Analis pengaruh dan perkembangan ekonomi terhadap transportasi Indonesia
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan transportasi tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan ekonomi wilayah. Penelitian
terhadap peran investasi transportasi terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah
dimulai oleh David Alan Auscher (1989) dimana hasil penelitian tersebut
menyebutkan terdapat korelasi antara infrastruktur transportasi dan pertumbuhan
ekonomi wilayah, hal ini ditunjukkan dengan menurunnya investasi sektor swasta
di Negara Amerika Serikat seiring dengan rendahnya investasi di sektor
infrastruktur.
Pembangunan suatu infrastruktur transportasi
akan memberikan manfaat bagi perekonomian wilayah, perbaikan kinerja
transportasi dipercaya merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan
perekonomian suatu wilayah. Dimana perbaikan prasarana jalan seperti penambahan
kapasitas jalan akan menurunkan waktu tempuh dan menekan biaya transportasi
yang memberikan dampak besar pada peningkatan produktifitas, distribusi barang
dan daya saing pada sektor produksi. Oleh karena itu maka sektor transportasi
tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Transportasi harus dapat memberikan manfaat sebagaimana fungsi dasar
transportasi itu, yaitu memberikan aksesibilitas bagi masyarakat (Provide Access to People) dan berperan
sebagai fungsi logistik (Taking Raw
Material; manufacture to consumer).
Dikaitkan dengan investasi infrastruktur jalan,
selain dampak langsung yang dirasakan pengguna (direct user) seperti pengurangan waktu tempuh, penurunan biaya
transportasi (BOK), investasi dibidang transportasi juga dapat memberikan
manfaat ekonomi yang dapat dirasakan oleh sektor produksi yang berada di
wilayah tersebut (direct economic benefit),
manfaat tersebut antara lain penurunan biaya transportasi barang, greater operating scaleand accessibility
economies (Glen W.1998)[1].
Manfaat lain dari investasi infrastruktur jalan
terhadap sektor produksi adalah sebagai fungsi mobilitas yaitu berperan dalam
pendistribusian barang. Mobilitas menjadi hal fundamental dan penting bagi
kegiatan perekonomian dimana kinerja transportasi akan mempengaruhi sektor
produksi (Dr. Jean-Paul Rodrigue and Dr. Theo Notteboom, 2013). Lancar atau
tidaknya distribusi barang akan sangat mempengaruhi sektor produksi, demikian
juga dengan tingginya biaya transportasi barang akan menyebabkan kenaikan biaya
produksi dan berakibat tingginya nilai jual dimana hal ini akan mempengaruhi
daya beli dari konsumen.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat
bahwa peran transportasi akan mempengaruhi sektor produksi secara tidak
langsung. Seberapa besar kontribusi sektor transportasi terhadap sektor
produksi menjadi suatu hal yang sulit untuk dibuktikan hubungan kausalitasnya,
oleh karena itu penelitian ini mencoba memberikan analisis deskriptif mengenai
metode-metode pendekatan yang umum digunakan untuk melihat pengaruh sektor
transportasi terhadap sektor perekonomian wilayah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah definisi tranportasi?
2.
Bagaimana tranportasi di
Indonesia?
3.
Bagaimana
perencanaan yang didasarkan analisis ?
4.
Bagaimana
angkutan sebagai penunjang pembangunan ekonomi ?
5.
Bagaimana angkutan sebagai prasarana ekonomi?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi Transportasi
Transportasi merupakan sebuah pengetahuan yang
telah dikembangkan oleh manusia sejak mereka mengenal hidup menetap.
Transportasi pada hakekatnya merupakan kegiatan pergerakan atau perpindahan
barang dan manusia pada ruang dan suatu waktu melalui moda tertentu. Paul Mees
(1995) berpendapat:
1.
Kebijakan transportasi bukan sekadar
masalah pemindahan barang dan manusia;
2.
