Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hipertensi dan ASKEP



LAPORAN PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemamuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dengan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994).
Jumlah lansia semakin lama semakin banyak. Di Indonesia saja, di tahun 2007 sudah ada 5.65% populasi penduduk yang berusia 65 tahun ke atas (Depkes RI, 2009). Demikian juga masalah kesehatan yang berkaitan dengan mereka. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kesehatan lansia adalah kesehatan pembuluh darah dan jantung.
Memang benar semakin tua umur seseorang, tekanan darah normalnya pun semakin meningkat. Tekanan darah orang dewasa disebut tinggi jika tekanan sistoliknya 140 mmHg ke atas atau tekanan diastoliknya 90 mmHg ke atas. Menurut JNC (Joint National Committee) VII yang berlaku 2003, hipertensi ditemukan sebanyak 60-70% pada populasi berusia di atas 65 tahun. Bahkan lansia yang berumur di atas 80 tahun sering mengalami hipertensi persisten, dengan tekanan sistolik menetap di atas 160 mmHg. Jenis hipertensi yang khas sering ditemukan pada lansia adalah isolated systolic hypertension, di mana tekanan sistoliknya saja yang tinggi (di atas 140 mmHg), namun tekanan diastolik tetap normal (di bawah 90 mmHg).
Banyak juga orang yang beranggapan bahwa tekanan darah tinggi, yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg,
Mengapa tekanan darah lansia lebih tinggi? Ada beberapa faktor yang mungkin berpengaruh di sini.
1.      Terjadi pengerasan pembuluh darah, khususnya pembuluh nadi (arterial). Hal ini disertai pengurangan elastisitas dari otot jantung (miokard).
2.      Sensitivitas baroreseptor pada pembuluh darah berkurang karena rigiditas pembuluh arteri. Akibatnya pembuluh darah tidak dapat berfluktuasi dengan segera sesuai dengan perubahan curah jantung.
3.      Selain itu fungsi ginjal juga sudah menurun. Ginjal dalam keadaan normal juga berperan pada pengaturan tekanan darah, yaitu lewat sistem renin-angiotensin-aldosteron. Jika tekanan darah sistemik turun, ginjal menghasilkan renin lebih banyak untuk mengubah angiotensinogen (angiotensin I) menjadi angiotensin II, zat yang dapat menimbulkan vasokonstriksi pada pembuluh darah. Akibatnya tekanan darah akan meningkat. Pada lansia, regulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron sudah kurang baik.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dalam laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan gerontik ini penulis merumuskan masalah :
1.      Apa pengertian Hipertensi pada Lansia?
2.      Apa penyebabnya?
3.      Bagaimana Patofisiologinya?
4.      Bagaimana Tanda dan Gejalanya?
5.      Bagaimana Asuhan Keperawatan Hipertensi Pada Lansia?

C.    TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan laporan endahuluan dan asuhan keperawatan ini adalah :
1.      Mengumpulkan Tugas akhir laporan pendahuluan dan Askep pada lansia kasus kelolaan pada mata kuliah Praktek Keperawatan Gerontik
2.      Mengetahui pengertian, penyebab, patofisiologi dan tanda dan gejala penyakit hipertensi pada lansia.
3.      Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan lansia dengan masalah Hipertensi.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFINISI
Hpertensi didefinisikan sebagai TD persisten diaman tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001 : 896).
Hiperetnsi adalah peningkatan tekanand arah yang menetap di atas batas normal yang disepakati yaitu : diastolic 90 mmHg / sistolik 140 mmHg (Kee & Hayes, 1996 : 479).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati yaitu : diastolic 90 mmHg / sistolik 140 mmHg (Price & Wilson, 1995 : 933).

B.     KLASIFIKASI
Hipertensi pada lanjut usia dibedakan atas :
a)      Hipertensi pada tekanan sistolik sama / lebih besar dari 140 mmHg / tekanan diastolic sama / lebih besar dari 140 mmHg
b)      Hipertensi sistolik terisolasi : tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg, dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg
Pada hipertensi sistolik ini masih controversial. Mengenai target tekanan darah dianjurkan penurunan yang bertahap sampai sekitar sistolik 140-160 mmHg. (R.P. Sidabular, 1974).

C.    ETIOLOGI
Berdasar penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1.      Hipertensi primer / esensial
Yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, tetapi ada beberapa faktor penunjang antara lain :
o   Herediter
o   Lingkungan
o   Hiperaktivitas
o   Susunan syaraf simpatis
o   Sistem rennin ongiotensin
o   Defek dalam mensekresi Na
o   Faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti : alcohol, merokok serta polistemia, stress (Ignativicius, 1991 : 2197).

