Agen Sosialisasi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Keluarga
merupakan unit sosial terkecil yang ada dalam masyarakat. Dalam keluarga proses
sosialisasi pertama kali dilakukan. Apa yang di anggap baik dan benar dalam
sebuah masyarakat akan di ajarkan oleh orang tua kepada anaknya sehingga akan
mempengaruhi kepribadiannya di masa mendatang.
Proses
pembentukan kepribadian seseorang akan berbeda satu sama lain tergantung dari
pola sosialisasi yang di anut oleh masyarakatnya. Walaupun demikian, setiap
masyarakat mempunyai pola-pola prilaku umum yang membatasi prilaku individu
berdasarkan kepribadiannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian agen sosialisasi?
2.
Bagaimana macam-macam agen
sosialisasi?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Agen Sosialisasi
Agen sosialisasi
adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen
sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan
lembaga pendidikan sekolah. Pesan-pesan yang disampaikan oleh agen sosialisasi
satu sama lain berlainan dan tidak selamanya sejalan. Apa yang diajarkan
keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang
diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan
untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang
(narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya
atau media massa.
Proses sosialisasi
akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen
sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama
lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam
situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
1.
KELUARGA (KINSHIP)
Dalam keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak
adalah keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri atas
orang tua, saudara-saudara, serta mungkin kerabat dekat yang tinggal serumah.
Keluarga merupakan media sosialisasi yang pertama dan utama atau yang sering
dikenal dengan istilah media sosialisasi primer. Melalui keluarga, anak
mengenal dunianya dan pola pergaulan sehari-hari. Arti pentingnya keluarga
sebagai media sosialisasi primer bagi anak terletak pada pentingnya kemampuan
yang diajarkan pada tahap ini. Orang tua umumnya mencurahkan perhatian untuk
mendidik anak agar memperoleh dasar-dasar pergaulan hidup yang benar dan baik
melalui penanaman disiplin, kebebasan, dan penyerasian.
Proses sosialisasi awal ini di mulai dengan proses
belajar menyesuaikan diri dan mengikuti setiap apa yang diajarkan oleh orang –
orang dilingkungan keluarganya.
Di dalam keluarga, orang tua mencurahkan perhatian untuk mendidika anak agar
anak memperoleh dasar – dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik yang
akan berpengaruh pada kepribadian yang baik pula pada si anak.
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi
meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan
tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang
menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya
menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa
keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota
keluarga inti.
Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orang yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri. Institusi Keluarga.
Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orang yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri. Institusi Keluarga.
·
Ibu bapak
menjadi “Role Model” dalam pembentukan sahsiah anak-anak.
·
Mewujudkan
persekitaran rumahtangga yang harmonis dan suasana yang selamat bagi anak-anak.
·
Ahli
keluarga sebagai penasihat atau kaunselor kepada anak-anak yang menghadapi
masalah.
·
Saling
membantu, menyokong dan bekerjasama dalam setiap aspek kehidupan.
·
Rumah adalah
sumber untuk mendapatkan kasih sayang.
·
Mendidik
anak-anak dari kecil tentang tatacara bersosial dan persekitaran
·
Membetulkan
kesalahan anak-anak.
·
Memberikan
didikan agama dan moral melalui cerita, kisah-kisah dan teladan
2.
TEMAN PERGAULAN
Teman Pada usia anak – anak, kelompok bermain disebut
juga dengan istilah Peer Group. Kelompok bermain mencakup
teman – teman, tetangga, dan kerabat. Pada usia remaja, kelompok sepermainan
berkembang menjadi kelompok persahabatan yang lebih luas. Perkemabangan
ituantara lain disebabkan bertambah luasnya ruang lingkup pergaulan remaja, baik
di sekolah maupun di luar sekolah. pergaulan (sering juga disebut teman
bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar
rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat
rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi
setelah keluarga.
Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja.
Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang
individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
Di dalam
proses ini, seorang anak berusaha mempelajari berbagai kemampuan baru.
Anak-anak berinteraksi dengan orang-orang yang seusia dengan mereka. Karena
selain keluarga, salah satu agen sosialisasi adalah teman sepermainan dalam
kelompok bermain.
