Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Prospek perbankan dan korelasinya dengan ekonomi dan bisnis


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang kaya akan keberagaman, baik dalam budaya, bahasa, bahkan agama. Berdasarkan kekayaan dalam keberagaman tersebut sehingga masyarakat Indonesia layak disebut sebagai masyarakat majemuk. Dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, peranan perbankan sebagai fungsi intermediary yaitu menghimpun dan menyalurkan kembali dana dirasakan semakin penting. Adanya krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997, perbankan nasional mengalami berbagai kesulitan antara lain pembengkakan nilai dan pembayaran hutang luar negeri, melonjaknya non perfor-ming loan (NPL), negative spread, kesulitan likuiditas dan lain-lain. Oleh karena itu, pembenahan disektor perbankan dan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat baik nasional maupun internasional dipandang sebagai suatu hal yang mendesak. Sebab, sekali kepercayaan masyarakat hilang, maka dunia perbankan Indonesia akan mengalami krisis yang berkepanjangan.
Bank memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat, bukan sekedar sebagai sumber dana bagi pihak yang kekurangan dana (defisit unit) dan sebagai tempat penyimpanan uang bagi pihak yang kelebihan dana (surplus unit), tetapi memiliki fungsi-fungsi lain yang semakin meluas saat ini. Terlebih lagi karena kemajuan perekonomian dan semakin tingginya tingkat kegiatan ekonomi, telah mendorong bank untuk menciptakan produk dan layanan yang sifatnya memberi kepuasan dan kemudahan-kemudahan, seperti menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi, 
Memberikan pelayanan penyimpanan untuk barang-barang berharga, dan penawaran jasa jasa keuangan lainnya. Tentu saja keberadaannya sangat mempermudah dan memperlancar seluruh aktivitas ekonomi masyarakat dan ini menempatkan bank menjadi sebuah lembaga keuangan yang sangat strategis. Perbankan mempunyai peran yang cukup penting karena sesuai dengan fungsinya perbankan Indonesia adalah penghimpun dan penyalur dana dalam masyarakat sedangkan tujuannya adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Bank sentral di suatu negara, pada umumnya adalah sebuah instansi yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter di wilayah negara tersebut.Bank Sentral berusaha untuk menjaga stabilitas nilai mata uang, stabilitas sektor perbankan, dan sistem finansial secara keseluruhan. Di Indonesia, fungsi Bank Sentral diselenggarakan oleh BankIndonesia.
Bank Sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitasharga yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi.Bank Sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali, dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka Bank Sentral dengan menggunakan instrumen antara lain namun tidak terbatas pada base money, suku bunga, giro wajib minimum mencoba menyesuaikan jumlah uang beredar sehingga tidak berlebihan dan cukup untuk menggerakkan roda perekonomian (low/zero inflation), dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka bank sentral dengan menggunakan instrumen dan otoritas yang dimilikinya.
Pasar Uang bagi suatu Perusahaan atau lembaga-lembaga lainnya Pasar uang sudah menjadi target untuk kelancaran bisnis dan untuk mengembangkan bisnis. Seperti halnya dengan kebanyakan pasar lainnya, pasar uang dari segi tinjauan kita terdiri dari permintaan dan penawaran. Yang dimaksud dengan penawaran uang disini ialah jumlah uang yang beredar dalam masyarakat, yaitu yang terdiri dari uang kartal dan uang giral. Sedangkan yang dimaksud dengan permintaan akan uang, dilain pihak, ialah kebutuhan masyarakat akan uang tunai.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka penyusun memberikan 2 (dua) hal yang menjadi pokok bahasan atau rumusan masalah dalam tulisan ini, yaitu, pertama, untuk mengetahui bagaimana prosepek perbankan di Indonesia, kedua, melihat bagaimana koleras perbankan dengan ekonomi dan bisnis.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bank
Mengenai arti bank bisa dipastikan semua orang sudah mengerti, baik yang pernah mengenyam pendidikan di sekolah ataupun yang tidak sekolahpun pasti tahu arti umum dari bank. Meskipun tidak semua orang mempunyai tabungan di bank, tapi kata bank sering dijumpai dalam kehidupan sehari hari, seperti iklan di TV yang sering menampilkan iklan bank, atau ketika bepergian kita melihat gedung bank. Arti pendek dari bank adalah tempat menyimpan uang atau menabung, dan juga tempat untuk meminjam uang. Pada makalah ini akan dibahas mengenai pengertian bank secara lengkap, mulai asal kata bank, pengertian bank secara umum, dan pengertian bank menurut udang-undang pemerintah.
Asal dari kata bank adalah dari bahasa Italia yaitu banca yang berarti tempat penukaran uang. Secara umum pengertian bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan yang umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Sedangkan pengertian bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari pengertian bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat agar lebih senang menabung. Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut.
Dengan kata lain Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang Sedangkan menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

B.     Prospek Perbankan di Indonesia
Bank Indonesia (BI) menilai, meski pertumbuhan industri perbankan nasional terus mengalami perbaikan, namun kontribusinya dalam pembangunan ekonomi nasional masih sub-optimal alias belum memadai. Hal yang berlawanan itu terlihat pada fakta bahwa rasio total aset industri perbankan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada September 2011 beberapa taun yang lalu lalu hanya sebesar 47,2%.Di sisi lain, rasio penyaluran kredit terhadap PDB hanya 29%. Sebagai perbandingan, rasio kredit terhadap PDB di Malaysia 114%, Thailand 117%, dan Cina 131%.Selain itu, perspektif dari dunia usaha memberi gambaran yang sama, seperti hasil survei BI yang menyebutkan bahwa pangsa kredit bank dari total pembiayaan perusahaan sangat minim, yaitu untuk modal kerja (KMK) hanya 25% dan untuk investasi (KI) hanya 21%.
