Jasa orang tua kepada anaknya
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Di
dunia ini sering dijumpai anak-anak yang tidak berbakti kepada orangtuanya.
Mereka sering menyalahkan orangtuanya karena mereka menganggap bahwa
orangtuanya tidak memberikan cinta kasih dan perhatian yang penuh kepada mereka.
Mereka selalu menuntut cinta kasih dan perhatian dari orangtuanya karena mereka
menganggap bahwa cinta kasih dan perhatian itu wajib diberikan oleh orangtua
kepada mereka. Mereka tidak menyadari bahwa anak yang baik tidak menuntut cinta kasih dan perhatian,
tetapi melakukan kewajibannya dengan baik.
Anak-anak
yang selalu menuntut agar orangtuanya dapat menjadi manusia yang sempurna dalam
berbagai hal, Anak-anak selalu menuntut agar orangtuanya berkelakuan baik dan
bertutur kata ramah, tanpa pernah mengoreksi dirinya sendiri. Anak-anak selalu
melihat sifat-sifat buruk yang dimilikinya oleh orangtuanya, tanpa pernah
menyadari bahwa orangtuanya yang belum mencapai kesucian itu masih dapat
berbuat salah. Anak-anak selalu mencela dan membenci orangtuanya jika
orangtuanya berbuat salah. Tanpa pernah berusaha memberitahu kesalahan
orangtuanya dengan cara yang bijaksana. Anak-anak tidak pernah menyadari bahwa
orangtuanya dapat berwatak keras itu sesungguhnya karena pengalaman masa
lalunya. Anak-anak tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya tidak mudah untuk
merubah sifat dan watak orangtuanya yang keras itu. Anak-anak tidak pernah
menyadari bahwa jika mereka tidak dapat merubah sifat dan watak orangtuanya
yang keras itu, maka seharusnyalah mereka merubah pikirannya sendiri.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
jasa atau pengorbanan orang tua kepada anak?
2.
Bagaimana
bakti anak kepada orang tua?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
JASA ATAU PENGORBANAN ORANG TUA
KEPADA ANAK
Tidak
dapat dipungkiri bahwa kehidupan manusia didunia ini tidak terlepas dari jasa
dan pengorbanan orangtuanya. Pengorbanan orangtua telah diberikan sejak ibu
mengandung, melahirkan, sampai anak-anaknya dewasa dan menikah, bahkan sampai
orangtua meninggal dunia. Orangtua selalu berkorban untuk anak-anaknya, paling
tidak dengan pemikiran kehidupan anak-anaknya[1].
Pada
saat ibu mengandung badannya seolah-olah menjadi seberat gunung. Selama
mengandung, ibunya merasakan kesusahan setiap kali bangun tidur, seolah-olah
mengangkat beban yang berat. Sepanjang hari, ibu terasa mengantuk dan lamban.
Seperti orang sakit parah, ibu tidak mampu menelan makanan dan minuman dengan
baik. Setiap hari ibu selalu gelisah memikirkan anaknya yang akan lahir, apakah
cacat atau normal. Ibu juga khawatir dan takut akan kematian. Setelah sepuluh
bulan berlalu, ibu menderita berbagai macam kesakitan waktu melahirkan. Ibu
mempertaruhkan kehidupannya sendiri pada saat melahirkan anaknya. Darah ibu
mengalir laksana darah seekor domba yang mengucur ketika disembelih. Ibu sangat
letih dalam badan dan pikiran. Namun, ketika mendengar bahwa anaknya terlahir
normal dan sehat, ia dipenuhi dengan kegembiraan yang melimpah. Tetapi sesudah
itu, kesedihan datang kembali, karena rasa sakit kembali menyerang tubuhnya
untuk beberapa waktu lamanya.
Setelah
anak lahir, ibu menggendongnya dan memberikan air susu yang merupakan darahnya
sendiri. Ibu mengasuh anaknya dengan penuh kasih sayang. Ibu membersihkan
kotoran anaknya tanpa merasa jijik. Ibu dan juga ayah menjaga anaknya siang dan
malam. Mereka tidak pernah tidur nyenyak, karena selalu diganggu oleh tangis
anaknya. Mereka tidak pernah memikirkan rasa laparnya, tetapi mereka selalu
mengusahakan agar anaknya mendapat makanan dan minuman yang cukup.
Ibu
dan ayah selalu mencintai dan berusaha membahagiakan anak-anaknya. Mereka
selaku berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Dengan rela, mereka
menderita untuk kepentingan anak-anaknya. Mereka, terutama ayah, berusaha
bekerja keras mencari uang untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Mereka
berusaha memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada
anak-anaknya, sehingga kelak anak-anaknya dapat bekerja sendiri. Orangtua
memikirkan anak-anaknya. Orangtua ikut bersuka cita akan kebahagiaan
anak-anaknya dan turut berduka akan kesulitan anak-anaknya. Bila anak bekerja
berat, orangtuanya merasa sedih. Bila anak bepergian jauh, orangtua merasa
khawatir akan keadaan anaknya. Dari pagi hingga malam, hati mereka selalu
bersama anak-anaknya. Mereka selalu berdoa agar anak-anaknya selamat sejahtera,
dan bahagia dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Orangtua
tidak pernah merasa bosan untuk mendidik dan membimbing anak-anaknya. Mereka
mengajarkan sila atau kelakuan bermoral kepada anak-anaknya, dengan harapan
agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi manusia yang bermoral baik. Mereka
berusaha menumbuhkan malu berbuat jahat dan takut akan akibat
perbuatan jahat dalam diri anak-anaknya. Mereka berusaha menanamkan ajaran
cinta kasih, kerelaan memberi, menghormati yang lebih tua, toleransi, sopan
santun, mempunyai tanggung jawab, dan lain-lain.
