Islamisasi dan silang budaya di nusantara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada masa kedatangan dan penyebaran
Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku bangsa, organisasi
pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang
bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut
antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan
budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial,
ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang
mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota
pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang
akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
Dalam masa kedatangan dan penyebaran
Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di
Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda,
Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang datang ke
Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk
agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut
agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal
perbedaan golongan dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagangpedagang
yang hidup di bawah kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada
pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya
sebagai anggota masyarakat muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu,
ia hanyalah makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di
dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan lebih tinggi dari pada
orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat menempati
kedudukan bawahan.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana kedatangan islam ke
Nusantara?
2. Apakah kerajaan islam yang ada di
Nusantara?
3. Bagaimana akulturasi dan
perkembangan budaya islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kedatangan Islam Ke Nusantara
Terdapat
berbagai pendapat mengenai proses masuknya Islam ke Kepulauan Indonesia,
terutama perihal waktu dan tempat asalnya.
Pertama,
sarjana-sarjana Barat—kebanyakan dari Negeri Belanda—mengatakan bahwa Islam
yang masuk ke Kepulauan Indonesia berasal dari Gujarat sekitar abad ke-13 M
atau abad ke-7 H. Pendapat ini mengasumsikan bahwa Gujarat terletak di India
bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab. Letaknya sangat strategis berada di
jalur perdagangan antara timur dan barat. Pedagang Arab yang bermahzab Syafi’i
telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal tahun Hijriyah (abad ke-7 M).
Orang yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang
Arab langsung, melainkan para pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan
berdagang ke dunia Timur. Pendapat J. Pijnapel kemudian didukung oleh C. Snouck
Hurgronye, dan J.P. Moquetta (1912). Argumentasinya didasarkan pada batu nisan
Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada 17 Dzulhijjah 831 H atau 1297 M di Pasai,
Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulana Malik Ibrahim yang
wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan batu
nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta kemudian berkesimpulan bahwa
batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang
Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat.
Gambar. Christiaan Snouck Hurgronje
Kedua,
Hoesein Djajadiningrat mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia berasal
Persia (Iran sekarang). Pendapatnya didasarkan pada kesamaan budaya dan tradisi
yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara
lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah
atas kematian Husein bin Ali, seperti yang berkembang dalam tradisi tabot di
Pariaman di Sumatra Barat dan Bengkulu.
Ketiga,
Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) mengatakan bahwa Islam berasal
dari tanah kelahirannya, yaitu Arab atau Mesir. Proses ini berlangsung pada
abad-abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Senada dengan pendapat Hamka, teori
yang mengatakan bahwa Islam berasal dari Mekkah dikemukakan Anthony H. Johns.
Menurutnya, proses Islamisasi dilakukan oleh para musafir (kaum pengembara)
yang datang ke Kepulauan Indonesia. Kaum ini biasanya mengembara dari satu
tempat ke tempat lainnya dengan motivasi hanya pengembangan agama Islam.
Semua
teori di atas bukan mengadaada, tetapi mungkin bisa saling melengkapi.
Islamisasi di Kepulauan Indonesia merupakan hal yang kompleks dan hingga kini
prosesnya masih terus berjalan. Pasai dan Malaka, adalah tempat dimana tongkat
estafet Islamisasi dimulai. Pengaruh Pasai kemudian diwarisi Aceh Darussalam.
Sedangkan Johor tidak pernah bisa melupakan jasa dinasti Palembang yang pernah
berjaya dan mengislamkan Malaka. Demikian pula Sulu dan Mangindanao akan selalu
mengingat Johor sebagai pengirim Islam ke wilayahnya.
Sementara
itu Minangkabau akan selalu mengingat Malaka sebagai pengirim Islam dan tak
pernah melupakan Aceh sebagai peletak dasar tradisi surau di Ulakan. Sebaliknya
Pahang akan selalu mengingat pendatang dari Minangkabau yang telah membawa
Islam. Peranan para perantau dan penyiar agama Islam dari Minangkabau juga
selalu diingat dalam tradisi Luwu dan Gowa Tallo.
Nah,
marilah kita pelajari awal masuknya Islam di Nusantara.Pada pertengahan abad
ke-15, ibukota Campa, Wijaya jatuh ke tangan Vietnam yang datang dari Utara.
