Pengolahan limbah tumbuhan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pada
saat ini salah satu penyebab masalah lingkungan hidup adalah limbah, tetapi
timbulnya limbah tersebut tidak dapat dihindarkan, karena limbah adalah salah
satu hasil dari kegiatan. Dalam kehidupan kita sehari-hari, terkait kemasan
makanan yang kita beli, dulu sebelum tahun 1980-an makanan tersebut dibungkus
dengan daun pisang, setelah tahun 1980-an mulai digunakan kertas berplastik,
menjelang tahun 2000-an makanan dikemas dengan styrofoam.
Peningkatan
limbah berbanding lurus dengan konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan
peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu, masalah limbah tidak habis-habisnya
dipersoalkan dan dicari solusi penanganannya. Masalah lingkungan itu timbul
akibat pembuangan limbah yang sembarangan yang akan mengganggu kesehatan, merusak
lingkungan hidup serta kenyamanan hidup kita, oleh karena itu kita harus
menanganinya.
B.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui jenis-jenis sampah
2.
Untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang sampah
3.
Untuk mengetahui cara mengolah
sampah
4.
Mencoba menganalisis dan memecahkan
masalah tentang sampah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Limbah
Menurut Undang-undang Republik Indonesia
(UU RI) No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH), definisi limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Definisi
secara umum, limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu
kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,
pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu,
cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun
atau berbahaya dan dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah
B3).
Semakin meningkat kegiatan manusia,
semakin banyak pula limbah yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu peraturan
yang mengikat secara hukum terkait dengan limbah dan pengelolaannya. UU No 32
Tahun 2009 sudah memuat aturan segala sesuatu yang terkait limbah tersebut.
Aturan itu menyangkut apa yang diperbolehkan, dilarang dan sanksi hukumnya. UU
no 32/2009 ini merupakan penyempurnaan dari UU sebelumnya yaitu UU No 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disamping itu, sudah
ada UU yang lebih khusus lagi yaitu UU no 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.
B.
Jenis-Jenis
Sampah Organik
Sampah
organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan,
Sampah organik sendiri dibagi menjadi :
·
Sampah organik basah.
Istilah sampah organik basah
dimaksudkan sampah mempunyai kandungan air
yang cukup tinggi. Contohnya kulit buah dan sisa sayuran.
·
Sampah organik kering.
Sementara bahan yang termasuk sampah
organik kering adalah bahan organik lain yang kandungan airnya kecil. Contoh
sampah organik kering di antaranya kertas, kayu atau ranting pohon, dan
dedaunan kering.
C.
Prinsip
Pengolahan Sampah
Berikut
adalah prinsip-prinsip yang bisa diterapkan dalam pengolahan sampah.
Prinsip-prinsip ini dikenal dengan nama 4R, yaitu:
·
Mengurangi (bahasa Inggris: reduce)
Sebisa mungkin meminimalisasi barang
atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material,
semakin banyak sampah yang dihasilkan.
·
Menggunakan kembali (bahasa Inggris:
reuse)
Sebisa mungkin pilihlah
barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang
sekali pakai, buang (bahasa Inggris: disposable).
·
Mendaur ulang (bahasa Inggris:
recycle)
Sebisa mungkin, barang-barang yang
sudah tidak berguna didaur ulang lagi. Tidak semua barang bisa didaur ulang,
tetapi saat ini sudah banyak industri tidak resmi (bahasa Inggris: informal)
dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
·
Mengganti (bahasa Inggris: replace)
Teliti barang yang kita pakai
sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan
barang yang lebih tahan lama.
D.
Alternatif
Pengelolaan Sampah
Untuk
menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan
alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif yang
sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah lingkungan.
Malahan alternatif-alternatif tersebut harus bisa menangani semua permasalahan
pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali
ke ekonomi masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap
sumberdaya alam. Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan
sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru. Daripada
mengasumsikan bahwa masyarakat akan menghasilkan jumlah sampah yang terus
meningkat, minimisasi sampah harus dijadikan prioritas utama.
Sampah yang
dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang
secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur
seperti yang ada saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang
produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut.
Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah.
Pembuangan
sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin
masih bisa dimanfaatkan lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi/
mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa di daur-ulang dan racun dapat
menghancurkan kegunaan dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan
alur limbah yang berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang
tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai
dengan sistem daur-ulang atau tahapan penghapusan penggunaan.
Program-program
sampah kota harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak
mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Terutama program-program di
negara-negara berkembang seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program
yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi
fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau
pemulung) merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang
ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam
sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh sukses adalah
zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu sistem pengumpulan dan
daur-ulang sampah yang mampu mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang
terkumpul dan mempekerjakan 40,000 orang.
Secara umum,
di negara Utara atau di negara Selatan, sistem untuk penanganan sampah organik
merupakan komponen-komponen terpenting dari suatu sistem penanganan sampah
kota. Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan
dengan cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan
nutirisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang
masih bisa didaur-ulang tidak terkontaminasi, yang juga merupakan kunci
ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah
menciptakan lebih banyak pekerjaan per ton sampah dibandingkan dengan kegiatan
lain, dan menghasilkan suatu aliran material yang dapat mensuplai industri.
