Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Agresi Militer Belanda dan Perjanjian Linggar Jati



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perundingan Linggajati bagi Belanda hanya dijadikan alat untuk mendatangkan pasukan yang lebih banyak dari negerinya. Untuk memperoleh dalil guna menyerang Republik Indonesia mereka mengajukan tuntutan sebagai berikut:
1.      Supaya dibentuk pemerintahan federal sementara yang akan berkuasa di seluruh Indonesia sampai pembentukan Republik Indonesia Serikat. Hal ini berarti Republik Indonesia ditiadakan.
2.      Pembentukan gendermeri (pasukan Keamananan) bersama yang akan masuk ke daerah Republik Indonesia.
Republik Indonesia menolak usul itu karena berarti menghancurkan dirinya sendiri. Penolakan itu menyebabakan Belanda melakukan agresi militer terhadap wilayah Republik Indonesia. Serangan belanda dimulai tanggal 21 Juli 1947 dengan sasaran kota-kota besar di Pulau Jawa dan sumatera. Menghadapi militer Belanda yang bersenjata lengkap dan modern menyebabakan satuan-satuan tentara Indonesia terdesak ke luar kota.
Tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum agar supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini.
Agresi pertama dilakukan Belanda terutama karena perbedaan pendapat mengenai status kekuasaan di Pulau Jawa, Madura dan sumatera sebelum dibentuk Negara Indonesia Serikat. Belanda ingin menjalankan hubungan luar negeri Indonesia dan keinginan itu ditolak Indonesia. (Ensiklopedi Nasional Indonesia 1 : 1988)



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Agresi Militer I dan II                                         
 "Operatie Product”  (Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati. Sedangkan Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak adalah operasi militer Belanda kedua yang terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera yang dipimpin oleh Sjafrudin Prawiranegara.

B.     Penyebab Terjadinya Agresi Militer Belanda I
Agresi militer Belanda I diawali oleh perselisihan Indonesia dan Belanda akibat perbedaan penafsiran terhadap ketentuan hasil Perundingan Linggarjati. Pihak Belanda cenderung menempatkan Indonesia sebagai negara persekmakmuran dengan Belanda sebagai negara induk. Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh mempertahankan kedaulatannya, lepas dari Belanda.

C.    Tujuan Belanda Mengadakan Agresi Militer I
            Adapun tujuan Belanda mengadakan agresi militer I yaitu sebagai berikut:
·         Tujuan politik
Mengepung ibu kota Republik Indonesia dan menghapus kedaulatan Republik Indonesia.
·         Tujuan ekonomi
Merebut pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor.
·         Tujuan militer
Menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