Sebaliknya, dana internal perusahaan (self financing) tersebut merupakan sumber utama pembiayaan perusahaan, yaitu 61% untuk investasi dan 48% untuk modal kerja.Tingginya aset industri perbankan yang belum seimbang dengan peningkatan kontribusinya terhadap perekonomian nasional terjadi karena aset perbankan yang dari perspektif makro tidak produktif, yaitu penempatan dalam instrumen moneter dan surat berharga negara (SBN).            Kepemilikan bank pada SBN adalah Rp 245,97 triliun, sementara dana bank pada instrumen moneter di SBI dan term deposit Rp 415,48 triliun. Total penempatan ini mencapai 31,4% dari total kredit yang mencapai Rp 2.106,2 triliun. Sekitar 60% dari penempatan dana bank di instrumen moneter BI dikuasai oleh 10 bank besar. Itulah yang ditengarai bahwa perbankan Indonesia masih belum efisien bekerjanya.Tingkat efisiensi industri perbankan yang masih rendah juga memberi kontribusi terhadap penetapan suku bunga kredit yang tinggi. Sebagai perbandingan, rasio BOPO perbankan di kawasan ASEAN berada pada 40-60%.Jadi, meskipun fungsi intermediasi telah berjalan cukup baik, namun ketidak efisienan perbankan melahirkan biaya ekonomi tinggi, yang secara nyata tecermin pada tingginya suku bunga kredit modal kerja (KMK), kredit investasi (KI), dan konsumsi (KK) yang masing-masing 12,09%, 11,66%, dan 13,4.Sebagai perbandingan, di Malaysia dan Filipina, suku bunga acuan mereka 3% dan 4,5%.
Sementara suku bunga kredit banknya hanya 6,5% dan 5,7%. Dalam hal ini, terdapat 13 bank Indonesia dinilai layak menjadi bank paling efisien dibandingkan dengan bank-bank lain pada kategori masing-masing. Kategori itu adalah bank asing dan campuran, bank umum swasta nasional, bank syariah dan bank pembangunan daerah (BPD), serta bank umum atau bank BUMN. Ke-13 bank terdiri atas atas dua bank BUMN, empat bank umum swasta nasional devisa, satu bank perkreditan rakyat (BPR), dua bank campuran, tiga bank asing, dan satu bank umum swasta nasional devisa syariah. Tahun ini, terjadi peningkatan jumlah bank yang masuk kategori bank efisien. Tahun lalu, bank yang tergolong efisien hanya berjumlah tujuh.Selain itu, sebaran bank yang masuk kategori efisien lebih merata yang mengindikasikan terjadi peningkatan efisiensi dalam operasional pada hampir semua kategori bank.Dari gambaran itu, yang perlu dicermati adalah konstruksi berpikir bahwa rasio kredit terhadap PDB yang rendah dinilai sebagai kegagalan bank dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Pandangan ini boleh jadi tidak sepenuhnya benar, karena kalau dilihat dari posisi loan to deposit ratio (LDR) yang berkisar 81%, maka rasio ini menggambarkan penyaluran kredit cukup besar. Bahkan beberapa bank memiliki LDR mendekati 100%.Negasi yang lain adalah bahwa yang memberikan kontribusi terhadap PDB bukan hanya sektor perbankan saja, namun juga sektor keuangan non perbankan seperti industri pasar modal, anjak piutang, leasing, asuransi dan modal ventura.
Untuk pasar modal, setiap tahun rata-rata 20 emiten baru mencatatkan sahamnya di bursa efek dengan akumulasi nilai kapitalisasi pasar berkisar Rp 10–15 triliun. Bahkan untuk 2011, konon 25 emiten baru sudah melantai di bursa.  Dengan akumulasi dana publik puluhan triliun itulah perseroan-perseroan menjalankan roda operasional usahanya.Negasi berikutnya adalah bahwa tidak sedikit pula korporasi yang karena berbagai pertimbangan tidak menggunakan dana perbankan maupun pasar modal sebagai sumber pendanaan, namun menggunakan dana miliknya sendiri (self financing) untuk mengembangkan usahanya. Kalau pun mau menghitung volume PDB, maka ini mencerminkan akumulasi perolehan nilai moneter yang dihitung dari semua jenis transaksi perdagangan produk nasional dan internasional. Tentu didalamnya merupakan kontribusi dari berbagai aspek dan sektor yang saling terkait. Jadi tidak bisa dipilah-pilah sendiri-sendiri.
