Hubungan tasawuf, dengan ilmu kalam, filsafat, fiqih dan sosiologi
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Ilmu tasawuf merupakan rumusan tentang
teoritis terhadap wahyu-wahyu yang berkenaan dengan hubungan antara Tuhan
dengan manusia dan apa yang harus dilakukan oleh manusia agar dapat berhubungan
sedekat mungkin dengan Tuhan, baik dengan pensucian jiwa dan latihan-latihan
spritual. Sedangkan ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak
mengedepankan pembicaraan tetang persoalan akidah, dan adapun filsafat adalah
rumusan teoritis terhadap wahyu tersebut bagi manusia mengenai keberadaan
(esensi), seperti proses penciptaan alam dan manusia.
Sedangkan ilmu jiwa adalah ilmu yang
membahas tentang gejala-gejala dan aktivitas kejiwaan manusia. Maka dalam hal
ini ilmu tasawuf tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait dengan
ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan kontribusi ilmu
tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut dan begitupun sebaliknya, bagaimana
kontribusi ilmu keislaman yang lain terhadap ilmu tasawuf. Maka dalam makalah
ini kami akan membahas hubungan ilmu tasawuf dengan beberapa ilmu keislaman
lainnya, diantaranya: ilmu kalam, ilmu filsafat, ilmu fiqih dan ilmu jiwa.
Dengan tujuan agar kita lebih mampu mengkorelasikan ilmu-ilmu tersebut dan bisa
membandingkannya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian Ilmu Tasawuf?
2. Apa
pengertian Ilmu Kalam?
3. Apa
pengertian Filsafat?
4. Apa
pengertian Fiqih?
5. Apa
pengertian Ilmu Jiwa?
6. Bagaimana
hubungan Ilmu tasawuf dengan kalam, filsafat, fiqih, dan ilmu jiwa ?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui
dan memahami pengertian ilmu tasawuf
2. Mengetahui
dan memahami pengertian ilmu kalam
3. Mengetahui
dan memahami pengertian filsafat
4. Mengetahui
dan memahami pengertian fiqih
5. Mengetahui
dan memahami pengertian ilmu jiwa
6. Mengetahui
dan memahami hubungan ilmu tasawuf dengan kalam, filsafat, fiqih, dan ilmu
jiwa.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
TASAWUF
Istilah
tasawuf sangat populer dan telah digunakan selama berabad-abad, dan sering
memiliki bermacam-macam arti. Tasawuf berasal dari bahasa arab, yaitu صفة/ صوف
/ صفى. Kata Shuffah/Shuffi bermakna serambi masjid. Shafa yang berarti kesucian
atau bersih. Ada yang berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari kata Shafwa
yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim awal yang berdiri
di baris pertama dalam shalat atau dalam perang suci.
Ada
pula yang menganggap bahwa kata tasawuf berasal dari Shuf yang berarti bulu
domba, yang menunjukkan bahwa orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin
kurang memperdulikan penampilan lahiriahnya dan sering memakai jubah yang
terbuat dari bulu domba yang kasar sebagai simbol kesederhanaan. Ibnu Khaldun (808
H) memberikan pengertian mengenai tasawuf dalam perkataannya sebagai berikut:
“Tasawuf adalah menjaga kebaikan tata krama bersama Allah dalam amal-amal
lahiriah dan batiniah dengan berdiri di garis-garisnya, sambil memberikan
perhatian pada penguncian hati dan mengawasi segala gerak-gerik hati dan
pikirannya demi memperoleh keselamatan[1].
Jadi, menurut beliau tasawuf adalah ilmu yang
memberi perhatian pada usaha menjaga tata krama bersama Allah secara dhahir dan
bathin, yakni dengan tetap menjalankan hukum-hukum syariat secara formal sambil
mensucikan hati secara substansi sehingga fokus hanya kepada Allah. Imam Junaid
dari Baghdad (910 M) mendefinisikan tasawuf sebagai mengambil setiap sifat
mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah. Syekh Abul Hasan asy-Syadzili (1258
M) yaitu seorang syekh sufi besar dari Afrika Utara mendefinisikan tasawuf
sebagai praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk
mengembalikan diri kepada jalan Tuhan.
