Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Antibiotik golongan Kuikolon 2



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pencarian antibiotik dimulai pada akhir tahun 1800-an ketika teori tentang asal usul penyakit yang menyebutkan bahwa bakteri dan mikroorganisme lain sebagai penyebab penyakit diterima oleh masyarakat luas.  Pada tahun 1877, Louis Pasteur menemukan kenyataan bahwa  bakteri antraks yang dapat menyebabkan penyakit antraks dan berakibat pada kegagalan pernapasan , dapat dikurangi patogenisitasnya pada hewan uji setelah hewan uji tersebut diinjeksi dengan bakteri yang diisolasi dari tanah. Pada tahun 1887, Rudolf Emmerich menunjukkan bahwa penyakit kolera yang merupakan penyakit infeksi intestinal dapat dicegah pada hewan uji yang sebelumnya diinfeksi dengan bakteri Streptococcus.
Pada tahun 1888, ilmuan jerman E. de Freudenreich mengisolasi produk dari bakteri yang memiliki kemampuan antibiotik. Freudenreich menemukan bahwa pigmen  biru yang dikeluarkan kultur bakteri Bacillus pyocyaneus dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain pada kultur sel. Percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa pyocyanase, yang merupakan produk yang diisolasi dari B. pyocyaneus, dapat membunuh berbagai macam bakteri pathogen. Selanjutnya secara klinis pyocyanase terbukti toksik dan tidak stabil sehingga antibiotik alami ini tidak dapat dikembangkan sebagai obat yang efektif.
Pada awal tahun 1920, ilmuan inggris  Alexander fleming menemukan enzim lisozim pada air mata manusia. Enzim tersebut dapat melisis sel bakteri. Enzim pada air mata manusia ini merupakan contoh agen antimikroba yang pertama kali ditemukan pada manusia. Seperti pyocyanase, lisozim juga terbukti dapat membunuh sel bakteri.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu antibiotik?
2.      Bagaimana pengertian kuinolon?
3.      Bagaimana turunan kuinolon?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Antibiotik
Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spectrum atau kisaran kerja, mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun berdasarkan struktur biokimianya. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat dibedakan menjadi antibiotik berspektrum sempit (narrow spectrum) dan antibiotik berspektrum luas ( broad spectrum). Antibiotik berspektrum sempit hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri gram negative saja atau gram positif saja. Sedangkan antibiotik berspektrum luas dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram positif maupun gram negatif. Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik dibedakan menjadi lima, yaitu antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel, perusakan membran plasma, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam nukleat, dan penghambatan sintesis metabolit esensial.
Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Secara profilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi. Diperkirakan bahwa antibiotik bekerja setempat didalam usus dengan menstabilisir floranya hewan tersebut. Kuman-kuman buruk yang merugikan dikurangi jumlah dan aktivitasnya, sehingga zat-zat gizi dapat dipergunakan lebih baik. Pertumbuhan dapat distimulasi dengan rata-rata 10 %. Meskipun di kebanyakan Negara Barat penyalahgunaan ini dilarang dengan keras, namun masih tetap banyak digunakan dalam makanan ternak, terutama makrolida dan glikopeptida.
Penghambatan pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi  replikasi mikroorganisme. Yang termasuk antibiotik penghambat sintesis asam nukleat ini adalah antibiotik golongan kuinolon dan rifampin atau rifampisin.



B.     Golongan Kuinolon
Kuinolon, merupakan bakterisida karena menghambat lepasnya untai DNA yang terbuka pada proses superkoil dengan menghambat DNA girase (enzim yang menekan DNA bakteri menjadi superkoil). Untuk memasukkan DNA untai ganda yang panjang kedalam sel bakteri, DNA diatur dalam loop (DNA terrelaksasi) yang kemudian diperpendek oleh proses superkoil. Sel eukariotik tidak mengandung DNA girase. Sifat penting dariKuinolon adalah penetrasinya yang baik ke dalam jaringan dan sel (bandingkan dengan Penisilin), efektivitasnya bila diberikan secara oral, dan toksisitasnya relatif rendah.
Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.Golongan Kuinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. 
Pada saat perkembang biakkan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.