Tingginya nisbah kredit terhadap PDB di beberapa negara ASEAN di atas juga disebabkan oleh regulasi setempat baik di bidang perbankan maupun non perbankan yang memberikan sokongan nyata kepada perbankan untuk agresif menyalurkan kredit. Jadi, jangan digeneralisasi kondisi regulasi di Indonesia sama dengan di negara-negara ASEAN lainnya. Ambil contoh kasus di bidang pembiayaan infrastruktur. Selama ini urusan pembebasan lahan untuk industri banyak menemui kendala sehingga kredit tidak bisa tersalurkan dengan lancar. Hal yang sama boleh jadi tidak terjadi di negara-negara ASEAN. Lebih daripada sekadar pembelaan oleh kalangan perbankan, kalau memang kontribusi perbankan dinilai belum optimal, lantas siapa yang harus bertanggung jawab? Perbankannya? Pemerintahnya? Regulatornya? Atau, sektor riilnya? Sebab, suka atau tidak suka, pemerintah, regulator atau otoritas perbankan juga memiliki andil mengapa fungsi intermediasi perbankan dinilai tidak optimal dengan mengacu kepada tolok ukur rasio kredit terhadap PDB saja? Soal suku bunga yang dikatakan tinggi, jelas ini semua karena mekanisme pasar terkait dengan hukum permintaan dan penawaran. Lagi-lagi perbandingannya dengan perbankan negara-negara ASEAN yang jumlah banknya jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah bank di Indonesia yang 121 bank. Siapa pun tahu kalau banyak pemain, maka persaingan akan ketat. Untuk memenangkan persaingan, penetapan suku bunga simpanan yang kompetitif menjadi senjata utama bank. Celakanya, dalam menggali dana publik, perbankan juga ”bersaing” secara langsung dengan pemerintah yang terus menerus menerbitkan surat negara (SUN) utang dengan tingkat imbal hasil yang tinggi. Jadilah produk tabungan dan deposito bersaing dengan SUN atau ORI. Belum lagi beberapa kementerian dalam menempatkan dana di perbankan juga melakukan ”tender” di mana dana akan ditempatkan di bank yang memberikan imbal hasil tertinggi. Jadi, mau dengan cara bagaimana lagi bank-bank harus menurunkan suku bunga kalau faktanya pasar selalu mendikte perbankan? Dikhawatirkan bank yang tidak efisien sekali pun tetap akan menarik minat pemilik dana karena mereka dinilai mampu memberikan imbal hasil atau bunga yang tinggi, padahal sejatinya bank ini tengah dalam kesulitan likuiditas.
Jadi, sungguh kasihan bagi bank-bank yang sudah berusaha meningkatkan efisiensi operasionalnya, lantas harus menurunkan bunga simpanan, namun kemudian pemilik dana akan memindahkan dananya ke bank-bank pesaing yang berani memberikan bunga simpanan sedikit lebih tinggi. Sekali lagi, inilah konsekuensi dari mekanisme pasar dengan persaingan terbuka menjadi aturan mainnya. Lantas, apakah tidak ada jalan keluar yang lain untuk menggerakkan penurunan suku bunga? Ada, yakni bank menawarkan produk dan jasa perbankannya secara paket sehingga penetapan pricing bisa menjadi lebih rendah. Model “value chain” atau “supply chain” bisa terapkan di perbankan sehingga pricing menjadi jauh lebih kompetitif. Dengan cara demikian, tercipta spirit “menang-menang” (mengambil salah satu pilar  ”Tujuh Kebiasaan Hebat” menurut Steven Covey) karena di satu sisi bank diuntungkan dan di sisi lain para nasabah juga diuntungkan. Apalagi kalau bank mampu memberikan layanan prima yang di atas standar rata-rata layanan perbankan, tentu nasabah akan loyal kepada banknya. Di samping aspek tantangan nyata yang dihadapi perbankan nasional terkait semakin muramnya wajah perekonomian dunia 2014 ini, maka prospek dan peluang yang baik pun tersedia melalui Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).MP3EI bisa menjadi faktor kunci menggenjot kredit karena kebutuhan pendanaan untuk sektor infrastruktur berskala besar amat dinantikan. Bahkan pembiayaan perbankan akan semakin tersebar karena pelaksanaan MP3EI dilakukan melalui enam koridor ekonomi dari Aceh hingga Papua.
Demikian, pusat-pusat pertumbuhan dengan potensi investasi dan industri unggulannya akan semakin memeratakan pertumbuhan ekonomi yang tidak lagi terkonsentrasi di Jawa. Yang pasti, perbaikan peringkat utang Indonesia menjadi investment grade (BBB-) dan prospek stabil perbankan yang diberikan Fitch Rating jangan sampai membuat industri perbankan terlena dalam menyalurkan kredit.Rambu-rambu penyaluran kredit yang bijak dan aman tetap harus diterapkan. Contoh, pada saat krisis 2008 perekonomian Indonesia bagus, tetapi terjadi kelengahan terhadap kondisi ekonomi global sehingga kepercayaan investor asing turun.
Belajar dari penanganan krisis moneter 1997/98 dan krisis ekonomi 2008 silam, maka kalangan perbankan nasional tetap harus hati-hati, waspada dan terus memantau perkembangan lingkungan global agar dapat melakukan langkah-langkah antisipasi secara tepat dan efektif. Lebih baik lagi jika setiap bank menyiapkan protokol manajemen krisis masing-masing untuk berjaga-jaga jika keadaan ke depannya semakin memburuk. Sebagai contoh, ketika likuiditas valas sedang seret, sebaiknya perbankan menghentikan sementara waktu pembiayaan valas dengan mengarahkan debitur meminjam dalam rupiah. Pelambatan ekonomi masih akan membayangi kinerja industri perbankan tahun depan. Pertumbuhan industri perbankan di tahun 2014 diperkirakan semakin lambat. Tahun depan, tantangan industri perbankan kian berat lantaran likuiditas semakin ketat, sementara risiko kredit bermasalah meningkat.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan, pertumbuhan kredit perbankan tahun depan hanya di kisaran 15,3%-16,6%. Angka ini jauh di bawah perkiraan pertumbuhan kredit tahun 2013 di kisaran 20,8%.Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengatakan upaya stabilisasi ekonomi yang diperkirakan masih akan berlangsung hingga 2014 menjadi alasan penurunan angka pertumbuhan kredit perbankan. Pelambatan pertumbuhan penyaluran kredit juga dipicu kenaikan suku bunga perbankan. Alih-alih agresif, bank akan bersikap konservatif. Sebagian besar bank memilih mengerem laju pertumbuhan kredit dan memasang target pertumbuhan sesuai proyeksi BI.
