Kompetesi dasar dalam kebaikan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Allah Ta’ala telah memberikan berbagai nikmat-Nya kepada kita semua yang
tentunya harus kita syukuri dengan cara: yang pertama, kita meyakini dalam hati
bahwa nikmat-nikmat tersebut datangnya dari Allah semata, yang merupakan
karunia-Nya yang diberikan kepada kita; yang kedua, mengucapkan rasa syukur
kepada-Nya melalui lisan-lisan kita dengan cara memuji-Nya; dan yang ketiga,
mempergunakannya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki[1].
Di antara nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah harta dan
sehatnya anggota badan seperti lisan, tangan, kaki dan lainnya. Semua nikmat
itu harus kita gunakan untuk ketaatan kepada Allah dengan cara menginfakkan
harta yang kita miliki di jalan kebenaran, membiasakan lisan kita untuk
senantiasa berdzikir kepada-Nya dengan dzikir-dzikir yang telah diajarkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya yang shahih,
mengucapkan ucapan yang baik, beramar ma’ruf nahi munkar dan sebagainya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka kami merumuskan beberapa hal yang akan
dibahas pada makalah ini, yaitu :
1.
Apa pengertian dari berkompetisi?
2.
Apa pengertian kebaikan?
3.
Bagaimana kajian surah an-Nahl ayat
97?
4.
Bagaimana perilaku dan penerapan
berkompetensi dalam kebaikan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BERKOMPETISI
Kompetisi
adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai
korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan),
over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa
disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Menurut
Deaux, Dane dan Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan
dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok
memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward
dalam suatu situasi.
Menurut
Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua
individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.
B. PENGERTIAN KEBAIKAN
Secara umum
kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan
manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut
menuju kesempuranan manusia. Kebaikan disebut nilai(value), apabila kebaikan
itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang konkrit.Manusia menentukan tingkah
lakunya untuk tujuan dan memilih jalanyang ditempuh. Pertama kali yang timbul
dalam jiwa adalah tujuan itu, dalampelaksanaanya yang pertama diperlukan adalah
jalan-jalan itu. Jalan yangditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir.Manusia
harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya[2].
Tujuan harus
ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Jika tidak,manusia akan
hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakanhidup secara
serampangan menjadi tujuan hidupnya.Akan tetapi dengan begitu manusia tidak
akan sampai kepada kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat manusia.Untuk
setiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir. Seluruh manusiamempunyai
sifat serupa dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut kesempurnaan.Tujuan akhir
selamanya merupakan kebaikan tertinggi, baik manusia itu mencarinya dengan
kesenangan atau tidak.
Tingkah laku
atau perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke
arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik
sebagai manusia.
C. QS.An-Nahl ayat 97

Terjemahan:
97. Barangsiapa yang mengerjakan
amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dan ia beriman, Maka Sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri
Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.
Tajwid:
1.
Izhar
Halqi 6. Izhar Syafawi
2.
Mad Asli 7.
Qalqalah Sughra
3.
Idgham Bighunnah 8.
Ikhfa Syafawi
4.
Ikhfa Hakiki 9. Mad Aridh lissukun
5.
Nun Musyaddadah
Tafsir :
Dalam menafsirkan surat An-Nahl ayat 97 ini, Quraish
Shihab menjelaskan dalam kitabnya Tafsir Al-Misbah sebagai berikut :“Barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki
maupun perempuan, sedang dia adalah mukmin yakni amal yang dilakukannya lahir
atas dorongan keimanan yang shahih, maka sesungguhnya pasti akan kami berikan
kepadanya masing-masing kehidupan yang baik di dunia ini dan sesungguhnya akan
kami berikan balasan kepada mereka semua di dunia dan di akherat dengan
pahala yang lebih baik dan berlipat ganda
dari apa yang telah mereka kerjakan“.
Ayat ini menegaskan bahwa balasan atau imbalan bagi
mereka yang beramal saleh adalah imbalan dunia dan imbalan akherat. Amal
Saleh sendiri oleh Syeikh Muhammad Abduh didefenisikan sebagai segala perbuatan
yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok dan manusia secara keseluruhan.
Sementara menurut Syeikh Az-Zamakhsari, amal saleh adalah segala perbuatan yang
sesuai dengan dalil akal, al-Qur’an dan atau Sunnah Nabi Muhammad Saw. Menurut
Defenisi Muhammad Abduh dan Zamakhsari diatas, maka seorang yang bekerja pada
suatu badan usaha dapat dikategorikan sebagai amal saleh, dengan syarat perusahaannya
tidak memproduksi/menjual atau mengusahakan barang-barang yang haram.