Terdapat lima kewajiban orangtua
terhadap anak-anaknya, yaitu :
1.
Mencegah
anaknya berbuat jahat.
2.
Menganjurkan
anaknya berbuat baik
3.
Melatih
anaknya untuk dapat bekerja sendiri
4.
Mempersiapkan
pasangan yang sesuai bagi anaknya.
5.
Memberikan
warisan pada waktu yang tepat.
B.
BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA
Jasa
orangtua amat besar dan sulit terbalas oleh anak-anaknya selama hidupnya. Anak-anak amat berhutang budi kepada
orangtuanya. Tanpa kasih sayang dan pengorbanan orangtua, anak-anak tidak
mungkin dapat hidup bahagia. Oleh sebab itu, anak-anak berbakti kepada orangtuanya. Anak-anak merasa gembira dan bahagia bila berkumpul
dengan orangtuanya. Anak-anak berlaku
baik dan sopan terhadap orangtuanya[2].
Anak–anak berusaha melakukan kewajibannya sebagai anak
dengan sebaik-baiknya. Macam-macam kewajiban anak kepada orangtuanya, yaitu,
1. Merawat dan menunjang kehidupan
orangtuanya terutama dihari tua mereka.
Anak-anak merawat dan menunjang kehidupan orangtuanya
yang telah tua dengan hati yang tulus ikhlas. Anak-anak menanyakan kesehatan orangtuanya. Jika sakit,
anak-anak mengajak orangtuanya berobat
ke dokter, membantu meminumkan obat, menghiburnya, dan sebagainya.
Anak-anak membawakan makanan dan minuman
yang enak bagi orangtuanya. Anak-anak
menyempatkan diri untuk menemani orangtuanya.
Anak-anak menyediakan tempat tinggal yang layak bagi
orangtuanya yang ingin menginap. Anak-anaknya tidak patut menolak kedatangan
orangtuanya yang ingin menginap. Anak-anak tidak patut saling melempar tanggung
jawab diantara mereka dalam hal merawat dan menampung orangtuanya. Seharusnya
anak berbahagia jika orangtuanya memilih tinggal di rumahnya, karena anak
tersebut mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membalas kebaikan orangtuanya.
Anak yang berbakti tidak akan menempatkan orangtuanya di rumah jompo, walaupun
dengan alasan orangtuanya lebih senang karena banyak teman.
2. Membantu menyelesaikan urusan-urusan
orangtuanya.
Setiap manusia yang hidup di dunia
ini pasti mempunyai barbagai masalah, termasuk orangtua kita. Anak-anak berusaha membebaskan orangtuanya dari
berbagai masalah dan kekhawatiran. Anak-anak
menanyakan masalah-masalah yang dihadapi oleh orangtuanya dengan lemah
lembut. Kemudian, anak-anak berusaha menghibur orangtuanya dengan mengatakan
bahwa semua masalah pasti dapat terpecahkan. Tidak ada problem yang tidak
terselesaikan. Tidak ada kesulitan yang tidak ada akhirnya. Selanjutnya,
anak-anak berusaha membantu memecahkan masalah-masalah orangtuanya tersebut.
3. Menjaga nama baik dan kehormatan
keluarganya.
Anak-anak bertutur kata sopan dan
berkelakuan baik. Anak-anak menjalankan kehidupan sehari-hari, yang berarti
berusaha menghindari kejahatan. Anak-anak
berusaha menambah kebaikan dengan berdana dan lain-lain. Anak-anak
berusaha membersihkan pikirannya dari keserakahan, kebencian. Anak-anak
berusaha mengembangkan nilai-nilai spiritual dalam batinnya; melatih diri untuk
menjadi baik; melatih kesabaran, toleransi, simpati, rendah hati, ramah, jujur,
bijaksana, dan memiliki kesederhanaan. Dengan mempraktekkan ajaran-ajaran Sang
Buddha dalan kehidupan sehari-hari, anak tersebut telah dapat menjaga nama baik
dan kehormatan keluarga.
4. Mempertahankan kekayaan keluarga,
tidak menghambur-hamburkan harta orangtua dengan sia-sia.
Hasil
jerih payah orangtua selama hidup merupakan harta warisan yang perlu di jaga agar
dapat membawa manfaat. Anak-anak harus memanfaatkan harta tersebut dangan
sebaik-baiknya untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
5. Mendoakan orangtuanya yang telah
meninggal dunia.
