Dilema praktek dan malpraktek
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat dunia, juga mempengaruhi munculnya masalah/penyimpangan etik sebagai
akibat kemajuan teknologi/ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik terhadap
nilai. Arus kesejahteraan ini tidak dapat dibendung, pasti akan mempengaruhi
pelayanan kebidanan. Dalam hal ini bidang yang praktek mandiri menjadi pekerja
yang bebas Mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali
pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.
Istilah etik yang kita gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan dengan
falsafah moral yaitu menganai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat
dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan atau perkembangan norma
atau niali. Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik dan moral bisa berubah
dengan lewatnya waktu.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan
prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan
untuk melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk
juga keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin
dalam standar praktek profesional.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam hal ini kami akan membahas mengenai bagaimana pengambilan keputusan
dalam menghadapi dilema praktek dan malpraktek pelayanan kebidanan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Dilema Etik
Etik adalah
norma-norma yang menentukan baik-buruknya tingkah laku manusia, baik secara
sendirian maupun bersama-sama dan mengatur hidup ke arah tujuannya. Etika juga
berasal dari bahasa yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar dan David (1978)
berarti ” kebiasaaan ”. ”model prilaku” atau standar yang diharapkan dan
kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan istilah etika sekarang ini
banyak diartikan sebagai motif atau dorongan yang mempengaruhi prilaku.
Dari
pengertian di atas, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan
bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut
aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar,
yaitu : baik dan buruk serta kewajiban dan tanggung jawab
Dilema etik
adalah suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu
tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan
moral atau prinsip. Pada dilema etik ini,sukar untuk menentukan mana yang benar
atau salah serta dapat menimbulkan stress pada perawat karena perawat tahu apa
yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik
biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi
menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Pada
saat berhadapan dengan dilema etik terdapat juga dampak emosional seperti rasa
marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang
harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik
dari seorang perawat.
Menurut Thompson (1985 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit
dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang
memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang
benar ataupun yang salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat
tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
B.
Kelalaian Dan Mal Praktek
Malpraktek adalah perbuatan dokter/tenaga kesehatan lainnya pada waktu
menjalankan tugas profesinya yang bertentangan atau melanggar atau
tindak/kurang hati-hati memperhatikan ketentuan atau prsyaratan yang berlaku
untuk setiap tingkt keadaan penyakit pasien yang ditanganinya,baik menurut
paraturan perundangan maupun ukuran kepatutan atau ukuran ilmu kedokteran yang
dapat dipertanggung jawabkan serta menurut ukuran profesionalitas dan
menimbulkan akibat yang merugikan pasien/keluarganya. Dengan mencermati
rumusan-rumusan malpraktek seperti dikutip diatas,maka dalam pengertian
malpraktek mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja,
(Intentional,dolus,opzettelijk) melanggar undang-undang dan ketidaksengajaan
(Culpa,negligance), Kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh. sembrono,
tak perduli terhadap kepentingan orang lain.
Kasus malpraktik merupakan tindak pidana yang sangat sering terjadi di
Indonesia. Malpraktik pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional yang
bertentangan dengan SOP, kode etik, dan undang-undang yang berlaku, baik
disengaja maupun akibat kelalaian yang mengakibatkan kerugian dan kematian pada
orang lain. Biasanya malpraktik dilakukan oleh kebanyakan dokter di karenakan
salah diagnosa terhadap pasien yang akhirnya dokter salah memberikan obat.
Sudah banyak contoh kasus yang malpraktik yang terjadi di beberapa rumah
sakit, kasus yang paling buming di bicarakan di media-media adalah kasus prita
mulyasari. Ia mengaku adalah korban malpraktik di rumah sakit Omni
internasional. Tidak hanya kasus Prita saja, masih banyak lagi kasus-kasus
lain. Pihak rumah sakit berlindung pada nama besarnya. Sesungguhnya Prita hanya
berbicara tentang kebenaran dan hak sebagai seseorang yang dirugikan. Dalam
pengakuannya Prita pernah berobat di rumah sakit Omni Internasional tersebut.
Tapi ia tidak menyangka bahwa ia akan mendapat perlakuan medis yang tidak
layak. Ia mengungkapkan hal ini pada teman-temannya melalui media internet dan
tanpa disangka hal ini membuat Prita terlilit kasus pencemaran nama baik.
Kelalaian ialah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh
aturan atau hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakan
– tindakan yang tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan.(Keeton,
1984),
Hanafiah dan Amir ( 1999 ) Kelalaian adalah sikap yang kurang hati – hati
yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang lakukan dengan sikap
hati – hati dan wajar, atau sebaliknya melakukan sesuatu dengan sikap hati –
hati tetapi tidak melakukannya dalam situasi tertentu.
Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap
hati – hati yang pada umumnya wajar dilakukan oleh seseorang dengan hati –
hati, dalam keadaan tersebut itu merupakan suatu tindakan seseorang yang hati –
hati dan wajar tidak akan melakukan didalam keadaan yang sama atau kegagalan
untuk melakukan apa orang lain dengan hati – hati yang wajar justru akan
melakukan di dalam keadaan yang sama.
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa kelalaian dapat
bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati – hati, acuh tak acuh,
sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain tetapi akibat tindakan
bukanlah tujuannya. Kelalaian bukan suatu pelanggaran hukum atau kejahatan.
Jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain
dan orang itu dapat menerimannya, namun jika kelalaian itu mengakibatkan
kerugian materi, mencelakakan atau bahkan merenggut nyawa orang lain ini
diklasifikasikan sebagai kelalaian berat, serius dan criminal menurut (Hanafiah
dan Amir, 1999).
Malpraktek adalah kelalaian seorang tenaga kesehatan untuk mempergunakan
tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam merawat
klien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama (Hanafiah
dan Amir ( 1999).
C.
Elemen-Elemen Pertanggung
Jawab Hukum (Liability)
Terdiri dari 4 elemen yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa
malpraktek atau kelalaian telah terjadi (Vestal.1995) :
1.
Kewajiban (duty) : pada sat
terjadinya cedera terkait dengan kewajibannya yaitu kewajiban mempergunakan
segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak – tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi. Contoh : Perawat rumah sakit bertanggung jawab untuk :
a.
Pengkajian yang aktual bagi
pasien yang ditugaskan untuk memberikan asuhan keperawatan
b.
Mengingat tanggung jawab
asuhan keperawatan professional untuk mengubah kondisi klien
c.
Kompeten melaksanakan cara –
cara yang aman untuk klien.
2.
Breach of the duty (Tidak
melasanakan kewajiban): pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya,
artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar
profesinya.
Contoh :
a.
Gagal mencatat dan melaporkan
apa yang dikaji dari pasien. Seperti tingkat kesadaran pada saat masuk
b.
Kegagalan dalam memenuhi
standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c.
Gagal melaksanakan dan
mendokumentasikan cara – cara pengamanan yang tepat ( pengaman tempat tidur,
restrain, dll )
3.
Proximate caused
(sebab-akibat): pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terkait
dengan cedera yang dialami klien.
Contoh : Cedera yang terjadi
secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat
terhadap pasien atau gagal menggunakan cara pengaman yang tepat yang
menyebabkan klien jatuh dan mengakibatkan fraktur.
4.
Injury (Cedera) : sesorang
mengalami cedera atau kerusakan yang dapat dituntut secara hokum. Contoh : fraktur panggul, nyeri, waktu rawat inap lama dan memerlukan
rehabilitasi.
Standar
Asuhan
Untuk menentukan kelalaian, standar asuhan
dipenuhi dengan penjelasan apakah seseorang beralasan akan atau tidak akan
melakukan sesuatu pada situasi yang sama. Setiap perawat bertanggung jawab
untuk mengikuti standar asuhan keperawatan dalam praktek.
Bidang
Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakukan Kesalahan :
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995)
mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan,
yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan
(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors).
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Assessment errors, termasuk
kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara adekuat atau
kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang
membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak
pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan
kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini,
perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan
mendasar.
2.
Planning errors, termasuk hal-hal
berikut :
a.
Kegagalan mencatat masalah
pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana keperawatan.
b.
Kegagalan mengkomunikaskan
secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat, misalnya menggunakan
bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak dimahami perawat lain dengan pasti.
c.
Kegagalan memberikan asuhan
keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan kurangnya informasi yang
diperoleh dari rencana keperawatan.
d.
Kegagalan memberikan instruksi
yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk mencegah kesalahan tersebut, jangan
hanva menggunakan perkiraan dalam membuat rencana keperawatan tanpa
mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam penulisan harus memakai
pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu,
lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus
realistis berdasarkan standar yang telah ditetapkan, termasuk pertimbangan yang
diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun
dengan tulisan. Lakukan tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara
hati-hati instruksi yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.
3.