Transportasi sangat berpengaruh
dalam pembentukan kota;
3.
Transportasi juga berperan sebagai
akses bagi semua penduduk karena masih banyak orang tidak memiliki kendaraan
pribadi.
Pengembangan transportasi harus berdasarkan
perencanaan jangka panjang yang komprehensif dan berwawasan lingkungan.
Disinilah dibutuhkan peran serta geografi dalam menganalisis secara
komprehensif dan pendekatan secara sistematik. Perencanaan transportasi
sebaiknya didasarkan pada analisis dengan didasarkan pemodelan transportasi.
Pertama-tama, yang diperlukan adalah pengumpulan data yang akurat dan reliable.
Salah satu kelemahan dari perencanaan transportasi di Indonesia adalah dalam
hal pengumpulan data sebagai dasar analisis (Munawar, 1999). Dari data yang
terkumpul tersebut, kemudian dirancang suatu model transportasi. Model
didefinisikan sesuatu yang dapat menggambarkan keadaan yang ada di lapangan[2].
Transportasi adalah sistem perangkutan barang atau manusia yang di
dalamnya terdapat jarak, waktu dan tujuan yang dapat digunakan di darat, laut
maupun udara. Dengan adanya transportassi segala aktifitass kita jauh lebih
efektif dan efisien. Pada awalnya transportasi hanya bermula dari penemuan roda
dan perahu sungai (sekitar abad 3500 SM). Penemuan ini disebabkan karena
wilayahnya yang didominasi oleh daerah perairan sehingga moda transportasi
khusus yang digunakan adalah perahu. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu
massyarakat mulai menggunakan kuda sebagi alat bantu transportasi
mereka,sekitar abad 2000 SM. Pada awal penemuan roda masyarakat mulai membuat
gerobak sebagai moda transportasi untuk mempermudak pengangkutan barang. Tahun
770 telah ditemuknnya sepatu kuda oleh masyarakat, hal ini menjadi penemuan
yang sangat penting bagi masyarakat yang menggunakan kuda sebagai moda
transportasi. Dengan adanya sepatu kuda, kuda menjadi lebih kuat dan kaki kuda
tidak mudah lecet. Moda transportasi terus berkembang hingga pada akhirnya
tahun 1662 ditemukannya sistem bis pertama oleh Blaise Pascal yang ditarik oleh
kuda. Kemajuan sistem trasportasi juga tidak lepas dari pengaruh berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Transpotasi bersifat ‘CLIOS’, yaitu complex, large scale,
interconnected, open dan social technical.selain itu terdapat banyak
isu dalam transportasi. Pertama mengenai kemacetan, kemacetan adalah penumpukan
pda lokasi dan waktu yang sama dimana demand lebih besar daripada supply.
Kemacetan di Indonesia sudah sering terjadi hal ini disebabkan Karena kurangnya
kesadaran masyarakat sebagai pengguna lalu lintas dalam mematuhi peraturan yang
telah dibuat oleh dinas perangkutan. Isu kedua adalah kecelakaan, kecelakaan
adalah keadaan dimana antar moda terjadi singgungan dengan moda lain. Badan
kesehatan dunia WHO mencatat, hingga saat ini lebih dari 1,2 juta nyawa hilang
di jalan raya dalam setahun, dan sebanyak 50 juta orang lainnya menderita luka
berat. Dari seluruh kasus kecelakaan yang ada, 90 persen di antaranya terjadi
di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Selain kecelakaan dan kemacetan,
keamanan, kenyamanan, polusi, energi, biaya dan frekuensi pada transportasi
juga menjadi isu penting dalam bidang transportasi. Isu-isu yang terjadi banyak
disebabkan karena pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang karena
kemajuan IPTEK. Sealain itu isu lain yang terdapat dalam bidang transportasi
adalah isu sistem kelembagaan. Sistem kelembagaan akan mempengaruhi kinerja dan
perkembangan sistem transportasi. Salah satu hal yang sangat dasar adalah SDM.