Syekh Ahmad Zorruq (1494 M) dari Maroko
mendefinisikan tasawuf sebagai berikut: “Ilmu yang dapat memperbaiki hati dan
menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan menggunakan pengetahuan tentang
jalan Islam, khususnya fiqih dan pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki
amal dan menjaganya dalam batas-batas syariat Islam agar kebijaksanaan menjadi
nyata”. Ia menambahkan, "Fondasi tasawuf ialah pengetahuan tentang tauhid,
dan setelah itu memerlukan manisnya keyakinan dan kepastian; apabila tidak
demikian maka tidak akan dapat mengadakan penyembuhan hati”.
B.
PENGERTIAN
ILMU KALAM
Nama
lain dari Ilmu Kalam adalah Ilmu Aqaid (ilmu akidah), Ilmu Tauhid (Ilmu tentang
ke Esa-an Tuhan), dan Ilmu Ushuluddin (Ilmu pokok-pokok agama). Disebut juga
dengan Teologi Islam. Theos: Tuhan, Logos: ilmu. Berarti ilmu tentang ketuhanan
yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran Islam, termasuk
persoalan-persoalan ghaib.
Menurut
Ibnu Khaldun dalam kitab muqodimah mengatakan bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang
berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan
menggunakan dalil fikiran dan juga berisi tentang bantahan-bantahan terhadap
orang-orang yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan menyimpang. Ilmu:
pengetahuan, Kalam: pembicaraan, berarti ilmu kalam adalah pengetahuan tentang
pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan persoalan terpenting yang di
bicarakan pada awal Islam adalah tentang Kalam Allah (Al-Qur'an), apakah azali
atau non azali. Dasar Ilmu Kalam adalah dalil-dalil fikiran (dalil aqli).
Dalil
Naqli (Al-Qur'an dan Hadist) baru dipakai sesudah ditetapkan kebenaran
persoalan menurut akal fikiran. persoalan kafir-bukan kafir, jalan kebenaran,
pembuktian kepercayaan dan kebenaran didasarkan atas logika/rasio.
C.
PENGERTIAN
FILSAFAT
Menurut
analisa Al-Farabi filasafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosiphia. Philo
berarti cinta dan shopia berarti hikmah atau kebenaran. Menurut Plato, bahwa
filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada. Marcus Tullius
Cicero (politikus dan ahli pidato romawi) merumuskan filsafat adalah
pengetahuan tentang segala sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk
mencapainya.
Al
Farabi mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan
bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Filsafat itu ilmu pokok dan
pangkal segala pengetahuan yang mencakup metafisika, etika, agama, dan
antropologi[2].
D.
PENGERTIAN
ILMU FIQIH
Fiqih
merupakan salah satu disiplin ilmu Islam yang bisa menjadi teropong keindahan
dan kesempurnaan Islam. Dinamika pendapat yang terjadi diantara para fuqoha
menunjukkan betapa Islam memberikan kelapangan terhadap akal untuk kreativitas
dan berijtihad. Sebagaimana qaidah-qaidah fiqih dan prinsip-prinsip Syari'ah
yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lima aksioma, yakni; Agama, akal,
jiwa, harta dan keturunan menunjukkan betapa ajaran ini memiliki filosofi dan
tujuan yang jelas, sehingga layak untuk exis sampai akhir zaman.
Fiqih
menurut bahasa berarti; faham, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Thaha
ayat 27-28: وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي - يَفْقَهُوا قَوْلِي "Dan
lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka memahami perkataanku."