C.    Turunan Golongan Kuinolon
1.      Asam nalidiksat dan norfloksasin efektif untuk infeksi saluran kemih tanpa komplikasi.
2.      Siprofloksasin aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Siprofloksasin terutama aktif terhadap kuman Gram negatif termasuk salmonella, shigella, kampilobakter, neisseria, dan pseudomonas. Siprofloksasin hanya memiliki aktivitas yang sedang terhadap bakteri Gram positif seperti Streptococcus pneumoniae dan Enterococcus faecalis karena itu tidak boleh digunakan untuk pneumonia pneumokokus. Siprofloksasin aktif terhadap klamidia dan beberapa mikobakteria. Sebagian besar kuman anaerob tidak sensitif terhadap siprofloksasin. Penggunaan siprofloksasin termasuk untuk infeksi saluran napas (tapi bukan pneumonia pneumokokus), saluran kemih, sistem pencernaan (termasuk demam tifoid) dan gonore serta septikemia oleh organisme yang sensitif.
Pada anak, siprofloksasin digunakan untuk infeksi pseudomonas pada fibrosis sistik (pada anak di atas usia 5 tahun) dan juga untuk mengatasi dan mencegah antrax inhalation. Jika manfaat pemberian melebihi risiko yang dapat ditimbulkan, siprofloksasin dapat digunakan untuk mengatasi infeksi saluran nafas, saluran kemih dan sistem saluran cerna (termasuk demam tifoid). Selain itu juga digunakan untuk mengobati septikemia yang disebabkan organisme yang multi resisten (biasanya infeksi yang diperoleh di rumah sakit) dan gonore (walaupun resistensi meningkat). Siprofloksasin juga digunakan untuk mencegah penyakit meningokokus. Untuk anak, tetes mata ofloksasin digunakan untuk infeksi mata. Data mengenai pengunaaan kuinolon lain pada anak masih terbatas.
3.      Ofloksasin digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran napas bagian bawah, gonore, uretritis dan servisitis non gonokokus
4.      Levofloksasin aktif terhadap organisme Gram positif dan Gram negatif. Memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap pneumokokus dibandingkan siprofloksasin. Levofloksasin diindikasikan untuk community acquired pneumoniatapi sebagai terapi lini kedua. Di Indonesia, ketiga obat ini tidak disetujui untuk pengobatan infeksi kulit dan jaringan lunak karena banyak ditemukan stafilokokus yang resisten. Penggunaan obat ini sebaiknya dihindarkan pada MRSA.
5.      Moksifloksasin sebaiknya digunakan untuk mengobati eksaserbasi akut dari bronkitis kronis hanya bila terapi konvensional tidak berhasil atau dikontraindikasikan dan sebagai terapi lini kedua dari community acquired pneumonia.Moksifloksasin aktif terhadap organisme Gram positif dan Gram negatif Moksifloksasin memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan siprofloksasin terhadap organisme Gram positif termasuk pneumokokus. Moksifloksasin tidak aktif terhadapPseudomonas aeruginosa atau meticillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Antrax inhalation atau gastrointestinal antrax pada pasien dewasa atau anak di atas 12 tahun sebaiknya diberi pengobatan awal siprofloksasin atau doksisiklin dalam kombinasi dengan satu atau dua antibiotik lain (seperti amoksisiklin, benzilpenisilin, kloramfenikol, klaritromisin, klindamisin, imipenem dengan silastatin dan vankomisin). Jika kondisi membaik dan kepekaan bakteri B. antrax dipastikan, pengobatan diganti ke antibiotik tunggal dan antibakteri profilaksis sebaiknya dilanjutkan selama 60 hari. Siprofloksasin atau doksisiklin dapat diberikan sebagai post exposure prophylaxis setelah terjadi antraks. Jika kontak terhadap antrax sudah dipastikan, antibakteri profilaksis sebaiknya dilanjutkan selama 60 hari. Antibakteri profilaksis dapat diganti amoksisilin setelah 10-14 hari jika strain Bacillus anthracis sensitif terhadap amoksisilin. Vaksinasi antraks dapat memperpendek pemberian antibakteri profilaksis.
PERHATIAN: Kuinolon sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien dengan riwayat epilepsi atau kondisi yang dapat menyebabkan kejang, defisiensi G6PD, miastenia gravis (risiko eksaserbasi), pasien gangguan ginjal (Lampiran 3), pada wanita hamil (lampiran 2) dan ibu menyusui (lampiran 4), anak-anak dan remaja (hasil penelitian pada hewan menunjukkan adanya artropati pada sendi penunjang berat badan). Sebaiknya dihindari paparan terhadap sinar matahari yang berlebihan (hentikan bila terjadi fotosensitivitas). Kuinolon juga dapat menimbulkan kejang pada pasien dengan atau tanpa riwayat kejang. Penggunaan AINS pada saat yang bersamaan dapat memicu terjadinya kejang.
Penggunaan pada anak. Kuinolon dapat menyebabkan artropati pada sendi penahan berat badan pada hewan, karena itu tidak boleh digunakan pada anak dan remaja. Namun, kebermaknaan efek ini pada manusia masih belum diketahui dengan pasti. Pada beberapa kondisi, penggunaan kuinolon pada anak dapat dilakukan. Asam nalidiksat digunakan untuk infeksi saluran kemih pada anak di atas usia 3 bulan. Siprofloksasin diindikasikan untuk infeksi pseudomonas pada fibrosis sistik untuk anak di atas usia 5 tahun dan untuk profilaksis antraks.
Penggunaan Fluorokuinolon dapat meningkat-kan risiko tendonitis dan tendon rupture pada semua rentang usia. Kerusakan tendon ini dapat terjadi dalam 48 jam setelah dimulai terapi. Karena itu perlu diperhatikan hal-hal berikut:
·         Kuinolon dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat gangguan tendon yang disebabkan oleh penggunaan kuinolon.
·         Kemungkinan terjadinya tendonitis lebih besar pada lansia yang berusia lebih dari 60 th, pasien pasca transplantasi ginal, jantung atau paru.
·         Risiko terjadinya kerusakan tendon meningkat jika digunakan bersama dengan kortiko-steroid
·         Jika diduga terjadi tendonitis, penggunaan kuinolon sebaiknya segera dihentikan.
EFEK SAMPING: Efek samping kuinolon meliputi mual, muntah, dispepsia, nyeri lambung, diare (jarang, kolitis terkait antibiotik), sakit kepala, pusing, gangguan tidur, ruam (sindroma Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik), dan pruritus. Efek samping yang jarang terjadi antara lain anoreksia, peningkatan kadar urea dan kreatinin dalam darah, mengantuk, restlessness, astenia, depresi, bingung, halusinasi, kejang, tremor, paraestesia, hipoastesia, fotosensitivitas, reaksi hiper-sensitivitas termasuk demam, urtikaria, angioedema, artralgia, mialgia dan anafilaksis serta gangguan darah (mencakup eosinofilia, leukopenia, trombositopenia, selain itu dapat juga terjadi gangguan penglihatan, pengecapan, pendengaran dan penciuman. Juga dilaporkan terjadinya inflamasi tendon dan kerusakan tendon (terutama pada lansia dan penggunaan bersama kortikosteroid). Efek samping lain yang juga dilaporkan anemia hemolitik, gagal ginjal, nefritis interstisial dan disfungsi hati (termasuk hepatitis dan cholestatic jaundice). Obat sebaiknya dihentikan bila terjadi reaksi hipersensitivitas (termasuk ruam berat), reaksi neurologis atau reaksi psikiatrik.