Mansuri, Direktur Keuangan Bank Mandiri, mengatakan rata-rata pertumbuhan kredit tiga tahun terakhir mencapai 24%. Tahun 2014, sudah saatnya pertumbuhan kredit melambat di kisaran 15%-17%. Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja, mengatakan kredit sektor konsumer seperti kredit properti dan kredit kendaraan bermotor pada tahun depan akan tersendat akibat kebijakan pengetatan loan to value (LTV) yang dirilis BI. Selain kredit melambat, bank juga menghadapi dua tantangan besar pada tahun depan. Direktur Bank Jabar Banten, Bien Subiantoro, mengatakan likuiditas yang semakin ketat menjadi tantangan utama perbankan di tahun depan. Banyak dana nasabah institusi keluar dari sistem perbankan lantaran dialihkan untuk membeli surat utang negara (SUN) demi mendongkrak yield. Alhasil, likuiditas semakin seret dan persaingan memperebutkan dana pihak ketiga (DPK) makin ketat.
Thila Nadason, Pjs Presiden Direktur Bank Internasional Indonesia (BII), mengatakan likuiditas pada tahun depan semakin ketat lantaran langkah The Federal Reserve melakukan tapering off. Alhasil, likuiditas akan kembali lari ke luar negeri. Menurut Pahala, pengetatan likuiditas sudah terlihat dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang melambat dua tahun terakhir. Sebagai gambaran, tahun 2011, penghimpunan DPK industri perbankan masih tumbuh 19%. Tahun lalu DPK cuma naik 15%. Risiko kekeringan likuiditas makin meningkat sejak BI mengerek bunga acuan (BI rate) Juni 2013 lalu. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan, pertumbuhan DPK tahun depan hanya naik 14,1%. "Bank kecil paling terpukul efek kekeringan likuiditas," kata Doddy Ariefianto, Head of Economic and Banking System Risk Division LPS. Risiko NPL meningkat Karena itu, perang suku bunga simpanan masih akan berlangsung hingga tahun depan. Bank akan berlomba menawarkan suku bunga deposito setinggi-tingginya untuk menggaet dana nasabah. Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Pengawas Perbankan, Nelson Tampubolon, mengakui likuiditas perbankan menjadi persoalan potensial tahun depan. Ia khawatir, saat kondisi ekonomi makro memburuk, bank saling menahan diri memberikan pinjaman di pasar uang antarbank (PUAB).
Untuk mengantisipasi, BI meminta perbankan aktif bertransaksi di pasar keuangan selain PUAB. BI juga menginisiasi mini master repurchase agreement (MRA) yang melibatkan delapan bank. Proyek tersebut diharapkan memicu peningkatan transaksi repo antarbank sehingga likuiditas perbankan lebih longgar. Meski begitu, bankir harus menyiapkan strategi alternatif, seperti penerbitan obligasi untuk menjaga likuiditas di 2014.Tantangan kedua yang tak kalah berat adalah risiko kenaikan kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) akibat kenaikan suku bunga kredit dan penurunan dana beli masyarakat. BI memperkirakan, NPL tahun depan bisa mencapai 2,8%-3,1%. Per Oktober 2013, NPL perbankan masih di level 1,9%. Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI, meminta perbankan meningkatkan biaya pencadangan alias provisi, mengantisipasi dampak kenaikan kredit bermasalah. Bank juga harus meningkatkan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) untuk memperkuat ketahanan permodalan saat ekonomi melemah.
Achmad Baequni, Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengakui ada potensi kenaikan NPL tahun depan meski tidak besar. BRI telah mengantisipasi dengan selektif menyalurkan kredit. "Bank harus mempelajari profil nasabah dan usaha mereka serta mengelola penyaluran kredit untuk mengendalikan NPL," kata Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP. Jadi, tahun depan bankir mesti lebih berhati-hati. Sementara itu, Pengamat Ekonomi Aviliani yang juga Sekjen Komite Ekonomi Nasional (KEN) memaparkan, tantangan dunia perbankan 2014, khususnya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia tetap tahan banting terhadap krisis. Bertolak pada krisis 2008 lalu, rupiah menyentuh angka Rp 12 ribu. Meski demikian, waktu itu Indonesia dapat bertahan dan keluar dari krisis saat itu. Yang terjadi saat ini, katanya, investasi terus menurun sementara rupiah melemah.”Itu dikarenakan barang-barang dan peralatan kita masih impor. Kebijakan Bank Indonesia sudah bagus, namun efektifi tasnya masih kurang,” ujarnya. Menurutnya, yang harus diperbaiki adalah hal fundamental. Mencontoh India, mata uang Rupee melemah, na mun mereka meiliki nilai ekspor yang bagus. Demikian Prancis yang mempertahankan modenya, Jepang mempertahankan dan fokus pada otomotif dan elektroniknya.”Jadi Indonesia impornya harus dikurangi dan ekspornya diperbanyak Pelambatan ekonomi masih akan membayangi kinerja industri perbankan tahun depan. Pertumbuhan industri perbankan di tahun 2014 diperkirakan semakin lambat. Tahun depan, tantangan industri perbankan kian berat lantaran likuiditas semakin ketat, sementara risiko kredit bermasalah meningkat. Bank Indonesia (BI) memperkirakan, pertumbuhan kredit perbankan tahun depan hanya di kisaran 15,3%-16,6%. Angka ini jauh di bawah perkiraan pertumbuhan kredit tahun 2013 di kisaran 20,8%. Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengatakan upaya stabilisasi ekonomi yang diperkirakan masih akan berlangsung hingga 2014 menjadi alasan penurunan angka pertumbuhan kredit perbankan. Pelambatan pertumbuhan penyaluran kredit juga dipicu kenaikan suku bunga perbankan.