Intervention errors, termasuk
kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan
melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat
order/pesan dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada tindakan keperawatan
yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca pesan/order,
mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat,
dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang
paling berbahaya tampaknya pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu
adanya komunikasi yang baik di antara anggota tim kesehatan maupun terhadap
pasien dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan ini,, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
Untuk menghindari kesalahan ini,, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
Masalah dugaan malpraktik medik, akhir-akhir
ini, sering diberitakan di media masa. Namun, sampai kini, belum ada yang
tuntas penyelesaiannya. Tadinya masyarakat berharap bahwa UU Praktik Kedokteran
itu akan juga mengatur masalah malpraktek medik. Namun, materinya ternyata
hanya mengatur masalah disiplin, bersifat intern. Walaupun setiap orang dapat
mengajukan ke Majelis Disiplin Kedokteran, tetapi hanya yang menyangkut segi
disiplin saja. Untuk segi hukumnya, undang-undang merujuk ke KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana) bila terjadi tindak pidana. Namun, kalau sampai
diajukan ke Pengadilan tetap terkatung-katung tidak ada kunjung
penyelesaiannya, lantas apa gunanya? Di negara yang menganut sistem hukum
Anglo-Saxon, masalah dugaan malpraktik medik ini sudah ada ketentuan di dalam
common law dan menjadi yurisprudensi. Walaupun Indonesia berdasarkan hukum tertulis,
seharusnya tetap terbuka putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap menjadi yurisprudensi.
Dan karena masyarakat semakin sadar terhadap
masalah pelayanan kesehatan, DPR yang baru harus dapat menangkap kondisi
tersebut dengan berinisiatif membentuk Undang-Undang (UU) tentang Malpraktik
Medik, sebagai pelengkap UU Praktik Kedokteran. Bagaimana materinya, kita bisa
belajar dari negara-negara yang telah memiliki peraturan tentang hal tersebut.
Harapan masyarakat, ketika mereka merasa dirugikan akibat tindakan medis,
landasan hukumnya jelas. Sedangkan di pihak para medis, setiap tindakannya
tidak perlu lagi dipolemikan sepanjang sesuai undang-undang.
Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat
dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah,
etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah ha-hal
yang menyangkut moral, dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan
perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut
etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab
pertanyaan yang amat fundamental : bagaimana saya harus hidup dan bertindak ?
Peter Singer, filusf kontemporer dari Australia menilai kata etika dan
moralitas sama artinya, karena itu dalam buku-bukunya ia menggunakan keduanya
secara tertukar-tukar. Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku
orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk
dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti kewajiban dan tanggung jawab
memenuhi harapan (ekspekatasi) profesi dan amsyarakat, serta bertindak dengan
cara-cara yang profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga
terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar,
jujur, adil, profesional dan terhormat.
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika
seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap pasien dan
klien lain, terhadap organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan profesi,
terhadap pemrintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap
masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat tentu
berlaku juga untuk eksekutif lain di rumah sakit.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan
bersamadan pedoman untuk diterapkan dan dipatuhi semua anggota asosiasi tentang
apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan pelayanan profesi itu.
Malpraktek meliputi pelanggaran kontrak ( breach of contract), perbuatan yang
disengaja (intentional tort), dan kelalaian (negligence). Kelalaian lebih
mengarah pada ketidaksengajaan (culpa), sembrono dan kurang teliti. Kelalaian
bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, selama tidak sampai membawa
kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya. Ini
berdasarkan prinsip hukum “de minimis noncurat lex”, hukum tidak mencampuri
hal-hal yang dianggap sepele (hukumonliine.com, 17 April 2004).
Salah satu upaya untuk menghindarkan dari
malpraktek adalah adanya informed consent (persetujuan) untuk setiap tindakan
dan pelayanan medis pada pasien. Hal ini angat perlu tidak hanya ntuk
melindungi dar kesewenangan tenaga keehatan seprti doter atau bidan, tetapi
juga diperlukan untuk melindungi tenaga kesehatan dari kesewenangan pasien yang
melanggar batas-batas hukum dan perundang-undangan malpraktek).
Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent
yang diatur antara lain pada peraturan pemerintah no 18 tahun 1981 yaitu:
1.
Manusia dewasa sehat jasmani
dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap
tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan
kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
2.
Semua tindakan medis
(diagnostic, terapuetik maupun paliatif) memerlukan informed consent secara
lisan maupun tertulis.
3.
Setiap tindakan medis yang
mempunyai resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang
ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang
adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta resikonya.
4.
Untuk tindakan yang tidak
termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam.
5.
Informasi tentang tindakan
medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta oleh
pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila dokter/bidan menilai bahwa
informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini
dokter dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam
memberikan informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang
perawat/paramedic lain sebagai saksi adalah penting.