Agen ini
baru didapatkan setelah seorang anak dapat bepergian ke luar rumah. Disinilah
mereka mempelajari berbagai kemampuan baru dengan memasuki tahap game stage
(mempelajari aturan-aturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya
sederajat) sehingga memperoleh nilai-nilai keadilan. Pada tahap ini, sikap ego
seorang anak masih sangat menonjol. Keadaan ini tentu akan banyak menimbulkan
konflik dengan teman-temannya. Meski demikian, dengan adanya konflik tersebut
akan membuat individu dipaksa untuk memperbaiki sifat egonya. Tujuan perbaikan
diri tersebut adalah agar dia dapat diterima kembali oleh teman-temannya
sebagai anggota kelompok.
Dengan kelompok bermain, seorang anak bisa mendapat peranan yang positif,
misalnya :
·
Adanya rasa aman dan dianggap
penting
·
Tumbuhnya rasa kemandirian dalam
diri anak itu
·
Seorang anak mendapat tempat
penyaluran berbagai perasaannya seperti rasa senang maupun sedih
·
Dapat mengembangkan berbagai
keterampilan sosial
·
Memiliki banyak teman dan mendapat
banyak pengetahuan.
·
Dapat terhindar dari lingkungan
pergaulan yang negatif
·
Ilmunya bermanfaat dan memiliki masa
depan yang cerah
·
Mampu bersosialisasi dengan
baik
·
Belajar untuk membentuk organisasi
yang baik
·
Terbentuknya sifat disiplin dalam
penggunaan waktu.
Selain dampak positif yang diterima oleh si anak dari
teman sepermainan, ada juga dampak negative, misalnya teman sebaya tersebut
mengajari melakukan hal-hal yang tidak baik. Dan dari dampak negatife tersebut muncul penyimpangan misalnya :
a.
Penyalahgunaan
Narkoba
Hal ini
dapat terjadi apabila teman si anak bukan teman yang baik sehingga dia akan
menjerumuskan si anak.
b.
Proses
sosialisasi yang tidak sempurna
Apabila seseorang dalam kehidupannya
mengalami sosialisasi yang tidak sempurna, maka akan muncul penyimpangan pada
perilakunya. Contohnya: seseorang menjadi pencuri karena terbentuk oleh
lingkungannya yang banyak melakukan tindak ketidakjujuran, pelanggaran,
pencurian dan sebagainya.
c.
Tindak
kejahatan / criminal
Yaitu tindakan yang melanggar norma
, misalkan mencuri, membunuh dan lain-lain.
d.
Gaya
hidup
Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup
yang lain dari perilaku umum atau biasanya. Penyimpangan ini antara lain : -
Sikap arogansi yaitu kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti
kepandaian,kekuasaan, kekayaan, dan sebagainya.
e.
Mengonsumsi
rokok di bawah umur
Hal inilah yang sangat sering
terjadi jika pergaulan si anak dengan temannya kelewatan batas, sehingga akan
melakukan tindakan demikian seprti merokok dan akan merusak kepribadiannya.
f.
Kenakalan
remaja
Karena keinginan membuktikan
keberanian dalam melakukan hal-hal yang dianggap bergengsi, sekelompok orang
melakukan tindakan-tindakan menyerempet bahaya, misalnya kebut-kebutan,
membentuk geng-geng yang membuat onar, dan lain-lain.
Selain itu, perkelahian antar pelajar termasuk jenis
kenakalan remaja yang pada umumnya terjadi di kota-kota besar sebagai akibat
kompleknya kehidupan disana. Demikian juga tawuran yang terjadi antar
kelompok/etnis/warga yang akhir-akhir ini sering muncul. Tapi , sebelum si anak
terlanjur terjerumus, orangtua dapat melakukan berbagai upaya untuk melindungi
si anak. Dan pastinya apa yang di ajarkan oleh keluarga akan dibawa oleh anak
dari rumah keluar rumahnya ketika ia berinteraksi dengan teman sebayanya.
Adapun upaya itu adalah :
·
Memberi kebebasan bersyarat dimana
anak dibiarkan untuk tetap bergaul dengan teman-temannya tetapi tetap
diawasi.
·
Diberikan pendidikan agama yang
cukup di luar lingkungan sekolah
·
Memberikan contoh dampak negatif
orang yang sudah terjerumus dalam pergaulan yang negatif
·
Berusaha untuk menjadi teman curhat
anak dan memberikan solusi/saran yang intinya mendukung anak, agar mereka tidak
merasa kesepian dan melampiaskannya pada pergaulan
Jadi, tidak selamanya teman sepermainan itu dapat
memberikan dampak yang baik atau positif terhadap kepribadian si anak,
melainkan ada juga dampak negatifnya.
