Analisis anatomi tehadap penyembuhan luka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia
adalah makhluk sosisal, yaitu makhluk yang tidak bisa mempertahankan hidupnya
sendirian. Setiap hari manusia yang satu selalu berinteraksi dengan manusia
lainnya. Situasi yang timbul dari proses interaksi ini pun beragam, mulai dari
yang ringan, sedang, sampai yang berat. Sehingga kadang-kadang tanpa kita
sadari muncul luka, baik secara fisik maupun rohani. Luka yang paling sering
dialami adalah luka secara fisik. Luka secara fisik sendiri adalah rusaknya
struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari
internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus,et al., 1994
dalam Potter & Perry, 2006).
Bagian tubuh yang paling sering
terkena luka adalah kulit. Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas dan
memiliki berbagai macam fungsi yang penting dalam mempertahankan kesehatan dan
melindungi individu dari cedera. Fungsi keperawatan yang penting adalah
mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan penyembuhan luka. Perawat
harus memahami faktor yang memengaruhi integritas kulit, fisiologi penyembuhan
luka, dan tindakan khusus untuk meningkatkan kondisi kulit sehingga dapat
melindungi kulit dan mengelola penyembuhan luka secara efektif.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa sajakah Struktur
Kulit Manusia?
2. Apakah yang
dimaksud dengan Luka?
3. Apakah yang
dimaksud dengan Penyembuhan Luka?
4. Faktor apa
sajakah yang mempengaruhi proses penyembuhan luka?
5. Bagaimanakah
Tahapan dalam Penyembuhan Luka?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Anatomi Fisiologi Sistem Integumen
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang
menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar
keringat dan kelenjar mukosa. (Syaifuddin, 2006)
a.
Anatomi Sistem Integument
1.
Epidermis
Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut)
Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut)
1)
Stratum Korneum
Terdiri
atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi
keratin.
2)
Stratum Lucidum
Terdiri
atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng, dan sitoplasma
terdri atas keratin padat. Antar sel terdapat desmosom.
3)
Stratum Granulosum
Terdiri
atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul
keratohialin. Pada membran sel terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi
perekat antar sel, yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap masuknya
materi asing, serta menyediakan efek pelindung pada kulit.
4)
Stratum Spinosum
Terdiri
atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum ini banyak terdapat di daerah yang
berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.
5)
Stratum Basal/Germinativum
Merupakan
lapisan paling bawah pada epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid. stratum
ini bertanggung jawab dalam proses pembaharuan sel-sel epidermis secara
berkesinambungan.
2.
Dermis
Dermis yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
Dermis yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
1)
Stratum papilare
Merupakan
bagian utama dari papila dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada
stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar
dari pembuluh (ekstravasasi).
2)
Stratum retikulare
Yaitu
yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan ikat padat
tak teratur (terutama kolagen tipe I).
3)
Subkutis
Subkutis
terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan diantara gerombolan ini
berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Lapisan lemak ini disebut
penikulus adiposus yang gunanya adalah sebagai shock breaker atau pegas bila
tekanan trauma mekanik yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk
mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh.
b.
Fisiologi Sistem Integumen
Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus
seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap
bahaya bahan kimia. Cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi
terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan.
Kulit merupakan indikator bagi seorang untuk memperoleh kesan umum dengan
melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat,
kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan
adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit
tertentu.
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada
kulit. Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaan marah akan terjadi
perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah
seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat
membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku
bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol,
kulit putih dari eropa dan lainnya. (Syaifuddin, 2006)
B.
Pengertian Luka
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan[ R. Sjamsu Hidayat, 1997].
Menurut Koiner dan Taylan, luka adalah terganggunya (disruption)
integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya yang terjadi secara
tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi,
superficial atau dalam.
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain(Kozier, 1995).
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain(Kozier, 1995).
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang
menyebabkan infeksi pascaoperatif terdapat dalam lapang operatif sebelum
pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama dengan jaringan
yang terkelupas tertahan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang sudah ada
atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan relatif infeksi luka adalah
lebih dari 27 %. Potter and Perry. (2005)
a.
Perawatan Luka Bersih
Prosedur
perawatan yang dilakukan pada luka bersih (tanpa ada pus dan necrose), termasuk
didalamnya mengganti balutan.
b.
