Pasca persalinan dini dan laserasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kala IV persalinan merupakan tahap persalinan yang paling akhir yang di
mulai dari pelepasan plasenta sampai dua jam pascapartum. Pada kala IV, di
lakukan pemantauan kondisi ibu. Kala IV ( kala pengawasan )
adalah kala pengawasan selama dua jam setelah bayi dan uri lahir untuk
mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan pascapartum. Darah
yang keluar diperiksa sebaik – baiknya. Kehilangan darah pada persalinan biasa
disebabkan oleh luka pada pelepasan uri dan robekan pada serviks dan perinium.
Dalam batas normal, rata – rata banyaknya perdarahan adalah 250 cc biasanya 100
– 300 cc. Jika perdarahan lebihh dari 500 cc, ini sudah dianggap abnormal dan
harus di cari penyebabnya.
Sering kita mendengar bahwa seorang ibu bersalin adalah seorang yang sedang
berjuang. Bila karena suatu hal tidak bisa ditangani, maka si ibu bisa
meninggal selama proses persalinan berlangsung. Lebih dari
separuh jumlah seluruh kematian ibu di Indonesia terjadi dalam waktu 24 jam
setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah.
Perdarahan hebat adalah penyebab yang paling utama dari kematian ibu didunia.
Walaupun seseorang perempuan dapat bertahan hidup selama mengalami perdarahan
pasca persalinan ( PPP ), namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang
berat ( anemia berat ) dan akan mengalami masalah kesehatan yang
berkepanjangan.
Perdarahan pasca persalinan adalah suatu kejadian mendadak dan tidak dapat
diramalkan yang merupakan penyebab kematian ibu di seluruh dunia. Sebab yang
paling umum dari pasca persalinan dini yang berat ( yang terjadi dalam 24 jam
setelah melahirkan ) adalah atonia uteri ( kegagalan rahim untuk berkontraksi
sebagaimana mestinya setelah melahirkan ). Plasenta yang tertinggal, vagina
atau mulut rahim yang terkoyak dan uterus yang turun atau inverse, juga
merupakan sebab dari perdarahan pasca persalinan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar
belakang di atas :
1.
Bagaimana cara mengenali pasca
persalinan dini?
2.
Bagaimana penatalaksanaan pasca
persalinan dini?
3.
Bagaimana tingkat laserasi perineum?
4.
Bagaimana penatalaksanaan laserasi
perineum?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah
di atas :
1.
Untuk mengetahui cara mengenali
pasca persalinan dini?
2.
Untuk mengetahui penatalaksanaan
pasca persalinan dini?
3.
Untuk mengetahui tingkat laserasi perineum?
4.
Untuk mengetahui penatalaksanaan
laserasi perineum?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Cara
Mengenali Pasca Persalinan Dini
Pada dasarnya perdarahan
terjadi
karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh
darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat
insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah
yang terbuka tersebut akan
menutup, kemudian
pembuluh darah
tersumbat oleh
bekuan darah
sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi
dan
kontraksi otot uterus, akan
menghambat penutupan
pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor
utama
penyebab perdarahan pasca
persalinan.
Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perineum (Muhaj, 2009).
Diagnosis yang dapat ditegakkan terhadap perdarahan
pasca persalinan
ditandai dengan :
1. Perdarahan banyak yang terus-menerus setelah bayi lahir.
2. Pada perdarahan
melebihi 20% volume
total,
timbul gejala
penurunan
tekanan darah, nadi,
dan
napas
cepat,
pucat,
ekstremitas dingin sampai
terjadi syok.
3. Perdarahan
sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta
atau laserasi jalan lahir.
4. Perdarahan
setelah plasenta lahir. Perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir.
5. Riwayat partus lama, partus presipitatus,
perdarahan antepartum atau penyebab lain (Mansjoer, 1999).
Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan komplikasi disamping dapat menyebabkan kematian. Perdarahan
pasca persalinan memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan banyak, kelak
bisa
menyebabkan sindrom Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi
insufisiensi bagian tersebut.
Gejala-gejalanya
adalah astenia, hipotensi, anemia,
turunnya
berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan
rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea, dan kehilangan fungsi laktasi (Wiknjosastro, 2002).
B.
Penatalaksanaan Pasca Persalinan
Dini
a. Penatalaksanaan
umum
1) Ketahui
secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
2) Pimpin
persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
3) Selalu
siapkan keperluan tindakan gawat darurat
4) Segera
lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi
5) Atasi syok
jika terjadi syok
6) Pastikan
kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus,
beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan
tetesan 40 tetes/menit ).
7) Pastikan
plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
8) Bila
perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
9) Pasang
kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
10) Lakukan
observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
b.
