Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Landasan teoritis pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan dipandang mempunyai peranan penting dan besar manfaatnya dalam mencapai keberhasilan perkembangan anak didik. Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga Negara / masyarakat. Untuk tercapainya tujuan yang mulia itu maka dibutuhkan teori yang menunjuk kepada bentuk asas-asas yang saling berhubungan kepada petunjuk praktis.
Alangkah pentingnya kita berteori dalam praktek di lapangan pendidikan karena pendidikan dalam praktek harus dipertanggungjawabkan. Tanpa teori dalam arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan tidak dapat dipertanggung jawabkan. Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu. 
Ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak mampu bertanggung jawab atas esensi perbuatan masing-masing dan bersama-sama dalam pengamalan Pancasila.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa arti pendidikan?
2.      Bagaimana teoritis pendidikan klasik?
3.      Bagaimana teoritis pendidikan humanistik?
4.      Bagaimana teoritis pendidikan personal?
5.      Bagaimana teoritis pendidikan interaksional?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.  Pendidikan merupakan sebuah kata yang sangat familiar kita dengarkan di dalam hidup sehari hari, sebab pendidikan merupakan kegiatan penting yang dilakukan oleh hampir semua irang dari lapisan masyarakat.
Pendidikan sebagai sesuatu yang penting memang tidak terlepas dari banyaknya pendapat dan asumsi tentang arti dan definisi pendidikan yang sebenarnya. Pada artikel kali ini saya bermaksud menuliskan pendapat para ahli mengenai pendidikan yang tentunya berbeda beda tergantung pada persepsi masing masing. Artikel ini tentunya akan membuka pikiran kita tentang bagaimana menyikapi pendidikan[1].
                  Hadits tentang kewajiban menuntut ilmu

1_ عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اُطْلُبُوْا اْلعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنَ فَاِنَّ طَلَبَ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ اِنَّ اْلمَلاَئِكَةَ لِتَضَعُ اَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ اْلعِلْمِ رِضًابِمَا يَطْلُبُ (رواه ابن عبد البر)
Artinya : Dari Anas r.a. bersabda Rosulullah SAW : Carilah ilmu walaupun sampai kenegeri Cina, karena sesungguhnya mencari ilmu diwajibkan atas setiap muslim, sesungguhnya para malaikat meletakan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu karena rida kepada apa yang dicarinya. (HR. Ibnu Abdul Bar)

B.     Teoritis Pendidikan Klasik
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan pada prinsip peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik. Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”, Proses Pendidikan klasik lebih menggunakan pemikiran-pemikiran dahulu atau dimulai dari zaman yunani kuno sampai kini.
Aliran-aliran klasik yang meliputi aliran-aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi yang merupakan benang-benang merah yang menghubungkan pemikiran pendidikan pada masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang. Yang memiliki varisi pendapat tentang pendidikan mulai dari yang pesimis hingga yang optimis.
Tujuan pendidikan klasik dapat dirangkum oleh satu kata Latin: humanitas, yang artinya kemanusiaan. Pendidikan klasik bertujuan untuk memperkembangkan potensi manusia dalam setiap kelimpahan aspeknya sehingga dapat berkontribusi terhadap perkembangan kebudayaan manusia di dalam sejarah. Cicero, seorang orator Romawi dan pendidik besar di Republik Roma, mengatakan, “Kita semua disebut ‘manusia’, tetapi hanyalah yang telah terdidik melalui pembelajaran peradaban manusia yang selayaknya disebut ‘manusia’” (“Republik”, buku I, 28.5). Tujuan pendidikan klasik ini juga ditekankan oleh Erasmus, seorang humanis Kristen di zaman Renaissance yang menjadi sumber inspirasi bagi Luther dan Calvin. Ia berkata, “Adalah satu hal yang tidak terbantahkan bahwa seorang manusia yang tidak terdidik akal budinya melalui filsafat dan pembelajaran yang sehat adalah satu makhluk yang lebih rendah daripada binatang, karena tidak ada binatang yang lebih liar atau berbahaya dibandingkan dengan seorang manusia yang diombang-ambingkan ke sana ke mari oleh ambisi, nafsu, kemarahan, iri hati, atau watak yang liar” (“Tentang Pendidikan Anak-Anak”, 493B).

