Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Instrumen hukum dan keadilan internasional

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
            Dalam suatu masyarakat internasional, hak asasi manusia  di akui secara resmi melalui The Universal Declaration Of Human Right sejak tanggal 10 Desember 1948. Kemudian hak-hak asasi manusia dijabarkan  dalam berbagai instrumen perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dalam bentuk konferensi internasional tentang hak asasi manusia.
            Perjanjian internasional terdiri dari 31 pasal.ditinjau dari substansinya, perjanjian ini mencakup jaminan terhadap hak asasi manusia perseorangan pria dan perseorangan wanita, keluarga, sosial dan budaya. Negara-negara yang menandatangani perjanjian ini berkewajiban untuk menyampaikan laporan berkala kepada the Human Right Commission PBB serta kesediaan untuk ditinjau bila perlu.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana hukum HAM internasional?
2.      Bagaimana peradilan HAM Internasional?
3.      Bagaimana komisi Ham Internasional?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan yang diharapkan tercapai dalam makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui hukum HAM internasional.
2.      Untuk mengetahui peradilan HAM Internasional.
3.      Untuk mengetahui komisi Ham Internasional.



                                                         



BAB II
PEMBAHASAN

A.    INSTRUMEN HUKUM DAN PERADILAN  INTERNASIONAL HAM
Pada Perpu No.1 Tahun 1999 yang berisi tentang Pengadilan HAM.Peraturan tersebut ditetapkan sebagai berikut.
1.      Ham merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia ,bersifat universal dan langgeng. Oleh karna itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,
2.      tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas siapa pun.
3.      Guna menjaga agar pelaksanaan Ham sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta memberi perlindungan,keadilan ,dan perasaan aman bagi perorangan maupun masyarakat ,maka perlu diambil tindakan atas pelanggaran HAM.Berikut wujud pelanggaran HAM:
a.       Pemusnahan seluruh atau sebagian rumpun bangsa ,kelompok bangsa ,kelompok berdasarkan kulit,agama,jenis kelamin ,umur atau cacat mental atau fisik(Genosida) dengan
1)      Melakukan pembunuhan  anggota kelompok
2)      Suatu perbuatan yang dapat menyebabkan penderitaan fisik dan mental pada anggota kelompok
3)      Bertujuan memusnahkan kelompok tersebut secara fisik
4)      Bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok
5)      Memindahkan denagn paksa anak-anak secara berkelompok
b.      Pembunuhan
c.       Penghilangan orang secara paksa
d.      Perbudakan
e.       Diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
f.       Penganiyayaan yang dilakukan penjabat yang berwenang yang dapat mengakibatkan penderiotaan fisik dan mental

Adapun sanksi-sanksi terhadap pelanggaran tersebut sebagai berikut:
a.       Pelanggaran poin (a):dipidata mati,penjara seumur hidup ayau penjara paling lama 20 tahun dan paling singkat 2 tahun.
b.      Pelanggaran poin (b) dan (c):dipidana mati,penjara seumurt hidup atau penjara paling lama 20 tahun dan paling singkat 3 tahun
c.       Pelanggaran poin (d) dan (e) ;dipidana penjara paling lama 12 tahun dan paling singkat 1 tahun
d.      pelanggaran poin (f):dipidana mati,pidana penjara seumur hidup atau penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun

B.     Tantangan pelanggaran HAM
Ada dua tantangan dalam penegakan HAM di Indonesia antara lain;
1.      Di satu sisi,belum tercipta pemerintahan yang memiliki kontimen kuat terhadap upaya penegakan HAM dan mampu melaksanakan kebiajkan HAM secar efektif ,sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi
2.      Di sisi lain,masih lemahnya kekuatan masyarakat yang mampu bmenekan pemerintah secara demokratis ,sehingga pemerintah bersedia bersikap lebih peduli dan serius dalam menjalankan agenda penegakan HAM

Sistem peradilan HAM menurut UU No 26 tahun 2000 masih memiliki kelemahan yaitu:
1.      meskipun UU tersebut banyak mengadopsi norma norma hukum internasioanal dalam keyataan hanya diambil sebagian .Pengambialnnya pun tidak dilakukan secara sistematis dan banyak menghilangkan  hal hal penting.
2.      Tidak secara tuntas memperhiyuhkan konsekuensi penyesuaian jenis jenis tindak pudana yang ada didalamnmya dengan Statuta Roma
3.      Ada beberapa kekeliruan penerjemahan dan mengadopsi hukum internasional .