Tingkat SDM akan sangat mempengaruhi perkembangan sistem transportasi duatu
wilayah. Oleh karena itu, hal yang perlu diperbaiki dalam peningkatan mutu dan
kualitas transportasi adalah SDM dan pihak-pihak yang berwenang dalam
transportasi umum maupun transportasi public.
B.
Transportasi di Indonesia
Pergerakan ekonomi, jaringan distribusi dan sistem logistik barang dan
jasa di Indonesia masih sangat tergantung pada sistem jalan raya. Demikian juga
pergerakan penumpang intra dan antar wilayah. Awal tahun 1999, mobilitas
ekonomi di seluruh Indonesia tergambar dalam tingkat utilisasi jalan nasional
dan jalan provinsi sebesar 664,6 juta penumpang-km dan 144 juta ton-km
per-hari, suatu peningkatanmasing-masing 21 % dan 6,7 % dibanding tahun
sebelumnya. Oleh karena itu system jaringan transportasi yang stabil dan handal
sangat menentukan efisiensi perekonomian.
Di bidang transportasi darat, kerusakan jalan akan menyebabkan
timbulnya biaya ekonomi dan biaya sosial yang besar. Namun selama krisis
ekonomi ini, dapat dikatakan kondisi jaringan jalan nasional berada dalam
kondisi kritis, selain karena kurangnya anggaran melalui APBN, juga karena
sejak sebelum krisis pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan pembangunan
jalan yang berkualitas belum prima. Pada awal tahun 1999/2000, sekitar 13 %
jalan nasional, 29 % jalan provinsi, dan 58 % jalan kabupaten berada dalam
kondisi rusak ringan dan berat. Ini berarti dari sekitar 256.951 km total
panjang jaringan jalan sekitar separuhnya berada dalam keadaan rusak ringan dan
berat.
Konstruksi jalan yang rusak jauh sebelum waktu ekonominya habis telah
menyebabkan kerugian biaya ekonomi sosial yang amat besar bagi pemerintah dan
masyarakat. Program pemeliharaan dan peningkatan untuk menekan angka kerusakan
sampai dengan 0 %, 21 %, dan 50 % masing-masing untuk jalan nasional, provinsi
dan kabupaten pada tahun anggaran 1999/2000 saja telah menghabiskan biaya
sekitar Rp. 5,6 triliun. Itupun hanya menurunkan tingkat kerusakan total
jaringan dari 50 % ke 42 %. Sementara itu, kombinasi dari inefisiensi
manajemen, kurangnya kualitas pengawasan dan pelaksanaan, serta overloading
telah menyusutkan secara sangat berarti umur pelayanan jalan.
Selain itu, kualitas pelayanan menjadi sangat rendah, sehingga banyak
kendaraan umum yang sebenarnya tidak layak beroperasi, tetap dioperasikan. Dari
segi lingkungan juga akan sangat mengganggu karena polusi udara dari gas buang
yang tidak memenuhi persyaratan. Subsidi angkutan umum memerlukan biaya yang
tinggi, padahal kondisi keuangan pemerintah saat ini juga dalam keadaan kritis.
Pengguna jasa angkutan kereta api saat ini mengalami kenaikan yang sangat
tinggi, tetapi ini belum diimbangi dengan peningkatan pengembangan jaringan dan
teknologi perkeretaapian yang sesuai serta sumber daya manusia yang mencukupi,
sehingga sering terjadi gangguan kecelakaan yang fatal[3].
