Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan bidang kemiskinan dan kesejahteraan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
            Penduduk adalah orang atau sekelompok orang yang tinggal di suatu tempat. Adapun yang dimaksud penduduk Indonesia adalah orang-orang yang menetap di Indonesia. Berdasarkan publikasi dari Badan  Pusat Statistik (BPS), hasil sensus pada tahun 2000 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 202,9 juta jiwa. Dilihat dari jumlah penduduk yang demikian banyaknya, Indonesia menduduki urutan  keempat sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Penduduk merupakan modal dasar dalam pembangunan, tapi dari sisi lain juga bisa menjadi beban oleh negara untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk yang besar mempunyai dampak terhadap proses dan hasil usaha pembangunan. Jumlah penduduk yang besar tersebut apabila mampu berperan sebagai tenaga kerja yang berkualitas akan merupakan modal pembangunan yang besar dan akan sangat menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan di segala bidang.
            Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan dan keragaman alam serta budaya yang luar biasa. Tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk tinggi, yakni sekitar 1,98% per tahun.
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dapat dikatakan kompleks karena banyak faktor yang mempengaruhi dan menyebabkannya hal tersebut terjadi. Faktor tersebut dapat dapat dari faktor internal yaitu dari diri seseorang itu sendiri atau dari faktor eksternal yaitu lingkungan, pendidikan, keluarga, masyarakat dll. Beberapa faktor penyebab kemiskinan lainnya adalah pertumbuhan ekonomi lokal dan global yang rendah, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan stabilitas politik yang tidak kondusif. Kemiskinan jelas memberikan dampak negatif bagi masyarakat, lingkungan, dan orang-orang yang berada dalam kemiskinan.

B.     Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka penulis mendapat tugas untuk menguraikan masalah dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Pembangunan Bidang Kemiskinan Dan Kesejahteraan”.

C.    Tujuan Penulisan
1.      Menguraikan penyabab masalah pertumbuhan penduduk
2.      Menguraikan konsep dan defenisi kemiskinan serta penyebab kemiskinan
4.      Menguraikan Fenomena Pertumbuhan Penduduk di kaji dengan Issu Terkini






BAB II
TEORI

A.    Konsep dan Definisi Kemiskinan
            Menurut BPS (2010) penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.

B.     Ukuran Kemiskinan
            BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin (PM). Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari GKM dan GKNM. Sedangkan Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang. Seseorang yang memiliki pendapatan kurang dari US$ 1,25 per hari dan US$ 2 per hari masuk dalam kategori miskin (worldbank, 2009).

