Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pemikiran khawarij dan mujiah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kehidupan memang tidak luput dari setiap permasalahan. Dalam Islam sendiri mulai sejak dahulu di zaman Rasulullah SAW sampai sekarang memiliki permasalahan. Setelah wafatnya Rasulullah SAW mulai timbul banyaknya pergejolakan yang timbul dalam kalangan umat. Setiap Pemerintah atau Khalifah yang berkuasa berusaha untuk meminimalisir dari pemberontakan tersebut. Dari gejolak yang timbul dari umat menimbulkan berbagai firqoh (kaum) dalam kalangan umat Islam sendiri. Seperti kaum Syiah, kaum Khawarij, kaum Mu’tazilah, kaum Qadariyah, kaum Jabariyah, dan kaum Murji’ah. Dari hal ini membuat umat sendiri menjadi terpecah belah dalam pemikiran tentang Islam. Sehaingga hal inilah yang memicu timbulnya dari “Teologi Islam”.
Dalam konteks historis lahirnya Murjiah pada akhir abad pertama Hijrah pada saat Ibukota kerajaan Islam dari Madinah pindah ke Kuffah kemudian pindah lagi ke Damaskus. Ini dipicunya adanya pergejolakan yang timbul dalam politik imamah atau khilafat pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan yang kemudian berkelanjutan pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib RA. Sehingga pada tragedi terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan RA yang dilakukan oleh Abdullah bin Salam menjadi pembuka yang dinyatakan kaum Muslimin membuka bencana baginya yang tidak akan tetutup sampai hari Kiamat.
Setiap Aliran yang lahir memiliki pemikiran tersendiri dalam berperndapat yang mana menjadi pegangan tersendiri dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan, baik itu dari kaum Syiah sampai kepada kaum Murji’ah. Dalam kesempatan ini kami mencoba menjabarkan tentang Aliran dari Murji’ah yang merupakan aliran yang ada dalam salah satu aliran dari aliran-aliran yang lahir sejak masa para sahabat Rasulullah SAW.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian khawarij?
2.      Apakah pengertian murji’ah?
3.      Bagaimana pemikiran khawarij dam murji’ah?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Khawarij
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Menurut Ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani,  bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang telah disepakati para jama’ah, baik ia keluar pada masa khulafaurrasyidin, atau pada masa tabi’in secara baik-baik. Berdasarkan etimilogis pula, Khawarij juga berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat islam.
Sedangkan yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/aliran/kelompok pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak kesepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase atau tahkim dalam perang shiffin pada tahun 37 H\648 M, dengan kelompok bughat atau pemberontak muawiyah bin abi Sufyan perihal persengketaan khalifah. Kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah yang sah yang telah dibai’at mayoritas ulama’ islam, sementara muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah.  Lagipula menurut penglihatan khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, akan tetapi karena Ali menerima permintaan damai muawiyah yang licuk itu, maka kemenangan yang hampir diperoleh pun musnah.
Pengikut Khawarij, pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Kehidupannya di padang pasir yang serba tandus, menyebabkan mereka bersifat sederhana, baik dalam cara hidup maupun dalam cara berfikir. Namun, sebenarnya mereka keras hati, berani, bersikap merdeka, tidak bergantung kepada orang lain, dan cenderung radikal. Karena watak keras yang dimiliki oleh mereka itulah, maka dalam berfikir dan memahami agama mereka pun berpandangan sangat keras[1].
Pada masa-masa perkembangan awal Islam, persoalan-persoalan politik memang tidak bisa dipisahkan dengan persoalan-persoalan teologis. Sekalipun pada masa-masa Rasulullah masih hidup, setiap persoalan tersebut bisa diselesaikan tanpa memunculkan perbedaan pendapat yang berkepanjangan di kalangan para sahabat. Setelah Rasulullah wafat, dan memulainya penyebaran Islam ke seluruh pelosok jazirah Arab dan luar Arab persoalan-persoalan baru pun bermunculan di berbagai tempat dengan bentuk yang berbeda-beda pula. Sehingga, munculnya perbedaan pandangan di kalangan ummat Islam tidak bisa dihindari.