Pengertian fiqih seperti diatas, juga tertera dalam ayat lain, seperti; Surah
Hud: 91, Surah At Taubah: 122, Surah An Nisa: 78. Lebih spesifik lagi, para
ahli hukum dan undang-undang Islam mendefinisikan fiqih sebagai ilmu khusus
tentang hukum-hukum syara' yang furu dengan berlandaskan hujjah dan argumen.
E.
PENGERTIAN
ILMU JIWA
Ilmu
jiwa (psikologi) adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku dan proses
mental yang terjadi pada manusia. Dengan kata lain, ilmu ini meneliti tentang
peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia. Psikologi meneliti tentang suara
hati (dhamir), kemauan (iradah), daya ingat, hafalan, prasangka (waham), dan
kecenderungan-kecenderungan (awathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja
jiwa yang menggerakkan perilaku manusia. Ilmu jiwa mengarahkan pembahasan pada
aspek batin yang di dalam Qur’an diungkapkan dengan istilah insan.
Dimana
istilah ini berkaitan erat dengan kegiatan manusia yaitu kegiatan belajar,
tentang musuhnya, penggunaan waktunya, beban amanah yang dipikulkan,
konsekuensi usaha perbuatannya, keterkaitan dengan moral dan akhlak,
kepemimpinannya, ibadahnya dan kehidupannya di akhirat. Quraish Shihab
mengemukakan bahwa secara nyata terlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat
manusia yang berkelakuan baik dan sebaliknya. Berarti manusia memiliki kedua
potensi tersebut. Dalam diri manusia terdapat potensi rohaniah yang cenderung
kepada kebaikan dan keburukan.
Potensi
rohaniah secara lebih dalam dikaji dalam ilmu jiwa. Untuk mengembangkan ilmu
akhlak kita dapat memanfaatkan informasi yang diberikan oleh ilmu jiwa. Di
dalam ilmu jiwa terdapat informasi tentang perbedaan psikologis yang dialami
seseorang pada setiap jenjang usianya.
F.
HUBUNGAN
TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, ILMU FILSAFAT, ILMU FIQIH, DAN ILMU JIWA
1.
Hubungan
Tasawuf dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam adalah disiplin ilmu keislaman yang
banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan.
Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang
mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun teks
(naqliyah). Argumentasi yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang
cenderung menggunakan metode berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah
biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits[3].
Pembicaraan
materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rohani.
Sebagai contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar,
Kalam, Iradah, Qudrah, Hayat, dan sebagainya. Namun, ilmu kalam tidak
menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah
mendengar dan melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca
Al-Qur’an. Bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta
merupakan pengaruh dari kekuasaan Allah? Pertanyaan-pertanyaan diatas sulit
terjawab hanya dengan berlandaskan pada ilmu kalam. Biasanya, yang membicarakan
penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu Tasawuf.
Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan
bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang
diwajibkan.
Pada
ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan
manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf
ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan
ketentraman. Sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari
kemunafikan. Semua itu tidak hanya cukup diketahui batasan-batasannya oleh
seseorang. Sebab terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan,
tetapi tetap saja melaksanakannya.
Dalam
kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Sebagai
pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam.
b. Berfungsi
sebagai pengendali ilmu Tasawuf.
c. Berfungsi
sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam.
2.
Hubungan
Tasawuf dengan Ilmu Filsafat
Ilmu
tasawuf yang berkembang di dunia islam tidak dapat dilepaskan dari sumbangan
pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat dalam kajian-kajian tasawuf yang
berbicara tentang jiwa. Harus diakui bahwa terminologi jiwa dan roh banyak
dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sederetan intelektual muslim ternama
juga banyak mengkaji tentang jiwa dan roh, diantaranya Al-Kindi, Al-Farabi,
Ibnu Sina dan Al-Ghazali.
Kajian-kajian
mereka tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata lebih banyak
memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dan
juga dikembangkan dalam ilmu tasawuf. Namun, yang banyak dikembangkan dalam
tasawuf adalah masalah Qalb/hati.