2.        Hipertensi sekunder / hipertensi renal
Yaitu terhadap sekitar 5% kasus penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperal dias teronisme primer dan sindrom cushing, feokromasitoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, penggunaan konstrasepsi oral, penyakit renal vaskuler dan renal parendrymal, kelainan endokrin, tumor otak, encephalitis, peningkatan volume introvaskuler, luka bakar.


D.    PATOFISIOLOGI
Tekanan darah yang meningkat pada penyakit hipertensi menyebabkan aliran darah meningkat. Sehingga dalam pembuluh darah terjadi sclerosis yang kemudian aliran darah tersebut menjadi statis (adanya retensi garam). Hal tersebut menyebabkan peningkatan kerja jantung yang ditandai dengan peningkatan kontraksi otot jantung sehingga otot jantung mengalami pembesaran dan mengakibatkan penurunan cardiac output.
Peningkatan TD dapat menyebabkan sclerosis yang menimbulkan pengecilan pembuluh darah. Jika dalam serebral terjadi peningkatan vaskuler (aliran darah) karena adanya peningkatan ini menyebabkan aliran darah turun, sehingga suplai darah ke otak kurang dan dapat terjadi nyeri.
 Karena  suplai darah ke otak berkurang maka O2 yang diedarkan oleh darah ke otak menjadi berkurang pula, sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan. Dampak hipertensi pada ginjal terjadi vaskontriksi pembuluh darah ginjal yang menyebabkan penurunan aliran darah. Hal ini menyebabkan rennin (yang merupakan enzim yang disekresi oleh sel junkta glomerulus ginjal) bekerja pada substratnya berupa pembentukan engiotensin peptida II yang berpengaruh terhadap aldosteron untuk mengikat natrium dan air ke inter stisial, hal tersebut mengakibatkan peningkatan volume cairan dalam tubuh.
Perubahan fisik pada lansia terkait dengan penyakit hipertensi :
·         Perubahan sistem kardiovaskuler
-          Elastisitas, dinding aorta menurun
-          Katub jantung menebal dan menjadi kaku
-          Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah umur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
-          Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak)
-          Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatknya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistolis normal ± 170 mmHg. Distolis normal ± 90 mmHg. Dengan adanya penurunan suplai O2 ke otak maka kebutuhan otak akan O2 berkurang. Hal tersebut dapat menyebabkan pingsan pada akhirnya akan terjadi resiko injuri.
(Ganong, 2003) (Price & Wilson, 1995) (Smeltzer & Bare, 2001)

E.     MANIFESTASI
1.      Neurologi : Pusing / migraine , Penurunan kemampuan berbicara, Disfungsi
sistem syaraf, Infeksi serebral, Infark otak , Perdarahan serebral , Edema cerebral , Stroke . Hemiplegia
2.      Gastro intestinal  : Mual , Muntah
3.      Urologi : Poliuria , Nokturia , Hematuria mikroskopik , Palidipsi , Azotemia,
Gagal ginjal, Proteinuria
4.      Kardiovaskuler : Mycocardiac infark
5.      Respiratorisus : Sesak nafas
6.      Psikologis : Mudah marah,  Cemas, tidur
7.      Sensori : Gangguan tajam pengelihatan, Pandangan akbur, Kebutaan, Retinopati.

F.     PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada penderita hipertensi terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis dan famarkologis.
Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari :
1.      berat badan
2.      alcohol
3.      Pembatasan konsumsi natrium
4.      Pembatasan penggunaan tembakau
5.      dan relaksasi
Penatalaksanaan farmakologis terdiri dari :
1.      (chlorthalidone chygraton)
2.      pengganti kalium
3.      loop (frerasemide (lasik)
4.      Inhibitor asenergik (propanoloc (iinderal)
5.      Vaskodilaton (hydrolazine hydrocholoride (apresoline)
6.      enzim pengubah angiotensin (captopril (capoten)
7.      Antagonis kalsium (diltiazem hydrochloride (cardizem)

G.    KOMPLIKASI
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika tekanan diastolic   130 mmHg atau pada  kenaikan tekanan darah yang terjadi secara mendadak dan tinggi.
Beberapa negara mempunyai pola komplikasi yang berbeda-beda. Di Jepang gangguan serebravaskuler lebih mencolok dibandingkan dengan kelainan organ yang lain, sedangkan di Amerika dan Eropa komplikasi jantung ditemukan lebih banyak. Di Indonesia belum ada data mengenai hal ini, akan tetapi komplikasi serebral vaskuler dan komplikasi jantung sering ditemukan.
Pada hipertensi ringan dan sedang komplikasi yang terjadi adalah pada mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan pengelihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat disamping kelainan koroner dan miokardio. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboembali dan serangan iskemia otak sementara (transisent ischeemic attack). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut pada hipertensi maligna.

