Perawatan Luka Kotor
Perawatan
pada luka yang terjadi karena tekanan terus menerus pada bagian tubuh tertentu
sehingga sirkulasi darah ke daerah tersebut terganggu.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
a.
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi
organ
b.
Respon stres simpatis
c.
Perdarahan dan pembekuan darah
d.
Kontaminasi bakteri
e.
Kematian sel
C.
Jenis-Jenis Luka
a.
Berdasarkan tingkat kontaminasi
1.
Clean Wounds (Luka bersih), yaitu
luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi)
dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,genital dan urinari tidak
terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan
dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya
infeksi luka sekitar 1% – 5%.
2.
Clean-contamined Wounds (Luka
bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi,
pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak
selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
3.
Contamined Wounds (Luka
terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan
operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
4.
Dirty or Infected Wounds (Luka
kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.
b.
Berdasarkan ke dalaman dan luasnya
luka
1.
Stadium I : Luka Superfisial
(“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis
kulit.
2.
Stadium II : Luka “Partial
Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian
atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti
abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3.
Stadium III : Luka “Full
Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis
jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan
yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia
tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4.
Stadium IV : Luka “Full Thickness”
yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan
yang luas.
c.
Berdasarkan waktu penyembuhan luka
1.
Luka akut : yaitu luka dengan masa
penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
2.
Luka kronis yaitu luka yang
mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan
endogen.
d.
Berdasarkan mekanisme terjadinya
luka :
1.
Luka insisi (Incised wounds),
terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat
pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2.
Luka memar (Contusion Wound),
terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera
pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3.
Luka lecet (Abraded Wound),
terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda
yang tidak tajam.
4.
Luka tusuk (Punctured Wound),
terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit
dengan diameter yang kecil.
5.
Luka gores (Lacerated Wound),
terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6.
Luka tembus (Penetrating Wound),
yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7.
Luka Bakar (Combustio)
D.
Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan
sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses
penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun
beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan.
Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga
kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.
a.
Prinsip Penyembuhan Luka
Ada
beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu :
1.
Kemampuan tubuh untuk menangani
trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan
tiap orang.
2.
Respon tubuh pada luka lebih
efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga.
3.
Respon tubuh secara sistemik pada
trauma.
4.
Aliran darah ke dan dari jaringan
yang luka.
5.
Keutuhan kulit dan mukosa membran
disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme.
6.
Penyembuhan normal ditingkatkan
ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.
b.
Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan
luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan
dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi
pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Fase inflamasi :
1.
Hari ke 0-5
2.
Respon segera setelah terjadi
injuri à pembekuan darah à untuk mencegah kehilangan darah
3.
Karakteristik : tumor, rubor,
dolor, color, functio laesa
4.
Fase awal terjadi haemostasis
5.
Fase akhir terjadi fagositosis
6.
Lama fase ini bisa singkat jika
tidak terjadi infeksi
Dua
proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis.
Fase
proliferasi or epitelisasi
1.
Hari 3 – 14
2.
Disebut juga dengan fase granulasi
o.k adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka à luka nampak merah segar,
mengkilat
3.
Jaringan granulasi terdiri dari
kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin
and hyularonic acid
4.
Epitelisasi terjadi pada 24 jam
pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka
5.
Epitelisasi terjadi pada 48 jam
pertama pada luka insisi
Fase
maturasi atau remodeling
1.
Berlangsung dari beberapa minggu
s.d 2 tahun
2.
Terbentuknya kolagen yang baru
yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile
strength)
3.
Terbentuk jaringan parut (scar
tissue) à 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
4.
Terdapat pengurangan secara
bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami
perbaikan
Kollagen
yang ditimbun dalam luka diubah, membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih
mirip jaringan. Kollagen baru menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan
luka, sehingga bekas luka menjadi rata, tipis dan garis putih.
E.
Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka
1.
Status Imunologi
2.
Kadar gula darah (impaired white
cell function)
3.
Hidrasi (slows metabolism)
4.
Kadar albumin darah (‘building
blocks’ for repair, colloid osmotic pressure-oedema)
5.
Nyeri (causes vasoconstriction)
6.
Corticosteroids (depress immune
function)
7.
Usia : Anak dan dewasa
penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena
penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah.
8.
Nutrisi : Penyembuhan menempatkan
penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein,
karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang
nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah
pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan
penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
9.