Pembangunan jalur ganda diharapkan dapat meningkatkan kinerja kereta
api dan mengurangi kecelakaan. Lain daripada itu, dimungkinkan pengoperasian
kereta api jarak pendek dan menengah. Jaringan jalan kereta api saat ini masih
terbatas di Pulau Jawa dan Sumatera, dengan kemungkinan pengembangan di
Kalimantan dan Sulawesi, terutama untuk angkutan barang. Pelayanan angkutan
penyeberangan saat ini sudah semakin diperluas. Pada awalnya angkutan ini
ditujukan sebagai penghubung antar pulau sebagai pengganti jembatan. Namun
perkembangannya jauh lebih pesat, tidak hanya sebagai pengganti jembatan dalam
arti jarak pendek, tetapi telah melayani angkutan antar pulau dengan jarak
relatif jauh. Akan tetapi, dengan semakin jauhnya jarak angkutan penyeberangan
ini, harus pula diikuti dengan peningkatan kualitas, terutama dari segi
keselamatan.
Untuk pelayanan angkutan laut, berkenaan dengan lemahnya daya saing
perusahaan pelayaran nasional, maka pangsa pasar armada pelayaran nasional
relatif kecil, yaitu 46,4 % untuk angkutan dalam negeri dan 3,65 % untuk
angkutan luar negeri. Lemahnya daya saing pelayaran nasional antara lain
disebabkan karena ukuran armada yang relatif kecil, umur yang lebih tua
dibanding amada asing serta lemahnya dukungan finansial untuk usaha pelayaran.
Untuk pelayanan udara, kenaikan kurs dollar pada saat krisis ekonomi
menyebabkan kenaikan biaya operasional perusahaan penerbangan yang cukup
tinggi, karena 80 % biaya operasional perusahaan penerbangan adalah dalam
bentuk US$. Turunnya kemampuan keuangan perusahaan dan pengelola angkutan udara
menyebabkan perusahan penerbangan mengurangi jumlah pesawat yang dioperasikan
dan penutupan bandara-bandara perintis. Ini juga menyebabkan pemutusan hubungan
kerja, yang menyebabkan kenaikan jumlah pengangguran. Pasca krisis ekonomi,
angkutan udara mulai menapak naik kembali. Akan tetapi, persaingan tarif yang
sedemikian ketatnya menyebabkan beberapa perusahaan menurunkan kualitas
pelayanan guna memberikan tarif yang serendah-rendahnya. Ini tentunya sangat
berbahaya, terutama jika penurunan kualitas tersebut sudah menyangkut
keselamatan penumpang.
Perusahaan-perusahaan transportasi yang merupakan Badan Usaha Milik
Negara seperti DAMRI, PT Kereta Api Indonesia, Angkutan Penyeberangan saat ini
sedang dalam taraf menuju privatisasi. Privatisasi ini diharapkan akan
mendorong perusahaan-perusahaan tersebut untuk lebih kompetitif dalam
penyelenggaraan jasa transportasi, dengan tetap mengutamakan kepentingan umum
dan kepuasan pengguna jasa angkutan umum.
Untuk daerah perkotaan, masalah transportasi yang terjadi adalah
bagaimana memenuhi permintaan jumlah perjalanan yang semakin meningkat, tanpa
menimbulkan kemacetan arus lalulintas di jalan raya. Masalahnya tidak hanya
pada kemacetan lalulintas, tetapi juga pada perencanaan sistem transportasi.
Ini memerlukan suatu penanganan yang menyeluruh. Kalau dilihat dari
perkembangan transportasi perkotaan yang ada, terlepas dari krisis ekonomi yang
melibatkan Indonesia sejak tahun 1997, kendaraan pribadi (mobil dan sepeda
motor) tetap merupakan moda transportasi yang dominan, baik untuk daerah urban
maupun sub urban. Populasi pergerakan kendaraan pribadi yang begitu besar di
daerah perkotaan ditambah dengan pola angkutan umum yang masih tradisional,
menimbulkan biaya sosial yang sangat besar akibat waktu tempuh yang terbuang
percuma, pemborosan bahan bakar minyak, depresi kendaraan yang terlalu cepat,
kecelakaan lalulintas, hilangnya oportunity cost, timbulnya stress,
meningkatnya polusi udara, dan kebisingan. Hal ini sejalan dengan pembangunan
ekonomi dan makin bertumbuhnya jumlah masyarakat golongan menengah dan menengah
atas di daerah perkotaan, jauh sebelum krisis terjadi. Kenyamanan, keamanan,
privacy, fleksibilitas pergerakan dan prestise merupakan faktor-faktor utama
yang menyebabkan kendaraan pribadi tetap memiliki keunggulan sebagai moda
transportasi, khususnya di daerah urban.