C.    Penyebab Kemiskinan
            Menurut Todaro dan Smith (2006), kemiskinan yang terjadi di negara-negara berkembang akibat dari interaksi antara 6 karakteristik berikut:
1.      Tingkat pendapatan nasional negara-negara berkembang terbilang rendah, dan laju pertumbuhan ekonominya tergolong lambat.
2.      Pendapatan perkapita negara-negara Dunia Ketiga juga masih rendah dan pertumbuhannya amat sangat lambat, bahkan ada beberapa yang mengalami stagnasi
3.      Distribusi pendapatan amat sangat timpang atau sangat tidak merata
4.      Mayoritas penduduk di negara-negara Dunia Ketiga harus hidup dibawah tekanan kemiskinan absolut.
5.      Fasilitas dan pelayanan kesehatan buruk dan sangat terbatas, kekurangan gizi dan banyaknya wabah penyakit sehingga tingkat kematian bayi di negara-negara Dunia Ketiga sepuluh kali lebih tinggi dibanding dengan yang ada di negara maju.
6.      Fasilitas pendidikan di kebanyakan negara-negara berkembang maupun isi kurikulumnya relatif masih kurang relevan maupun kurang memadai.
            Ukuran kemiskinan yang sering digunakan untuk melihat fenomena kemiskinan disuatu daerah adalah insiden kemiskinan. Insiden kemiskinan dapat diartikan sebagai persentase penduduk yang memiliki pendapatan (atau proksi pendapatan) kurang dari jumlah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup. Walaupun demikian, kemiskinan memiliki banyak dimensi selain dimensi pendapatan. Dimensi lain kemiskinan dapat dilihat dari peluang memperoleh kesehatan dan umur panjang, peluang memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan lain-lain. Intinya adalah kemiskinan sangat terkait dengan sempitnya kesempatan seseorang dalam menentukan pilihan-pilihannya dalam hidup.
            Jika kemiskinan berkaitan dengan semakin sempitnya kesempatan yang dimiliki, maka pembangunan manusia adalah sebaliknya. Konsep pembangunan manusia adalah memperluas pilihan manusia (enlarging choice) terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan kemampuan daya beli. Dengan hubungan yang berkebalikan tersebut, suatu daerah dengan kualitas pembangunan manusia yang baik idealnya memiliki persentase penduduk miskin yang rendah (IPM, 2007).
            Menurut teori Malthus (dalam Todaro dan Smith, 2006) pertumbuhan penduduk yang pesat pada suatu negara akan menyebabkan terjadinya kemiskinan kronis. Malthus melukiskan suatu kecenderungan universal bahwa jumlah populasi di suatu negara akan meningkat sangat cepat menurut deret ukur. Sementara itu, karena adanya proses pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap, yaitu tanah, maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung. Karena pertumbuhan pengadaan pangan tidak dapat berpacu secara memadai atau mengimbangi kecepatan pertambahan penduduk, maka pendapatan perkapita (dalam masyarakat agraris, pendapatan perkapita diartikan sebagai produksi pangan perkapita) cenderung terus mengalami penurunan sampai sedemikian rendahnya sehingga segenap populasi harus bertahan pada kondisi sedikit di atas tingkat subsisten.
            Menurut Samuelson dan Nordhaus (1997), penyebab dan terjadinya penduduk miskin di negara yang berpenghasilan rendah adalah karena dua hal pokok yaitu rendahnya tingkat kesehatan dan gizi, dan lambatnya perbaikan mutu pendidikan.
            Oleh karena itu, upaya pertama yang dilakukan pemerintah adalah melakukan pemberantasan penyakit, perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan mutu pendidikan, pemberantasan buta huruf, dan peningkatan keterampilan penduduknya. Kelima hal itu adalah upaya untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM).
            Apabila hal-hal tersebut dapat dilakukan dengan segera, maka penduduk dapat menggunakan modal dengan lebih efektif, menyerap teknologi baru dan belajar dari kesalahannya. Apabila ini ditunjang dengan penyediaan fasilitas umum yang memadai, maka akan segera dapat mengentaskan kemiskinan. Oleh karena itu, tingkat pendidikan (termasuk keterampilan), tingkat kesehatan yang rendah dan terbatasnya fasilitas umum merupakan penyebab dari adanya kemiskinan.
            Bank Dunia (World Bank) mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dari perspektif akses dari individu terhadap sejumlah aset yang penting dalam menunjang kehidupan, yakni aset dasar kehidupan (misalnya kesehatan dan ketrampilan/pengetahuan), aset alam (misalnya tanah pertanian atau lahan olahan), aset fisik (misalnya modal, sarana produksi dan infrastruktur), aset keuangan (misalnya kredit bank dan pinjaman lainnya) dan aset sosial (misalnya jaminan sosial dan hak-hak politik). Ketiadaan akses dari satu atau lebih dari aset-aset diatas adalah penyebab seseorang jatuh terjerembab kedalam kemiskinan.

D.    Pertumbuhan Ekonomi
            Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur prestasi ekonomi suatu negara. Dalam kegiatan ekonomi sebenarnya, pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi fisik. Beberapa perkembangan ekonomi fisik yang terjadi di suatu negara adalah pertambahan produksi barang dan jasa, dan perkembangan infrastruktur. Semua hal tersebut biasanya diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara dalam periode tertentu.
Menurut Todaro dan Smith (2006), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu :
1.      Akumulasi modal termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (human resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung yang kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa mendatang. Investasi juga harus disertai dengan investasi infrastruktur, yakni berupa jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas komunikasi, demi menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia dapat meningkatkan kualitas modal manusia, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi mengingat terus bertambahnya jumlah manusia. Pendidikan formal, program pendidikan dan pelatihan kerja perlu lebih diefektifkan untuk mencetak tenaga-tenaga terdidik dan sumber daya manusia yang terampil.
2.      Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angka kerja (labor force) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya.
3.      Kemajuan Teknologi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional. Ada 3 klasifikasi kemajuan teknologi, yakni :
a.       Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama.
b.      Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labor saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau input modal yang sama
c.       Kemajuan teknologi yang meningkatkan modal, terjadi jika penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara lebih produktif.
            Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Badan Pusat Statistik (BPS) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.