D.    Obat Golongan Kuinolon
1.      ASAM NALIDIKSAT
Indikasi: 
infeksi saluran kemih.
Peringatan: 
Hindari pada porfiria dan riwayat kejang; hindari paparan berlebihan terhadap sinar matahari. Dapat mempengaruhi hasil uji reduksi urin, hitung jenis sel darah, uji fungsi hati dan ginjal bila pengobatan lebih dari 2 minggu. Hindari penggunaan pada defisiensi G6PD, peningkatan tekanan intrakranial, riwayat konvulsi, paralisis nervus kranialis, kolestasis, asidosis metabolik.
Efek Samping: 
mual, muntah, diare, insomnia, sakit kepala, pusing, lelah, pruritus, plebitis; mulut kering, rasa tidak enak pada mulut, anoreksia, konstipasi, sakit perut, infeksi vagina, hipotensi, artralgia, fotosensitif, erupsi, berkeringat, mimpi buruk, perasaan terbakar, pruritus, merah pada tempat penyuntikan, jumlah eosinofil tinggi, jumlah sel-sel darah merah meningkat, leukosit rendah, jumlah bilirubin tinggi, SGPT tinggi, SGOT tinggi, alkalin fosfatase tinggi, BUN tinggi, urea tinggi, glukosa bebas tinggi, dan protein dalam urin tinggi.