Dalam kenangan historis Jawa, Campa selalu diingat dalam kaitannya dengan
Islamisasi. Dari sinilah Raden Rahmat anak seorang putrid Campa dengan seorang
Arab, datang ke Majapahit untuk menemui bibinya yang telah kawin dengan raja
Majapahit. Ia kemudian dikenal sebagai Sunan Ampel salah seorang wali tertua.
Sunan Giri
yang biasa disebut sebagai ‘paus’ dalam sumber Belanda bukan saja berpengaruh
di kalangan para wali tetapi juga dikenang sebagai penyebar agama Islam di
Kepulauan Indonesia bagian Timur. Raja Ternate Sultan Zainal Abidin pergi ke
Giri (1495) untuk memperdalam pengetahuan agama. Tak lama setelah kembali ke
Ternate, Sultan Zainal Abidin mangkat, tetapi beliau telah menjadikan Ternate
sebagai kekuatan Islam. Di bagian lain, Demak telah berhasil mengislamkan
Banjarmasin. Mata rantai proses Islamisasi di Kepulauan Indonesia masih terus
berlangsung. Jaringan kolektif keislaman di Kepulauan Indonesia inilah nantinya
yang mempercepat proses terbentuknya nasionalisme Indonesia.
B. Kerajaan
Islam di
Nusantara
1. Kerajaan
islam di Sumatra
Sejak awal kedatangan islam, pulau sumatra termasuk
daerah pertama dan terpenting dalam pengembangan agama islam di indonesia.
Dikatakan demikian mengingat letak sumatra yang strategis dan berhadapan
langsung dengan jalur perdangan dunia., yakni selat malaka.
a.
Samudra
Pasai
Samudra pasai diperkirakan tumbuh berkembang anatra tahun
1270 dan 1275 atau pertengahan abad ke-13. Kerajaan ini terletak lebih kurang
15 km disebelah timur lhoksemawe, nanggroe aceh darusalam, dengan sultan
pertamanya bernama sultan lamik as-saleh (wafat tahun 696 H atau 1297 M). Pada
masa pemerintaha sultan malik as-saleh kerajaan pasai mempunyai hubungan dengan
negara cina. Kerajaan samudra pasai mempunyai peranan penting dalam peneybaran
islam di asia tenggara. Malaka mejadi kerajaan yang bercorak islam karena amat
erat hubungannya dengan diadakannya pernikahan antara putra-putri sultan dari
pasai dan malaka.
b.
Kesultanan
Aceh Darussalam
Pada 1520 aceh berhasil memasukkan kerajaan daya ke dalam
kekuasaan aceh darussalam. Tahun 1524, pedir dan sumatra pasai ditaklukkan.
Kesultanan aceh darussalam di bawah sultan ali mughayat syah menyerang kapal
portugis di bawah komandan simao de souza galvao di bandar aceh. Kemajuan
kesultanan aceh darussalam pada masa pemerintahan sultan iskandar muda
mengundang perhatian para ahli sejarah.di bidang politik sultan iskandar muda
telah menundukkan daerah-daerah di sepanjang pesisir timur dan barat.
Gambar.
Makam Sultan Iskandar Muda (1607-1636) Aceh
c.
Kerajaan-Kerajaan
Islam Di Riau
Kerajaan islam yang ada di riau dan kepulauan riau antara
lain siak, kampar dan idragiri. Kerajaan kampar, indragiri, dan siak pada abad
ke -13 dan ke -14 dalam kekuasaan melayu dan singasari –majapahit, maka
kerajaan-kerajaan tersebut tumbuh menjadi kerajaan bercorak islam sejak abad
ke-15. Pengaruh islam yang smapai ke daerah-daerah itu mungkin akibat
perkembangan kerajaan islam samudra pasai dan malaka.
Gambar.
Masjid di Pulau Penyengat Riau
d.
Kerajaan
Islam Di Jambi
Berdasarkan temuan-temuan arkeologis kemungkinan kehadiran
islam di derah jambi dperkirakan dimulai sejak abad ke-9 atau abad ke -10
sampai abad ke-13. Kemungkinan pada masa itu proses islamisasi masih terbatas
pada perorangan. Karena proses islamisasi besar-besaran bersamaan dengan tumbuh
berkembangnya kerajaan islam jambi sekitar 1500 M di bawah pemerintahan orang
kayo hitam yang juga meluaskan “Bangsa XII” dari “bangsa IX” anak datuk paduka
berhala.
e.
