Hakikat riba
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam
melarang semua bentuk transaksi yang mengandung unsur kejahatan dan penipuan.
Di mana hak-hak semua pihak yang terlibat dalam sebuah perilaku ekonomi yang
tidak dijelaskan secara seksama (terbuka/jelas), akan mengakibatkan sebagian
dari pihak yang yang terlibat menarik keuntungan, akan tetapi dengan merugikan
pihak yang lain.
Apapun
bentuknya, segala aktivitas dalam bidang ekonomi yang tidak dihalalkan dalam
Islam adalah suatu perilaku ekonomi yang mengandung unsur yang tidak halal,
atau melanggar dan merampas hak kekayaan orang lain.
Larangan riba dalam al-Qur’an diturunkan secara bertahap, hal ini memang
salah satu karakteristik al-Qur’an dalam memberlakukan hukum,
adalah menggunakan pendekatan berangsur-angsur atau bertahap (at-tadrij fi
at-tasyri’). Ayat al-Qur’an tentang pelarangan riba dimaksud adalah
surat ar-Rum:39, surat an-Nisa:160-161, surat Ali
‘Imran:130, dan surat al-Baqarah:275-280. Urutan ayat al-Qur’an
tetang pelarangan riba tersebut mengacu tafsir al-Maragi dan as-sabuni.(Shihab,
1992:260). Riba yang dibicarakan dalam surat ar-Rum, pelarangannya
belum sekeras larangan riba di ayat lain.
Shihab, setelah mnguraikan panjang lebar tentang pengertian yang terkandung
dalam ayat-ayat riba, menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan riba adalah
kelebihan yang dipungut bersama jumlah hutang yang mengandung unsur
penganiayaan dan penindasan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah hakikat riba?
2.
Bagaimana hukum riba?
3.
Apakah macam-macam riba?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Riba
Secara
bahasa riba berarti ziyadah (زيادة)
atau tambahan. Dan secara istilah berarti tambahan pada harta yang disyaratkan
dalam transaksi dari dua pelaku akad dalam tukar menukar antara harta dengan
harta. Riba juga berarti "At-Ta'khir" (penundaan/penangguhan).
Disebut demikian karena memang Riba terjadi Karena ada penangguhan pembayaran
hutang, akhirnya muncul-lah Riba itu. Itu yang banyak terjadi di masa-masa era
sebelum Islam, dan masih terjadi sampai sekarang.
Riba secara
literal bearti peningkatan dan penambahan. Al-Qur’an juga mempergunakan istilah
ini untuk menyatakan peningkatan/ tambahan yang signifikan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an
surat Al-Baqarah ayat 275:
Artinya: “Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
B.
Hukum Riba Dalam Al-Qur’an Dan
Assunnah
Riba (usury atau interest, bhs. Inggris) yang
berasal dari bahasa Arab, artinya tambahan (ziyadah, Arab/addition,
Inggris), yang berarti: tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman. Ada yang membedakan antara riba dan renta/bunga seperti Mohammad Hatta,
mantan Wakil Presiden RI, bahwa riba adalah untuk pinjaman yang bersifat
konsumtif, sedang rente/riba untuk pinjaman yang bersifat produktif. Demikian
pula istilah usuary dan interest, bahwa usuary ialah
bunga pinjaman yang sangat tinggi, sehingga melampaui suku bunga yang
diperbolehkan oleh hukum. Sedangkaninterest ialah bunga pinjaman
yang relative rendah.
Semua agama samawi (reveled religion) melarang praktik riba, karena
dapat menimbulkan dampak bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mereka yang
terlibat riba pada khususnya.
Dalam firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.”
(Al-Baqarah: 278-279)
Nabi muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadisnya
yang diriwayatkan dari jabir :
Artinya: dari
Jabir dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat
pemakan riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan
saksi-saksinya." Dia berkata, "Mereka semua sama."
Dari ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW
jelaslah bahwa sanya bunga/riba itu hukumnya haram.
C.
MACAM-MACAM RIBA
Secara garis
besar, jenis Riba yang dikenal oleh syariah itu ada dua: [1] Riba Duyun
(Hutang Piutang) [2] Riba Buyu' (jual Beli). Nantinya dari jenis 2 Riba
inilah akan muncul berepa jenis Riba lainnya.
1.