Dosis: 
1 gram tiap 6 jam selama 7 hari. Untuk infeksi kronis: 500 mg tiap 6 jam. ANAK di atas 3 bulan, maksimum 50 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi. Untuk jangka panjang, 30 mg/kg bb/hari.

2.      FLEROKSASIN
Indikasi: 
infeksi saluran pernafasan bagian bawah, infeksi saluran kemih (disertai komplikasi atau tanpa komplikasi), gonore (infeksi gonokok, tanpa komplikasi), infeksi salmonela yang disebabkan oleh Salmonella typhi atau paratyphi, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi.
Efek Samping: 
mual, muntah, diare, insomnia, sakit kepala, pusing, lelah, pruritus, plebitis; mulut kering, rasa tidak enak pada mulut, anoreksia, konstipasi, sakit perut, infeksi vagina, hipotensi, artralgia, fotosensitif, erupsi, berkeringat, mimpi buruk, perasaan terbakar, pruritus, merah pada tempat penyuntikan, jumlah eosinofil tinggi, jumlah sel-sel darah merah meningkat, leukosit rendah, jumlah bilirubin tinggi, SGPT tinggi, SGOT tinggi, alkalin fosfatase tinggi, BUN tinggi, urea tinggi, glukosa bebas tinggi, dan protein dalam urin tinggi.
Dosis: 
oral atau infus intravena selama 1 jam, 400 mg sekali sehari; lama pengobatan umumnya 7- 14 hari, tetapi pada infeksi yang lebih serius atau infeksi kronis kulit dan jaringan lunak dan infeksi tulang dan sendi dibutuhkan pengobatan yang lebih lama (hingga 12 minggu); Infeksi gonokok tanpa komplikasi, infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (sistitis pada ibu-ibu muda) dosis tunggal, oral, 400 mg.Infeksi saluran kemih, oral, 200 mg selama 7-10 hari.Infeksi saluran pernafasan bagian bawah, infus intravena, 400 mg sekali sehari, oral, 400 mg sekali sehari. Infeksi saluran kemih (disertai komplikasi atau tanpa komplikasi), oral, 200 mg sekali sehari.Gonore (infeksi gonokok tanpa komplikasi), oral, 400 mg sekali sehari.Infeksi salmonella yang disebabkan Salmonella typhi atau paratyphi, infus intravena, 400 mg sekali sehari, oral, 400 mg sekali sehari. Infeksi kulit dan jaringan lunak, infus intravena, 400 mg sekali sehari; oral, 400 mg sekali sehari. Infeksi tulang dan sendi, infus intravena, 400 mg sekali sehari, oral, 400 mg sekali sehari. Penyesuaian dosis tidak diperlukan pada infeksi-infeksi yang diobati dengan dosis ganda 200 mg atau dosis tunggal 400 mg, tetapi penyesuaian dosis diperlukan untuk golongan pasien tertentu, pengobatan dimulai dengan dosis tunggal 400 mg, kemudian dilanjutkan dengan dosis tetap 200 mg sekali sehari selama pengobatan; golongan pasien ini adalah pasien dengan bersihan kreatinin < 40 mL per menit atau yang menjalani hemodialisa dan chronic ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), pasien dengan berat badan < 50 Kg, pasien wanita berumur 65 tahun atau lebih dan pasien berusia 75 tahun atau lebih dimana ekskresi ginjalnya menurun; pasien dengan kasus sirosis hati yang disertai asites; pasien dengan kegagalan fungsi hati.