Alih-alih agresif, bank akan bersikap konservatif. Sebagian besar bank memilih mengerem laju pertumbuhan kredit dan memasang target pertumbuhan sesuai proyeksi BI.Pahala N. Mansuri, Direktur Keuangan Bank Mandiri, mengatakan rata-rata pertumbuhan kredit tiga tahun terakhir mencapai 24%. Tahun 2014, sudah saatnya pertumbuhan kredit melambat di kisaran 15%-17%. Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja, mengatakan kredit sektor konsumer seperti kredit properti dan kredit kendaraan bermotor pada tahun depan akan tersendat akibat kebijakan pengetatan loan to value (LTV) yang dirilis BI. Selain kredit melambat, bank juga menghadapi dua tantangan besar pada tahun depan. Direktur Bank Jabar Banten, Bien Subiantoro, mengatakan likuiditas yang semakin ketat menjadi tantangan utama perbankan di tahun depan. Banyak dana nasabah institusi keluar dari sistem perbankan lantaran dialihkan untuk membeli surat utang negara (SUN) demi mendongkrak yield. Alhasil, likuiditas semakin seret dan persaingan memperebutkan dana pihak ketiga (DPK) makin ketat.
Thila Nadason, Pjs Presiden Direktur Bank Internasional Indonesia (BII), mengatakan likuiditas pada tahun depan semakin ketat lantaran langkah The Federal Reserve melakukan tapering off. Alhasil, likuiditas akan kembali lari ke luar negeri.
Menurut Pahala, pengetatan likuiditas sudah terlihat dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang melambat dua tahun terakhir. Sebagai gambaran, tahun 2011, penghimpunan DPK industri perbankan masih tumbuh 19%. Tahun lalu DPK cuma naik 15%. Risiko kekeringan likuiditas makin meningkat sejak BI mengerek bunga acuan (BI rate) Juni 2013 lalu. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan, pertumbuhan DPK tahun depan hanya naik 14,1%. "Bank kecil paling terpukul efek kekeringan likuiditas," kata Doddy Ariefianto, Head of Economic and Banking System Risk Division LPS. Risiko NPL meningkat Karena itu, perang suku bunga simpanan masih akan berlangsung hingga tahun depan. Bank akan berlomba menawarkan suku bunga deposito setinggi-tingginya untuk menggaet dana nasabah. Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Pengawas Perbankan, Nelson Tampubolon, mengakui likuiditas perbankan menjadi persoalan potensial tahun depan. Ia khawatir, saat kondisi ekonomi makro memburuk, bank saling menahan diri memberikan pinjaman di pasar uang antarbank (PUAB).
Untuk mengantisipasi, BI meminta perbankan aktif bertransaksi di pasar keuangan selain PUAB. BI juga menginisiasi mini master repurchase agreement (MRA) yang melibatkan delapan bank. Proyek tersebut diharapkan memicu peningkatan transaksi repo antarbank sehingga likuiditas perbankan lebih longgar. Meski begitu, bankir harus menyiapkan strategi alternatif, seperti penerbitan obligasi untuk menjaga likuiditas di 2014. Tantangan kedua yang tak kalah berat adalah risiko kenaikan kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) akibat kenaikan suku bunga kredit dan penurunan dana beli masyarakat. BI memperkirakan, NPL tahun depan bisa mencapai 2,8%-3,1%. Per Oktober 2013, NPL perbankan masih di level 1,9%. Mirza Adityaswara, Deputi Gubernur Senior BI, meminta perbankan meningkatkan biaya pencadangan alias provisi, mengantisipasi dampak kenaikan kredit bermasalah. Bank juga harus meningkatkan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) untuk memperkuat ketahanan permodalan saat ekonomi melemah.
Achmad Baequni, Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengakui ada potensi kenaikan NPL tahun depan meski tidak besar. BRI telah mengantisipasi dengan selektif menyalurkan kredit. "Bank harus mempelajari profil nasabah dan usaha mereka serta mengelola penyaluran kredit untuk mengendalikan NPL," kata Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP. Jadi, tahun depan bankir mesti lebih berhati-hati. Ketatnya likuiditas yang terlihat dari melambatnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dua tahun terakhir menjadi tantangan terbesar perbankan syariah pada 2014. Risiko kekeringan likuiditas makin meningkat sejak BI mengerek bunga acuan (BI Rate) pada Juni 2013. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperkirakan pertumbuhan DPK di 2014 hanya naik 14,1 persen.Perbankan syariah dengan skalanya yang relatif masih kecil serta jaringan outlet yang belum terlalu besar, tentu akan menghadapi tingkat persaingan tidak berimbang dengan bank-bank konvensional yang ukurannya besar.