RIBA DUYUN (HUTANG PIUTANG)
Duyun adalah
bentuk jama' dari kata "Dain" [دين]
yang berarti hutang. Dinamakan Riba Hutang piutang karena memang, Riba
(tambahan nilai) itu terjadi karena adanya hutang antara kedua belah pihak
tersebut. Kalau tidak ada hutang yaa tidak ada Riba. Atau juga yang sejenis
dengan hutang piutang, seperti jual beli angguran. Atau Praktek jual beli yang
uang pembayarannya ditangguhkan. Itu berarti sama saja seperti ia berhutang
dengan sipenjual barang.
Biasanya Riba Duyun (hutang piutang) itu terjadi
dengan 3 model:
Pertama: Riba/Tambahan Nilai DiWaktu Pelunasan Hutang
Gambarannya ialah ketika ada si A memiliki hutang
kepada si B. lalu keduanya sepakat bahwa si A akan mengembalikannya 2 bulan kemudian,
sampai pada waktunya ternyata si A tidak/belum mampu melunasinya. Nah sebagai
denda atas penundaan tersebut si B memberikannya tambahan hutang karena telah
menunda.
Kedua: Riba Yang Disyaratkan Sejak Awal Transaksi
Hutang-Piutang
Ini model Riba Jahiliyah yang dimodernisasi.
Hakikatnya sama seperti Riba Jahiliyah, hanya saja yang ini lebih menyiksa dan
lebih mematikan. Karena tambahan hutang itu sendiri tidak terjadi ketika jatuh
tempo pelunasan. Akan tetapi tambahan hutang itu disyaratkan disetiap bulannya,
atau setiap minggunya. Gambarannya seperti banyak yang kita tahu di berbagai
instansi-instansi keuangan Kapitalis yang banyak berkembang dinegeri kita ini,
kalau bahasa kasarnya Rentenir.
Ketiga: Gabungan Cara Pertama dan Kedua
Model yang ketiga dari Riba Duyun yang ini-lah yang
paling mematikan, dan lebih parah dampaknya. 2 model diatas saja sudah sangat
jelas keburukannya, apalagi kalau 2 model tersebut digabungkan. Dan memang ini
yang banyak terjadi. Penambahan nilai (BUNGA) telah disyaratkan dari awal akad,
sekian persen. Kemudian disayaratkan lagi bahwa kalau nanti jatuh tempo dan
tidak mampu melunasi-nya, maka dikenakan denda sebesar sekian persen.
2.
RIBA BUYU' (JUAL BELI)
Buyu' adalah
bentuk jama' dari kata Bai' [البيع] yang
berarti jual beli. Dinamakan seperti ini, karena Riba ini dihasilkan dari
bentuk jual beli atau pertukaran 2 jenis barang Ribawi. Hanya saja Riba Buyu'
ini cakupannya tidak seperti Riba Duyun yang luas. Dikatakan tidak memiliki
cakupan yang luas, karena memang riba Buyu' ini hanya berlaku pada
barang-barang Ribawi yang telah ter-manshush (termaktub) dalam hadits Nabi saw
tentang Riba itu yang jumlahnya ada 6 jenis barang.
Tapi bukan
berarti riba Buyu' hanya terjadi pada enam barang itu saja, akan tetapi barang
lain yang punya kesamaan 'Illat' dengan barang tersebut juga
termasuk dalam kategori barang Ribawi yang berpotensi terjadi didalamnya Riba
Buyu'. Barang-barang Ribawi itu ialah: [1] Emas, [2] Perak, [3] gandum, [4] Terigu,
[5] kurma, [6] garam. Ini semua berdasarkan hadits berikut:
عَنْ
عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ
وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ
وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً
بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ
شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَد
"Dari
Ubadah bin Shamit berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:" Emas dengan
emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, terigu dengan terigu, korma
dengan korma, garam dengan garam harus sama beratnya dan tunai. Jika jenisnya
berbeda maka juallah sekehendakmu tetapi harus tunai" (HR Muslim).
Dari 6 jenis barang Ribawi yang disebutkan dalam
hadits 'Ubadah bin Shomit tadi, Ulama meng-kelompok-annya 6 jenis barang
tersebut sesuai 'Illat' (sebab) keharamannya menjadi 2 kelompok:
Pertama: Alat Tukar.
Dalam hadits barang Ribawi, Kelompok pertama ini
diwakilkan oleh "emas" dan "perak". Ulama berkesimpulan
bahwa "illat" pengharamannya itu ialah karena emas dan perak adalah
barang yang dipakai sebagai alat tukar yang sah. Maka barang apapun yang secara
sah dipakai sebagai alat tukar suatu Negara, itu termasuk kedalam barang Ribawi
yang mana sangat mungkin untuk terjadinya Riba Buyu' didalam barang tersebut.