Adapun pengaruh-pengaruh dari aliran Khawarij :
a.       Pengaruh Negatif :
§  Seseorang yang menganut ajaran ini akan selalu menentang dan tidak sependapat, ketika salah satu paham berbeda dengan Al-Qur’an.
§  Akan sering terjadinya hukuman mati, karena setiap orang yang bertindak salah, dianggap kafir dan orang yang kafir halal untuk dibunuh.
§  Semua orang akan takut untuk bertindak, karena takut akan melakukan kesalahan.
b.      Pengaruh Positif :
§  Cara pemilihan pemimpin dengan cara demokratis, tidak bersifat egois yang memilih keturunannya.
§  Setiap orang akan lebih meningkatkan ibadahnya, karena orang yang meninggalkan ibadah sholat akan dinyatakan kafir.

Adapun tokoh-tokohnya sebagai berikut:
1.      Abdullah bin Wahab al-Rasyidi, pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di Harura, pimpinan Khawarij pertama
2.      Urwah bin Hudair
3.      Mustarid bin sa’ad
4.      Hausarah al-Asadi
5.      Quraib bin Maruah
6.      Nafi’ bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
7.      Abdullah bin Basyir
8.      Zubair bin Ali
9.      Qathari bin Fujaah
10.  Abd al-Rabih
11.  Abd al Karim bin ajrad
12.  Zaid bin Asfar
13.  Abdullah bin ibad
14.  Abdullah ibn ka’wa (al muhakkimah al ula)
15.  Najdah ibn ‘amir al hanafiy (al najdat al ‘aziriyah)
16.  Abdul karim ibn ajrad (al ajaridah)
17.  Zaid ibn al asfar (al sufriyah)

B.     Pengertian Murji’ah
Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’amengandung pula arti memberi pengharapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pangampunan dan rahmat Allah SWT. Selain itu arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu Murji’ah  artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Mu’awiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
Murji’ah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya “kafir mengkafirkan” terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal ini dilakukan oleh aliran Khawarij. Aliran ini menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu dihadapan Tuhan, karena hanya Tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar, masih dianggap mukmin dihadapan mereka.
Rohison Anwar dan Abdul Razak, dalam bukunya mengatakan bahwa ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Kelompok ini diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah danKhawarij[2].
Dilain pihak, gagasan irja’ diperkirakan muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang dibawa oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiah sekitar pada tahun 695M. Dalam teori ini dikisahkan bahwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah dunia islam dikoyak oleh pertikaian sipil karna telah terjadi perpecahan umat. Menanggapi hal ini Al-Hasan kemudian memberikan sikap politik sebagai upaya penanggulangan perpecahan uma islam tersebut, sehingga kemudian ia mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang dibawa oleh Al-Mukhtar, yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari kaum Khawarij yang menolak kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan dari pendosa.
Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukan lah tahkim atas usulan Amr bin Asy, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Pada saat itu kelompok ali terpecah menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok yang mendukung dan menentang Ali.  Kelompok yang menentang Ali pada akhirnya keluar dan membentuk sebuah kelompok bernama Murji’ah. Golongan yang keluar dari barisan Ali ini menganggap bahwa keputusan tahkim tidak berdasarkan hukum Allah, melainkan bertentangan dengan Al-Qur’an. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir. Pendapat ini ditentang oleh sekelompok sahabat yang kemudian disebut dengan Murji’ah, yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah Allah akan mengampuninya atau tidak.

Adapun pengaruh-pengaruh aliran murji’ah sebagai berikut:
Pengaruh negatif:
§  Aliran Murji’ah meyakini bahwa suatu perbuatan (amal) tidak mempengaruhi keimanan seseorang, sehingga banyak orang menyatakan yang penting “hatinya”, dan perbuatan maksiat yang dilakukannya tersebut seakan-akan tidak mempengaruhi keimanan di hatinya.
§  Aliran Murji’ah menyamakan antara orang yang shalih dengan yang tidak, dan orang yang istiqamah di atas agama Allah dengan orang yang fasik. Sebab menurut mereka, amal shalih tidak mempengaruhi keimanan seseorang, sebagaimana juga perbuatan maksiat tidak mempengaruhi keimanan.
§  Menghilangkan unsur jihad fi sabilillâh dan amar ma`ruf nahi mungkar.
§  Munculnya pemikiran Murji’ah ini telah menyebabkan banyak hukum-hukum Islam menjadi hilang, sehingga menjadi penyebab hilangnya syari’at. Pemikiran mereka juga telah merusak keindahan Islam, sehingga menjadi penyebab manusia berpaling dan tidak mengagungkan syari’at Allah.
§  Pemikiran Murji’ah membuka pintu bagi orang-orang yang rusak membuat kerusakan dalam agama, dan merasa tidak terikat dengan perintah dan larangan syari’at. Sehingga akan memperbesar kerusakan dan kemaksiatan di tengah kaum Muslimin. Bahkan akhirnya sangat mungkin mereka membuat melakukan perbuatan kekufuran dan kesyirikan, dengan alasan bahwa hal itu merupakan amalan, dan tidak merasa bisa menyebabkan imannya menjadi berkurang atau hilang. Na’udzubillâhi min-zhalik.