Penatalaksanaan khusus
1)
Atonia uteri
§ Kenali dan
tegakan kerja atonia uteri
§ Sambil
melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
§ Pastikan
plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
§ Lakukan
tindakan spesifik yang diperlukan :
§ Kompresi
bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila
perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat
kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
§ Kompresi
bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam
miometrium.
§ Kompresi
aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,
penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
2)
Retensio plasenta dengan separasi
parsial
§ Tentukan
jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
§ Regangkan
tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan
traksi terkontrol tali pusat.
§ Pasang infus
oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu
kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
§ Bila traksi
terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati
dan halus.
§ Restorasi
cairan untuk mengatasi hipovolemia.
§ Lakukan
transfusi darah bila diperlukan.
§ Berikan
antibivotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral
).
3)
Plasenta inkaserata
§ Tentukan
diagnosis kerja
§ Siapkan
peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi
siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang
kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk
mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
§ Bila bahan
anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
§ Pasang
spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
§ Jepit porsio
dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
§ Tarik ketiga
klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
§ Tarik tali
pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat
dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
§ Lakukan hal
yang sama pada plasenta kontra lateral
§ Satukan
kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta
keluar perlahan-lahan.
4)
Ruptur uteri
§ Berikan
segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
§ Lakukan
laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan
dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
§ Bila
konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan
operasi uterus
§ Bila luka
mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan
histerektomi
§ Lakukan
bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
§ Antibiotik
dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
5)
Sisa plasenta
§ Penemuan
secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
§ Berika
antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
§ Lakukan
eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi
sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
§ Hbv 8 gr%
berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.
§ Ruptur
peritonium dan robekan dinding vagina
§ Lakukan
eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
§ Lakukan
irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
§ Jepit dengan
ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
§ Lakukan
penjahitan luka dari bagian yang paling distal
§ Khusus pada
ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan
busi pada rektum, sebagai berikut :
§ Setelah
prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
§ Mulai
penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan
benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua
sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
§ Lanjutkan
penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama (
atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
§ Mukosa
vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
§ Berikan
antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.
6)
Robekan serviks
§ Sering
terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan
pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
§ Bila
kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak
maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
§ Jepitan klem
ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di
hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain,
lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah
luar sehingga semua robekan dapat dijahit
§ Setelah
tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan
perdarahan paska tindakan
§ Berikan
antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
§ Bila terjadi
defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan
transfusi darah
C. Tingkat Laseri Perineum
Laserasi
spontan pada vagina atau perineum
dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi
akan meningkat jika bayi
dilahirkan
terlalu cepat dan tidak terkendali (JNPK, 2007).
Perdarahan dalam keadaan di mana
plasenta telah lahir lengkap
dan
kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari
perlukaan jalan lahir.
Cedera selama kelahiran merupakan penyebab perdarahan postpartum kedua
terbanyak ditemukan. Selama kelahiran pervaginam, laserasi pada serviks dan vagina dapat terjadi secara spontan
tetapi lebih sering ditemukan
setelah
penggunaan forsep
atau ekstraktor vakum.
Dinding
pembuluh darah dalam jalan lahir mengembang selama kehamilan
dan
dapat terjadi perdarahan yang banyak. Laserasi terutama cenderung terjadi pada t perineum, di daerah periuretral, dan pada iskiadikus spinalis
disepanjang aspek-aspek
posterolateral vagina. Serviks dapat
menyebabkan laserasi pada dua sudut lateral sementara terjadi dilatasi yang cepat dalam tahap pertama persalinan.
Klasifikasi Klinis
1. Robekan
perineum
Robekan perineum
terjadi
pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan
cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan
ditahan
terlalu
kuat dan
lama,
karena akan menyebabkan
asfiksia
dan perdarahan
dalam tengkorak janin serta melemahkan
otot-otot maupun fasia pada dasar panggul karena diregangkan
terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi
di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir
lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah
panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-
bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
Apabila mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum yang robek dinamakan robekan
perineum tingkat satu. Pada robekan tingkat dua, mukosa vagina, komisura posterior. Kulit perineum dan
otot
perineum. dan
pada
robekan tingkat
tiga
sampai pada
otot spinter
Sedangkan robekan tingkat
empat, bisa sampai mukosa rektum (JNPK,2007).
2. Robekan dinding vagina
Perlukaan vagina yang
tidak berhubungan dengan luka
perineum tidak seberapa sering terdapat. Mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa, tetapi
lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, lebih-lebih apabila
kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral
dan
baru terlihat pada
pemeriksaan dengan
spekulum.
Perdarahan
biasanya banyak, tetapi mudah diatasi dengan jahitan.
