Konsep tolong menolong dalam perspektif hadis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tubuh
manusia terdiri dari organ mata, hidung, telinga, hati, jantung, paru-paru,
ginjal dan masih banyak sekali organ yang lainnya. Otak yang merupakan pusat
dari pengendali organ-organ tersebut,sehingga semua aktivitas akan dikendalikan
oleh otak dan semua organ-organ tersebut saling berkaitan dan berhubungan.
Apabila ada salah satu organ mengalami gangguan maka akan berpengaruh pada
organ yang lainnya. Begitu juga dengan keadaan manusia dengan manusia lain yang
dalam suatu hadits riwayat Bukhori Muslim yang mengatakan bahwa orang muslim
satu dengan yang lainnya bagaikan satu tubuh,apabila salah satu anggota tubuh
sakit maka sakitlah semua dan tidak bisa tidur.
Di
dunia ini tidak ada sesuatu apapun yang bisa berdiri sendiri karena sesuatu
yang satu membutuhkan dengan sesuatu yang lainnya. Begitu juga manusia,mereka
membutuhkan makhluk lain untuk memenuhi kelangsungan hidup mereka. Misalnya
saja manusia membutuhkan petani untuk menanam padi yang nantinya dapat
dimakan,begitu juga petani membutuhkan sapi untuk membajak sawahnya agar bisa
ditanami dan membutuhkan pupuk yang diproduksi oleh pabrik yang didalamnya
terdapat para karyawan yang membuat pupuk tersebut.
Begitulah
kehidupan manusia yang tidak dapat mengerjakan pekerjaannya atau memenuhi
kebutuhan mereka tanpa bantuan orang lain. Maka sangat penting dalam kehidupan
kita menumbuhkan sifat tolong-menolong dengan orang lain.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
itu tolong menolong?
2. Bagaimana
dalil Al-Qur’an tentang tolong menolong?
3. Bagaimana
konsep tolong menolong dalam perspektif hadis?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tolong Menolong
Tolong-menolong adalah termasuk persoalan-persoalan yang penting
dilaksanakan oleh seluruh umat manusia secara bergantian. Sebab tidak mungkin
seorang manusia itu akan dapat hidup sendiri-sendiri tanpa menggunakan cara
pertukaran kepentingan dan kemanfaatan.
B.
Dalil Al-Qur’an Tolong
Menolong
1.
al-Maidah Ayat 2
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿المائدة: ٢﴾
Artinya: Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya[1].
Sebab
Turunya Ayat
Menurut Zaid
bin Aslam menuturkn, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Rasulullah dan
para sahabat saat berada di Hudaibiyyah, yang di halangi orang-orang
musyrikinuntuk sami ke Baitullah, keadaan ini membuat sahabat marah, suatu
ketika, dari arah timur, beberapa orang musyrikin yang akan umrah berjalan
melintasi mereka. Para sahabat pun berkata, bagimana jika kita juga menghalangi
mereka, sebagaimana kita pernah di halang-halangi.
2.
Al-Anfal 73
وَالَّذِينَ
كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي
الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ ﴿الأنفال: ٧٣﴾
Artinya: Adapun
orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang
lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan
kerusakan yang besar.
Sebab Turunya
Ayat
Menurut Abu Malik, ayat ini diturunkan berkenaan
dengan seseorang laki-laki yang suatu ketika bertanya kepada Rasulullah, apakah
kita boleh memberikan harta warisan kepada keluarga kita yang musyrik atau menerimanya dari mereka?.
C.
Konsep
Tolong Menolong dalam Perspektif Hadis
Nabi
SAW bersabda yang artinya:
“dari Abu Musa dari Rasulullah SAW bersabda: orang mukmin bagi orang
mukmin yang lain seperti sebuah bangunan sebagiannya memperkokoh (menolong)
sebagian yang lain. (HR. Bukhari, Muslim dan At-Tirmidzi)[2]
Dari Abu Musa_radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau bersabda:
«الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ
يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا» وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ
“mukmin
yang satu dengan yang lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling memperkuat
antara sebagian dengan sebagian yang lainnya. (Rasulullah SAW sambil memasukkan
jari-jari tangan ke sela-sela jarinya).” (HR. Muttafaqun ‘alaih).