3.      LEVOFLOKSASIN
Indikasi: 
infeksi sinusitis maksilaris akut, eksaserbasi bakterial akut pada bronkitis kronik, pneumonia komunitas (community-acquired pneumonia), uncomplicated skin dan skin structure infections, infeksi saluran kemih kompleks (complicated urinary tract infection), dan pielonefritis akut karena mikroorganisme yang sensitif.
Efek Samping: 
diare, mual, vaginitis, flatulens, pruritis, ruam, nyeri abdomen, genital moniliasis, pusing, dispepsia, insomnia, gangguan pengecapan, muntah, anoreksia, ansietas, konstipasi, edema, lelah, sakit kepala, palpitasi, parestesia, sindrom Stevens-Johnson, vasodilatasi tendon rupture.
Dosis: 
oral dan parenteral, 250 mg –750 mg sekali sehari selama 7-14 hari, tergantung pada jenis dan keparahan penyakit serta sensisitifitas patogen yang dianggap penyebab penyakit, sinusitis akut, 500 mg per hari selama 10-14 hari, eksaserbasi dari bronkitis kronik, 250-500 mg per hari selama 7-14 hari, pneumonia yang didapat dari lingkungan, 500 mg sekali atau dua kali sehari selama 7-14 hari, infeksi saluran kemih, 250 mg selama 7-10 hari (selama 3 hari untuk infeksi tanpa komplikasi), prostatitis kronik, 500 mg sekali selama 28 hari. Infeksi kulit dan jaringan lunak, 250 mg sehari atau 500 mg sekali atau dua kali sehari selama 7-14 hari, intravena (500 mg selama paling tidak 60 menit), pneumonia yang didapat dari lingkungan, 500 mg sekali atau dua kali sehari, infeksi saluran kemih dengan komplikasi, 250 mg sehari, dapat ditingkatkan pada infeksi parah, infeksi kulit dan jaringan lunak, 500 mg dua kali sehari.
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal: bersihan kreatinin >50 mL/menit, tidak ada penyesuaian dosis, bersihan kreatinin 20-50 mL/menit, dosis awal 250 mg, selanjutnya 125 mg setiap 24 jam, atau dosis awal 500 mg, selanjutnya 250 mg setiap 24 jam, bersihan kreatinin 10-19 mL/menit atau <10 mL/menit (termasuk hemodialisis dan CAPD), dosis awal 250 mg, selanjutnya 125 mg setiap 24 jam, atau dosis awal 500 mg selanjutnya 125 mg setiap 24 jam.