Selain itu, ketertiban transportasi di Indonesia masih sangat rendah.
Tingkat kecelakaan, kematian akibat kecelakaan dan pelanggaran lalulintas yang
tinggi, bahkan menduduki peringkat atas di dunia menunjukkan kurang sadarnya
sebagian besar lapisan masyarakat terhadap ketertiban lalulintas. Data
statistik kecelakaan transportasi sepanjang tahun 2006 yang dikeluarkan
Departemen Perhubungan menyebutkan, pada angkutan kereta api tercatat sebanyak
79 kasus kecelakaan yang menelan korban meninggal dunia sebanyak 50 orang, luka
berat 71 orang sedangkan luka ringan 52 orang. Kecelakaan di jalan raya lebih
fatal lagi, jumlah korban meninggal selama tahun 2006 tersebut sebanyak 11.619
orang, sedangkan yang luka-luka 22.217 orang. Untuk angkutan udara terjadual,
meskipun tidak menelan korban jiwa, jumlah insiden dan kecelakaan yang terjadi
sebanyak 46 kasus, mulai dari pesawat yang pecah ban, tergelincir sampai
pesawat yang mendarat ke bandara yang bukan tujuan akhirnya. Untuk angkutan
laut dan penyeberangan, jumlah angka kecelakaan sebanyak 81 kasus, termasuk
kecelakaan KMP Senopati Nusantara yang merupakan kecelakaan terburuk di tahun
2006, dengan jumlah korban dikhawatirkan melebihi angka 400 orang (Widakdo,
2007). Tahun 2007 ini diawali dengan kecelakaan fatal dari pesawat Adam Air dan
kereta api Bengawan yang terjun ke sungai, yang menambah suramnya statistik
kecelakaan transportasi di Indonesia. Sebenarnya, prosedur keselamatan
transportasi dan peraturan-peraturan tentang keselamatan transportasi sudah ada
di negara kita, hanya penerapannya yang belum dapat dilaksanakan secara
konsekuen.
C.
Perencanaan yang didasarkan
Analisis
Dalam suatu perencanaan, agar didapatkan hasil yang baik dan dapat
dipertanggung jawabkan, diperlukan analisis yang komprehensif dan pendekatan
secara sistemik. Perencanaan transportasi sebaiknya didasarkan pada analisis
dengan didasarkan pemodelan transportasi. Pertama-tama, yang diperlukan adalah
pengumpulan data yang akurat dan reliable. Salah satu kelemahan dari
perencanaan transportasi di Indonesia adalah dalam hal pengumpulan data sebagai
dasar analisis (Munawar, 1999). Dari data yang terkumpul tersebut, kemudian
dirancang suatu model transportrasi. Model didefinisikan sesuatu yang dapat
menggambarkan keadaan yang ada di lapangan (Munawar, 2005). Model memiliki
berbagai macam jenis, seperti berikut ini[4]:
1.
Model verbal, yakni model yang
menggambarkan keadaan yang ada dalam bentuk kalimat. Misalnya “suatu kota yang
dipenuhi dengan pepohonan yang rindang dengan sungai yang mengalir dan
taman-taman yang indah”.
2.
Model fisik, yakni model yang
menggambarkan keadaan yang ada dengan ukuran yang lebih kecil. Misalnya model
bendungan, model saluran, model jembatan, maket bangunan.