3.
LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL (SEKOLAH)
Sekolah dengan lembaga yang melaksanakan sistem pendidikan formal merupakan
agen sosialisasi yang akan kita bahas selanjutnya. Di sekolah seorang anak akan
belajar mengenai hal-hal baru yang tidak ia dapatkan di lingkungan keluarga
maupun teman sepermainannya. Selain itu juga belajar mengenai nilai dan norma
yang berlaku dalam masyarakat sekolah, seperti tidak boleh terlambat waktu
masuk sekolah, harus mengerjakan tugas atau PR, dan lain-lain.
Sekolah juga menuntut kemandirian dan tanggung jawab pribadi seorang anak
dalam mengerjakan tugas-tugasnya tanpa bantuan orang tuanya. Hal itu sejalan
dengan pendapat Dreeben yang mengatakan bahwa dalam lembaga pendidikan sekolah
(pendidikan formal) seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung.
Aspek lain yang dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian
(independence), prestasi (achievement), dan kekhasan (specificity). Adapun
fungsi pendidikan sekolah sebagai salah satu media sosialisasi, antara lain
sebagai berikut:
a.
Mengembangkan
potensi anak untuk mengenal kemampuan dan bakatnya.
b.
Melestarikan
kebudayaan dengan cara mewariskannya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
c.
Merangsang partisipasi demokrasi melalui
pengajaran keterampilan berbicara dan mengembangkan kemampuan berpikir secara
rasional dan bebas.
d.
Memperkaya
kehidupan dengan menciptakan cakrawala intelektual dan cita rasa keindahan
kepada para siswa serta meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri melalui
bimbingan dan penyuluhan.
e.
Meningkatkan
taraf kesehatan melalui pendidikan olahraga dan kesehatan.
f.
Menciptakan
warga negara yang mencintai tanah air, serta menunjang integritas antarsuku dan
antarbudaya.
g.
Mengadakan
hiburan umum (pertandingan olahraga atau pertunjukan kesenian).
Sosialisasi melalui
sistem pendidikan formal (Sekolah) cukup efektif, karena disamping membaca,
menulis, dan berhitung. Di sekolah juga diajarkan menganal kemandirian
(Independence), prestasi, dan kesamaan kedudukan. Sekolah merupakan salah satu
agen sosialisasi yang paling berpengaruh. Menurut Dreeben, dalam lembaga
pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain
yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence),
prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di
lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam
melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah
harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab. Di sekolah, mereka
belajar tentang perspektif yang lebih luas tentang segala hal yang membantu
mereka untuk menjalankan peran yang ada di luar keluarga. Misal tentang
patriotisme, kebaikan, demokrasi, kejujuran yang diselipkan dalam pelajaran.
4.
MEDIA MASSA
Media massa merupakan alat sosialisasi yang penting,
karena dapat membantu memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang norma –
norma dan nilai – nilai yang ada di dalam masyarakat. Namun dia lain pihak,
medai massa dapat pula mengubah perilaku masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok media massa di sini
adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio,
televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas
dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah
menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus,yang
sebenarnya hanya disebabkan kurangnya perhatian orang tua kepada anaknya. Iklan
produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup
masyarakat pada umumnya.
Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun
media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan
segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan
seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan
kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.
Tanpa mengikari fungsi dan maafaat media massa dalam kehidupan masyarakat,
disadari adanya sejumlah efek sosial negatif yang ditimbulkan oleh media massa.
Karena itu media massa dianggap ikut bertanggung jawab atas terjadinya
pergeseran nilai-nilai dan perilaku di tengah masyarakat seperti menurunnya
tingkat selera budaya, meningkatnya kejahatan, rusaknya moral dan menurunnya
kreativitas yang bermutu.
Efek negatif yang ditimbulkan oleh media massa terutama dalam hal
delinkuensi dan kejahatan bersumber dari besarnya kemungkinan atau potensi pada
tiap anggota masyarakat untuk meniru apa-apa yang disaksikan ataupun diperoleh
dari media massa. Pengenaan (exposure) terhadap isi media massa memungkinkan
khalayak untuk mengetahui sesuatu isi media massa, kemudian dipengaruhi oleh
isi media tersebut. Bersamaan dengan itu memang terbentang pula harapan agar
khalayak meniru hal-hal yang baik dari apa yang ditampilkan media massa.