Kerajaan
Islam Di Sumatra Selatan
Sejak kerajaan sriwijaya mengalami kelemahan bahkan
runtuh sekitar abad ke-14, mulailah proses islamisasi sehingga pada akhir abad
ke -15 muncul komunitas muslim di palembang. Palembang pada akhir abad ke-16
sudah merupakan daerah kantong islam terpenting atau bahkan pusat islam di
bagian selatan “Pulau Enas”. Dalam perjalanan sejarahnya kesultanan palembang
sejak pemerintahan sultan mahmuh bandar II mendapat serangan dari pasukan
Hindia belanda pada juli 1819 atau yang dikenal sebagai perang menteng.
Serangan besar-besaran oleh pasukan belanda pimpinan J.C. Wolterboek yang terjadi
pada oktober 1819 juga dapat dipukul mundur oleh prajurit-prajurit kesultanan
palembang.
Gambar. Mesjid Agung
Plembang yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin
f.
Kerajaan
Islam Di Sumatra Barat
Islam yang datang dan berkembang di sumatra barat
diperkirakan pada akhir abad ke-14 atau abad 15 sudah memperoleh pengaruhnya di
kerajaan besar mingkabau. Sejak awal abad ke-16 sampai awal abad ke-19 di
daerah minangkabau senantiasa terdapat kedamaian, sama-sama saling menghargai
antara kaum adat dan kaum agama, antara hukum adat dan syariah islam
sebagaimana tercetus dalam pepatah “adat berdansi syara. Syara bersandi adat”.
2.
Kerajaan
Islam Di Jawa
a.
Kerajaan
Demak
Raja pertama kerajaan demak adalah raden fatah. Di bawah
pemerintahan raden fatah kerajaan demak
berkembang dengan pesat karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai
penghasil bahan makanan, terutama beras. Demak juga tumbuh menjadi kerajaan
maritim karena letaknya dijalur perdagangan antara maluku dan malaka.oleh sebab
itu kerajaan demak juda disebut agraris-maritim.
b.
Kerajaan
Mataram
Mataram berkembang menjadi kerajaan agraris. Dalam bidang
pertanian, mataram mengembangkan daerah-daerah persawahan yang luas. Pada abad
ke-17 jawa benar-benar menjadi lumbung padi. Hasil-hasil yang lain adalah kayu,
gula, kelapa, Kapas dan hasil palawija.
c.
Kesultanan
Banten
Kerajaan banten berawal sekitar tahun 1526, ketika
kerajaan demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat pulau jawa,
dengan menaklukkan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai
pangkalan militer serta kawasan perdagangan. Pada awalnya kawasan banten
dikenal dengan nama banten girang yang merupakan bagian kerajaan dari kerajaan
sunda.
d.
Kesultanan
Cirebon
Menurut
berita tome pires sekitar 1513 diberitakan cirebon sudah termasuk ke daerah
jawa di bawah kekuasaan kerajaan demak. Cirebon terutama mengekspor beras dan
banyak bahan makanan lainnya. Islam sudah hadir di kota cirebon 40 tahun
sebelum kehadiran tome pires sendiri. Perkiraan kehadiran islam di cirebon
menurut sumber lokal TjaritaPurwaka Tjaruban Nagari karya pangeran arya cerbon
pada tahun 1720 M, dikatakan bahwa syarif hidayatullah datang ke cirebon pada
1470 M dan mengajarkan islam di gunung sembung bersama-sama Haji Abdullah Iman
atau pangeran cakrabumi.
3.
Kerajaan-Kerajaan
Islam Di Kalimantan
a.
Kerajaan
Pontianak
Kerajaan-kerajaan
yang terletak di derah kalimantan barat antara lain tanjungpura dan lawe.
Tanjungpura dan lawe menghasilkan komoditi seperti emas, berlian, padi dan
banyak bahan makanan. Kehadiran islam di pontianak konon ada pemberitaan bahawa
sekitar bad ke-18 atau 1270 ada rombongan pendakwah dari tarim yang diantaranya
datang ke daerah kalimantan barat untuk mengajarkan mambaca al-qur’an, ilmu
fiqih, dan ilmu hadist.
b.