Bank-bank besar, tentunya dengan kelebihan skalanya, akan lebih mudah menarik DPK dibanding bank-bank syariah yang skalanya relatif kecil. Itulah kenapa komposisi dana bank-bank besar relatif lebih baik dibanding perbankan syariah. Komposisi dana murah bank-bank besar lebih baik dibanding perbankan syariah. Kenaikan BI Rate hingga 7,5 persen akan mendorong perebutan dana, khususnya bagi bank kecil, menjadi kian ketat. Implikasinya, biaya dana menjadi kian mahal, sehingga berpotensi menaikan margin pembiayaan dan menahan laju pembiayaan. Di sisi lain, sebagai bank yang relatif baru berkembang, ketentuan terkait dengan financing to deposit ratio (FDR) sebesar 78 persen-100 persen menjadi batasan (constraint) bagi perbankan syariah untuk melakukan ekspansi pembiayaan. Kebutuhan untuk melakukan ekspansi pembiayaan di satu sisi, sedang di sisi lain menghadapi keterbatasan dana (terutama dana murah) bisa menghambat laju pertumbuhan perbankan syariah secara keseluruhan.Ketentuan FDR ini jelas memberatkan perbankan syariah yang sedang berupaya meningkatkan pembiayaan. Sulitnya memobilisasi dana, khususnya dana murah, dapat membuat mereka terpaksa menahan laju ekspansi pembiayaannya. Sebab, bila laju pembiayaan tinggi tanpa diimbangi laju pendanaan yang seimbang, akan mendorong posisi FDR mereka di atas 100 persen dari DPK. Padahal, FDR yang melebihi 100 persen belum tentu mencerminkan bank berpotensi mengalami masalah likuiditas. Bisa jadi, bank memang memiliki masalah dengan DPK, tetapi bank terkait memiliki modal yang cukup sehingga likuiditas bank tidak bermasalah.
“Saya mengusulkan agar BI atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu mempertimbangkan rasio lain yang lebih fair sebagai ukuran likuiditas,” ujar Sunarsip, Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Senin (30/12). Misalnya, dengan menggunakan financing to funding ratio (FFR) yang menggunakan total sumber pendanaan (DPK plus modal) sebagai denominator. BI atau OJK juga dapat membuat kebijakan F/LDR yang berbeda di antara kelas bank. Bank kecil dengan kemampuan mobilisasi simpanan yang relatif lebih kecil, tentunya tidak fair bila harus dituntut memenuhi ketentuan F/LDR yang sama dengan bank besar.
BI dapat membuat kebijakan F/LDR yang berbeda, misalnya berdasarkan kelompok bank menurut besarnya modal mereka. Sektor Mikro Sekalipun kondisi perekonomian 2014 tidak terlalu prospektif, perbankan syariah tetap memiliki peluang untuk tumbuh lebih baik dibanding 2013. Pembiayaan sektor mikro menjadi salah satu potensi bisnis untuk digarap selain pasar ritel dan konsumer yang selama ini telah digarap. Pembiayaan mikro juga menjadi pilihan ekspansi pembiayaan yang lebih cocok dengan situasi regulasi yang cenderung membatasi kegiatan ekspansi pembiayaan (khususnya pembiayaan besar). Ini mengingat, skala pembiayaan mikro yang kecil akan mampu diimbangi dengan pertumbuhan DPK perbankan syariah. Kesimpulannya, sekalipun berat tantangan yang dihadapi perbankan syariah di 2014, peluang untuk tumbuh tetap terbuka. Namun demikian, target mengejar pangsa pasar 5 persen dari perbankan nasional, sepertinya masih akan tertunda di 2014. Tampaknya, perbankan syariah tetap masih membutuhkan peran pemerintah dan otoritas perbankan untuk mempercepat akselerasinya

C.    Kolerasi Bank Dalam Perekonomian Indonesia
Pembangunan pada sektor keuangan khususnya perubahan struktur perbankan Indonesia diharapkan mampu meningkatkan perekonomian sebab lembaga keuangan, khususnya lembaga perbankan mempunyai peranan yang amat strategis dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara. Pada masa pemulihan ekonomi bank masih belum secara optimal melakukan fungsi utamanya sebagai intermediasi keuangan yang digambarkan oleh angka perbandingan jumlah kredit yang disalurkan dengan dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan atau lazim disebut dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan rumusan yang ada, maka dapat dikemukakan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui : pengaruh fungsi intermediasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dalam pengumpulan datanya, penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia dan Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pada hasil penelitian, peneliti menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression). Dari hasil pengolahan data atau analisis data dapat diketahui : fungsi intermediasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fungsi intermediasi perbakan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tetapi tingkat pengaruhnya besar. Sehingga dalam periode ini fungsi intermediasi perbankan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, itu terlihat saat menurunnya penyaluran kredit karena perbankan berhati-hati dalam penyaluran kredit maka pertumbuhan ekonomi megalami perlambatan. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan menambah variabel yang bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan menggunakan periode penelitian yang terbaru sehingga hasil penelitian akan lebih akurat dan relevan.

PERANAN BANK
1.      Peranan Bank di dalam negeri adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dalam arti bahwa, semua kegiatan oleh bank itu menyangkut soal uang kegiatan-kegiatan itu meliputi : adminitrasi keuangan, penggunaan uang, penampungan uang, perdagangan dan penukaran, perkreditan, kiriman uang dan pengawasan.
2.      Peranan Bank di luar negeri yaitu merupakan antara dunia international dalam lalu lintas devisa ( uang ), hubungan moneter dan perdagangan.
3.      Hubungan antara bank-bank di dalam dan di luar negeri, memungkinkan berlangsungnya impor dan ekspor, kiriman uang, kepariwisataan dan lain-lain.