C.    Teoritis Pendidikan Humanistik
Menurut teori belajar humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan seorang manusia. Kegiatan belajar dianggap berhasil apabila si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya. Murid dalam proses belajar harus berusaha agar secara perlahan dia mampu mencapai aktualisasi diri dengan baik. Teori belajar humanistik ini beruaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelaku yang belajar, tidak dari sudut pandang pengamatan[2].
Fungsi utama pendidik adalah membantu murid untuk mengembangkan diri sendiri dengan cara membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia dan mambantu dalam mewujudkan semua potensi yang ada dalam diri. Selain teori belajar behavioristik dan teori belajar kognitif, sebuah teori belajar humanistik juga sangat penting untuk dimengerti. 
Berdasarkan teori humanistik prinsip proses belajar harus dimulai serta ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia tersebut. Untuk itu, teori humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian ilmu filsafat, kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang kajian-kajian psikologi dalam belajar. Teori ini sangat mementingkan obyek yang dipelajari dari pada proses belajar tersebut. 
Prinsip Teori humanistik ini lebih banyak membahas tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, dan mengenai proses belajar dalam bentuk yang terbaik. Atau bisa dikatakan bahwa teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling sempurna dari pada pemahaman mengenai proses belajar seperti yang selama ini telah dikaji berdasarkan teori-teori belajar. Di dalam pelaksanaannya, teori ini terlihat juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Dia berpandangan bahwa belajar bermakna atau yang juga tergolong dalam aliran kognitif yang mengatakan bahwa belajar adalah asimilasi penuh makna. Materi pelajaran diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. 
Motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam proses belajar, karena tanpa motivasi dan keinginan dari pihak pelajar, tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur konitif yang sudah ada. Teori ini berpendapat bahwa belajar apapun bisa ber jika tujuannya untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman dan realisasi diri orang yang belajar dengan cara optimal.



D.    Teoritis Pendidikan Personal
Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Prinsip Pendidikan ini harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya -Francis Parker dan John Dewey- memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalahmasalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik lebih merupakan ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang setiap individu dalam keadaan fitrah, memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan ketulusan[3].
Teori pendidikan personal berfungsi sebagai sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis).
E.     Teoritis Pendidikan Interaksional
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Prinsip Pendidikan ini sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.           
Pendidikan interaksional berfungsi sebagai sumber untuk pengembangan model kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan bekerja sama untuk memecahkannya.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.  Pendidikan merupakan sebuah kata yang sangat familiar kita dengarkan di dalam hidup sehari hari, sebab pendidikan merupakan kegiatan penting yang dilakukan oleh hampir semua irang dari lapisan masyarakat.
Pendidikan sebagai sesuatu yang penting memang tidak terlepas dari banyaknya pendapat dan asumsi tentang arti dan definisi pendidikan yang sebenarnya. Pada artikel kali ini saya bermaksud menuliskan pendapat para ahli mengenai pendidikan yang tentunya berbeda beda tergantung pada persepsi masing masing. Artikel ini tentunya akan membuka pikiran kita tentang bagaimana menyikapi pendidikan.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Idris,Zahara. 1987. Dasar-Dasar Kependidikan. Angkasa Raya :Padang
Nelwati, samsi. 2006. Dasar-Dasar Kependidikan. IAIN Press: Padang
Abdullah, Abdurrahman Saleh. 2007.Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran. Rineka Cipta:Jakarta



[1] Idris,Zahara. 1987. Dasar-Dasar Kependidikan. Angkasa Raya :Padang. Hlm. 20

[2] Ibid., hal. 30.

[3] Abdullah, Abdurrahman Saleh. 2007.Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran. Rineka Cipta:Jakarta. Hlm. 56.

Post a Comment for "Landasan teoritis pendidikan"