Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Analisis anatomi tehadap penyembuhan luka



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Manusia adalah makhluk sosisal, yaitu makhluk yang tidak bisa mempertahankan hidupnya sendirian. Setiap hari manusia yang satu selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Situasi yang timbul dari proses interaksi ini pun beragam, mulai dari yang ringan, sedang, sampai yang berat. Sehingga kadang-kadang tanpa kita sadari muncul luka, baik secara fisik maupun rohani. Luka yang paling sering dialami adalah luka secara fisik. Luka secara fisik sendiri adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus,et al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006).
            Bagian tubuh yang paling sering terkena luka adalah kulit. Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas dan memiliki berbagai macam fungsi yang penting dalam mempertahankan kesehatan dan melindungi individu dari cedera. Fungsi keperawatan yang penting adalah mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan penyembuhan luka. Perawat harus memahami faktor yang memengaruhi integritas kulit, fisiologi penyembuhan luka, dan tindakan khusus untuk meningkatkan kondisi kulit sehingga dapat melindungi kulit dan mengelola penyembuhan luka secara efektif.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa sajakah Struktur Kulit Manusia?
2.      Apakah yang dimaksud dengan Luka?
3.      Apakah yang dimaksud dengan Penyembuhan Luka?
4.      Faktor apa sajakah yang mempengaruhi proses penyembuhan luka?
5.      Bagaimanakah Tahapan dalam Penyembuhan Luka?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Anatomi Fisiologi Sistem Integumen
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar keringat dan kelenjar mukosa. (Syaifuddin, 2006)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEioNAPgrkTo4Fic3VvgQK09D_0lmUsNW1I94Bu1yaXiGnrUQh3TH8SFgzlr3DJCyNHHM-V5RsSXcA6y2vV-eqO0VFLg1kFJX4cqaQO9bimV50IvbRsr6cbh0tH5-D45y-rP0gRxwaFAflyz/s1600/anat+kulit.jpg
a.      Anatomi Sistem Integument
1.      Epidermis
Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut)
1)      Stratum Korneum
Terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin.
2)      Stratum Lucidum
Terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng, dan sitoplasma terdri atas keratin padat. Antar sel terdapat desmosom.
3)      Stratum Granulosum
Terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel, yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta menyediakan efek pelindung pada kulit.
4)      Stratum Spinosum
Terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum ini banyak terdapat di daerah yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.
5)      Stratum Basal/Germinativum
Merupakan lapisan paling bawah pada epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid. stratum ini bertanggung jawab dalam proses pembaharuan sel-sel epidermis secara berkesinambungan.

2.      Dermis
Dermis yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
1)      Stratum papilare
Merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).
2)      Stratum retikulare
Yaitu yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I).
3)      Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan diantara gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang gunanya adalah sebagai shock breaker atau pegas bila tekanan trauma mekanik yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh.

b.      Fisiologi Sistem Integumen
Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia. Cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit tertentu.
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada kulit. Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaan marah akan terjadi perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol, kulit putih dari eropa dan lainnya. (Syaifuddin, 2006)

B.     Pengertian Luka
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan[ R. Sjamsu Hidayat, 1997].
Menurut Koiner dan Taylan, luka adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superficial atau dalam.
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain(Kozier, 1995).
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang menyebabkan infeksi pascaoperatif terdapat dalam lapang operatif sebelum pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama dengan jaringan yang terkelupas tertahan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang sudah ada atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan relatif infeksi luka adalah lebih dari 27 %. Potter and Perry. (2005)
a.       Perawatan Luka Bersih
Prosedur perawatan yang dilakukan pada luka bersih (tanpa ada pus dan necrose), termasuk didalamnya mengganti balutan.


b.      Perawatan Luka Kotor
Perawatan pada luka yang terjadi karena tekanan terus menerus pada bagian tubuh tertentu sehingga sirkulasi darah ke daerah tersebut terganggu.

Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
a.       Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b.      Respon stres simpatis
c.       Perdarahan dan pembekuan darah
d.      Kontaminasi bakteri
e.       Kematian sel

C.    Jenis-Jenis Luka
a.       Berdasarkan tingkat kontaminasi
1.      Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
2.      Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
3.      Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
4.      Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.
b.      Berdasarkan ke dalaman dan luasnya luka
1.      Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2.      Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3.      Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4.      Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
c.       Berdasarkan waktu penyembuhan luka
1.      Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
2.      Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
d.      Berdasarkan mekanisme terjadinya luka :
1.      Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2.      Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3.      Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4.      Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5.      Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6.      Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7.      Luka Bakar (Combustio)