4.      MOKSIFLOKSASIN
Indikasi: 
eksaserbasi akut bronkitis kronik; pneumonia dari lingkungan (community-acquired pneumonia); sinusitis bakterial akut yang didiagnosis dengan baik, infeksi kulit complicated atau infeksi struktur kulit yang memerlukan terapi inisial parenteral dan dilanjutkan dengan oral.
Efek Samping: 
juga mulut kering, stomatitis, glossitis, flatulens, konstipasi, aritmia, palpitasi, udem perifer, angina, perubahan tekanan darah, dyspnoea, ansietas, dan berkeringat; jarang: hipotensi, hi- perlipidemia, agitasi, mimpi yang tidak normal, inkordinasi, hiperglikemia dan kulit kering.
Dosis: 
400 mg sekali sehari selama 10 hari untuk pneumonia yang didapat dari lingkungan, 5-10 hari untuk eksaserbasi (akut) dari bronkitis kronik, 7 hari untuk sinusitis. Tidak diperlukan penyesuaian dosis pada manula, pasien dengan berat badan rendah atau pasien rawat jalan dengan gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang (bersihan kreatinin di atas 30 mL/menit/1,73 m2).

5.      NORFLOKSASIN
Indikasi: 
lihat pada dosis.
Peringatan: 
Peringatan pada defisiensi G6PD. Hindari pada anak yang dalam pertumbuhan dan belum pubertas. Hati-hati pada pengendara karena dapat mengurangi kewaspadaan.
Interaksi: 
berpotensi membentuk kelat bersama ion logam (Al, Cu, Zn, Mg, Ca), antasida mengandung aluminium atau magnesium dan obat mengandung besi menurunkan absorpsi levofloksasin, penggunaan bersama AINS dengan kuinolon dapat meningkatkan risiko stimulasi SSP dan serangan kejang, gangguan glukosa darah, termasuk hiperglikemia dan hipoglikemia jika diberikan bersama obat antidiabetik, levofloksasin dapat menghambat pertumbuhan bakteriMycobacterium tuberculosis, sehingga dapat memberikan hasil negatif palsu pada diagnosis bakteri tuberkulosis.
Efek Samping: 
Dapat menimbulkan anoreksia, depresi, ansietas, tinitus, nekrolisis epidermal tosik, dermatitis eksfoliatif, eritema multiforme (sindrom Stevens-Johnson)
Dosis: 
infeksi saluran kemih, 400 mg dua kali sehari selama 7-10 hari (3 hari untuk kasus tanpa komplikasi). Infeksi saluran kemih kronis dan berulang, 400 mg dua kali sehari sampai 12 minggu. dapat dikurangi menjadi 400 mg sekali sehari jika respon baik pada 4 minggu pertama.

6.      OFLOKSASIN
Indikasi: 
infeksi yang disebabkan strain yang rentan terhadap ofloksasin seperti Staphylococcus sp., Streptococcuspneumoniae, Micrococcus sp., Corynebacterium sp., Branhamella catarrhalis, Pseudomonas sp., Pseudomonas aeruginosa, Haemophilus sp., (Haemophilus influenza, Haemophilus aegyptius) Moraxella sp (Morax-Axenfeld diplo bacillus) Serratia sp. Klebsiella sp., Proteus sp., Acinobacter sp., dan bakteri anaerob (Propionibacterium acne): blepharitisdacryocystitis, konjungtivitis, tarsadenitis, keratitis dan corneal ulcer.
Efek Samping: 
Takikardia, hipotensi transient, reaksi vaskulitis, ansietas, sempoyongan (unsteady gait), neuropati, gejala ekstrapiramidal, reaksi psikosis (hentikan pengobatan- lihat keterangan di atas); sangat jarang terjadi:perubahan gula darah dan reaksi vaskulitis, terdapat kasus pneumonitis. Pada pemberian intravena dapat terjadi hipotensi dan reaksi lokal (tromboflebitis).

