di samping menjelaskan aktivitasnya berupa
rangkaian proses kreatif yang bertujuan untuk membentuk kualitas objek atau
produk.
Selain itu, organisasi lain yang sejenis juga membuat
definisi sendiri mengenai profesinya, seperti asosiasi desainer industri Jerman
(VDID, Verband Deutscher Industrie Designer). Definisi desain industri menurut
VDID (Widagdo, 2000:198) adalah: “Industrial design is the creation
Industrial Product. The industrial designer must have the knowledge abilities
and experience to grasp product determining factors, to work out the design
concepts and to cary this out up to the finished product in cooperation with
those people involved in product planning, development and manufacture. The
basis for his coordinating design activity is his knowledge of science and
technology. The goal of his activity is industrial products that serve the
society in a cultural and social sense.”
Sementara Desain Interior menurut National Council for
Interior Design Qualification (NCIDQ) Amerika Serikat yang disetujui oleh
International Federation of Interior Designer/Interior Architects (IFI)
didefinisikan sebagai, “as creation and organization of interior spaces to
perform spesific functions within an architectural environment. Such interior
spaces mus combine the functional, technical, and economic aspect for design
with the human, aesthetic, and psychological consideration needed by the
intended users”. Definisi desain interior dengan jelas menempatkan posisi
desain interior sebagai bagian dari lingkungan arsitektur dengan unsur-unsur
yang menjadi pertimbangan pokok yang berkisar antara estetika dan fungsi,
termasuk di dalamnya aspek teknis, ekonomi dan psikologi.
CONTOH DESAIN
B.
PENGERTIAN
KRIYA
Dahulu, secara
tradisional istilah kriya ini disebut “kerajinan”. Kriya adalah
terjemahan yang sekarang dianggap paling tepat untuk kata bahasa Inggris ‘craft’, sedangkan desain diserap ke dalam bahasa Indonesia
untuk padanan kata Inggris Design. Meskipun kriya dan desain adalah dua konsep
yang berbeda, keduanya relatif mempunyai hubungan yang sangat dekat. Dalam
melakukan pekerjaannya, pekerja kriya (kriyawan) kadang-kadang berhubungan atau
melakukan pekerjaan desain, sementara produksi masal suatu barang yang didesain
seringkali melalui proses kriya.
Menurut John A. Walker
kata ‘craft’ atau kriya berarti ‘keahlian’ atau ‘pertukangan’,
khususnya yang dilakukan dengan cara manual, seperti ‘kerajinan tangan’ atau handicraft. Dapat pula berarti ‘dagang’ atau
‘pekerjaan’. Yang secara umum dikenal sebagai dunia kriya antara lain pembuatan
keramik, pembuatan mebel, pekerjaan kulit, pandai besi, membuat wayang, tukang
batu (mengukir batu seperti untuk ornamen atau prasasti dan atau batu akik),
pembuatan perhiasan, pembuatan gelas, kaca patri, bordir, perajutan, anyaman,
membatik, tapestry, penjilidan buku, pembuatan keranjang, dan pembuatan mainan.
Pada kasus tertentu, kata craft ini juga dipakai pada industri yang
sesungguhnya menggunakan teknologi tinggi seperti pada industri pesawat terbang, aircraft.
Dari sisi antropologi, pertukangan atau kegiatan kriya dilakukan oleh
hampir semua orang yang menggunakan keterampilan atau keahlian yang relatif
sederhana. Banyak orang yang memiliki kagiatan pertukangan seperti membuat
pernak-pernik dengan bahan kayu dan lain sebagainya yang dilakukan sebatas hobi
atau pengisi waktu luang. Sesungguhnya pekerjaan pertukangan dalam bentuk yang
sederhana dilakukan semua orang sepanjang hidupnya. Banyak jenis pekerjaan
sederhana yang dapat dilakukan tanpa menggunakan mesin atau cukup dengan
peralatan sederhana. Membuat alat pancing hanya memerlukan sebilah pisau, atau
permainan sederhana seperti gasing atau layangan, dibuat orang hanya dengan
peralatan sederhana.