Peranan bank di dalam negeri dapat dijelaskan sebagai berikut :
      Bank sebagai pembimbing masyarakat, Pembimbing di sini maksudnya agar masyarakat selalu berorientasi pada bank atau agar masyarakat menggunakan jasa perbankan di dalam pengelolaan usahanya. Bimbingan bank tersebut misalnya terdiri dari upaya mendorong hasrat menabung dari masyarakat dalam bentuk :
§  Deposito Berjangka
Gerakan tabungan dalam bentuk deposito, memberikan bimbingan kepada masyarakat agar mereka tidak menghabiskan begitu saja seluruh pendapatnya, tetapi menyisihkan sebagian pendapatannya untuk disimpan dalam bentuk Deposito Berjangka.
§  Rekening Koran Giro
Bedanya dengan penyimpanan Deposito yaitu, jika Rekening Koran Giro dapat disetor dan diambil setiap waktu dan kalau deposito pengambilannya harus menunggu tanggal jatuh temponya.
Manfaat menyimpan uang dalam rekening koran giro ialah :
a.       Pencatatan dana perusahaan menjadi lebih teratur, setiap uang yang dikeluarkan cukup dilakukan dengan cek.
b.      Pengelolaan uang tunai menjadi lebih mudah, karena tidak perlu lagi menghitung lembaran-lembaran tunai yang ada.
c.       Keamanan uang perusahaan akan lebih terjamin, karena terhindari dari bahaya pencurian, perampokan, peyalahgunaan, kebakaran dan sebagainya.
Bentuk bimbingan lainnya adalah pada proses pengambilan kredit oleh masyarakat. Dalam hal ini bank akan memberikan nasehat obyektif dan bantuan berupa kredit bagi pengusaha yang berminat. Nasehat tersebut dapat berupa penglolaan manajemen peusahaan, jumlah produksi yang optimal , jenis dan jumlah dana yang sebaiknya ditarik serta bagaimana memasarkan produk perusahaan.

D.    KORELASI PERBANKAN DENGAN BISNIS
Fungsi bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, keberadaan aset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting dijaga guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk mencegah terjadinya bank runs and panics. Kepercayaan masyarakat juga diperlukan karena bank tidak memiliki uang tunai yang cukup untuk membayar kewajiban kepada seluruh nasabahnya sekaligus, Industri perbankan di Indonesia telah mengalami masalah-masalah yang apabila diamati akar penyebabnya (root causes) adalah lemah dan tidak diterapkannya tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Hal ini menyebabkan industri perbankan tidak dapat secara berhati-hati (prudent) menyerap pertumbuhan risiko kredit dan harga domestik yang cepat berubah. Sementara itu, tidak transparannya praktik dan pengelolaan (practices and governance) suatu bank mengakibatkan badan pengawas sulit mendeteksi praktik kecurangan yang dilakukan oleh pengurus dan pejabat bank. Tantangan lain yang dihadapi bank adalah berpalingnya nasabah tradisional bank kepada sumber pembiayaan lain.
Tersedianya banyak alternatif sumber dana bagi perusahaan-perusahaan besar yaitu antara lain dari perusahaan-perusahaan modal ventura, perusahaan-perusahaan leasing, perusahaan-perusahaan hire-purchase, perusahaanperusahaan anjak piutang, perusahaan-perusahaan forfeiting, pasar uang, dan pasar modal dengan berbagai debt instrumentsnya seperti promissory notes dan obligasi serta equity instrumentnya mempertajam persaingan yang dihadapi bank. Sementara itu, larangan terhadap bank untuk melakukan kegiatan di pasar modal mempersempit kemampuan bank dalam menyalurkan dananya sehingga menjadi alasan bagi bank untuk melakukan kegiatan pada pemberian kredit yang berisiko tinggi yang pada gilirannya berakibat pada keamanan dan kesehatan industri perbankan. Masalah paling berat yang dihadapi industri perbankan dan badan pengawas bank adalah kelalaian pengurus bank serta penipuan dan penggelapan yang mereka lakukan.
Hal ini dapat dilihat dari praktik para bankir antara lain berupa besarnya kredit yang disalurkan kepada kelompok usahanya sendiri. Pemberian kredit kepada kelompok usaha sendiri tersebut sering kali tidak diiringi dengan analisis pemberian kredit yang sehat. Padahal praktik seperti ini pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai penipuan. Untuk mendapatkan dan atau mempertahankan kepercayaan masyarakat, industri perbankan harus diatur dan diawasi dengan ketat baik melalui peraturan langsung (direct regulation) maupun peraturan tidak langsung (indirect regulation). Peraturan langsung bertujuan mengurangi kewenangan pengurus bank dalam menjalankan kegiatan usaha. Bank misalnya dilarang memberikan kredit kepada suatu perusahaan melebihi prosentase tertentu dari modalnya. Sedangkan peraturan tidak langsung didasarkan pada pemberian insentif yang bertujuan mempengaruhi sikap tertentu dari pengurus bank, misalnya melalui penerapan peraturan mengenai persyaratan risk-based capital.
Beberapa prinsip dapat dijadikan landasan dalam menyusun peraturan perbankan yaitu: efisiensi, keadilan sosial, pengembangan sistem, dan pemeliharaan institusi. Tujuannya adalah untuk menciptakan perbankan yang aman dan sehat (safe and sound banking). Untuk mencapai tujuan tersebut kepada badan pengawas bank perlu diberi kewenangan luas untuk mengatur dan mengawasi industri perbankan. Kewenangan tersebut antara lain berupa kewenangan menetapkan berapa besarnya modal yang harus dimiliki, berapa besarnya pinjaman yang dapat diberikan kepada suatu perusahaan, siapa yang boleh menjadi pengurus bank dan sebagainya.