C.    Sanksi Pelanggaran HAM pada Peradilan Internasional
Esensi pelanggaran HAM bukan semata-mata pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku melainkan degradasi terhadap kemanusiaan dengan cara merendahkan martabat dan derajat manusia. Oleh karena itu, pelanggaran HAM tidak selalu identik dengan pelanggaran hukum walaupun terdapat unsur perencanaan, dilakukan secara sistematik dan tujuan tertentu dan bersifat kolektif baik berdasarkan agama, etnik, atau ras tertentu.
Dewasa ini pelanggaran HAM tidak sebatas yuridiks nasional melainkan sudah menjadi yuridiksi internasional. Menghadapi pelanggaran HAM yang terjadi di setiap negara di dunia diperlukan sanksi internasional yang mengacu kepada ketentuan dalam Statu Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) atau SMPI atau Statua Rokma (SR, 1998) atau dapat juga mengacu kepada praktek-praktek penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat seperti di Ruwanda (1994)
Jika dianalisis secara seksama jiwa SMPI/SR terletak pada mukadimahnya yang antara lain berbunyi bahwa “ Yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional (MPI) bersifat komplementer terhadap yuridiksi pengadilan nasional”. Hal ini berarti jika suatu negara terjadi kasus pelanggaran HAM berat (kejahatan genosia, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi) yuridiksi MPI tidak otomatis berlaku di negara tersebut.
Namun ada ketentuan lain dalam SMPI/SR yang menyatakan bahwa yuridiksi MPI dapat memasuki wilayah suatu negara jika negara tersebut tidak berkeinginan atau tidak mampu melaksanakan tugas penyelidikan atau penuntutan dalam tiga hal sebagai berikut.
1.      Proses peradilan atau putusan pengadilan yang dijatuhkan ditunjukan untuk melindungi seseorang dari pertanggung jawaban pidana sebagaimana ditentukan dalam SMPI/SR
2.      Proses persidangan ditunga-tunda tanpa alasan yang jelas dan dapat di pertanggung jawabkan sehingga tidak konsisten untuk mengadili seseorang kehadapan sidang pengadilan
3.      Persidangan dilaksanakan tidak secara independen atau bersifat memihak sehingga tidak konsisten dengan tujuan pemberian sanksi melalui sidang pengadilan.

D.    Proses Peradilan HAM Internasional
Proses peradilan Internasional pada peraturan yang digariskan dalam Internasional Criminal Court (ICC) atau mengacu kepada yuridiksi Mahkamah Pidana Internasional (MPI). Peradilan HAM Internasional pada dasarnya bertitik tolak dari dua persoalan utama yaitu:
1.      Pengakuan (Acknowledgement)
Pengakuan tentang adanya pelanggaran HAM di masa lampau
2.      Akuntabilitas (Accountability)
Menghukum pelaku pelanggar HAM yang berat dan sekaligus mengembalikan harkat dan martabat korban pelanggaran HAM tersebut. Dalam pelaksanaannya ada pendapat yang pro dan kontra terhadap konsep pengakuan sebagai salah satu bentuk akuntabilitas dalam kasus pelanggaran HAM yang berat. Pendapat yang pro dan kontra berpusat pada masalah penghukuman (stencing) sebagai salah satu konsekuensi hukum dan peradilan HAM Internasional.

Pendapat
Pro
Kontra
            Penghukuman dapat memelihara keadilan bagi korban (retributif justice)
            Penghukuman dapat menimbulkan pembalasan dendam
            Memperkuat legitimasi pemerintahan transisi
            Menciptakan distorsi sosial yang berkepanjangan
            Mencegah terjadinya pelanggaran HAM
            Tidak relevan dengan pelanggaran HAM

Pada dasarnya kekuatan penunjang utama HAM adalah kekuatan moral dan hati nurani kemanusiaan yang didukung leh kekuatan pendapat umum dunia. Oleh karena itu, perlindungan dan penegakkan HAM di suatu negara merupakan tanggung jawab negara yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan agar negara eksistensi keutuhan wilayah serta kesatuan politik negara tersebut tidak diancam dan dibahayakan oleh penegak HAM.
                                                                      



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bahwa sesungguhnya hak asasi manusia itu bersifat menyeluruh atau universal, yang dimiliki setiap manusia dan tidak dapat dipisahkan dari pribadi siapapun dari manapunn dan kapan pun.
Dengan adanya pelanggaran HAM diberbagai negara merupakan pendorong masyarakat internasional melalui PBB untuk mengadili para pelanggar HAM di pengadilan internasional. Serta HAM  ada bermacam-macam meliputi hak asasi pribadi, ekonomi, persamaan hukum, politik dan lain sebagainya.

B.     SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.






DAFTAR PUSTAKA

Bahar, Saafroedin, 1996. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.  
Drs.cotib. 2006. Perkembangan Ham Dan Keberadaan Peradilan Ham Di Indonesia. Jakarta: PT Ghalia Indonesia.
Effendi, H.A. Masykur. Ham Dalam Hukum Nasional dan Internasional


Post a Comment for "Instrumen hukum dan keadilan internasional"