Setelah
orangtua meninggal dunia, anak-anak patut mendoakan orang tuanya yang telah
meninggal dunia tersebut. Agar Allah menjauhan dari azab kubur terhadap orang
tua. Doa anak yang saleh cepat Allah terima dan kabulkan.
Itulah
lima kewajiban yang dilakukan oleh anak
kepada orangtuanya. Anak-anak berbakti kepada
orangtua ketika masih hidup, karena itu akan lebih besar manfaatnya jika
dibandingkan setelah orangtua meninggal dunia. Anak-anak berusaha menyempatkan diri di antara
kesibukan-kesibukannya untuk mengunjungi dan memperhatikan orangtuanya. Jika
anak-anak membutuhkan cinta dan perhatian dari orangtuanya, maka sesungguhnya
orangtua juga membutuhkan cinta dan perhatian dari anak-anaknya. Dalam
masyarakat kadang-kadang terjadi bahwa anak-anak yang sudah menikah mendapat
banyak rintangan ketika ingin berbakti kepada orangtuanya. Anak laki-laki yang
sudah menikah mungkin diancam oleh isterinya sedemikian rupa, sehingga ia takut
dan mengikuti segala keinginan isterinya untuk tidak membantu dan memperhatikan
orangtuanya[3].
Hal
ini dapat pula terjadi terhadap anak-anak perempuan yang sudah menikah. Ia
dilarang oleh suaminya untuk berhubungan dengan orangtuanya. Ia dilarang untuk
membantu orangtuanya yang kadang-kadang memang sedang dalam kesulitan. Ia tidak
didukung oleh suaminya ketika ingin berbakti kepada orangtuanya, bahkan ia
dikritik dan dicela. Akhirnya, ia akan menjadi ragu dan bimbang, dan kemudian
berhenti berbakti kepada orangtuanya. Sebab, ia tidak memiliki keberanian untuk
merealisasikan niat baiknya itu. Ia menyadari semua tindakannya yang keliru setelah
orangtuanya meninggal dunia. Ia menyesal, tetapi terlambat. Yang ia dapat
lakukan kemudian adalah pelimpahan jasa atau pattidana.
Sesungguhnya,
anak-anak yang baik akan tetap berbakti kepada orangtuanya walaupun orangtuanya
berwatak keras dan berkelakuan buruk. Anak-anak yang baik akan menyadari
kebenaran hukum karma, bahwa ia bisa mempunyai orangtua yang berwatak keras dan
berkelakuan buruk itu juga disebabkan oleh karma lalunya yang kurang baik.
Anak-anak yang baik tidak akan mencela dan membenci orangtuanya yang berbuat
salah, karena ia menyadari bahwa orangtuanya yang belum mencapai kesucian itu
masih bisa berbuat salah. Anak-anak yang baik tidak akan menganiaya atau
membunuh orangtuanya yang mencaci makinya, karena ia memiliki hiri dan ottappa.
Anak-anak yang baik akan dapat menerima kenyataan bahwa orangtuanya memiliki
kekurangan-kekurangan. Anak-anak yang baik akan memberikan maaf kepada
orangtuanya yang melakukan kesalahan-kesalahan. Selanjutnya, anak-anak yang
baik akan berusaha melihat sifat-sifat baik yang dimiliki oleh orangtuanya, dan
berusaha menyayangi orangtuanya dengan sepenuh hati, serta membimbing
orangtuanya ke jalan yang benar dengan cara yang bijaksana.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pada
saat ibu mengandung badannya seolah-olah menjadi seberat gunung. Selama
mengandung, ibunya merasakan kesusahan setiap kali bangun tidur, seolah-olah
mengangkat beban yang berat. Sepanjang hari, ibu terasa mengantuk dan lamban.
Seperti orang sakit parah, ibu tidak mampu menelan makanan dan minuman dengan
baik. Setiap hari ibu selalu gelisah memikirkan anaknya yang akan lahir, apakah
cacat atau normal. Ibu juga khawatir dan takut akan kematian. Setelah sepuluh
bulan berlalu, ibu menderita berbagai macam kesakitan waktu melahirkan.
Ibu
mempertaruhkan kehidupannya sendiri pada saat melahirkan anaknya. Darah ibu
mengalir laksana darah seekor domba yang mengucur ketika disembelih. Ibu sangat
letih dalam badan dan pikiran. Namun, ketika mendengar bahwa anaknya terlahir
normal dan sehat, ia dipenuhi dengan kegembiraan yang melimpah. Tetapi sesudah
itu, kesedihan datang kembali, karena rasa sakit kembali menyerang tubuhnya
untuk beberapa waktu lamanya.
B.
SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka
penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Quthb, Sayyid. 2004.Tafsir Fi
Zhalali qur’an jilid 10 (Jakarta
: Gema Insani)
Depag RI, Al-Qur’an Bayan. 2009 (Depok :
Al-Qur’an Terkemuka)
Post a Comment for "Jasa orang tua kepada anaknya"