Puisi
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Puisi merupakan salah satu bentuk
karya sastra yang paling menarik tetapi pelik. Sebagai salah satu jenis sastra,
puisi merupakan pernyataan sastra yang paling utama. Segala unsur seni sastra
mengental dalam puisi. Puisi mengandung karya estetis yang bermakna,
mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, merangsang panca indra
dalam susunan yang berirama. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi
pengalaman manusia yang digubah dalam wujud yang paling berkesan. Puisi dapat
membuat kita tertawa, menangis, tersenyum, berfikir, merenung, terharu bahkan
emosi dan marah.
Sampai sekarang, puisi selalu
mengikat hati dan digemari oleh semua lapisan masyarakat karena keindahan dan
keunikannya. Oleh karena kemajuan masyarakat dari masa kemasa selalu meningkat,
maka corak, sifat dan bentuk puisi pun selalu berubah, mengikuti perkembangan
selera, konsep estetika yang selalu berubah dan kemajuan intelektual yang
selalu meningkat.
B. Rumusan
Masalah
1.
Menjelaskan Pengertian Puisi
2.
Menjelaskan unsur-unsur Puisi Lama
3.
Menjelaskan ragam dan jenis puisi
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Puisi
Secara
etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya
berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry
yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan,
1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat
atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang
mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau
yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam,
orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat
menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon
Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya
dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
1.
Samuel Taylor Coleridge
mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya,
misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat
berhubungannya, dan sebagainya.
2.
Carlyle mengatakan bahwa puisi
merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu
memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata
disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu
seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
3.
Wordsworth mempunyai gagasan
bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang
direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih
merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
4.
Dunton berpendapat bahwa
sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik
dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan
citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan
kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta
berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara
teratur).
5.
Shelley mengemukakan bahwa
puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja
peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat
seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan
karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang
paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran,
namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7)
menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang
puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide,
nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan
perasaan yang bercampur-baur.
B. Unsur-Unsur Puisi
Adapun
secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur,
yaitu struktur batin dan struktur fisik. Struktur
batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal
sebagai berikut.
1.
Tema/makna (sense); media
puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka
puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
2.
Rasa (feeling), yaitu sikap
penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan
tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi
penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas
sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis,
dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi
suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima,
gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada
wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar
belakang sosiologis dan psikologisnya.
3.
Nada (tone), yaitu sikap
penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa.
Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama
dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada
pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
4.
Amanat/tujuan/maksud
(itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan
puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi,
maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi,
adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat
puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.
Perwajahan puisi (tipografi),
yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi
kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat
menentukan pemaknaan terhadap puisi.
2.
Diksi, yaitu pemilihan
kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah
bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka
kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi
erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
3.
Imaji, yaitu kata atau susunan
kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan,
pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara
(auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji
taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan
merasakan seperti apa yang dialami penyair.
4.
Kata kongkret, yaitu kata yang
dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini
berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju:
melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa”
dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
5.
Bahasa figuratif, yaitu bahasa
berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi
tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi
prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo,
1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara
lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme,
repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire,
pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
6.
Versifikasi, yaitu menyangkut
rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal,
tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap
bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2)
bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal,
sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan
sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah
tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol
dalam pembacaan puisi.
C. Ragam dan Jenis
Puisi
1.
Berdasarkan Zaman
Menurut
zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.
PUISI LAMA
Ciri-ciri
puisi lama:
·
Merupakan puisi rakyat yang
tak dikenal nama pengarangnya.
·
Disampaikan lewat mulut ke
mulut, jadi merupakan sastra lisan.
·
Sangat terikat oleh
aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Yang termasuk puisi lama adalah:
·
Mantra adalah
ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
·
Pantun adalah puisi yang
bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12
suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi.
Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi,
agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
·
Karmina adalah pantun
kilat seperti pantun tetapi pendek.
·
Seloka adalah pantun
berkait.
·
Gurindam adalah puisi
yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
·
Syair adalah puisi yang
bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi
nasihat atau cerita.
·
Talibun adalah pantun
genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
PUISI BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi
jumlah baris, suku kata, maupun rima. Menurut isinya, puisi baru dibedakan
atas:
·
Balada adalah puisi
berisi kisah/cerita.
·
Himne adalah puisi pujaan
untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
·
Ode adalah puisi
sanjungan untuk orang yang berjasa.