Kedua: Makanan Pokok dan Tahan Lama
Kelompok kedua ini diwakilkan oleh [3] gandum, [4]
Terigu, [5] kurma, [6] garam. 'Illat' pengharaman keempat barang ini ialah,
karena barang-barang tersebut adalah makanan pokok [Iqtiyat/Quut] dan
juga Tahan Lama [Iddikhor], atau makanan-makanan biasa disebut dengan
istilah Yuqtaat wa Yuddakhor (makanan pokok dan tahan lama).
Riba Buyu' terbagi menjadi 2 jenis; [1] Riba Fadhl
(Tambah), [2] Riba Nasi'ah (Penangguhan)
Pertama: Riba
Fadhl (Tambah)
Fadhl berasal dari kata bahasa Arab yang berarti
"Tambah/bertambah". Riba Fadhl artinya ialah tukar menukar (barter)
barang-barang Ribawi dengan jenis yang sama tapi dengan
menambahkan salah satunya. Emas dangn emas lain ialah jenis yang sama. Beras
dengan berbagai macam jenisnya ia tetaplah satu jenis BERAS yang sama. Kurma
bagaimanapun jenis dan pengkelompokannya, ia dengan kurma yang lain ialah satu
jenis kurma yang sama.
Jadi ada 2 Hal penting yang kadunya harus dilakukan
ketika ingin melakukan barter barang Ribawi dengan jenis yang sama, yaitu:
·
Tasaawi Fil Miqdar/wazn (Takaran/Timbangan
Yang Sama, Tidak boleh lebih),
·
Taqoobudh (Tunai,
Tidak Boleh Ditangguhkan)
Dua keharusannya ini sebagaimana telah disebutkan Nabi
dalam Hadits Riba itu sendiri, yaitu dengan redaksi: [مِثْلًا
بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ] harus
sama beratnya dan tunai.
Kedua: Riba Nasi'ah (penangguhan)
Jenis yang kedua dari Riba Buyu' ialah Riba Nasi'ah.
Nasia'ah sendiri artinya ialah penangguhan. Maksudnya memang Riba ini terjadi
karena adanya penanagguhan. Sama seperti Riba Jahiliyah yang lahir karena
adanya penangguhan pelunasan hutang, seperti yang telah dijelaskan dalam RIba
Duyun diatas. Akan tetapi Riba Nasi'ah dalam kontek Riba Buyu' berbeda dengan
Riba Jahiliyah tersebut. Riba Nasi'ah dalam konteks Riba Buyu' hanya terdapat
pada barang-barang Ribawi saja, tidak lebih. Jadi lingkupnya menjadi lebih
sempit. Yaitu: saling tukar (barter) barang Ribawi yang berbeda jenis tetapi
sama 'Illat-nya dengan system tidak TUNAI, atau ditangguhkan/ditunda.
ini yang disebut dengan Riba Nasi'ah dalam konteks Riba Buyu'.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara
bahasa riba berarti ziyadah (زيادة)
atau tambahan. Dan secara istilah berarti tambahan pada harta yang disyaratkan
dalam transaksi dari dua pelaku akad dalam tukar menukar antara harta dengan
harta. Riba juga berarti "At-Ta'khir" (penundaan/penangguhan).
Disebut demikian karena memang Riba terjadi Karena ada penangguhan pembayaran
hutang, akhirnya muncul-lah Riba itu. Itu yang banyak terjadi di masa-masa era
sebelum Islam, dan masih terjadi sampai sekarang.
Riba secara
literal bearti peningkatan dan penambahan. Al-Qur’an juga mempergunakan istilah
ini untuk menyatakan peningkatan/ tambahan yang signifikan.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna
perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
A. Djazuli, Fiqf Siasah, Bandung:
Prenada Media, 2003.
Ahmad Muhammad Al-Assal, dkk. Sistem Prinsip
Dan Tujuan Ekonomi Islam, Kairo: CV. Pustaka Setia, 1999
Al-Qur’an Dan Terjemahan
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam
Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2003.
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2001.
Yusuf Al-Qardawi, Fiqih Praktis Bagi Kehidupan
Modern, Kairo: Makabah Wabah, 1999.
Post a Comment for "Hakikat riba"