3.
Hubungan
Tasawuf dengan Ilmu Fiqih
Biasanya,
pembahasan kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari Thaharah, kemudian
persoalan-persoalan fiqih lainnya. Namun, pembahasan ilmu fiqih secara tidak
langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Persoalannya
sekarang, disiplin ilmu apakah yang dapat menyempurnakan ilmu fiqih dalam
persoalan-persoalan tersebut? Ilmu Tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang
paling tepat karena ilmu ini berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu
fiqih.
Corak
batin yang dimaksud adalah ikhlas dan khusyuk. Bahkan ilmu ini mampu
menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih. Akhirnya,
pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.
Dahulu para ahli fiqih mengatakan “Barang siapa mendalami fiqih, tetapi belum
bertasawuf, berarti ia fasik. Barang siapa bertasawuf, tetapi belum mendalami
fiqih, berarti ia zindiq.
Dan
Barang siapa melakukan ke-2 nya, berarti ia melakukan kebenaran”. Tasawuf dan
fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling menyempurnakan. Jika terjadi
pertentangan antara ke-2 nya, berarti telah terjadi kesalahan dan penyimpangan.
Maksudnya, boleh jadi seorang sufi
berjalan tanpa fiqih, atau seorang ahli tidak mengamalkan ilmunya. Jadi,
seorang ahli sufi harus bertasawuf sekaligus memahami dan mengikuti aturan
fiqih. Maksudnya, seorang ahli fiqih harus mengetahui hal-hal yang berhubungan
dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara pengamalannya, begitu juga dengan
sufi. Ini menjelaskan bahwa ilmu Tasawuf dan ilmu Fiqih adalah 2 disiplin ilmu
yang saling melengkapi.
4.
Hubungan
Tasawuf dengan Ilmu Jiwa
Dalam
pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Yang
dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf
tersebut adalah terciptanya keserasian antara ke-2 nya. Pembahasan tentang jiwa
dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan
perilaku yang dipraktekkan manusia dengan dorongan yang dimunculkan dari
jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi.
Dari
sini, baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dikategorikan
sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan
seseorang baik, maka ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika
perbuatan yang ditampilkannya jelek, maka ia disebut sebagai orang yang
berakhlak jalek. Dalam pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang
bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa dalam
tubuhnya adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati, maka yang akan tampil dalam
perilakunya adalah perilaku hewani atau nabati pula. Sebaliknya, jika yang
berkuasa adalah nafsu insani, maka yang akan tampil dalam perilakunya adalah
perilaku insani pula[4].
Orang
yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup,
karena orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga,
dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan
cara membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu
menyesuaikan diri dalam arti yang luas, terhindar dari kegelisahan-kegelisahan
dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya. Semua praktek dan
amalan-amalan dalam tasawuf merupakan latihan rohani dan jiwa/jasmani untuk
melakukan pendakian spritual ke arah yang lebih baik dan lebih sempurna. Dengan
demikian, amalan-amalan tasawuf tersebut bertujuan untuk mencari ketenangan
jiwa dan keberhasilan, agar lebih kokoh dalam menempuh liku-liku problem hidup
yang beraneka ragam serta untuk mencari hakekat kebenaran yang dapat mengatur
segala-galanya dengan baik.
Dengan
demikian antara tasawuf dengan ilmu jiwa memiliki hubungan yang erat karena
salah satu tujuan praktis dari ilmu jiwa adalah supaya manusia memiliki
ketenangan hati, ketentraman jiwa dan terhindar dari penyakit-penyakit
psikologis seperti dengki, sombong, serakah, takabbur dan sebagainya. Tasawuf
juga selalu membicarakan persoalan seputar jiwa manusia. Hanya saja, jiwa yang
dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentunya tidak lepas dari
sentuhan-sentuhan keislaman.