Bila dilihat dari
perkembangan sejarahnya, seni dan desain berasal dari dunia pertukangan yang
erat sekali dengan kriya. Selama Abad Pertengahan di Eropa, seni dan desain
belum muncul sebagai spesialiasi yang terpisah, tetapi masuk dalam lingkungan
besar kemampuan pertukangan/workshop. Pada jaman modern salah satu
kunci perbedaan antara kriya dan desain adalah bahwa di dalam kriya, proses
pembuatan suatu karya mulai dari konsep sampai eksekusi dilakukan oleh satu
orang atau oleh satu kelompok kecil orang. Pembagian kerja antara desainer dan
pembuat/produsen, tidak ada –kalau pun ada tidak sejelas seperti dalam dunia
desain industri. Perbedaan kedua adalah bahwa kriya menghasilkan satu jenis
artefak atau produk dalam jumlah produksi yang relatif sedikit bila dibanding
desain.
Pembuatan kriya umumnya
berlangsung di studio atau workshop(kadang-kadang
di dapur atau garasi), sementara produk yang di desain umumnya di produksi di
pabrik. Produk-produk kriya umumnya menunjukkan ciri dibuat dengan tangan,
sementara produk industri menunjukkan pekerjaan mesin (hal ini tidak berarti
bahwa produk kriya tidak menggunakan mesin, karena sebenarnya pembuatan keramik
menggunakan alat pembentuk keramik yang berputar dengan bantuan kaki, mebel
menggunakan mesin pemotong kayu, dan sebagainya).
Pembagian kerja
berkembang sejak sejak jaman kuno dan pertengahan. Perkembangan pembagian kerja
berjalan secara gradual ke arah pembagian kerja yang intensif, penggunaan mesin
bertenaga listrik, jalur perakitan, pertumbuhan mesin-mesin otomatis yang makin
memperjelas pemisahan kriya dan desain yang menghasilkan perbedaan produksi
antara kriya dan desain di jaman mekanisasi produksi dan reproduksi.
Pabrik mampu
menghasilkan jutaan produk yang sama dan model produksi masal ini menjadi
dominan di negara-negara maju, kriya dewasa ini muncul sebagai fenomena
‘residu’, anakronisme atau sebagai salah satu bentuk yang bertahan dari masa
lalu. Pada masyarakat yang perkembangan teknologinya kurang maju,
ketergantungan pada produk kriya sangat tinggi di dalam kehidupan sehari-hari
dan kriya memainkan peran penting di negara-negara Ketiga. Di dalam masyarakat
maju, berbeda dengan kondisi dengan negara berkembang, kriya muncul sebagai
bagian dari pasar yang mewah. Negara maju dan berkembang muncul bersama dalam
produk kriya yang dibuat oleh kelas masyarakat bawah untuk kebutuhan turisme,
karenanya sering disebut ‘seni etnik’, ‘seni turisme atau toko suvenir
bandara’. Kriya tumbuh dari masyarakat agrikultur (pertanian) sedang desain
tumbuh dari masyarakat industri.
Meskipun sebagian besar
kriya telah hilang dari pasar, beberapa jenis terus bertahan dan memainkan
peran penting di dalam masa awal industri, seperti dalam proses pembuatan model
yang akan menghasilkan prototip. Pada kasus tertentu, kriya muncul sebagai
alternatif produk yang lahir sebagai reaksi terhadap produk yang murah, produk
standar dan dibuat mesin. Produk kriya jenis ini muncul dalam bentuk buatan
tangan yang mahal, individualistik, dibuat dengan material yang berkualitas
tinggi, yang diproduksi untuk kalangan menengah atas dalam jumlah terbatas (limited edition) dibanding produk masal.
Produk jenis ini
mengedapankan nilai-nilai seperti “truth to material”, penggunaan
material alami sebagai perlawanan terhadap material sintetis, penghargaan
terhadap keahlian atau workmanship,
penggunaan imajinasi dan kesatuan mental dan pekerjaan manual. Nostalgia
terhadap produk yang dibuat dalam jumlah terbatas, berskala kecil dan
eksistensi moral pedesaan adalah juga bagian dari munculnya kriya di tengah
industri masal.