Kewenangan mengawasi diberikan dengan tujuan untuk memonitor apakah bank melakukan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perlu pula dikaji untuk memberikan kewenangan penyidikan kepada badan pengawas. Kewenangan tersebut bertujuan untuk melindungi nasabah, melindungi perekonomian dan menjaga tidak terjadinya konsentrasi bisnis. Perlindungan terhadap nasabah merupakan alasan paling dasar untuk mengawasi bank karena nasabah merupakan target yang mudah bagi pencurian oleh pengurus bank.
Perusahaan pada masa sekarang dapat dikatakan sangat memerlukan jasa-jasa dari bank, baik itu berupa pegambilan pinjaman (kredit) maupun melalui transaksi jasa pengiriman uang, penyimpanan uang dalam bentuk rekening Koran giro, inkaso, kliring dan sebagainya. Dilain pihak, bank sebagai lembaga keuangan menjual kepercayaan (kredit) dan jasa-jasa tersebut. Untuk itu bank memperoleh bunga, komisi, atau provisi dari panjualan kredit dan pemberian jasa itu. Dengan demikian bank berusaha sebanyak mungkin menarik nasabah dengan cara memperbesar dana, memperluas pemberian kredit dan jasa-jasa bank, peningkatan kualitas pelayanan dengan system pemasaran yang terpadu. Macam-macam transaksi yang sering dilakukan perusahaan
1.      Penggunaan Cek
Cek merupakan perintah pembayaran (kepada bank) dari orang yang menandatanganinya untuk membayar kepada orang yang membawanya atau orang yang namanya tersebut di atas cek itu, sejumlah uang yang tertera di atasnya.
a.       Cek Atas Unjuk
Bank akan membayar kepada siapa saja yang membawa, menunjukkan dan menguangkan cek pada bank.
b.      Cek Atas Nama
Bank akan membayar kepada orang atau badan yang namanya tertera di atas cek itu. Jika dipindahkan haknya kepada orang lain harus diberi keterangan oleh pemilik lama
c.       Cek Silang (Cross Cheque)
Cek ini dapat diuangkan dapat ditulis atas nama atau atas unjuk. Cek ini deberi tanda dua garis paralel di ujung atas sebelah kiri dan biasanya di ke dua garis itu dibubuhi tulisanœ”Hanya untuk disetorkan”.
d.      Cek atas nama atau si pembawa
Bank akan memperlakukan cek semacam ini sebagai cek atas unjuk biasa, tetapi apabila sebutan œAtau si pembawa dicoret, maka cek ini berlaku atas nama.
e.       Cek yang diberi tanggal kemudian (Post dated cheque)
Yaitu cek yang bertanggal maju, atau tanggal menulisnya lebih muda dari tanggal menguangkannya.


f.       Cek kosong
Adalah penggunaan suatu cek ke bank yang tidak didukung oleh adanya dana yang cukup. Tentu saja cek ini akan ditolak penguangannya oleh bank sebab, sifat penarikannya tidak benar.
g.      Cek Berpergian (Traveller’s Cheque)
Cek ini bermanfaat bagi orang-orang yang berpergian. Di lingkungan tertentu seperti hotel, biro perjalanan dan ain-lain, maka cek ini mendapat kepercayaan penuh. Dalam hal ini travellers cheque itu menduduki fungsi sebagai uang kertas bank (uang kartal).
h.      Cek yang difiat (Certifed Cheque)
Yaitu sebuah cek yang dijamin oleh bank untuk tanda tangan dan kecukupan dananya.

2.      Rekening Koran Giro
Giro yaitu simpanan dari pihak ke tiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
Rekening koran adalah laporan yang diberikan Bank setiap bulan kepada pemegang rekening Giro yang berisikan informasi tentang transaksi yang dilakukan oleh bank terhadap rekening tersebut selama satu bulan dansaldo Kas di Bank. Laporan ini sering dijadikan tumbal oleh akuntan untuk melindung keterlambatan mereka dalam menyusun laporan keuangan dan kita tahu laporan rekening koran dapat diterima diatas tanggal 15 setiap bulannya. Apapun alasannya laporan keuangan suatu perusahaan adalah berdasarkan catatan yang dilakukan oleh perusahaan. Dan adanya perbedaan antara catatan yang dilakukan perusahaan dengan yang dilaporkan bank adalah masalah lain.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat agar lebih senang menabung. Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut.
Dengan kata lain Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang Sedangkan menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

B.     Saran
Kiranya perlu penulis sampaikan beberapa saran kepada pembaca berkaitan dengan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, meskipun mungkin sederhana namun setidaknya dapat dijadikan input ataupun pertimbangan bagi pembaca sekalian yaitu kita harus memanfaatkan semaksimal keberadaan perbankan, sebab fungsi dan perannya sangat membantu dan penting dalam stabilitas perekonomian, produktifitas barang maupun jasa dari setiap perusahaan maupun perorangan. Tetapi kita juga harus mengerti setiap syarat yang di berikan lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank sehingga kita bisa merasakan manfaat positifnya dari lembaga keuangan tersebut, sebab setiap lembaga keuangan memiliki berbagai jenis dan syarat yang berbeda-bedap 


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M. Faisal. 2005.” Manajemen Perbankan, Teknik Analisis Kinerja Kuangan Bank”. Malang: Universitas muhammadyah malang
Mishkin S. Frederic. 2005.”Ekonomi Uang Perbankan, dan Pasar Keuangan”. Jakarta: Salemba Empat.
Arthesa, Ade dan Edia Handiman. 2006. “Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank”. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.




Post a Comment for "Prospek perbankan dan korelasinya dengan ekonomi dan bisnis"