Hampir setiap hari umumnya masyarakat dihadapkan pada berita dan
pembicaraan yang menyangkut perilaku kejahatan seperti pembunuhan, perampokan,
perkosaan dan bentuk-bentuk yang lain. Akibat logis dari keadaan tersebut bahwa
segala sesuatu yang digambarkan serta disajikan kepada masyarakat luas dapat
membantu dan mengembangkan kemampuan menentukan sikap pada individu-individu di
tengah masyarakat dalam menentukan pilihan mengenai apa yang patut ditempuhnya
untuk kehidupan sosial mereka. Pemberian masalah kejahatan melalui media massa
mempunyai aspek positif dan negatif. Pengaruh media massa yang bersifat halus
dan tersebar (long term impact) terhadap perilaku seolah-olah kurang dirasakan
pengaruhnya, padahal justru menyangkut masyarakat secara keseluruhan. Hasil
dari berbagai penelitian menyatakan bahwa efek langsung komunikasi massa pada
sikap dan perilaku khalayaknya, kecil sekali, atau belum terjangkau oleh
teknik-teknik pengukuran yang digunakan sekarang.
Kemungkinan dan proses bagaimana terjadinya peniruan terhadap apa yang
disaksikan atau diperoleh dari isi media massa dapat dipahami melalui beberapa
teori. Yang pertama adalah teori peniruan atau imitasi. Kemudian teori berikutnya
tentang proses mengidentifikasi diri dengan seseorang juga menjelaskan hal yang
sama. Sedangkan teori social learning mengungkapkan faktor-faktor yang
mendorong khalayak untuk belajar dan mampu berbuat sesuatu yang diperolehnya
dari interaksi sosial di tengah masyarakat.
Memang teori-teori tadi belum tuntas sepenuhnya dalam memaparkan perihal
peniruan terhadap isi media massa. Namun konsep-konsep pokok yang diajukan oleh
masing-maisng teori itu kurang lebih dapat membantu kita untuk memahami
terjadinya peniruan yang dimaksud dalam hubungan bahasan kita di sini yang
merupakan faktor penting dari efek sosial yang ditimbulkan oleh media massa.
Studi pertama tentang efek TV yang dilakukan dengan lengkap adalah yang
disebut Payne Fund Studies Film and their Effect on Children, yang berlangsung
selama empat tahun 1929-1932. Hasil studi ini sebanyak dua belas jilid telah
diterbitkan oleh Macmillan di antara tahun 1933-1935.
Pada tahun 1961, UNESCO menerbitkan sebuah bibliografi beranotasi The
Influence of the Cinema on Children and Adolescent yang berisikan 491 buku,
artikel dan jurnal.
Charters (1934) mengemukakan bahwa pada tahun 1930, tiga tema besar film
yang dipertunjukkan adalah: cinta (29,6%), kejahatan (27,4 %) dan seks (15,0%).
Ke dalam kategori kejahatan yang 27,4% itu, terutama isinya adalah mengenai:
pemerasan, extortion, penganiayaan, dendam dan pembalasan.
Proses sosialisasi yang dilalui oleh setiap anggota masyarakat ada yang
berlangsung secara formal, yaitu melalui sekolah dan pendidikan lainnya. Tapi
adapula yang berbentuk informal yaitu yang diperoleh melalui keluarga, kerabat,
dan pergaulan dengan teman sebaya. Media massa dapat berperan dalam proses
sosialisasi itu baik yang informal, yaitu ketika media dikonsumsi dalam situasi
dan untuk keperluan di rumah. Namun media dapat pula berperan dalam sosialisasi
formal, yakni ketika mengikuti pendidikan melalui media atau apa yang disebut
sebagai pendidikan jarak jauh. Media massa memberikan banyak hal yang dapat
diserap oleh setiap anggota masyarakat antara lain ikut membentuk perilaku
anggota masyarakat tersebut. Proses ini sebenarnya sudah dimulai pada permulaan
kehidupan seseorang adalah keluarga, sekolah tempat kerja lingkungan sosial dan
media massa. Keluarga adalah sumber pertama, karena dari keluargalah, seseorang
mendapatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam hidupnya.
5.
AGEN-AGEN LAIN
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media
massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi
rekreasional masyarakat dan lingkungan kerja. Semuanya membantu seseorang dalam
membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai
tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus,
pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.