6.
Isi informasi mencakup
keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik diagnostic,
terapuetik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi
dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan informed consent).
D. Masalah–Masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi Dalam Praktek Kebidanan
Masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi. Bidan harus memahami dan mengerti
situasi etik moral, yaitu :
1.
Untuk melakukan tindakan yang
tepat dan berguna.
2.
Untuk mengetahui masalah yang
perlu diperhatikan
Kesulitan
dalam mengatasi situasi :
1.
Kerumitan situasi dan
keterbatasan pengetahuan kita
2.
Pengertian kita terhadap
situasi sering diperbaruhi oleh kepentingan, prasangka, dan faktor-faktor
subyektif lain.
Langkah-langkah
penyelesaian masalah :
1.
Melakukan penyelidikan yang
memadai
2.
Menggunakan sarana ilmiah dan
keterangan para ahli
3.
Memperluas pandangan tentang
situasi
4.
Kepekaan terhadap pekerjaan
5.
Kepekaan terhadap kebutuhan
orang lain
Masalah Etik
Moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan:
1.
Tuntutan bahwa etik adalah hal
penting dalam kebidanan karena :
·
Bertanggung jawab terhadap
keputusan yang dibuat
·
Bertanggung jawab terhadap
keputusan yang diambil
2.
Untuk dapat menjalankan
praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan :
·
Pengetahuan klinik yang baik
·
Pengetahuan yang Up to date
·
Memahami issue etik dalam
pelayanan kebidanan
3.
Harapan Bidan dimasa depan :
·
Bidan dikatakan profesional,
apabila menerapkan etika dalam menjalankan praktik kebidanan (Daryl Koehn
,Ground of Profesional Ethis,1994).
·
Dengan memahami peran bidan
tanggung jawab profesionalisme terhadap patien atau klien akan meningkat.
·
Bidan berada dalam posisi baik
memfasilitasi klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk
menerapkan dalam strategi praktik kebidanan.
E. Pengambilan Keputusan dalam dalam menghadapi Dilema/Etik Moral Pelayanan
Kebidanan
Menurut George
R.Terry, pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang ada. Ada 5 (lima) hal pokok dalam pengambilan keputusan:
1.
Intuisi
berdasarkan perasaan, lebih subyektif dan mudah terpengaruh
2.
Pengalaman
mewarnai pengetahuan praktis, seringnya terpapar suatu kasus meningkatkan
kemampuan mengambil keputusan terhadap nsuatu kasus
3.
Fakta,
keputusan lebih riel, valit dan baik.
4.
Wewenang lebih bersifat rutinitas
5.
Rasional,
keputusan bersifat obyektif, trasparan, konsisten
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan :
1.
Posisi/kedudukan
2.
Masalah,
terstruktur, tidak tersruktur, rutin,insidentil
3.
Situasi: faktor konstan, faktor tidak konstan
4.
Kondisi,
faktor-faktor yang menentukan daya gerak
5.
Tujuan, antara
atau obyektif
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etik sebagai filsafat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta
mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang benar salah, baik
buruk, yang secara umum dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang
menjadi pedoman suatu tindakan.
Bidan dihadapkan pada dilema etik membuat keputusan dan bertindak
didasarkan atas keputusan yg dibuat berdasarkan Intuisi mereflekasikan pada
pengalamannya atau pengalaman rekan kerjanya.
Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai
manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah
penyelesaiannya baik atau salah (Jones, 1994).
Menurut George R.Terry, pengambilan keputusan adalah memilih alternatif
yang ada. Pengambilan keputusan klinis
adalah keputusan yg diambil berdasarkan kebutuhan dan masalahyang dihadapi
klien, sehingga semua tindakan yang dilakukan bidan dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi klien yang bersifat emergensi, antisipasi, atau
rutin.
B.
Saran
Dari makalah ini mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara pengambilan
keputusan yang benar dan tepat untuk menjadi calon Tenaga Kesehatan terutama
sebagai seorang Bidan.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiwardoyo, P .1989.ETIKA MEDIS. Pustaka
Filsafat, Kanisius, Jakarta
Synthia Dewi Nilda. 2011.ETIKA PROFESI
KEBIDANAN.Rohima, Yogyakarta
Setiawan.2010. Etika Kebidanan dan Hukum
Kesehatan.2010. jakarta: trans info media CV
Zaini, Muderis.1995. Adopsi “ Suatu
Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum”.Jakarta
: Sinar Grafika
Post a Comment for "Dilema praktek dan malpraktek"