Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum newton tentang gerak



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berbicara tentang permasalahan tarikh tasyri’ tidak akan lepas dari faktor yudikatif, eksekutif dan kondisi masyarakat yang menjadi aktor dalam berkembang atau menyusutnya sejarah tarikh tasyri’. Setiap pergantian generasi selalu saja ada fenomena-fenomena yang menarik dari berkembangnya tarikh tasyri’ dimulai dari masa Nabi sampai sekarang ini. Pada masa Nabi tasyri’ langsung diterima dari Tuhan yang menciptakan syari’at itu sendiri, dan perkembangan yang dilakukan Nabi selalu terawasi. Jadi tidak diragukan lagi tentang kebenarannya, posisi nabi sebagai yudikatif dan eksekutif selalu menjadi acuan bagi masyarkat Arab pada masa itu.
Perkembangan tasyri’ pada masa sahabat tidak begitu drastis. perubahan yang terjadi hanya pada pola aplikasi saja, dan pada masa ini pendapat para sahabat terkait dengan tasyri’ masih bisa disatukan. Akan tetapi perlu kita ketahui bahwa embrio pertama eksisnya perbedaan mazhab itu adalah pada masa para sahabat setelah Nabi wafat.
Perkembangan yang terjadi pada ulama-ulama Hijaz menjadi ahlul Hadist dan Ra’yi adalah pengaruh dari pemikiran Ali, Ibnu Mas’ud, dan Umar bin Khatab yang sangat terkenal banyak menggunakan ra’yu dalam menetapkan hukum suatu masalah. Dalam hal ini di kalangan para tabi’in banyak yang terpengaruh oleh cara istimbat hukum para sahabat tersebut, para tabi’in di Iraq terpengaruh oleh metode ijtihad yang digunakan oleh  Ali sedangkan ulama Hijaz  dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Abbas yang tidak menggunakan ra’yu. Timbulnya mazhab sunny adalah perkembangn dari ulama ahlul Ra’yu, termasuk juga ulama mazhab yaitu, mazhab Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbal.
Perbedaan pendapat dalam penerapan hukum-hukum syari’ah pada masa ini sengan berbeda, padahal kita ketahui bahwa Imam Safi’i adalah muridnya Imam Malik, tetapi kenapa dalam pemahaman tentang hukumnya berbeda, yang menjadi tanda tanya apakah di balik perbedaan tersebut, apakah para imam ingin menciptakan sekte-sekte sendiri, apakah perbedaan yang terjadi itu karena dilatar belakangi oleh tempat mereka bermukim seperti halnya Imam Safi’i dengan background Iraq dan Mesir sehingga hadirnya qaul qadim dan qaul jadidnya, Imam Hanifah yang dipengruhi oleh daerah Persia, Imam Malik yang dilatar belakangi oleh negeri Hijaz, dan Imam Hambali yang berlatar belakang sebagai imam di Bagdad, atau ada faktor-faktor yang lainnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Singkat Munculnya Mazhab Dalam Islam?
2.      Bagaimana Pengertian Mazhab?
3.      Bagaimana Faktor-Faktor Yang Mendorong Perkembangan Hukum Islam?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Singkat Munculnya Mazhab Dalam Islam
Sebenarnya ikhtilaf  telah ada di masa sahabat, hal ini terjadi antara lain karena perbedaan pemahaman di antara mereka dan perbedaan nash (sunnah) yang sampai kepada mereka, selain itu juga karena pengetahuan mereka dalam masalah hadis tidak sama dan juga karena perbedaan pandangan tentang dasar penetapan hukum dan berlainan tempat. Sebagaimana diketahui, bahwa ketika agama Islam telah tersebar meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat Nabi yang telah pindah tempat dan berpencar-pencar ke nagara yang baru tersebut. Dengan demikian, kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah sukar dilaksanakan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Qasim Abdul Aziz Khomis menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikhtilaf di kalangan sahabat ada tiga yakni :
1.      Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash al-Qur’an
2.      Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan riwayat
3.      Perbedaan para sahabat disebabkan karena ra’yu. Sementara Jalaluddin Rahmat melihat penyebab ikhtilaf dari sudut pandang yang berbeda, Ia berpendapat bahwa salah satu sebab utamaikhtilaf di antara para sahabat prosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru yang tidak terjadi pada zaman Rasulullah SAW. 
Setelah berakhirnya masa sahabat yang dilanjutkan dengan masa Tabi’in, muncullah generasi Tabi’it Tabi’in. Ijtihad para Sahabat dan Tabi’in dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya yang tersebar di berbagai daerah wilayah dan kekuasaan Islam pada waktu itu. Generasi ketiga ini dikenal dengan Tabi’it Tabi’in. Di dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini dimulai ketika memasuki abad kedua hijriah, di mana pemerintahan Islam dipegang oleh Daulah Abbasiyyah.