D.    Kronologis Terjadinya Agresi Militer I
Sesudah penandatanganan Persetujuan Linggarjati, Belanda berusaha keras memaksakan interpretasi mereka sendiri dan berjalan sendiri untuk membentuk negara-negara bagian yang akan menjadi bagian dari negara Indonesia Serikat, sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini diawali dengan konferensi yang diselenggarakannya di Malino, Sulawesi Selatan, dan kemudian di Denpasar, Bali. Di sana mereka berhasil membentuk negara boneka Indonesia Timur dengan dibantu oleh orang-orang yang pro Belanda seperti Sukawati dan Anak Agung Gde Agung. Anak Agung Gde memang sejak awal sudah memusuhi pemuda-pemuda pro Republik di daerahnya, serta mengejar-ngejar dan menangkapinya.
Memang tujuan utama Belanda penandatanganan Persetujuan Linggarjati ialah menjadikan negara Republik Indonesia yang sudah mendaptkan pengakuan de facto dan juga de jure oleh beberapa negara, kembali menjadi satu negara bagian saja seperti juga negara-negara boneka yang didirikannya, yang akan diikutsertakan dalam pembentukan suatu negara Indonesia Serikat. Langkah Belanda selanjutnya ialah memajukan bermacam-macam tuntutan yang pada dasarnya hendak menghilangkan sifat negara berdaulat Republik dan menjadikannya hanya negara bagian seperti negara boneka yang diciptakannya di Denpasar. Yang menjadi sasaran uatamanya ialah menghapus TNI dan perwakilan-perwakilan Republik di luar negeri, karena keduanya merupakan atribut negara berdaulat.
Semua tuntutan Belanda ditolak. Sementara itu keadaan keuangan Belanda sudah gawat, dan kalau masalah Indonesia tidak cepat diselesaikan maka besar kemungkinan Belanda akan bangkrut. Agresi militer pertama dilakukan Belanda berlatar dua pokok di atas, yaitu melenyapkan Republik Indonesia sebagai negara merdeka dengan menghilangkan semua atribut kemerdekaannya, dan keadaan keuangan Belanda yang sangat gawat.
Dalam serangan Belanda yang pertama itu mereka bermaksud hendak menduduki Yogyakarta yang telah menjadi ibu kota perjuangan Republik Indonesia, dan menduduki daerah-daerah yang penting bagi perekonomian Belanda, yaitu daerah-daerah perkebunan, ladang minyak dan batu baik di Sumatera maupun di Jawa. Usaha ini untuk sebagian berhasil; mereka berhasil menduduki daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Dari hasil penjualan produksi perkebunan-perkebunan yang masih terkumpul, mereka mengharapkan mendapatkan uang sejumlah US$ 300 juta, sedangkan biaya agresi militer diperhitungkan akan memakan US$ 200 juta, jadi masih ada ”untung” US$ 100 juta. Sasaran yang satu lagi, yaitu menduduki Yogyakarta tidak tercapai, karena pada tanggal 4 Agustus 1947 Dewan Keamanan memerintahkan penghentian tembak menembak. Selanjutnya PBB membentuk Komisi PBB yang terdiri atas tiga negara: satu dipilih oleh Indonesia, satu oleh Belanda dan yang satu lagi dipilih bersama. Komisi Tiga Negara ini terdiri atas Amreika Serikat, Australia dan Belgia. Sjahrir memilih Australia, dan bukan India, karena India sudah dianggap oleh dunia sebagai pro Indonesia, sedangkan Australia adalah negara bangsa kulit putih, yang dianggap lebih obyektif pendiriannya dalam mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
 Perkiraan Belanda dengan mengadakan agresi militernya yang pertama meleset sama sekali; karena tanpa diperhitungkan sejak semula, bahwa Dewan Keamanan PBB akan bertindak atas usul India dan Australia. India dan Australia sangat aktif mendukung Republik di dalam PBB, di mana Uni Soviet juga memberika dukungannta. Akan tetapi, peranan yang paling penting akhirnya dimainkan oleh Amerika Serikat. Mereka yang menentukan kebijakan Belanda, bahkan yang lebih progresif di antara mereka, merasa yakin bahwa sejarah dan pikiran sehat memberi mereka hak untuk menetukan perkembangan Indonesia, tetapi hak ini hanya dapat dijalankan dengan menghancurkan Republik terdahulu.  Sekutu-sekutu utama negeri Belanda terutama Inggris, Australia, dan Amerika (negara yang paling diandalkan Belanda untuk memberi bantuan pembangunan kembali di masa sesudah perang) tidak mengakui hak semacam itu kecuali jika rakyat Indonesia mengakuinya, yang jelas tidak demikian apabila pihak Belanda harus menyandarkan diri pada penaklukan militer. Mereka mulai mendesak negeri Belanda supaya mengambil sikap yang tidak begitu kaku, dan PBB menjadi forum umum untuk memeriksa tindakan-tindakan Belanda.
Untuk pertama kali sejak PBB didirikan pada tahun 1945, badan ini mengambil tindakan mengentikan penyerangan militer di dunia dan memaksa agresor agar menghentikan serangannya. Belanda yang menginginkan supaya masalah Indonesia dianggap sebagai suatu persoalan dalam negeri antara Belanda dan jajahannya, telah gagal, dan masalah Indonesia-Belanda menjadi menjadi masalah internasional. Kedudukan Republik Indonesia menjadi sejajar dengan kedudukan negara Belanda dalam pandangan dunia umumnya.