Produk-produk ‘houte
couture’ ternama dari Paris
Perancis (Luis Vuiton, Christian Dior, Chanel, Lanvin, dan lain-lain) atau
Jerman (Etiene Aigner, Braun Buffel, Mont Blanc, dll ), Swis (berbagai jam
tangan seperti Rolex, Piaget, Omega, Swatch, dan sebagainya) dan Milan Italia
(Ermenegildo Zegna, Bvlgari, Diadora, Versace, dan lain-lain) yang berkualitas
tinggi yang dengan sendirinya berharga mahal, umumnya menampilkan nuansa
kualitas yang hanya terdapat dalam dunia kriya (craftmanship-pertukangan).
Produk-produk yang
terkenal justeru dipromosikan dengan bangga bahwa proses pembuatannya
seluruhnya dibuat manual. Seringkali jenis produk ini muncul juga dalam bentuk
yang mengutamakan teknologi tinggi. Contohnya lain adalah mobil buatan Inggris,
Bentley dan Roll Royce, yang konon hampir seluruhnya dibuat dengan tangan,
menghasilkan mobil yang berkualitas tinggi dengan harga yang sangat mahal, jauh
di atas harga mobil-mobil yang diprodukis mesin otomatis seperti mobil Amerika
dan Jepang.
Perbedaan produk kriya
dari negara maju dan negara berkembang terletak pada jenis produk dan kualitas
yang dihasilkan. Produk-produk kriya atau manual dari negara maju hadir dengan
karakter eksklusif, sedang dari negara berkembang lebih bersifat sebagai
komoditi turis dengan nuansa pedesaan atau tradisional yang menonjol, sementara
produk-produk kriya dari negara maju hadir dengan memamerkan kemampuan keahlian
yang tinggi. Merek-merek Eropa seperti tas Etiene Aigner, Louis Vutton, pakaian
Christian Dior, sabuk Lanvin atau tas Braun Buffel, ballpoin Moun Blanc, Parker
dan seterusnya adalah produk papan atas yang kesemuanya menonjolkan kualitas
pertukangan dengan proses produksi yang sebagian menggunakan manual.
Produk-produk di atas
selain menonjolkan kualitas pekerjaan yang tinggi, umumnya juga menggunakan
bahan atau material yang juga berkualitas tinggi. Bahan-bahan tas atau sabuk
dan perlengkapan lainnya umumnya menggunakan kulit asli yang kualitasnya
terjamin. Beberapa produk menggunakan bahan fabrik (sejenis kain atau kanvas)
tetapi dengan jaminan kualitas material yang tinggi. Sedangkan kriya dari
negara berkembang, terutama untuk konsumen turis cenderung menggunakan material
lokal yang khas dan spesifik, seperti anyaman bambu di Rajapolah Tasikmalaya,
mebel rotan di Cirebon atau ukiran patung kayu dari Bali.
Kualitas dan ekspresi
yang dihasilkan pekerja kriya (sering juga disebut pengrajin, dengan mengacu
pada produknya yang disebut kerajinan) sering membuat suatu produk yang awalnya
berada di dunia seni murni menjadi komoditi kriya, seperti patung-patung kayu berukir
dari Bali. Pada berbagai contoh, produk-produk kriya dalam negeri berhasil
muncul karena kemampuannya mengembangkan produk-produk yang berkualitas tinggi.
Dari segi hirarki, di dalam dunia pertukangan atau kriya terdapat
lapisan-lapisan yang menjelaskan tingkat kesulitan atau keahlian. Pada tingkat
paling bawah adalah para tukang bangunan, mereka yang memasang bata,
memplester, memasang saluran air, dan tukang kayu (pekerjaan kusen, konstruksi
atap) sedang pada lapisan paling atas adalah kriya yang diilhami oleh seni
murni.
Perbedaan lapisan ini
juga terletak pada jenis kreatifitas dan ekspresi pribadi yang dihasilkan oleh
masing-masing pekerjaan. Seorang tukang memasang bata biasanya adalah seorang
pegawai bangunan secara sendiri-sendiri atau bekerja di suatu perusahaan
kontraktor sedangkan kriyawan-seniman biasanya memiliki perusahaan kecil atau workshopsendiri. Sejajar
dengan pekerjaan pertukangan di lapisan bawah adalah pekerjaan kriya dan hobi
yang berhubungan dengan rumah tangga seperti menjahit, merajut, membuat gorden
dan seterusnya. Hampir semua pekerjaan di dalam rumah (pekerjaan domestik)
bersifat amatir dan paruh waktu, meskipun pada berbagai kasus berkembang
menjadi kegiatan penuh waktu dan profesional, seperti bordir Tasik.