D.    Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.
a.       Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu :
1.      Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang.
2.      Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga.
3.      Respon tubuh secara sistemik pada trauma.
4.      Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka.
5.      Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme.
6.      Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.
b.      Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjf3I59vukgUoMCK886ZXkM5SdRwuB13Y4pNgCqNnourkXcSw3pFmcycS-va_F_8Fc22lfY5ClL-vZrYppE3UEWX3uRYvkaHGJ15Ui79gpBhx6Kxlu1Im2JU6PBFt3hThatJhui8PJZOhen/s1600/tahap+Penyembuhan+Luka.jpg
Fase inflamasi :
1.      Hari ke 0-5
2.      Respon segera setelah terjadi injuri à pembekuan darah à untuk mencegah kehilangan darah
3.      Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
4.      Fase awal terjadi haemostasis
5.      Fase akhir terjadi fagositosis
6.      Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis.
Fase proliferasi or epitelisasi
1.      Hari 3 – 14
2.      Disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka à luka nampak merah segar, mengkilat
3.      Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid
4.      Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka
5.      Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
Fase maturasi atau remodeling
1.      Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun
2.      Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
3.      Terbentuk jaringan parut (scar tissue) à 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
4.      Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan
Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah, membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi rata, tipis dan garis putih.

E.     Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka
1.      Status Imunologi
2.      Kadar gula darah (impaired white cell function)
3.      Hidrasi (slows metabolism)
4.      Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure-oedema)
5.      Nyeri (causes vasoconstriction)
6.      Corticosteroids (depress immune function)
7.      Usia : Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
8.      Nutrisi : Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
9.      Infeksi : Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
10.  Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi : Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
11.  Hematoma : Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
12.  Benda asing : Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
13.  Iskemia : Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
14.  Diabetes : Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
15.  Keadaan Luka : Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
16.  Obat : Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
17.  Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.
18.  Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
19.  Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab.
20.  kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

F.     Aturan Dalam Perawatan Luka
1.      Menghindari terjadinya pencemaran
Pada kulit dan lapisan lendir terdapat mikroorganisme. Oleh karena itu penting sekali setelah membantu pasien dan setelah menggantikan balutan yang kotor, perlu mencuci tangan dan mendensifeksi luka dan kulit.
2.      Mengusahakan balutan tetap kering
Mikroorganisme dengan cepat memperbanyak diri dalam lingkungan yang basah. Sehingga perlu secara teratur mengganti balutan. Terutama lapisan luar balutan tidak boleh basah karena mikroorganisme itu bisa melewati balutan yang basah dan masuk kedalam luka.
3.      Proses perkembangan aliran darah local
4.      Mengembangkan kondisi yang baik
5.      Selalu berusaha agar luka bersih
6.      Penyokong yang baik untuk luka pada luka steril perlu sekali suatu dukungan yang baik terhadap luka tersebut, untuk menjaga agar luka tersebut tidak menganga dan juga tidak timbul pendarahan.
7.      Menghindari kondisi luka yang makin memburuk
8.      Menghindari rasa sakit yang tidak perlu
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada kulit yang terluka sangat dierlukan perawatan luka karena bertujuan untuk mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa, mencegah bertambahnya kerusakan jaringan, mempercepat penyembuhan, membersihkan luka dari benda asing atau debris, drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat, mencegah perdarahan, dan mencegah excoriasi kulit sekitar drain dan juga bermanfaat agar membantu pasien dalam penyembuhan luka, membantu pasien memperoleh rasa nyaman dan membantu pasien mendapatkan kembali fungsi normal.
Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas.
Luka itu menurut salah satu ahli adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superficial atau dalam.
Luka itu dapat dibagi berdasarkan:
a.       Berdasarkan tingkat kontaminasi
b.      Berdasarkan ke dalaman dan luasnya luka
c.       Berdasarkan waktu penyembuhan luka
Jadi, dalam melakukan perawatan luka bersih dan kotor harus menguasai ilmu, pengetahuan juga keterampilan klinis sehingga bisa mencapai tujuan yang diinginkan.

B.     Saran
a.       Seorang perawat harus menguasai ilmu dan inovasi produk perawat supaya optimal dalam melakukan perawatan
b.      Seorang perawat harus mengkaji luka secara komperehensif.
c.       Seorang perawat harus menguasai pengetahuan dan keterampilan klinis.


DAFTAR PUSTAKA
Kusyati,Eni.2006.Keterampilan dan prosedur laboratorium.Jakarta:EGC
Drs. H. Syaifuddin, AMK. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Ed 3. Penerbit Buku Kedokteran; EGC: Jakarta.
Evelyn C. Pearce. (2008). Anatomi & Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta.
Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004. Perawatan Luka. Makalah Mandiri: Jakarta.
Reksoprodjo, S. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara: Jakarta.
Stevens, PJM. (1999). Ilmu Keperawatan. Jilid 2. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Wibowo, Daniel S. (2005). Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: PT Grasindo.


Post a Comment for "Analisis anatomi tehadap penyembuhan luka"