3.
Model matematis adalah model yang
menggambarkan keadaan yang ada dalam bentuk persamaan-persamaan matematis.
Model inilah yang dipakai pada perencanaan transportasi. Misalnya jumlah
lalulintas yang sebanding dengan jumlah penduduk. Model matematis transportasi
dapat dijabarkan dalam bentuk-bentuk berikut ini:
a.
Deskriptif, yang menjelaskan
keadaan yang ada, atau keadaan jika dilakukan suatu perubahan terhadap keadaan
yang ada.
b.
Prediktif, yang meramalkan keadaan
yang akan datang.
c.
Planning, yang meramalkan keadaan
yang akan datang disertai dengan rencana-rencana perubahannya.
Dalam
perencanaan transportasi dikenal adanya konsep dasar pemodelan transportasi,
yang disebut Model Empat Langkah atau four step model, yakni Model Bangkitan
Perjalanan (Trip Generation Model), Model Distribusi Perjalanan (Trip
Distribution Model), Model Pemilihan Jenis Kendaraan/Moda (Modal Split) dan
Model Pemilihan rute perjalanan (Traffic Assignment).
Model bangkitan perjalanan berkaitan dengan asal atau
tujuan perjalanan, yang berarti menghitung yang masuk atau yang keluar dari/ke
suatu kawasan/zona. Model ini hanya menghitung seberapa besar perjalanan yang
masuk tanpa perlu mengetahui asalnya atau sebaliknya, seberapa besar perjalanan
yang keluar tanpa perlu mengetahui tujuannya.
Model distribusi perjalanan merupakan bagian
perencanaan transportasi yang berhubungan dengan sejumlah asal perjalanan yang
ada pada setiap zona dari wilayah yang diamati dengan sejumlah tujuan
perjalanan yang beralokasi dalam zona lain dalam wilayah tersebut. Rumus-rumus
umum matematik dari model trip distribution terdiri dari berbagai model faktor
pertumbuhan seperti Gravity Model, serta beberapa Opportunities Model (Ortuzar
dan Willumsen, 1994). Dalam langkah ini, tata guna lahan akan sangat
mempengaruhi atraktifitas dari suatu daerah. Perubahan tata guna lahan di suatu
daerah, akan dapat merubah distribusi arus lalulintas ke daerah tersebut secara
signifikan. Misalnya saja pengembangan suatu pusat bisnis baru (mal,
supermarket, stadion olahraga), akan sangat besar pengaruhnya terhadap arus
transportasi di sekitar tempat tersebut. Oleh karena itu, perencanaan tata
ruang harus direncanakan secara hati-hati. Jika sudah ada peraturan daerah
tentang tata ruang, perda tersebut harus dilaksanakan secara konsekuen.
Model pemilihan jenis kendaraan (modal split)
digunakan untuk menghitung distribusi perjalanan beserta moda yang digunakan.
Ini dapat dilakukan apabila tersedia pelbagai macam kendaraan/moda yang menuju
tempat tujuan, seperti kendaraan pribadi (misalnya mobil, sepeda motor,
sepeda), serta angkutan umum (becak, bus, kereta api). Dasar pemilihan modal
adalah :
1.
Perjalanan, yang berkaitan dengan
waktu, maksud perjalanan, dan jarak.
a.
Pada jalan raya, dapat digunakan
untuk jarak yang relatif lebih pendek hingga menengah, biaya relatif lebih
murah untuk jarak perjalanan yang pendek.
b.
Pada jalan rel, biasanya digunakan
untuk jarak menengah dan jauh dengan biaya yang lebih murah.
c.
Pada kapal/feri, digunakan untuk
jarak menengah – jauh.
d.
Pada pesawat, digunakan untuk
jarak jauh.
2.
Pelaku perjalanan, yang
dipengaruhi oleh income (pendapatan), car ownership (kepemilikan kendaraan),
social standing, dan kepadatan perumahan
3.