Dosis: 
oral: infeksi saluran kemih, 200-400 mg/hari, sebaiknya pagi hari. Pada infeksi saluran kemih atas dapat dinaikkan sampai dua kali 400 mg/hari. Infeksi saluran kemih bawah, 400 mg/hari, bila perlu dapat dinaikkan menjadi dua kali 400 mg/hari. Infeksi jaringan lunak, 400 mg dua kali sehari.
Gonore tanpa komplikasi, 400 mg dosis tunggal.
Infeksi Klamidia genital tanpa komplikasi, uretritis non-gonokokus, 400 mg per hari dosis tunggal atau dosis terbagi selama 7 hari.
Penyakit radang pelvik 400mg dosis tunggal. Infus intravena: (200 mg/30 menit). Infeksi saluran kemih dengan komplikasi, 200 mg/ hari. Infeksi saluran kemih bawah, 200 mg dua kali sehari.
Septikemia, 200 mg dua kali sehari.
Infeksi kulit dan jaringan lunak, 400 mg dua kali sehari. Pada infeksi berat atau dengan komplikasi, dosis dapat ditingkatkan menjadi 400 mg dua kali sehari.

7.      SIPROFLOKSASIN
Indikasi: 
infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Profilaksis pada bedah saluran cerna bagian atas. Lihat juga keterangan di atas.
Efek Samping: 
juga flatulen, disfagia, pankreatitis, takikardia, hipotensi, udem, kemerahan, berkeringat, gangguan dalam bergerak, tinnitus, vaskulitis, tenosinovitis, eritema, nodosum, hemorrhagic bullaepetechiae dan hiperglikemia; nyeri dan flebitis pada tempat penyuntikan.

8.      SPARFLOKSASIN
Indikasi: 
pneumonia akut berasal dari komunitas (CAP/Community-acquired pneumonia) yang diduga disebabkan oleh bakteri pneumokokus dan non-pneumokokus; eksaserbasi dari penyakit obstruksi paru menahun (COPD); sinusitis purulen akut; infeksi yang sudah resisten terhadap penisilin atau antibiotik beta-laktam lain.
Efek Samping: 
fototoksisitas termasuk manifestasi terbakar sinar matahari, eritema, dan lesi lepuh, (gejala fototoksik masih timbul setelah pengobatan dihentikan beberapa minggu); kemerahan, pruritus, bengkak, lepuh, gejala Steven-Johnson Syndrome, nyeri otot dan sendi, tendinitis, ruptur/ kerusakan tendon, gangguan irama jantung, termasuk torsades de pointes, aritmia, bradikardi, takikardi, takikardi ventrikel, mual, muntah, diare, nyeri perut, gastralgia, peningkatan enzim hati, ikterus, tremor, rasa mabuk, paraestesia, gangguan sensorik, sakit kepala, vertigo, halusinasi, gangguan tidur awal pengobatan, hipersensitifitas, urtikaria, angioedema, shok anafilaktik, edema quincke, trombositopenia yang sporadis, purpura trombositopenia, konjungtivis, uretritis, peningkatan transaminase sedang atau untuk sementara.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kuinolon, merupakan bakterisida karena menghambat lepasnya untai DNA yang terbuka pada proses superkoil dengan menghambat DNA girase (enzim yang menekan DNA bakteri menjadi superkoil). Untuk memasukkan DNA untai ganda yang panjang kedalam sel bakteri, DNA diatur dalam loop (DNA terrelaksasi) yang kemudian diperpendek oleh proses superkoil. Sel eukariotik tidak mengandung DNA girase. Sifat penting dariKuinolon adalah penetrasinya yang baik ke dalam jaringan dan sel (bandingkan dengan Penisilin), efektivitasnya bila diberikan secara oral, dan toksisitasnya relatif rendah.
Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.Golongan Kuinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. 

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritk dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.




DAFTAR PUSTAKA
Farmakologi dan Terapi, edisi 5, Departemen Farmakologi Terapeutik, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, 2007.
Neal Michael.J.2006. “At a Glance Farmakologi Medis”. Erlangga: Jakarta
Pratiwi Sylvia T. 2008. “Mikrobiologi Farmasi”. Erlangga : Jakarta
Tjay Tan Hoan. 2007. “Obat-obat Penting”. PT.Gramedia. Jakarta


Post a Comment for "Antibiotik golongan Kuikolon 2"