Melalui
proses dekomposisi terjadi proses daur ulang unsur hara secara alamiah. Hara
yang terkandung dalam bahan atau benda-benda organik yang telah mati, dengan
bantuan mikroba (jasad renik), seperti bakteri dan jamur, akan terurai menjadi
hara yang lebih sederhana dengan bantuan manusia maka produk akhirnya adalah
kompos (compost).
Setiap bahan
organik, bahan-bahan hayati yang telah mati, akan mengalami proses dekomposisi
atau pelapukan. Daun-daun yang gugur ke tanah, batang atau ranting yang patah,
bangkai hewan, kotoran hewan, sisa makanan, dan lain sebagainya, semuanya akan
mengalami proses dekomposisi kemudian hancur menjadi seperti tanah berwarna
coklat-kehitaman. Wujudnya semula tidak dikenal lagi. Melalui proses
dekomposisi terjadi proses daur ulang unsur hara secara alamiah. Hara yang
terkandung dalam bahan atau benda-benda organik yang telah mati, dengan bantuan
mikroba (jasad renik), seperti bakteri dan jamur, akan terurai menjadi hara
yang lebih sederhana dengan bantuan manusia maka produk akhirnya adalah kompos
(compost).
Pengomposan
didefinisikan sebagai proses biokimiawi yang melibatkan jasad renik sebagai
agensia (perantara) yang merombak bahan organik menjadi bahan yang mirip dengan
humus. Hasil perombakan tersebut disebut kompos. Kompos biasanya dimanfaatkan
sebagai pupuk dan pembenah tanah.
Kompos dan
pengomposan (composting) sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Berbagai
sumber mencatat bahwa penggunaan kompos sebagai pupuk telah dimulai sejak 1000
tahun sebelum Nabi Musa. Tercatat juga bahwa pada zaman Kerajaan Babylonia dan
kekaisaran China, kompos dan teknologi pengomposan sudah berkembang cukup
pesat.
Namun
demikian, perkembangan teknologi industri telah menciptakan ketergantungan
pertanian terhadap pupuk kimia buatan pabrik sehingga membuat orang melupakan
kompos. Padahal kompos memiliki keunggulan-keunggulan lain yang tidak dapat
digantikan oleh pupuk kimiawi, yaitu kompos mampu: • Mengurangi kepekatan dan
kepadatan tanah sehingga memudahkan perkembangan akar dan kemampuannya dalam
penyerapan hara. • Meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air sehingga
tanah dapat menyimpan air lebih ama dan mencegah terjadinya kekeringan pada
tanah.• Menahan erosi tanah sehingga mengurangi pencucian hara. • Menciptakan
kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan jasad penghuni tanah seperti cacing dan
mikroba tanah yang sangat berguna bagi kesuburan tanah.
Proses
pembuatan kompos/ pupuk organik dari sampah pasar dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Pengumpulan
Sampah dan Pemilahan Sampah
Sampah dikumpulkan dari dalam pasar
dan ditampung di ruang penampungan. Di tempat ini sampah non organik dipisahkan
dengan sampah organik. Karena sebagian besar sampah pasar Bunder adalah sampah
organik, tahapan ini bisa dilakukan secara manual.
Gambar
proses pengumpulan dan pemilahan sampah
2.
Pencacahan Sampah
Sampah
organik yang sudah terpisah dengan sampah non organik selanjutnya dicacah
dengan menggunakan mesin pencacah. Tujuan dari pencacahan ini adalah untuk
memperkecil dan menyeragamkan bahan baku kompos sehingga mempermudah proses
fermentasi. Bila di anggap terlalu basah, sampah yang telah di cacah dapat di
press lagi untuk mengurangi kadar air.
Gambar pencacahan sampah organik
3. Penyiapan
Aktivator (PROMI)
Untuk mempercepat proses pengomposan
kita menggunakan activator PROMI dari Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia. Untuk setiap 1 Ton sampah mentah di butuhkan 1 kg PROMI.
Saat musim kemarau dimana sampah pasar relatif kering Promi
tersebut dicampurkan bersama 20 liter air dan 1 liter tetes tebu. Namun di
musim penghujan dimana kadar air sampah dari pasar cukup tinggi maka PROMI di
campurkan dengan pasir atau tanah kering. Kalo perlu sampah yang akan di olah
di press dulu.
Gambar PROMI
4. Pencampuran
PROMI di dalam Bak Pengomposan
Selanjutnya sampah yang telah
dicacah dicampurkan dengan PROMI dan ditampung di bak-bak pengomposan. Sampah tidak
boleh diinjak-injak, karena akan menyebabkan menjadi padat dan kandungan udara
di dalam kompos berkurang.