3. Robekan
serviks
Persalinan selalu
mengakibatkan robekan serviks,
sehingga serviks seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan
pervaginam.
Robekan serviks biasanya terdapat di pinggir samping serviks bahkan kadang-kadang sampai ke segmen bawah
rahim dan membuka parametrium. Robekan yang sedemikian
dapat membuka pembuluh-pembuluh darah yang besar dan
menimbulkan
perdarahan yang hebat. Robekan
semacam ini biasanya terjadi
pada persalinan buatan; ekstraksi dengan forsep; ekstraksi pada letak sungsang,
versi dan ekstraksi,
dekapitasi,
perforasi,
dan
kranioklasi terutama
jika dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap.
4. Ruptura uteri
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya,
yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan tidak terjadi
pada uterus melainkan
pada vagina bagian atas, hal ini dinamakan kolpaporeksis. Kadang-kadang sukar membedakan
antara ruptura uteri dan kolpaporeksis. Apabila pada ruptura uteri peritoneum
pada
permukaan uterus ikut robek, hal ini dinamakan ruptura uteri komplet, jika
tidak disebut ruptura uteri
inkomplet. Pinggir ruptura biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang, atau membujur, miring, dan bisa agak ke kiri atau ke kanan. Menurut cara terjadinya ruptura uteri terbagi atas; 1) Ruptur uteri spontan, 2)
Ruptur uteri traumatik, 3) Ruptur uteri pada parut uterus.
D.
Penatalaksanaan Laseri
Perineum
Berikan
anastesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan robekan jalan lahir atau episiotomi. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu merasa santai.
1. Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Lakukan penjahitan laserasi pada perineum:
1) Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi
atau steril. Ganti
sarung tangan jika sudah terkontaminasi, atau jika tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.
2) Pastikan
bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan penjahitan sudah didisinfeksikan tingkat tinggi atau steril.
3) Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah di
anastes,
telusuri dengan
hati-hati menggunakan
satu jari untuk
secara jelas menentukan batas-batas luka. Dekatkan tepi
laserasi untuk menentukan bagaimana cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.
4) Buat jahitan
pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di bagian dalam
vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek
benang yang lebih pendek dari ikatan.
5) Tutup
Mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah kearah cincin
himen.
6) Tepat
sebelum cincin himen, masukka n jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke bawah cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan sebarapa dekat
jarum ke puncak luka.
7) Teruskan
kearah bawah tapi tepat
pada luka, menggunakan
jahit jelujur, hingga mencapai
bagian
bawah laserasi. Pastikan
bahwa jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah di jahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot, mungkin perlu untuk melakukan satu atau dua lapis jahitan
terputus-putus
untuk menghentikan perdarahan
dan/atau mendekatkan jaringan tubuh
secara efekt if.
8) Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke
atas dan teruskan penjahitan, menggunakan
jahitan jelujur untuk
menutup lapisan subkuticuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapisan kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm dan
kurang. Luka ini akan menutup dengan
sendirinya pada saat penyembuhan luka.
9) Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin himen.
10) Ikat benag dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5 cm.
11) Ulangi
pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak
ada
kasa atau peralatan yang tertinggal di dalam.
12) Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedalam anus. Raba apakah ada
jahitan pada rektum. Jika ada
jahitan teraba, ulangi periksa rektum enam
minggu pasca persalinan. Jika penyembuhan belum sempurna (misalkan jika ada fistula rektovagina atau ibu melaporkan inkotensia alvi atau feses), ibu
segera rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
13) Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman.
14) Nasehati ibu untuk :
§ Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.
§ Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum.
§ Cuci
perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai
empat kali perhari.
§ Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya.
§ Ibu
harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari
daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri (JNPK, 2007).
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada dasarnya perdarahan
terjadi
karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh
darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat
insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah
yang terbuka tersebut akan
menutup, kemudian
pembuluh darah
tersumbat oleh
bekuan darah
sehingga perdarahan akan terhenti.
Adanya gangguan retraksi
dan
kontraksi otot uterus, akan
menghambat penutupan
pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor
utama
penyebab perdarahan pasca
persalinan.Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan
perineum.
B.
Saran
Makalah ini mudah – mudahan dapat bermanfaat bagi para mahasiswi kebidanan
ataupun bagi semua masyarakat. Dan apabila masih terdapat kesalahan atau
kekeliruan mohon kritikan atau saran untuk dapat memperbaikinya.
DAFRAT PUSTAKA
Nurasiah, ai, dkk. 2002. Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan. Bandung: Retika Aditama.
Rohani, dkk. 2011. Asuhan
Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Selemba Medika.
Sumasah,dkk. 2009. Perawatan
Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin). Yogyakarta: Fitramaya.
Yanti. 2009. Buku
Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Post a Comment for "Pasca persalinan dini dan laserasi"