Kerajaan
Banjar (Banjarmasin)
Kerajaan
banjar terdapat di daerah kalimantan selatan yang muncul sejak
kerajaan-kerajaan bercorak hindu yaitu negara dipa, daha dan kahuripan yang
berpusat di daerah hulu sungai nagara di amuntai. Pada abad ke-17 di kerajaan
banjar ada seorang ulama besar yang bernama muhammad srsyad ibn abdullah
al-banjari (1710-1812) lahir di martapura. Beliau pergi belajar ke haramayn
selama beberapa tahun sekembalinya dari haramayn ia mengajarkan fiqih dan
syariah dengan kitabnya sabil al-muhtadin.
4.
Kerajaan-Kerajaan
Islam Di Sulawesi
a.
Kerajaan
Gawo-Tallo
Kerajaan
gawo-tallo sebelum menjadi kerajaan islam sering berperang dengan kerajaan lain
di sulawesi selatan. Di daerah sulawesi selatan proses islamisasi makin mantap
dengan adanya para mubalig yang disebut Dato Tallo (tiga dato). Perkembangan
agama islam di derah sulawesi selatan mendapat tempat sebaik-baiknya bahkan
ajaran sufisme Khalwatiyah dari syaikh yusuf al-makasari juga tersebur di
kerajaan gawo dan kerajaan lainnya pada pertengahan abad ke 17.
b.
Kerajaan
Wajo
Kerajaan
wajo sering membantu kerajaan gawo pada peperangan baru dengan kerajaan bone
pada 1643, 1660, dan 1667. Kerajaan wajo sendiri pernah ditaklukkan kerajaan
bone tetapi karena didesak ma kerajaan bone sindiri takluk kepada kerajaan
gawo-tallo.
5.
Kerajaan-Kerajaan
Islam Di Maluku Utara
Sejak
awal diketahui di daerah ni terdapat dua kerajaan besar bercorak islam yaitu
ternate dan tidore. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah barat pulau
halmahera, maluku utara. Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di pulau
ternate dan tidore. Tetapi wilayah kekuasaannya mencakup sejumlah pulau di
kepulauan maluku dan papua.
6.
Kerajaan-Kerajaan
Islam Di Papua
Proses
islamisasi tanah papua, terutama di daerah pesisir barat pada pertengahan abad
ke-15 dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan islam di maluku (bacan, ternate dan
tidore). Hal ini didukung karena faktor letaknya yang strategis yang merupakan
jalur perdagangan rmpah-rempah (silk road) di dunia.
7.
Kerajaan-Kerajaan
Islam Di Nusa Tenggara
a.
Kerajaan
lombok dan sumbawa
Selaparang
merupakan pusat kerajaan islam di lombok di bawah pemerintahan prabu
rangkesari. Pada masa itu selaparang mengalami zaman keemasan dan memegang
hegemoni di seluruh lombok. Dari lombok islam disebarkan ke pejanggik, parwa,
sokong, bayan dan tempat-tempat lainnya.
b.
Kerajaan
Bima
Bima
merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan islam yang menonjol di nusa tenggara
dengan nama rajanya yang pertama masuk islam ialah ruma ta ma bata wada yang
bergelar sultan bima I atau sultan abdul kahir.
C.
Akulturasi
dan Perkembangan Budaya Islam
1. Seni
bangunan
Seni
dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik,
menarik dan akulturatif. Seni bangunan yang menonjol di
zaman perkembangan Islam ini terutama masjid, menara serta makam.
a. Masjid
dan Menara
Dalam
seni bangunan di zaman perkembangan Islam, nampak ada perpaduan antara unsur
Islam dengan kebudayaan praIslam yang telah ada. Seni bangunan Islam yang
menonjol adalah masjid. Fungsi utama dari masjid, adalah tempat beribadah bagi
orang Islam. Masjid atau mesjid dalam bahasa Arab mungkin berasal dari bahasa
Aramik atau bentuk bebas dari perkataan sajada yang artinya merebahkan diri
untuk bersujud. Dalam bahasa Ethiopia terdapat perkataan mesgad yang dapat
diartikan dengan kuil atau gereja. Di antara dua pengertian tersebut yang
mungkin primer ialah tempat orang merebahkan diri untuk bersujud ketika salat
atau sembahyang.
Bangunan masjid-masjid
kuno di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Atapnya
berupa atap tumpang, yaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil
dan tingkat yang paling atas berbentuk limas.
2) Tidak
ada menara yang berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan.