Gambar Proses Penyimpanan Sampah di
Bak Pengomposan
5. Pengadukan /
Pembalikan
Unit Pengolahan Sampah Pasar Bunder
dalam memproduksi kompos menggunakan system aerob / dengan udara terbuka . Jadi
3 hari setelah sampah di masukkan ke bak pengomposan kemudian di lakukan
pemeriksaan suhu kompos di dalam bak. Bila di rasa terlalu panas perlu di
lakukan proses pengadukan atau pembalikan untuk memberikan sirkulasi udara yang
bertujuan agar proses pengomposan bisa merata. Pengadukan di lakukan minimal 3
hari sekali.
Gambar proses pengadukan
6. Panen Kompos
Setelah 14 hari sampah akan berubah
warna menjadi kehitaman dan menjadi lebih lunak. Kompos sampah telah cukup
matang. Kompos selanjutnya dipanen dan dibawa ke tempat pengolahan lebih
lanjut. Di tempat ini kompos dicacah sekali lagi untuk kemudian di ayak
menggunakan saringan yang lebih kecil untuk menyeragamkan ukuran dan
mempercantik tampilan kompos.
Gambar Proses Penyaringan
7.
Pengolahan Paska Panen
Setelah
kompos yang sudah jadi di ayak, proses selanjutnya adalah memasukkan kompos ke
gudang penyimpanan sebelum di lakukan pengemasan. Selain produksi dalam bentuk
kompos curah, kompos hasil ayakan juga bisa di proses lagi menjadi pupuk
organik bentuk granular atau butiran.
Gambar kompos curah jadi
8. Proses
Membuat Pupuk Organik Granular
Untuk membuat pupuk organik
granular, kompos yang sudah di saring tadi di masukkan ke dalam mesin molen
yang berputar stasioner dengan di campur air dan kalsit sebagai bahan perekat.
Untuk membuat kompos curah menjadi bentuk granular menggunakan mesin molen
membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit dimana sekali proses bisa di hasilkan
sekitar 100kg pupuk organik granular. Pupuk organik berbentuk granular tersebut
kemudian di jemur sampe kering. Setelah kering pupuk organik granular tersebut
bisa di kemas.
Gambar Proses Pembuatan Pupuk
Granular
9. Pengemasan
Setelah itu dilakukan pengemasan
sesuai dengan permintaan konsumen. Untuk kompos curah kita kemas dalam karung
berisi 20 kg. Sedangkan untuk pupuk organik bentuk granular 1 sak/karung
berisi 25 kg. Setelah dikemas kompos dan pupuk organik granular
tersebut siap untuk di jual.
Gambar Pengemasan Pupuk
F.
KELEBIHAN MENGOLAH
SAMPAH ORGANIK
Berikut ini
beberapa manfaat pembuatan kompos menggunakan sampah rumah tangga.
1.
Mampu menyediakan pupuk organik yang
murah dan ramah lingkungan.
2.
Mengurangi tumpukan sampah organik
yang berserakan di sekitar tempat
tinggal.
3.
Membantu pengelolaan sampah secara
dini dan cepat.
4.
Menghemat biaya pengangkutan sampah
ke tempat pembuangan akhir (TPA).
5.
Mengurangi kebutuhan lahan tempat
pembuangan sampah akhir (TPA).
6.
Menyelamatkan lingkungan dari
kerusakan dan gangguan berupa bau, selokan macet, banjir, tanah longsor, serta
penyakit yang ditularkan oleh serangga dan binatang pengerat.
G.
KEKURANGAN
MENGOLAH SAMPAH ORGANIK
Setelah
menjadi pupuk kompos, pupuk siap untuk digunakan sebagai penyubur tanah. Adapun
kekurangan pupuk kompos adalah unsur hara relatif lama diserap tumbuhan,
pembuatannya lama, dan sulit dibuat dalam skala besar. Oleh karena itu untuk
mendukung peningkatan hasil-hasil pertanian diperlukan pupuk buatan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sampah
merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses.
Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada
sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak.
Sampah dapat
berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam
dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai
emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.
B.
SARAN
Cara
pengendalian sampah yang paling sederhana adalah dengan menumbuhkan kesadaran
dari dalam diri untuk tidak merusak lingkungan dengan sampah. Selain itu
diperlukan juga kontrol sosial budaya masyarakat untuk lebih menghargai
lingkungan, walaupun kadang harus dihadapkan pada mitos tertentu. Peraturan
yang tegas dari pemerintah juga sangat diharapkan karena jika tidak maka para
perusak lingkungan akan terus merusak sumber daya.
DAFTAR PUSTAKA
Artiningsih, NKA, 2008. Peran Serta Masyarakat Dalam Pengeloaan
Sampah Rumah Tangga. Semarang: Universitas Diponegoro.
Cristian. H. 2008. Modifikasi Sistem Burner. Jakarta: Universitas Indonesia.
Darto, K. A. 2007. Kisah Sukses Pengelolaan Persampahan di Berbagai Wilayah di Indonesia.
Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Faizah. 2008. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Sulistyawati E dan Ridwan N. Efektivitas Kompos Sampah Perkotaan sebagai
Pupuk Organik dalam Meningkatkan Produktivitas dan Menurunkan Biaya Produksi
Budidaya Padi. Bandung: ITB.
Post a Comment for "Pengolahan limbah tumbuhan"