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah yang besar.  Periode ini dalam sejarah hukum Islam juga dianggap sebagai periode kegemilangan fiqh Islam, di mana lahir beberapa mazhab fiqih yang panji-panjinya dibawa oleh tokoh-tokoh fiqh agung yang berjasa mengintegrasikan fiqh Islam dan meninggalkan khazanah luar biasa yang menjadi landasan kokoh bagi setiap ulama fiqh sampai sekarang.
Sebenarnya periode ini adalah kelanjutan periode sebelumnya, karena pemikiran-pemikiran di bidang fiqh yang diwakili mazhab ahli hadis dan ahli ra’yu merupakan penyebab timbulnya mazhab-mazhab fiqh, dan mazhab-mazhab inilah yang mengaplikasikan pemikiran-pemikiran operasional. Ketika memasuki abad kedua Hijriah inilah merupakan era kelahiran mazhab-mazhab hukum dan dua abad kemudian mazhab-mazhab hukum ini telah melembaga dalam masyarakat Islam dengan pola dan karakteristik tersendiri dalam melakukan istinbat hukum.
Kelahiran mazhab-mazhab hukum dengan pola dan karakteristik tersendiri ini, tak pelak lagi menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan beragamnya produk hukum yang dihasilkan. Para tokoh atau imam mazhab seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan lainnya, masing-masing menawarkan kerangka metodologi, teori dan kaidah-kaidah ijtihad yang menjadi pijakan mereka dalam menetapkan hukum. Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para tokoh dan para Imam Mazhab ini, pada awalnya hanya bertujuan untuk memberikan jalan dan merupakan langkah-langkah atau upaya dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang dihadapi baik dalam memahaminash al-Quran dan al-Hadis maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan jawabannya dalam nash.
Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam mazhab tersebut terus berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya dan ia -tanpa disadari- menjelma menjadi doktrin (anutan) untuk menggali hukum dari sumbernya. Dengan semakin mengakarnya dan melembaganya doktrin pemikiran hukum di mana antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan yang khas, maka kemudian ia muncul sebagai aliran atau mazhab yang akhirnya menjadi pijakan oleh masing-masing pengikut mazhab dalam melakukanistinbat hukum.
Teori-teori pemikiran yang telah dirumuskan oleh masing-masing mazhab tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting artinya, karena ia menyangkut penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi yang sistematis dalam usaha melakukan istinbat hukum. Penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi tersebut inilah dalam pemikiran hukum Islam disebut dengan ushul fiqh
Sampai saat ini Fiqih ikhtilaf terus berlangsung, mereka tetap berselisih paham dalam masalahfuru’iyyah, sebagai akibat dari keanekaragaman sumber dan aliran dalam memahami nash dan mengistinbatkan hukum yang tidak ada nashnya. Perselisihan itu terjadi antara pihak yang memperluas dan mempersempit, antara yang memperketat dan yang memperlonggar, antara yang cenderung rasional dan yang cenderung berpegang pada zahir nash, antara yang mewajibkan mazhab dan yang melarangnya.
Ikhtilaf bukan hanya terjadi para arena fiqih, tetapi juga terjadi pada lapangan teologi. Seperti kita ketahui dari sejarah bahwa peristiwa “tahkim” adalah titik awal lahirnya mazhab-mazhab teologi dalam Islam. Masing-masing mazhab teologi tersebut masing-masing memiliki corak dan kecenderungan yang berbeda-beda seperti dalam mazhab-mazhab fiqih. Menurut Harun Nasution,[9] aliran-aliran teologi dalam Islam ada yang bercorak liberal, ada yang tradisional dan ada pula yang bercorak antara liberal dan tradisional. Perbedaan pendapat pada aspek teologi ini juga memiliki implikasi yang besar bagi perkembangan pemahaman umat Islam terhadap ajaran Islam itu sendiri.
Menurut hemat penulis, perbedaan pendapat di kalangan umat ini, sampai kapan pun dan di tempat mana pun akan terus berlangsung dan hal ini menunjukkan kedinamisan umat Islam, karena pola pikir manusia terus berkembang. Perbedaan pendapat inilah  yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab Islam  yang masih menjadi pegangan orang sampai sekarang. Masing-masing mazhab tersebut memiliki pokok-pokok pegangan yang berbeda yang akhirnya melahirkan pandangan dan pendapat yang berbeda pula, termasuk di antaranya adalah pandangan mereka terhadap kedudukan al-Qur’an dan al-Sunnah.