Sistem Transportasi, yang
dipengaruhi oleh perbedaan waktau tempuh, tingkat pelayanan, dan biaya.
Jika
diinginkan agar sebagian besar pengguna jalan menggunakan angkutan umum, maka
harus direncanakan agar angkutan umum menjadi lebih menarik dan tetap menjadi
pilihan utama walaupun seseorang telah memiliki kendaraan pribadi. Langkah
terakhir model permintaan sekuensial adalah pilihan pelaku perjalanan terhadap
jalur antara sepasang zona dengan suatu moda perjalanan tertentu dan dengan
hasil aliran vehicular pada jaringan transportasi multimoda. Langkah ini dapat
dilihat sebagai model keseimbangan antara permintaan perjalanan yang
diperkirakan dalam proses terdahulu dan penawaran transportasi yang diberikan dalam
hal ini penyediaan fasilitas fisiknya dan frekuensi pelayanan yang disiapkan.
D. Angkutan Sebagai Penunjang Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi membutuhkan jasa angkutan
yang cukup serta memadai. Tanpa adanya transportasi sebagai sarana penunjang
tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam usaha
pengembangan ekonomi suatu daerah. Tiap daerah, bagaimanapun tingkatan
perkembangan ekonominya, dalam rangka menyusun sistem transportasi harus
menentukan terlebih dahulu tujuan-tujuan yang membutuhkan jasa angkutan dalam
sistem transportasi. Adapun tujuan yang hendak di capai dalam pengembangan
ekonomi ialah[5] :
1.
Meningkatkan pendapatan, disertai
dengan distribusi yang merata antara penduduk,bidang-bidang usaha dan
daerah-daerah.
2.
Meningkatkan jenis dalam jumlah
barang jadi dan jasa yang dapat dihasilkan para konsumen, industri dan
pemerintah.
3.
Mengembangkan industri yang dapat
menghasilkan devisa serta men-supply pasaran.
4.
Menciptakan dan memelihara
tingkatan kesempatan kerja bagi masyarakat.
Sejalan
dengan tujuan-tujuan ekonomi adapula tujuan-tujuan yang bersifat nonekonomis,
yaitu untuk mempertinggi integritas bangsa, mempertinggi ketahanan dan
pertahanan nasional.
E. Angkutan Sebagai Prasarana Ekonomi.
Fungsi transportasi adalah untuk mengangkut
penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain. Kebutuhan akan angkutan
penumpang tergantung fungsi bagi kegunaan seseorang artinya seseorang dapat
mengadakan perjalanan untuk kebutuhan pribadi atau untuk keperluan usaha. Faktor-faktor kebutuhan ekonomis yang
berhubungan dengan angkutan dari suatu jenis barang, tergantung daripada sifat
barang dan kegunaan ekonomisnya. Jadi trasportasi menciptakan kegunaan tempat
dengan mengangkut suatu jenis barang dari suatu tempat ke tempat yang
bersangkutan.
Harga barang dan jasa pada hakikatnya
dipengaruhi oleh permintaan akan barang dan jumlah barang yang tersedia. Biaya
merupakan unsur penting dalam produksi barang yang merupakan faktor pendorong
bagi produksi barang jadi. Dalam menentukan biaya trasportasi, beberapa faktor
yang perlu diperhatikan antara lain :
1.
Perbandingan antara bobot dan
volume barang.
2.
Kemungkinan kerusakan barang.
3.
Kemungkinan merusak barang lain.
4.
Harga pasar dari barang tersebut.
5.
Jarak angkutan.
6.
Keteraturan dan volume barang.
7.
Tingkat persaingan dengan sarana
angkutan lain baik intermoda maupun intcamoda.
8.
Biaya yang berhubungan dengan
jasa-jasa yang dihasilkan.
9.