Keluarga
Kelompok yang paling berperan dalam pembentukan pribadi seseorang adalah keluarga.Dimana kita juag diperkenalkan tentang nilai gender misal:anak perempuan membantu ibu di dapur dan anak laki-laki membantu ayahnya membetulkan genting.
Kelompok yang paling berperan dalam pembentukan pribadi seseorang adalah keluarga.Dimana kita juag diperkenalkan tentang nilai gender misal:anak perempuan membantu ibu di dapur dan anak laki-laki membantu ayahnya membetulkan genting.
Lingkungan Tempat Tinggal
Berdasarkan
hasil penelitian anak dari pemukiman miskin menjadi anak yang sering bertabrakan
dengan hukum dan anak yang berada di lingkungan yang berada lebih terjaga
biasanya menjadi lebih aman keberadaannya.Atau bagaimana keluarga--keluarga
yang tinggal di lingkungan sampah tidak menganggap bahaya mengancam ketika anak
mereka bermain di tumpukan sampah. Institusi
Masyarakat :
§ Membentuk nilai-nilai yang diterimapakai dalam kumpulan masyarakat
§ Menunjukkan perlakuan yang boleh atau tidak dapat diterima oleh kumpulan.
§ Mempamerkan cara-cara hidup yang sesuai dan perlu diikuti oleh golongan
muda-mudi.
§ Mengubah tingkahlaku individu yang tidak sesuai dengan teguran dan
penjelasan.
§ Nilai masyarakat majmuk dapat membanding yang kurang dalam diri kita.
§ Adat resam dapat mempengaruhi pembentukan peribadi yang lemah lembut dan
berhemah tinggi.
§ Menjatuhkan hukuman bagi individu yang perilaku tidak sesuai dengan
nilai-nilai masyarakat melalui sindiran, pandangan atau kata nasihat.
Agama
Dengan
nilai yang ada di dalamnya,agama menjadi penting bagi kehidupan kita.Juga pada
pemahaman baik dan buruk pada seseorang. Institusi Agama :
§
Melalui
penyampaian ajaran agama yang disampaikan dalam bentuk khutbah, ceramah.
§
Pembacaan
melalui kitab-kitab mengikut agama yang dianuti.
§
Melalui
lagu-lagu rohani
§
Aktivitas
kerohanian
§
Seminar
keagamaan yang bersifat membentuk remaja
§
Perayaan
sesuatu agama
Sekolah
Dalam konteks ini,mereka belajar tentang perspektif
yang lebih luas tentang segala hal yang membantu mereka untuk menjalankan peran
yang ada di luar keluarga.Misal
tentang:patriotisme,kebaikan,demokrasi,kejujuran yang diselipkan dalam
pelajaran .Disekolah juga diajarkan pesan-pesan khusus negara.
Institusi Pendidikan :
1)
Pengetahuan Moral:
§
Memberikan
maklumat/teori moral
§
Penerapan
melalui aktivitas
§
Pengukuhan
melalui ujian dan peperiksaan
2)
Peraturan Sekolah:
§
Lembaga
Disiplin memastikan peraturan sekolah dikuatkuasakan dan dipatuhi
§
Mencegah dan
menghalang pelajar daripada melakukan perkara-perkara yang tidak bermoral
3)
Kegiatan Ko-Kurikulum:
§
Pelajar
mengisi masa dengan aktivitas yang berfaedah.
§
Menyediakan
alternatif kepada para pelajar untuk menyalur minat dan kebolehan
masing-masing.
4)
Menyediakan persekitaran yang merangsang pertumbuhan emosi dan sosial yang
sihat melalui jalinan ikatan mesra dan muhibbah.
5)
Guru bertindak sebagai ibubapa kedua atau mentor kepada pelajar.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Agen sosialisasi
adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen
sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan
lembaga pendidikan sekolah. Pesan-pesan yang disampaikan oleh agen sosialisasi
satu sama lain berlainan dan tidak selamanya sejalan. Apa yang diajarkan
keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang
diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan
untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang
(narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya
atau media massa.
Proses sosialisasi
akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen
sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama
lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam
situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
B.
SARAN
Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna
perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Fritz, Damanik. 2006. Seribupena
Sosiologi untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Kun Maryati. 2004. Sosiologi SMA Kelas
X. Jakarta: Esis.
Tim Sosiologi. 2007. Sosiologi SMA
kelas X (cet-3). Jakarta: Yudhistira
Post a Comment for "Agen Sosialisasi"