B.     Pengertian Mazhab
Menurut Bahasa “mazhab” berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhi “dzahaba” yang berarti “pergi”. Sementara menurut Huzaemah Tahido Yanggo bisa juga berarti al-ra’yu yang artinya “pendapat”.
Sedangkan secara terminologis pengertian mazhab menurut Huzaemah Tahido Yanggo,  adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam. Selanjutnya Imam Mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud mazhab meliputi dua pengertian :
1.      Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadis.
2.      Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari al-Qur’an dan hadis.

Dalam perkembangan mazhab-mazhab fiqih telah muncul banyak mazhab fiqih. Menurut Ahmad Satori Ismail,  para ahli sejarah fiqh telah berbeda pendapat sekitar bilangan mazhab-mazhab. Tidak ada kesepakatan para ahli sejarah fiqh mengenai berapa jumlah sesungguhnya mazhab-mazhab yang pernah ada. 
Namun dari begitu banyak mazhab yang pernah ada,  maka hanya beberapa mazhab saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Menurut M. Mustofa Imbabi, mazhab-mazhab yang masih bertahan sampai sekarang  hanya tujuh mazhab saja yaitu: mazhab hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, Zaidiyah, Imamiyah dan Ibadiyah. Adapun mazhab-mazhab lainnya telah tiada.

C.    Faktor-Faktor Yang Mendorong Perkembangan Hukum Islam
Faktor utama yang mendorong perkembangan hukum islam adalah berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia islam. Berkembang pesatnya ilmu pengetahuan disebabkan oleh hal-hal berikut :
1.      Pertama, bnyaknya mawali yang masuk islam. Pada zaman Umayyah, Islam telah berhasil menguasai pusat-pusat peradaban yunani, yaitu Antioch dan Bactra. Harun Al-Rasyid menjadi khalifah tahun 786 M. sebelumnya, ia belajar di Persia di bawah asuhan Yahya ibn Khalid ibn Barmak, dan karenanya ia dipengaruhi oleh kegemaran keluarga barmak pada ilmu pengetahuan dan falsafat. Di bawah pemerintahan Harun Al-Rasyid, dimulailah penerjemahan buku-buku yunani kedalam bahasa Arab. Banyak ilmuwan yang dikirim ke kerajaan Eropa untuk mendapatkan manuskrip (makhtutat). Pada awalnya, upaya penerjemahan diutamakan pada buku-buku kedokteran, tetapi kemudian dipelajari pila buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat. Manuskrip yang berbahasa yunani diterjemahkan dulu kebahasa siriah yakni bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia ketika itu, kemudian baru diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
2.      Kedua, berkembangnya pemikiran karena luasnya ilmu pengetahuan. Dalam bidang ilmu kalam terjadi perdebatan ; setiap kelompok memiliki cara berpikir tersendiri dalam memahami akidah islam. Selain itu, saat itu terjadi pula “pertarungan pemikiran” antara mutakalimi , muhadditsin dan fuqaha.
3.      Ketiga, adanya upaya umat islam untuk melestarikan Al-Qur’an dengan dua cara, yaitu dicatat (dikumpulkan dalam satu mushaf) dan dihafal. Pelestarian Al-Qur’an melalui hafalan dilakukan dengan mengembangkan cara membacanya sehingga saat itu dikenal corak-corak bacaan Al-Qur’an. Corak bacaan Al-Qur’an dapat dibedakan menjadi dua: bacaan yang shahih dan bacaan yang syadzah.