3) Masjid
umumnya didirikan di ibu kota atau dekat istana kerajaan.
b. Makam
Makam-makam yang
terletak di tempat-tempat tinggi atau di atas bukit-bukit sebagaimana telah
dikatakan di atas, masih menunjukkan kesinambungan tradisi yang mengandung
unsur kepercayaan pada ruh-ruh nenek moyang yang sebenarnya sudah dikenal dalam
pengejawantahan pendirian punden-punden berundak Megalitik. Tradisi tersebut
dilanjutkan pada masa kebudayaan Indonesia Hindu-Buddha yang diwujudkan dalam
bentuk bangunan-bangunan yang disebut candi.
Gambar. Kompleks Makam
Raja-Raja Kesultanan Pelembang Kawah Tengkurep
2. Seni
Ukir
Pada masa perkembangan
Islam di zaman madya, berkembang ajaran bahwa seni ukir, patung, dan melukis
makhluk hidup, apalagi manusia secara nyata, tidak diperbolehkan. Di Indonesia
ajaran tersebut ditaati. Hal ini menyebabkan seni patung di Indonesia pada zaman
madya, kurang berkembang. Padahal pada masa sebelumnya seni patung sangat
berkembang, baik patung-patung bentuk manusia maupun binatang. Akan tetapi,
sesudah zaman madya, seni patung berkembang seperti yang dapat kita saksikan
sekarang ini.
3. Aksara
dan Seni Sastra
Tersebarnya
Islam di Indonesia membawa pengaruh dalam bidang aksara atau tulisan. Abjad
atau huruf-huruf Arab sebagai abjad yang digunakan untuk menulis bahasa Arab
mulai digunakan di Indonesia. Bahkan huruf Arab digunakan di bidang seni ukir.
Berkaitan dengan itu berkembang seni kaligrafi.
Gambar. Naskah Amir Hamzah
4. Kesenian
Di Indonesia, Islam
menghasilkan kesenian bernafas Islam yang bertujuan untuk menyebarkan ajaran
Islam. Kesenian tersebut, misalnya sebagai berikut.
1) Permainan
debus, yaitu tarian yang pada puncak acara para penari menusukkan benda tajam
ke tubuhnya tanpa meninggalkan luka. Tarian ini diawali dengan pembacaan
ayat-ayat dalam Al Quran dan salawat nabi. Tarian ini terdapat di Banten dan
Minangkabau.
2) Seudati,
sebuah bentuk tarian dari Aceh. Seudati berasal dan kata syaidati yang artinya
permainan orang-orang besar. Seudati sering disebut saman artinya delapan.
Tarian ini aslinya dimainkan oleh delapan orang penari. Para pemain menyanyikan
lagu yang isinya antara lain salawat nabi
3) Wayang,
termasuk wayang kulit. Pertunjukan wayang sudah berkembang sejak zaman Hindu,
akan tetapi, pada zaman Islam terus dikembangkan. Kemudian berdasarkan cerita
Amir Hamzah dikembangkan pertunjukan wayang golek.
5. Kalender
Sistem kalender
itu juga berpengaruh di Nusantara. Bukti perkembangan sistem penanggalan
(kalender) yang paling nyata adalah sistem kalender yang diciptakan oleh Sultan
Agung. Ia melakukan sedikit perubahan, mengenai nama-nama bulan pada tahun
Saka. Misalnya bulan Muharam diganti dengan Sura dan Ramadan diganti dengan
Pasa. Kalender tersebut dimulai tanggal 1 Muharam tahun 1043 H. Kalender Sultan
Agung dimulai tepat dengan tanggal 1 Sura tahun 1555 Jawa (8 Agustus 1633).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada masa kedatangan dan penyebaran
Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku bangsa, organisasi
pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang
bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut
antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan
budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial,
ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang
mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota
pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang
akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
Dalam masa kedatangan dan penyebaran
Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di
Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda,
Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang datang ke
Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk
agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut
agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal
perbedaan golongan dalam masyarakat.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Maka penulis moho kritik dan saran guna perbaikan
untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
C. Ricklefs, Sejarah Indonesia
Modem (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1991), him.
Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan
Global dan Lokal (Bandung: Mizan, 2002) hlm.20-21
P.A. Hosein Djadjadiningrat, “Islam
di Indonesia”, dalam Kennet Morgan, ed., Islam Djalan Mutlak, terj. Abu
Salamah, ddk. (Djakarta : PT. Pembangunan, 1963), hlm. 99-140
Post a Comment for "Islamisasi dan silang budaya di nusantara"