Dengan demikian, maka seorang karyawan yang bekerja dengan benar, akan menerima
dua imbalan, yaitu imbalan di dunia dan imbalan di akherat[3].
Isi
Kandungan:
Orang-orang
yang mengerjakan amal saleh (laki-laki atau perempuan) dan beriman akan diberi
kehidupan yang baik serta pahala yang lebih baik dari apa yang telah ia
kerjakan

Dalam surah
An-Nahl ayat 97, Allah SWT menjanjikan bahwa seluruh hamba-Nya, baik laki-laki
maupun perempuan yang mengerjakan kebajikan dan amal saleh dan berpedoman pada
petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya disertai dengan hati yang ikhlas dan penuh
dengan iman, mereka akan diberikan kehidupan yang bahagia di dunia ini, yang
penuh kesenangan dan kedamaian jiwa. Mereka akan merasakan lezat dan nikmatnya
beriman, hatinya akan bersikap rela dan ikhlas menerima takdir, rindu akan
janji-janji Allah SWT, sehingga senantiasa memperoleh limpahan dari cahaya-Nya.
Menurut ayat
ini, seseorang yang beramal saleh harus dilandasi iman kepada Allah SWT. Jika
syarat ini tidak terpenuhi, maka amal salehnya tidak akan diterima oleh-Nya,
bagaimanapun dan apapun jenis kebaikan yang orang itu lakukan. Hal ini
menjelaskan bahwa adanya keterkaitan antara iman dan amal. Karena seseorang
yang tidak beriman kepada Allah SWT kemudian dia beramal saleh, perbuatannya
hanya sia-sia belaka; seperti hewan yang disembelih dengan tidak menyebut nama
Allah maka dia akan menjadi bangkai yang tidak boleh dimakan[4].
D.
Penerapan Perilaku Berkompetisi dalam Kebaikan
Perilaku yang dapat kita terapkan dan kita lakukan
dalam hal berkompetisi untuk berbuat kebaikan dapat dilakukan dengan banyak
cara. Dari banyaknya cara, kita dapat melakukan hal-hal seperti berikut.
1.
Mematuhi segala
perintah dan larangan-Nya; tidak membangkang dan tunduk ikhlas semata-mata
mengharap ridha-Nya.
2.
Melakukan
kebaikan kepada semua makhluk Allah SWT tak terkecuali dan sebanyak mungkin
3.
Menolong orang
lain dengan ikhlas mengharap ridha-Nya.
4.
Meneladani
perilaku orang-orang yang senantiasa berbuat baik.
5.
Selalu
mengintrospeksi diri dan tidak bercermin kepada orang lain agar bisa
memperbaiki diri.
6.
Bersaing secara
sehat dalam melakukan hal-hal positif
7.
Bersegera
melakukan amal saleh, tidak ditunda-tunda dan tidak menunggu waktu
8.
Rajin menuntut
ilmu dimana saja
9.
Bekerja
semaksimal mungkin guna mendapatkan rezeki yang halal.
10. Yakin dan percaya bahwa Allah SWT akan senantiasa
memberi pahala pada setiap kebaikan yang kita lakukan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
“Pada Q.S
An-Nahl/16 ayat 97, Allah SWT. Menyampaikan untuk kita bahwa iman dan amal
saleh yang kita lakukan adalah dua hal penting yang tidak akan bisa dipisahkan
satu sama lain. Keduanya adalah satu kesatuan yang utuh, dimana jika salah
satunya tidak ada maka tak akan ada yang bisa diterima.
Allah SWT juga menjelaskan, orang-orang yang
mengerjakan amal saleh akan diberikan kehidupan yang bahagia di dunia bahkan di
akhirat. Tentu saja, dengan dasar iman kepada-Nya.
Dengan melafalkan Q.s An-Nahl ayat 97 ini, kita harus
semakin sadar untuk terus menerapkan perilaku berkompetisi dalam hal kebaikan.
Mulailah dengan berbaik hati dan menolong semua makhluk Allah SWT dalam hal
positif, serta tak lupa untuk selalu ikhlas dan mematuhi segala ketentuan yang
dibuat-Nya.”
DAFTAR
PUSTAKA
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Salim bin
‘Ied Al Hilali, Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, 1430 H, 3
Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir
Ma’alimut Tanzil, Al Baghowi, Dar Thoyyibah, cetakan
keempat, 1417 H, 8
Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab
Al Islami, cetakan pertama, 1428 H
Taisirul ‘Alam wa tafshiril Karimir- Rahman
Post a Comment for "Kompetesi dasar dalam kebaikan"