Dari
sinilah tasawuf terlihat identik dengan unsur kejiwaan manusia muslim. Pada
aspek lain, psikologi juga kita temukan masih menggunakan teori dan metodologi
psikologi modern. Sedangkan tasawuf terlepas dari teori dan metodologi
psikologi modern. Inilah yang membedakan antara tasawuf dengan psikologi Islam.
Namun, pada sisi lain tasawuf juga memberi kontribusi besar dalam pengembangan
Psikologi Islam, karena tasawuf merupakan bidang kajian Islam yang membahas
jiwa dan gejala kejiwaan. Unsur Islam dalam psikologi Islam akan banyak berasal
dari tasawuf. Jika kita lihat, tasawuf melihat manusia dari sisi internal,
artinya langsung mempelajari isi dan kondisi hati ataupun kejiwaan manusia
bagaimana seharusnya. Sedangkan ilmu jiwa mempelajari dan mendeskripsikan
kejiwaan manusia dari eksternal manusia yaitu dengan mempelajari hal-hal yang
tampak dari sikap dan perilaku manusia, karena menurutnya dari mempelajari
prilakunya kita dapat menggambarkan bagaimana kondisi kejiwaannya.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa antara tasawuf, ilmu kalam,
filsafat, fiqih dan ilmu jiwa itu saling berhubungan satu sama lain. Dalam
mempelajari ilmu agama Islam, ilmu-ilmu tersebut tidak boleh ditinggalkan.
Sebab apabila ditinggalkan salah satu, maka akan tersesat. Ilmu-ilmu tersebut
saling melengkapi dan saling memperkuat satu sama lain.
Tasawuf
berasal dari bahasa arab, yaitu صفة/ صوف / صفى. Kata Shuffah/Shuffi bermakna
serambi masjid. Shafa yang berarti kesucian atau bersih. Ada yang berpendapat
bahwa kata tersebut berasal dari kata Shafwa yang berarti baris atau deret,
yang menunjukkan kaum Muslim awal yang berdiri di baris pertama dalam shalat atau
dalam perang suci.
Ada
pula yang menganggap bahwa kata tasawuf berasal dari Shuf yang berarti bulu
domba, yang menunjukkan bahwa orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin
kurang memperdulikan penampilan lahiriahnya dan sering memakai jubah yang terbuat
dari bulu domba yang kasar sebagai simbol kesederhanaan.
B.
SARAN
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik
dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Rosihon dan M. Sholihin. 2008.
Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. Sholikhatun. 2012. “Ilmu Tasawuf”.
http://sholikhatun29.blogspot.com/2012/12/ilmu-tasawuf.html,
diakses pada hari Sabtu, 5 April 2014, pukul 20.00 WIB.
Abdillah, Pius. Kamus Populer Ilmiah lengkap. Surabaya:
Arkola.
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung:
Pustaka Setia. 2007.
Beck dan Kapten, Pandangan Barat terhadap
Literatur, Hukum, Filosofi Teologi dan Mistik Tradisi Islam, Jakarta: INIS,
2001.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2002.
[1] H.L. Beck dan
N.J.G Kapten, Pandangan Barat terhadap Literatur, Hukum, Filosofi Teologi
dan Mistik Tradisi Islam, (Jakarta: INIS, 2001), hal.45.
[3] Hadiyan,
“Hubungan Tasawuf, Ilmu Kalam, Dan Filsafat”, disampaikan pada Perkuliahan
Tatap Muka Ke-4 Ilmu Tasawuf 8 November 2008. (online) avaible:
google.com//download, diakses pada tangal 16 Juli 2010.
[4] Syumhoedim,
Fadjar Noegraha, Tasawuf Kehidupan Al-Ghazali, (Jakarta: CV. Putra
Harapan, 1999), hal. 81.
Post a Comment for "Hubungan tasawuf, dengan ilmu kalam, filsafat, fiqih dan sosiologi"