E.     Isi Perjanjian Linggarjati dan Latar Belakangnya
Pihak Inggris terus mengupayakan perundingan agar menjadi jalan terbaik dalam menyelesaikan konflik antara pihak Indonesia dengan Belanda dengan perantaraan diplomat Inggris, Lord Killearn. Pada awalnya pertemuan diselenggarakan di Istana Negara dan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Dalam perundingan itu pihak Indonesia dipimpin Sutan Syabrir dan pihak Belanda oleh Pro. Schermerhorn. Kemudian perundingan dilanjutkan di Linggarjati. Isi perjanjian Linggarjati:
1.      Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra.
2.      Akan dibentuk negara federal dengan nama Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia
3.      Dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan ratu Belanda sebagai kepala uni
4.      Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Uni Indonesia-Belanda sebelum tanggal 1 Januari 1949
Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani tanggal 15 November 1946 mendapat tentangan dari partai-partai politik yang ada di Indonesia. Sementara itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan anggota KNIP untuk partai besar dan wakil dari daerah luar Jawa. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan susunan KNIP. Ternyata tentangan itu masih tetap ada, bahkan presiden dan wakil presiden mengancam akan mengundurkan diri apabila usaha-usaha untuk memperoleh persetujuan itu ditolak.
Pengesahan Perjanjian Linggarjati
Akhirnya, KNIP mengesahkan perjanjian Linggarjati  pada tanggal 25 Februari 1947, bertempat di Istana Negara Jakarta. Persetujuan itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947. Apabila ditinjau dari luas wilayah, kekuasaan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, namun bila dipandang dari segi politik intemasional kedudukan Republik Indonesia bertambah kuat. Hal ini disebabkan karena pemerintah Inggris, Amerika Serikat, serta beberapa negara-negara Arab telah memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.
Persetujuan itu sangat sulit terlaksana, karena pihak Belanda menafsirkan lain. Bahkan dijadikan sebagai alasan oleh pihak Belanda untuk mengadakan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947. Bersamaan dengan Agresi Militer I yang dilakukan oleh pihak Belanda, Republik Indonesia mengirim utusan ke sidang PBB dengan tujuan agar posisi Indonesia di dunia internasional semakin bertambah kuat. Utusan itu terdiri dari Sutan Svahrir, H. Agus Salim, Sudjatmoko, dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo.
Kehadiran utusan tersebut menarik perhatian peserta sidang PBB, oleh karena itu Dewan Keamanan PBB memerintahkan agar dilaksanakan gencatan senjata dengan mengirim komisi jasa baik (goodwill commission) dengan beranggotakan tiga negara. Indonesia mengusulkan Austra-lia, Belanda mengusulkan Belgia, dan kedua negara yang diusulkan itu menunjuk Amerika Serikat sebagai anggota ketiga. Richard C. Kirby dari A.ustralia, Paul van Zeeland dari Belgia, dan Frank Graham dari Amerika Serikat. Di Indonesia, ketiga anggota itu terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini menjadi perantara dalam perundingan berikutnya. 

F.     Dampak Agresi Militer I bagi Bangsa Indonesia.
Dampak yang diperoleh bangsa Indonesia akibat adanya agresi militer I oleh pihak Belanda yaitu sempat dikuasainya beberapa daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Meski PBB telah turut membantu mengatasi agresi militer yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia dengan diadakan penghentian tembak menembak, tidak berarti bahwa tindakan militer Belanda langsung terhenti. Mereka terus-menerus mengadakan gerakan pembersihan untuk mengamankan dareah-dareah yang telah didudukinya. Dalam gerakan pembersihan ini sering pula terjadi tindakan kejam oleh pasukan Belanda, terutama di dareah-daerah yang sudah mereka duduki namun tidak dapat dikuasai, umpamanya dareah sekitar Krawang-Bekasi
Di sekitar Bekasi beroperasi pasukan kita yang dipimpin oleh Lukas Kustrayo. Setelah pembentukan BKR ia langsung bergabung, dan pasukan yang dibentuknya beroperasi di sekitar Bekasi. Setelah Belanda meyerang pada bulan Juli 1947 Lukas tetap beroperasi di sana dan tetap menganggu kehadiran Belanda di daerah itu, juga setelah diadakan pengehentian tembak-menembak. Kegiatan Lukas sangat menjengkelkan Belanda, sehingga Lukas diberi julukan ”Tijger van West Jawa” (Harimau Jawa Barat). Belanda terus-menerus berusaha mengejar Lukas dan pasukannya, tetapi selalu tidak berhasil. Setelah mereka mengetahui bahwa Lukas bermarkas di desa Rawagede, mereka menyerbu desa itu pada tanggal 9 Desember 1947, dan lagi-lagi Lukas dan pasukannya lolos. dalam kemarahan dan frustasi karena usaha mereka tidak berhasil, pasukan Belanda menembaki rakyat desa Rawagede secara membabi buta dan membunuh 491 orang dewasa dan anak-anak. Kekejaman Belanda ini tidak pernah kita ungkapkan ke dunia luar, karena pada waktu itu memang kita tidak mempunyai aparat untuk melakukanya.
Kekejaman Belanda lain yang dapat disebut adalah pembantaian rakyat Sulawesi Selatan pada bulan Januari 1948 oleh pasukan Kapten Wasterling, yang juga tidak pernah dihukum. Juga peristiwa kapten api maut di Jawa Timur, ketika prajurit-prajurit Republik Indonesia yang tertawan oleh Belanda diamsukkan dalam gerbong kereta api yang kemudian ditutup rapat tanpa ventilasi, sehingga semua tawanan mati lemas karena kepanasan dan kehabisan udara.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
 "Operatie Product”  (Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati.
 Sedangkan Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak adalah operasi militer Belanda kedua yang terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera yang dipimpin oleh Sjafrudin Prawiranegara.

B.     SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Kahin, George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi Di Indonesia. Sebelas Maret University Press dan Pustaka Sinar Harapan.
Ricklefs. 1989. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Post a Comment for "Agresi Militer Belanda dan Perjanjian Linggar Jati"