Faktor-faktor khusus yang
memungkinkan mempengaruhi angkutan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Transportasi merupakan salah satu hal yang
sangat berperan dalam pembangunan secara menyeluruh. Transportasi juga sangat
berkaitan dengan penggunaan lahan, baik di desa maupun di kota. Dari penjelasan
di atas dapat diambil kesimpulan :
1.
Penggunaan lahan adalah hasil
akhir dari aktivitas dan dinamika kegiatan manusia dipermukaan bumi yang bukan
berarti berhenti namun tetap masih berjalan (dinamis).
2.
Transportasi dan pengunaan lahan
menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan. Dalam konteks perencanaan,
transportasi dan penggunaan lahan memiliki tujuan yang terarah dan spesifik.
3.
Keterkaitan antara Sistem
Transportasi dan Pengembangan Lahan yaitu kajian yang tidak dapat terlepas dari
eksistensi ruang dalam studi geografi. Sistem transportasi dan pengembangan
lahan (land development) saling berkaitan satu sama lain.
4.
Pengembangan lahan tidak akan
terjadi tanpa sistem transportasi, sedangkan sistem transportasi tidak mungkin
disediakan apabila tidak melayani kepentingan ekonomi atau aktivitas pembangunan.
B. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan untuk dapat dilakukan selanjutnya
sebagai berikut:
1.
Untuk memajukan transportasi
berbagai moda di Indonesia, pemerintah harus menaruh perhatian besar pada
pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan bandar udara. Selain
itu yang tak kalah penting adalah terus berupaya meningkatkan pelayanan dan
pemeliharaan infrastruktur-infrastruktur tersebut.
2.
Selain membangun berbagai
infrastruktur trasnportasi, pemerintah kiranya perlu untuk selalu menyediakan
transportasi yang murah dan terjangkau bagi masyarakat di daerah
terpencil/pinffiran, misalnya dengan kebijakan-kabijakan untuk menurunkan harga
BBM, memberikan subsidi, melakukan pengawasan ketat terhadap tata niaga dan
distribusinya dan sebagainya.
3.
Dukungan partisipasi masyarakat dan
pihak swasta sangat diperlukan guna mendukung pengembangan transportasi.
Kerjasama antar daerah dan kerjasama dengan negara lain sangat diperlukan,
karena transportasi tidak dapat dibatasi secara ruang dan harus direncanakan
sebagai satu kesatuan sistem.
DAFTAR
PUSTAKA
Salim, Abbas. 1993. Manajenen Transportasi, Jakarta;
PT. Raja Grafindo Persada.
Kamaludin, Rustian. 1986. Ekonomi Transportasi, Jakarta;
Ghalia Indonesia.
Departemen Perhubungan 1999, Reformasi Kebijakan
Sektor Transportasi, Pos dan Telekomunikasi, Cetak Biru : Tataran Normatif,
Regulasi dan Kelembagaan, Jakarta
Departemen Perhubungan, 2003, Cetak Biru Pembangunan
Perhubungan Tahun 2000– 2024,Jakarta
Departemen Perhubungan, 2005, Sistem Transportasi
Nasional (SISTRANAS), Jakarta.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, 2002,
Infrastruktur Indonesia Sebelum, Selama dan Pasca Krisis, Jakarta
Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan
Umum RI, 1992, Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Jakarta
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2003, Rencana
Strategis (RENSTRA) Pembangunan Transportasi Laut 2000 – 2004, Jakarta
Munawar, Ahmad, 2004, Manajemen Lalulintas Perkotaan,
Beta Offset, Yogyakarta
Munawar, Ahmad, 2005, Dasar-dasar Teknik Transportasi,
Beta Offset, Yogyakarta
[5] Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, 2002,
Infrastruktur Indonesia Sebelum, Selama dan Pasca Krisis, Jakarta.hlm.17.
Post a Comment for "Analis pengaruh dan perkembangan ekonomi terhadap transportasi Indonesia"