E.     Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan
            Menurut Kuznet (Tulus Tambunan, 2001), pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Selanjutnya menurut penelitian Deni Tisna (2008) menyatakan bahwa PDRB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan.
            Siregar (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya (sufficient condition) ialah bahwa pertumbuhan tersebut efektif dalam mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth with equity). Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja (pertanian atau sektor yang padat karya). Adapun secara tidak langsung, hal itu berarti diperlukan peran pemerintah yang cukup efektif meredistribusi manfaat pertumbuhan yang boleh jadi didapatkan dari sektor modern seperti jasa dan manufaktur.

F.     Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Kesejahteraan
            Jumlah penduduk yang besar dalam hal ini, selain membuat kerugian, juga ada keuntungannya, dengan pertumbuhan penduduk rakyat jadi makin bisa saling bersosialisai, bermusyawarah, dan bersilahturahmi memprkuat kerukunan dan kesatua. Dan hubungannya dengan kesejahteraan banyak, seperti halnya, dengan adanya pertumbuhan penduduk, jadi semakin banyak orang-orang baru yang memiliki kelebihannya masing-masing, terutama dalam HAL IT/Teknologi dengan orang-orang ini kita dapat hidup sejahtera, knpa demikian, dengan adanya orang yang baru, yang memiliki inovasi dan menciptakan sesuatu yang baru, kita dapat merasakannya, dan juga dapat memperdayakan SDM yang ada dengan cara kita latih agar bisa seperti orang-orang baru tersebut.
          Jadi pada dasarnya hubungan Pertumbuhan Penduduk terhadap Kesejahteraan sangat bagus dan banyak keterkaitannya diantaranya :
1.      Dengan adanya SDM baru yang muda, berprestasi pula dapat mengajarkan orang-orang yang terdahulu/ jadul/ yang belum mengerti akan teknologi
2.      Dengan Membuat lapangan pekerjaan yang baru, untuk para org yang membutuhkan pekerjaan/ tidak tidak dapat melanjutkan sekolah.
3.      Dengan saling bergotong-royong bersama-sama saling bahu membahu untuk bisa menjaga persatuan dan kesatuan negara kita.
4.      Adanya saling bantu bila mengalami musibah.
5.      Saling menjada keamanan lingkungan masing-masing.
6.      Dan semakin banyak manusia yang bisa memikirkan sodara-sodara kita yang kesusahan, agar sama-sama bisa maju.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
      Kesimpulannya adalah bahwa pertumbuhan penduduk berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, mortilitas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat sasaran.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk :
1.      Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan mengurangi jumlah angka kelahiran.
2.      Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi.
B.     Saran
Usaha yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi ledakan penduduk
 antara lain :
1. Memperluas lapangan kerja melalui industrialisasi
2. Melaksanakan program Keluarga Berencana (KB)
3. Meningkatkan produksi pangan sesuai kebutuhan penduduk.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Data dan Informasi Kemiskinan berbagai tahun. Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta.
Ekonomi dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di Indonesia tahun 2003-2004. Kumpulan skripsi UNDIP: Semarang.
Siregar, H. 2006. Perbaikan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi: Mendorong Investasi dan menciptakan lapangan Kerja. Jurnal Ekonomi Politik dan Keuangan, INDEF. Jakarta
Siregar, H. dan Dwi Wahyuniarti. 2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin.
Todaro, Michael dan Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. Penterjemah: Drs. Haris Munandar, MA; Puji A.L, SE


Post a Comment for "Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan bidang kemiskinan dan kesejahteraan"