Pekerja kriya memikirkan
seluruh aspek kreatif dan penemuan bentuk dari produk yang dihasilkan. Seperti
seniman, pekerja kriya juga bereksperimen dengan material, bentuk dan warna,
teknik dan bentuk yang akan dihasilkan. Dalam kriya, aspek estetik memainkan
peran yang tinggi, sehingga sering suatu produk kriya kurang memperhatikan
aspek fungsi atau dengan kata lain, cenderung mendapat prioritas yang rendah.
Untuk mengembangkan
kriya yang dalam jumlah besar dapat merupakan suatu industri tersendiri dengan
nilai milyaran rupiah, di Indonesia ada berbagai asosiasi seperti Asosiasi
Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Dewan Kerajinan Nasional
(Dekranas-National Craft Council) dan Departemen Perindustrian dan
Perdagangan yang memiliki Direktur Jenderal Pembinaan Perusahaan Kecil dan
Menengah. Salah satu sasaran pembinaan direktorat ini adalah industri kerajinan
atau kriya. Dalam bidang desain sendiri terdapat Pusat Desain Nasional (PDN)
yang tugasnya mengembangkan desain Indonesia. Meskipun perannya belum tampak secara
signifikan seperti halnya lembaga sejenis di luar negeri seperti Denmark Design
Center (DDC), Industrial Design Council (IDC) di Inggris.
Meskipun produk kriya
tidak berperan besar dalam perekonomian dibanding industri, kontribuasinya
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional cukup signifikan yang berbeda dari negara
ke negara. Jerman misalnya, yang memiliki tradisi yang kuat dalam bidang kriya (Handwerk)menghasilkan 11-12
persen dari Pendapatan Nasional Kotor (Gross National Brutto) pada 1984 dan
memperkerjakan tenaga kerja 3,4 juta orang (Walker, 1989:42).
Kriya dikenal sebagai
produk yang berada di antara seni dan industri. Ada masanya kriya dilihat
sebelah mata, karena banyak produk kriya yang memiliki kualias rendah yang juga
jauh dari bentuk-bentuk yang presisi. Perkembangan teknologi dan kebutuhan
masyarakat menghasilkan produk-produk kriya yang proses pengerjaannya
melibatkan banyak mesin tetapi masih tetap memberikan citra pekerjaan manual
seperti pembuatan mebel (Ligna), pembuatan perhiasan, keramik, dan lain-lain.
Meskipun demikian, sejarawan seperti Nikolaus Pevsner, menggambarkan bahwa apa
yang dirintis oleh William Morris dengan Gerakan Art & Craft di Inggris
merupakan tahapan penting dalam perintisan menuju perkembangan desain modern.
CONTOH Kriya
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Desain yang kita pakai berasal dari bahasa Inggris, design. Sementara aslinya
berasal dari bahasa Latin, “designare” kemudian Italia “disegno”. Menurut John A
Walker dalam Design History
and History of Design (1989)
kata Italia ‘disegno’ yang dalam arti praktis berarti gambar mengalami
perluasan makna sejak masa Renaisans.
Secara tradisional
istilah kriya ini disebut “kerajinan”. Kriya adalah
terjemahan yang sekarang dianggap paling tepat untuk kata bahasa Inggris ‘craft’, sedangkan desain diserap ke dalam bahasa Indonesia
untuk padanan kata Inggris Design. Meskipun kriya dan desain adalah dua
konsep yang berbeda, keduanya relatif mempunyai hubungan yang sangat dekat.
Dalam melakukan pekerjaannya, pekerja kriya (kriyawan) kadang-kadang
berhubungan atau melakukan pekerjaan desain, sementara produksi masal suatu
barang yang didesain seringkali melalui proses kriya.
B.
SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan
untuk masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Bastomi, Suwadji.
2000. Seni Kriya Seni. Semarang: UNNES Press.
http://www.kompasiana.com/mangjamal/desain-dan-kriya_5500ae91813311491afa7d35
Post a Comment for "Desain dan kriya"