ANALISA DATA

NO
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1.
DS : pasien mengatakan sakit kepala, pusing-pusing, susah berjalan, ekstremitas kebas.

DO : fungsi menggenggam tangan menurun, klien tampak tidak seimbang jika berjalan.
TD : 180/110 mmHg,

-          Kelemahan umum
-          Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
Intoleransi aktivitas
2.
DS : pasien mengatakan kurang mengerti tentang penyakitnya dan penyebab penyakit.

DO : pasien tampak bertanya tentang penyakitnya dan makanan pantangan.
TD : 180/110 mmHg.

-          Kurangnya  informasi mengenai penyakitnya
-          Klien kurang mengenal masalah penyakitnya.
Kurang pengetahuan


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
2.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakitnya.





RENCANA KEPERAWATAN
TGL
NO.Dx
Dx. KEP
RENCANA
RASIONAL
TUJUAN
KRT. HASIL
INTERVENSI

1
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
tidak terjadi intoleransi aktivitas
-    Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan atau diperlukan
-    Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
1.      Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter : frekwensi nadi 20 x/menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD.
2.      Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
3.      Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
4.      Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
1.   Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress dan aktivitas.
2.   Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.
3.   Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
4.   Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
2
2
Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakitnya.

Klien menunjukkan peningkatan pengetahuan mengenai penyakitnya
·    Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
·    Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.
-     
1.    Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
2.    Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol.
3.    Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi (pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut) melalui penkes

1.Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudah dalam menentukan intervensi.
2.Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
3.Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses penyakit hipertensi.

·     


CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


TGL
No.
IMPLEMENTASI
EVALUASI
PARAF

1.
1.    Mengkaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter : frekwensi nadi 20 x/menit diatas frekwensi istirahat/aktivitas minimal TD : 180/110 mmHg.
2.    Mengkaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas : aktivitas seperti mandi dilakukan sendiri.
3.    Memotivasi klien untuk memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
4.    Memberikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
S : pasien mengatakan sakit kepala, pusing-pusing, susah berjalan, ekstremitas kebas, dan pernah di diagnosis mengalami stroke ringan. Tapi dapat melakukan aktivitas minimal seperti mandi.

O : fungsi menggenggam tangan menurun, klien tampak tidak seimbang jika berjalan.
TD : 180/110 mmHg,

A : masalah belum teratsi.

P : intervensi dilanjutkan.




2
1.    Mengkaji  tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
2.    Membantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol.
3.    Menjelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi (pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut) melalui penkes

S : pasien mengatakan mengerti tentang penyakitnya

O : pasien terlihat dapat menjawab pertanyaan tentang penyebab penyakit dan makanan yang harus dipantang.

A : masalah teratasi.

P : intervensi dihentikan






















BAB IV
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
a.       Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
b.      Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
1)      Hipertensi
2)      Hipertensi sistolik terisolasi
a.       Hipertensi pada lansia dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam factor
b.      Komplikasi hipertensi pada lansia adalah
ü  gagal jantung
ü  gagal ginjal
ü  stroke (kerusakan otak)
ü  kelumpuhan.
c.       Penatalaksanaan hipertensi pada lansia terdiri atas
o   Pencegahan primer
o   Pencegahan sekunder


B.     SARAN
Diharapkan perawat lebih mengerti tentang konsep hipertensi pada lansia dan disarankan perawat  lebih banyak lagi mencari informasi tentang hipertensipada lansia sehingga bisa menambah wawasan yang lebih maksimal dan dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia dengan baik dan benar.








DAFTAR PUSTAKA

Beckett NS, Peters R, Fletcher AE, Staessen JA, Liu L, Dumitrascu D, et.al. Treatment of Hypertension in Patients 80 Years of Age or Older. N Engl J Med 2008; 359: 1887-98.
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
National Institute of Health (2003). JNC 7 Express: The 7th Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

















 


























                                                                        
 

Post a Comment for "Hipertensi dan ASKEP"