Infeksi : Infeksi luka menghambat
penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
10. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi : Sejumlah kondisi fisik dapat
mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan
jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih
mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang
dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer,
hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang
menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume
darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan
nutrisi untuk penyembuhan luka.
11. Hematoma : Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka
secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh,
sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
12. Benda asing : Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan
menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini
timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah),
yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
13. Iskemia : Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan
suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini
dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi
akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
14. Diabetes : Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan
peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal
tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
15. Keadaan Luka : Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan
efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
16. Obat : Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan
anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama
dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
17. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera.
18. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
19. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab.
20. kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan
tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
F.
Aturan Dalam Perawatan Luka
1.
Menghindari terjadinya pencemaran
Pada
kulit dan lapisan lendir terdapat mikroorganisme. Oleh karena itu penting
sekali setelah membantu pasien dan setelah menggantikan balutan yang kotor,
perlu mencuci tangan dan mendensifeksi luka dan kulit.
2.
Mengusahakan balutan tetap kering
Mikroorganisme
dengan cepat memperbanyak diri dalam lingkungan yang basah. Sehingga perlu
secara teratur mengganti balutan. Terutama lapisan luar balutan tidak boleh
basah karena mikroorganisme itu bisa melewati balutan yang basah dan masuk
kedalam luka.
3.
Proses perkembangan aliran darah
local
4.
Mengembangkan kondisi yang baik
5.
Selalu berusaha agar luka bersih
6.
Penyokong yang baik untuk luka pada
luka steril perlu sekali suatu dukungan yang baik terhadap luka tersebut, untuk
menjaga agar luka tersebut tidak menganga dan juga tidak timbul pendarahan.
7.
Menghindari kondisi luka yang
makin memburuk
8.
Menghindari rasa sakit yang tidak
perlu
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada
kulit yang terluka sangat dierlukan perawatan luka karena bertujuan untuk
mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran
mukosa, mencegah bertambahnya kerusakan jaringan, mempercepat penyembuhan,
membersihkan luka dari benda asing atau debris, drainase untuk memudahkan
pengeluaran eksudat, mencegah perdarahan, dan mencegah excoriasi kulit sekitar
drain dan juga bermanfaat agar membantu pasien dalam penyembuhan luka, membantu
pasien memperoleh rasa nyaman dan membantu pasien mendapatkan kembali fungsi
normal.
Penggunaan
ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai
optimal jika digunakan secara tepat. Prinsip utama dalam manajemen perawatan
luka adalah pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan
klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas.
Luka
itu menurut salah satu ahli adalah terganggunya (disruption) integritas normal
dari kulit dan jaringan di bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau
disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superficial atau
dalam.
Luka itu dapat dibagi berdasarkan:
Luka itu dapat dibagi berdasarkan:
a. Berdasarkan
tingkat kontaminasi
b. Berdasarkan
ke dalaman dan luasnya luka
c. Berdasarkan
waktu penyembuhan luka
Jadi,
dalam melakukan perawatan luka bersih dan kotor harus menguasai ilmu,
pengetahuan juga keterampilan klinis sehingga bisa mencapai tujuan yang
diinginkan.
B.
Saran
a. Seorang
perawat harus menguasai ilmu dan inovasi produk perawat supaya optimal dalam
melakukan perawatan
b. Seorang
perawat harus mengkaji luka secara komperehensif.
c. Seorang
perawat harus menguasai pengetahuan dan keterampilan klinis.
DAFTAR PUSTAKA
Kusyati,Eni.2006.Keterampilan dan
prosedur laboratorium.Jakarta:EGC
Drs. H. Syaifuddin, AMK. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa
Keperawatan Ed 3. Penerbit Buku Kedokteran; EGC: Jakarta.
Evelyn C. Pearce. (2008). Anatomi &
Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta.
Stoma
Rumah Sakit Dharmais. 2004. Perawatan Luka. Makalah Mandiri: Jakarta.
Reksoprodjo, S. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Binarupa Aksara: Jakarta.
Stevens, PJM. (1999). Ilmu Keperawatan. Jilid
2. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Wibowo, Daniel S. (2005). Anatomi Tubuh Manusia.
Jakarta: PT Grasindo.
Post a Comment for "Analisis anatomi tehadap penyembuhan luka"