·
Epigram adalah puisi yang
berisi tuntunan/ajaran hidup.
·
Romance adalah puisi yang
berisi luapan perasaan cinta kasih.
·
Elegi adalah puisi yang
berisi ratap tangis/kesedihan.
·
Satire adalah puisi yang
berisi sindiran/kritik.
2.
Berdasarkan Sudut Pandang
Penulis
a.
Puisi Naratif, Lirik, dan
Deskriptif
Klasifikasi puisi ini berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau
gagasan yang hendak disampaikan.
§
Puisi Narataif
Puisi
naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Ada puisi naratif yang
sederhana, ada yang sugestif, dan ada yang kompleks. Puisi-puisi naratif,
misalnya: epik, romansa, balada, dan syair.
§
Puisi Lirik
Dalam puisi lirik penyair mengungkapkan aku lirik atau gagasan pribadinya.
Ia tidak bercerita. Jenis puisi lirik misalnya: elegi, ode, dan serenada.
§
Puisi Deskriptif.
Didepan
telah dinyatakan bahwa dalam puisi deskriptif, penyair bertindak sebagai
pemberi kesan terhadap keadaan / peristiwa, benda, atau suasana dipandang
menarik perhatian penyair. Jenis puisi yang dapat diklasifikasikan dalam puisi
deskriptif, misalnya puisi satire, kritik sosial, dan puisi-puisi
impresionitik.
b.
Puisi Kamar dan Puisi
Auditorium
Puisi Kamar
ialah Puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua pendengar
saja di dalam kamar.
Puisi
Auditorium adalah Puisi yang cocok dibaca di auditorium, di mimbar yang jumlah
pendengarnya dapat ratusan orang.
c.
Puisi Fisikal, Platonik, dan
Metafisikal
Puisi
Fisikal adalah Puisi bersifat realistis, artinya menggambarkan kenyataan apa
adanya. Yang dilukiskan adalah kenyataan dan bukan gagasan. Hal-hal yang
didengar, dilihat, atau dirasakan merupakan obyek ciptaannya.
Puisi
Platonik adalah Puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual
atau kejiwaan. Dapat dibandingkan dengan istilah 'Cinta Platonis' yang berarti
cinta tanpa nafsu jasmaniah.
Puisi
Metafisikal adalah Puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca
merenungkan kehidupan dan merenungkan Tuhan. Puisi religius disatu pihak dapat
dinyatakan puisi platonic (menggambarkan ide atau gagasan penyair), dilain
pihak dapat disebut sebagai puisi metafisik (menagjak pembaca merenungkan
hidup, kehidupan, dan Tuhan), karya-karya mistik Hamzah Fansuri seperti Syair Dagang,
Syair Perahu, dan Syair Si Burung Pingai dapat dipandang sebagai puisi
metafisikal.
d.
Puisi Subyektif dan Puisi
Obyektif
Puisi
Subyektif disebut juga Puisi Personal, yakni puisi yang mengungkapkan gagasan,
pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair sendiri.
Puisi
Obyektif berarti Puisi yang mengungkapkan hal-hal diluar diri penyair itu
sendiri. Puisi obyektif disebut juga puisi impersonal. Puisi naratif dan
deskriptif kebanyakan adalah puisi obyektif, meskipun juga ada beberapa yang
subyektif.
e.
Puisi Konkret
Puisi
konkret, yakni puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahan bentuk
dari sudut pandang (poem for the eye).
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara etimologis istilah puisi
berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk,
pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun,
menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata tersebut
menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat
tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan.
Menurut zamannya puisi di bagi
menjadi 2 (dua), yaitu : puisi lama dan puisi baru. Puisi lama merupakan
puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Puisi baru adalah puisi bentuknya lebih
bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
B. Saran
Saya hanya bisa menyarankan agar
mempelajari dan memakai sebuah puisi bukan karena tuntuan tugas atau hal lain,
melainkan karena panggilan jiwa yang merasa butuh akan amanat yang terkandung
dalam sebuah puisi.
DAFTAR PUSTAKA
Agni, Binar.
2009. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta: Hi-Fest Publishing.
Arifin,
Zaenal E. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akedemika
Pressindo.
Endraswara,
Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media
Presinfo.
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/home-sastra-teater-penaku-pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra/
Mahayana,
Maman S. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta:PT. Raja
Grafindo persada
Post a Comment for "Puisi "