Dalam hadits An Nu’man bin Basyir_radhiyallahu ‘anhu, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
«مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ
الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى»
“perumpamaan
orang-orang mukmin dalam (menjalin) cinta dan kasih sayang diantara mereka
bagaikan tubuh yang satu, apabila ada anggota (tubuh) yang merasa sakit, maka
seluruh anggota yang lainnya merasa demam dan tidak bisa tidak”. (HR. Muslim).
Dalam hadits juga disebutkan,
وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً
سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ
مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barangsiapa yang memberi petunjuk pada kejelekan, maka
ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan jelek tersebut dan juga dosa dari orang
yang mengamalkannya setelah itu tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun juga.”
(HR. Muslim no. 1017).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Barangsiapa
yang memberi petunjuk pada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti
orang yang mengikutinya. Sedangkan barangsiapa yang memberi petunjuk pada
kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa seperti orang yang mengikutinya.
Aliran pahala atau dosa tadi didapati baik yang memberi petunjuk pada kebaikan
atau kesesatan tersebut yang mengawalinya atau ada yang sudah mencontoh
sebelumnya. Begitu pula aliran pahala atau dosa tersebut didapati dari
mengajarkan ilmu, ibadah, adab dan lainnya.”[3]
Sedangkan sabda Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
“Lalu diamalkan oleh orang setelah itu“, maka maksudnya adalah ia
telah memberi petunjuk (kebaikan atau kesesatan) lalu diamalkan oleh orang lain
setelah itu ketika yang contohkan masih hidup atau sudah meninggal dunia.
Demikian penjelasan Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih
Muslim ketika menjelaskan hadits di atas.
Intinya, dalil di atas menunjukkan dengan jelas bahwa siapa
saja yang memberi petunjuk pada kejelekan, dosa atau maksiat, maka ia akan
mendapatkan aliran dosa dari orang yang mengikutinya. Ini sudah jadi cukup
bukti dari kaedah yang dibahas kali ini, yaitu siapa yang menolong dalam
maksiat, maka terhitung pula bermaksiat.
D. Hikmah Tolong
Menolong Dalam Kebaikan
1.
Dapat lebih mempererat tali
persaudaraan
2.
Menciptakan hidup yang tentram dan
harmonis
3.
Menumbuhkan rasa gotong-royong antar
sesama
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Allah
mengajak untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan beriringan
ketakwaan kepada-Nya. Sebab dalam ketakwaan, terkandung ridha Allah. Sementara
saat berbuat baik, orang-orang akan menyukai. Barang siapa memadukan antara
ridha Allah dan ridha manusia, sungguh kebahagiaannya telah sempurna dan
kenikmatan baginya sudah melimpah.
Dalam hal saling tolong-menolong dan
saling waris-mewarisi, maka tidak ada saling waris-mewarisi antara kalian dan
mereka. (Jika kalian tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah
itu).
Adapun hikmah dari tolong menolong (Ta’awun)
antara lain yaitu, Menciptakan hidup yang tentram dan harmonis dan
jugaMenumbuhkan rasa gotong-royong antar sesama.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan
untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Asuyuti, Jalaluddin. Muhammad bin Ahmad Mahali dan
Jalajuddin Abdurrahman bin Abu Bakar, Tafsir Jalalain, al-Haramain Jaya
Indonesia, ttp, Cet 6, 2008
Departemen agama RI, Al-Qur’an Tafsir Per Kata
Tajwid, Kalim, Pondok Karya Permai, Banten, tth
Din, (al). Abu ‘AbduAllah Ibn Ahmad Ibn Abu Bakar Ibn
farh al-Anshari al-Khazraji Syamsy -, Al-Jâmi’ li Ahkâmil-Qur‘ân,
tahqîq: ‘Abdur-Razzaq al-Mahdi, Dâr Al-Kitab Al-‘Arabi, Bairut, Cet 2, 1421 H
Jak”fi, (al). Muhammad bin Isma’il abu “abdullah
Bukhari, tahqiq: Mustofa, al-Jami sahih al-Muhtasar, Dar ibnu Katsir,
Bairut. Cetakan ke3, 1407-1987
Post a Comment for "Konsep tolong menolong dalam perspektif hadis"