D.    DASAR PEMIKIRAN DAN PERKEMBANGAN MAZHAB HUKUM ISLAM
Thaha Jabir Fayadl al-ulwani menjelaskan bahwa madzhab fikih islam yang muncul setelah sahabat dan kibar al-tabi’in berjumlah 13 aliran. Ketigabelas aliran ini berafiliasi dengan aliran ahlu sunnah. Namun, tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar-dasar dan metode istinbath hukumnya. Adapun diantaara pendiri tiga belas aliran itu adalah sebagai berikut.
1.      Abu Sa’id al-Hasan ibn Yasar al-Bashri (w.110 H)
2.      Abu Hanifah al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zuthi (w. 150 H)
3.      Al-Auza’I Abu Amr Abd al-Rahman ibn Muhammad (w. 157 H)
4.      Sufyan ibn Sa’id ibn Masruq al-Tsauri (w. 160 H)
5.      Al-Laits ibn Sa’ad (w. 175 H)
6.      Malik ibn Anas al-Bahi (w. 179 H)
7.      Sufyan ibn Uyainah (w. 198 H)
8.      Muhammad ibn idris al-Syafi’I (w. 204 H)
9.      Ahamad ibn Muhamad ibn Hanbal (w. 241 H)
10.  Daud ibn ‘Ali al-Ashbahani al-Baghdadi (w. 270 H)
11.  Ishaq ibn Rahawaih (w. 238 H)
12.  Abu Tsaur Ibrahim ibn Khalid al-Kalabi (w. 240 H).
Aliran  Hukum Islam yang terkenal dan masih ada pengikutnya hingga kini hanya beberapa, diantaranya Hanafiah, Maliah, Syafi’iah, dan Hanabilah. Secara singkat, pada bagian berikut akan dijelaskan mengenai riwayat (guru dan murid), cara ijtihad, dan kitab-kitab penting yang menjadi rujukan utama masing-masing aliran.   



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mazhab-mazhab yang pernah ada dalam sejarah umat Islam sangat sulit untuk dipastikan berapa bilangannya, untuk itu guna mengetahui berbagai pandangan mazhab tentang berbagai masalah hukum Islam secara keseluruhan bukanlah persoalan mudah sebab harus mengkaji dan mencari setiap literatur berbagai pandangan mazhab-mazhab tersebut. 
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa perbedaan pendapat di kalangan umat Islam bukanlah suatu fenomena baru, tetapi semenjak masa Islam yang paling dini perbedaan pendapat itu sudah terjadi. Perbedaan terjadi adanya cirri dan pandangan yang berbeda dari setiap mazhab dalam memahami Islam sebagai kebenaran yang satu. Untuk itu kita umat Islam harus selalu bersikap terbuka dan arif dalam memendang serta memahami arti perbedaan, hingga sampai satu titik kesimpulan bahwa berbeda itu tidak identik dengan bertentangan – selama perbedaan itu bergerak menuju kebenaran – dan Islam adalah satu dalam keragaman.



DAFTAR PUSTAKA

Dr. Jaih Mubarak, pengantar Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 2000, Bandung
Al-Mansur, Asep Saifuddin, Kedudukan Mazhab dalam Syari’at Islam, Jakarta: Pustaka Al-Hhsna, 1984.
Sirry, Mun’im, Sejarah Fiqh Islam, Islamabat: Risalah Bush, 1995.
Hasan, M. Ali, Perbandingan Mazhab, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Khallaf, Abdul Wahhab, Tarikh Tasyri’ Islam, Solo: Ramadhani, 1991.
Mahjuddin, Ilmu Fiqih, Jember: GBI Pasuruan, 1991.
Philip, Ameanah Bilah, Asal-Usul dan Perkembangan Fiqh. Bandung: Nusa           Media, 2005.
Rosyada, Dede, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: Raja Grafindo  Persada, 1996.
Syafi’i, Rahmat, Usul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 1998.
Zuhri, Muh, Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Post a Comment for "Hukum newton tentang gerak"