Pengaruh positif :
§  Aliran ini salah satunya yaitu golongan ini memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah SWT.

Tokoh-tokoh aliran murjiah
§  Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, adalah penggagas pendirian aliran murjiah.
§  Jahm ibn abi safyan (al-jahmiyah)
§  Yunus ibn ‘aun al-namiri (al-yunusiyah)
§  Ubaid al-muktaib (al-ubaidiyah)
§  Gasan al-kufi (al-gasaniyah)
§  Abu sauban al-murji’I (as-saubaniyah)
§  Mu’az al-tumani (at-tumaniyah)
§  Abu hasan al-shalihi (ash-shalihiyah)
§  Husein ibn Muhammad al-najar (an-najariyah)
§  Muhammad ibn karram (al-karamah)

C.    Pemikiran Kaum Khawarij dan Murji’ah
Pemikiran Kaum Khawarij
Bila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori: politik, teologi, dan social. Kategori doktrin politik membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala Negara (khalifah), doktrin tersebut[3]:
1.      Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam,
2.      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat,
3.      Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkuta bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman,
4.      Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya, utsman r.a. dianggap telah menyeleweng.
5.      Khalifah Ali adalah sah, tetapi terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng,
6.      Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap telah mmenyeleweng,
7.      Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga kafir.
Menurut pandangan Khawarij, bahwa keimanan itu tidak diperlukan jika masyarakat dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Namun demikian, karena pada umumnya manusia tidak bisa memecahkan masalahnya, kaum Khawarij mewajibkan semua manusia untuk berpegang kepada keimanan, apakah dalam berfikir, maupun dalam segala perbuatannya. Apabila segala tindakannya itu tidak didasarkan kepada keimanan, maka konsekwensinya dihukumkan kafir.
Dengan mengutip beberapa ayat Al-Quran, mereka berusaha untuk mempropagandakan pemikiran-pemikiran politis yang berimplikasi teologis itu, sebagaimana tercermin di bawah ini :
1.      Mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar; sedangkan Usman dan Ali, juga orang-orang yang ikut dalam “Perang Unta”, dipandang telah berdosa.
2.      Dosa dalam pandangan mereka sama dengan kekufuran. Mereka mengkafirkan setiap pelaku dosa besar apabila ia tidak bertobat. Dari sinilah muncul term “kafir” dalam faham kaum Khawarij.
3.      Khalifah tidak sah, kecuali melalui pemilihan bebas diantara kaum muslimin. Oleh karenanya, mereka menolak pandangan bahwa khalifah harus dari suku Quraisy.
4.      Ketaatan kepada khalifah adalah wajib, selama berada pada jalan keadilan dan kebaikan. Jika menyimpang, wajib diperangi dan bahkan dibunuhnya.
5.      Mereka menerima Alquran sebagai salah satu sumber diantara sumber-sumber hukum Islam.
6.      Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Ustman) adalah sah, tetapi setelah tahun ke-7 kekhalifahannya Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng.
7.      Khalifah Ali adalah sah, tetapi setelah terjadi arbitras (tahkim) ia dianggap telah menyeleweng.
8.      Mu’awiyah dan Amr bin Al-Asy dan Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir.
Kaum Khawarij juga memiliki pandangan atau pemikiran (doktrin-doktrin) dalam bidang sosial yang berorientasi pada teologi, sebagaimana tercermin dalam pemikiran-pemikiran sebagai berikut:
1.      seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim, sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis lagi, mereka menganggap seorang muslim bisa menjadi kafir apabila tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,
2.      Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka, bila tidak ia wajib diperangi karena dianggap hidup di negara musuh, sedangkan golongan mereka dianggap berada dalam negeri islam,
3.      Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng,
4.      Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk kedalam surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk neraka),
5.      Amar ma’ruf nahi munkar,
6.      Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan,
7.      Qur’an adalah makhluk,
8.      Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat mutasyabihat (samar).
Dari ketiga doktrin tersebut, doktrin sentral aliran Khawarij adalah terletak pada bidang politik. Hal ini terbukti bahwa mereka memiliki pemikiran yang radikal dalam bidang politik. Namun, dari sifat yang radikal tersebut membuat mereka menjadi fanatik dalam manjalankan agama. Sehingga dapat dikatakan bahwa orang Khawarij adalah orang yang bersifat keras dalam menjalankan ajaran agama. dapat diasumsikan pula bahwa orang Khawarij cenderung berwatak tekstualis yang menjadikan mereka menjadi bersifat fundamentalis. Namun berbeda pada pemikiran di bidang sosial, pemikiran yang cenderung bersifat tekstual dan fundamentalis cenderung tidak terasa. Jika teologis seperti ini benar-benar merupakan pemikiran Khawarij, maka dapat dismpulkan bahwa kaum ini adalah kaum yang berasal dari orang yang baik-baik. Hanya saja keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas yang pendapat dan pemikirannya diabaikan bahkan dikucilkan oleh para penguasa yang membuat mereka menjadi bersikap ekstrim.

Pemikiran kaum murji’ah
Rohison dan Abdul Rozak dalam bukunya mengatakan bahwa ajaran pokok murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja yang banyak diaplikasikan kedalam bidang politik dan teoligi. Dalam bidang politik kaum Murji’ah banyak dikenal sebagai The Queietists (kelompok bungkam) karena sikap netral mereka pada permasalahan politik dan sikap mereka yang selalu diam dalam persoalan politik. Sedangkan dalam bidang teologi, pemikiran mereka cenderung mengacu kepada permasalahan iman, kufur, dosa besar, dosa ringan, tauhid, tafsir Al-Qur’an, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi, ada yang kafir di generasi awal islam, tobat, hakekat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan tuhan[4].
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut :
1.      Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskan di akherat kelak.
2.      Penangguhan Ali untuk menduduki rangking ke empat dalam peringkat ­Al-Khalifa Ar-Rasyidin.
3.      Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
4.      Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.
Sementara itu Harun Nasution menyebutkan, bahwa Murji’ah memiliki empat ajaran pokok, yaitu :
1.      Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2.      Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3.      Meletakkan (pentingnya) iman dari amal.
4.      Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara itu, Abu ‘A’ la Al-Maududimenyebutkan dua doktrin pokok ajarran murji’ah, yaitu:
1.      Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
2.      Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, menusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam akidah tauhid.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Menurut Ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani,  bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang telah disepakati para jama’ah, baik ia keluar pada masa khulafaurrasyidin, atau pada masa tabi’in secara baik-baik. Berdasarkan etimilogis pula, Khawarij juga berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat islam.
Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’amengandung pula arti memberi pengharapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pangampunan dan rahmat Allah SWT. Selain itu arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu Murji’ah  artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Mu’awiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.





DAFTAR PUSTAKA

Abbas,  Sirajuddin, I’tiqad Ahlussunnah wal jama’ah Jakarta: Radarjaya Offset, 2008.
Abdat, Abdul Hakim bin Amir, Keshahihan Hadits Iftiraqul Ummah, Firqah-firqah Sesat di dalam Islam, Aqidah Salaf Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Jakarta: Pustaka Imam Muslim, 2005.
Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia , 1998.
Anwar, Rosihon dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2000
Mulyono dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/kalam, Malang: UIN-Maliki Press, 2010.
Nasir, A. Salihun, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: CV. Rajawali, 1991.
Rosihon Anwar, Abdul Rozak dan Maman Abdu Djalel, Ilmu Kalam Bandung: CV Pustaka Setia, 2006.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia 2006.
Wardani, Efistemologi Kalam Abad Pertengahan, Yogyakarta: LkiS, 2003.






[1] Rosihon Anwar, Abdul Rozak dan Maman Abdu Djalel, Ilmu Kalam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006). Hal. 49
[2] Salihun A. Nasir, pengantar ilmu kalam, (Jakarta: CV. Rajawali, 1991) hal. 95-96.
[3] Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah wal jama;ah (Jakarta: Radarjaya Offset, 2008) hal. 170.
[4] Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia , 1998) hal. 162.

Post a Comment for "Pemikiran khawarij dan mujiah"