Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pasca persalinan dini dan laserasi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kala IV persalinan merupakan tahap persalinan yang paling akhir yang di mulai dari pelepasan plasenta sampai dua jam pascapartum. Pada kala IV, di lakukan pemantauan kondisi ibu. Kala IV ( kala pengawasan ) adalah kala pengawasan selama dua jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan pascapartum. Darah yang keluar diperiksa sebaik – baiknya. Kehilangan darah pada persalinan biasa disebabkan oleh luka pada pelepasan uri dan robekan pada serviks dan perinium. Dalam batas normal, rata – rata banyaknya perdarahan adalah 250 cc biasanya 100 – 300 cc. Jika perdarahan lebihh dari 500 cc, ini sudah dianggap abnormal dan harus di cari penyebabnya.
Sering kita mendengar bahwa seorang ibu bersalin adalah seorang yang sedang berjuang. Bila karena suatu hal tidak bisa ditangani, maka si ibu bisa meninggal selama proses persalinan berlangsung. Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu di Indonesia terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Perdarahan hebat adalah penyebab yang paling utama dari kematian ibu didunia. Walaupun seseorang perempuan dapat bertahan hidup selama mengalami perdarahan pasca persalinan ( PPP ), namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat ( anemia berat ) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.
Perdarahan pasca persalinan adalah suatu kejadian mendadak dan tidak dapat diramalkan yang merupakan penyebab kematian ibu di seluruh dunia. Sebab yang paling umum dari pasca persalinan dini yang berat ( yang terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan ) adalah atonia uteri ( kegagalan rahim untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah melahirkan ). Plasenta yang tertinggal, vagina atau mulut rahim yang terkoyak dan uterus yang turun atau inverse, juga merupakan sebab dari perdarahan pasca persalinan.


B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas :
1.      Bagaimana cara mengenali pasca persalinan dini?
2.      Bagaimana penatalaksanaan pasca persalinan dini?
3.      Bagaimana tingkat laserasi perineum?
4.      Bagaimana penatalaksanaan laserasi perineum?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah di atas :
1.      Untuk mengetahui cara mengenali pasca persalinan dini?
2.      Untuk mengetahui penatalaksanaan pasca persalinan dini?
3.      Untuk mengetahui tingkat laserasi perineum?
4.      Untuk mengetahui penatalaksanaan laserasi perineum?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Cara Mengenali Pasca Persalinan Dini
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat  insersinya plasenta terbuka. Pada  waktu  uterus  berkontraksi,  pembuludarah  yang  terbuka  tersebut  akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaademikian  menjadfaktor  utama  penyebaperdarahapasca  persalinan.
Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perineum (Muhaj, 2009).
Diagnosis yang dapat ditegakkan terhadap perdarahan pasca persalinan ditandai dengan :
1.      Perdarahan banyak yang terus-menerus setelah bayi lahir.
2.      Pada  perdarahan  melebihi  20%  volume  total,  timbul  gejala  penurunan tekanadarah,  nadi,  dan  napas  cepat,  pucat,  ekstremitas  dingisampai terjadi syok.
3.      Perdarahan sebelum plasenta lahir  biasanya disebabkan retensiplasenta atau laserasi jalan lahir.
4.      Perdarahan setelah plasenta lahir. Perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir.
5.      Riwayat  partus  lama,  partus  presipitatus,  perdarahan  antepartuatau penyebab lain (Mansjoer, 1999).
Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan komplikasi disamping dapat menyebabkan kematian. Perdarahan pasca persalinan memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan  banyak,  kelak  bisa  menyebabkan  sindroSheehan  sebagai  akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya  adalaastenia,  hipotensi,  anemia,  turunnya  berat  badan sampai menimbulkan  kakeksia,  penurunan  fungsseksual dengaatrofalat-alat  genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea, dan kehilangan fungsi laktasi (Wiknjosastro, 2002).

B.     Penatalaksanaan Pasca Persalinan Dini
a.       Penatalaksanaan umum
1)      Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
2)      Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
3)      Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
4)      Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
5)      Atasi syok jika terjadi syok
6)      Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
7)      Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
8)      Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
9)      Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
10)  Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

b.      Penatalaksanaan khusus
1)      Atonia uteri
§  Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
§  Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
§  Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
§  Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
§  Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
§  Kompresi bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
§  Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.

2)      Retensio plasenta dengan separasi parsial
§  Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
§  Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
§  Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
§  Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.
§  Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
§  Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
§  Berikan antibivotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).

3)      Plasenta inkaserata
§  Tentukan diagnosis kerja
§  Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
§  Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
§  Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
§  Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
§  Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
§  Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
§  Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
§  Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.

4)      Ruptur uteri
§  Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
§  Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
§  Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterus
§  Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi
§  Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
§  Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.

5)      Sisa plasenta
§  Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
§  Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
§  Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
§  Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.
§  Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
§  Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
§  Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
§  Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
§  Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
§  Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
§  Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
§  Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
§  Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
§  Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
§  Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.

6)      Robekan serviks
§  Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
§  Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
§  Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
§  Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakan
§  Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
§  Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah

C.    Tingkat Laseri Perineum
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali (JNPK, 2007).
Perdarahan  dalakeadaan  di  mana  plasenta  telah  lahir  lengkap  dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiI2LMxevasfUJmMSHwKMMk3Ja1hV6e2r_tErXjUbkOmteqfCoxTKDRfyi4OeH-XkBRAixuiTZ2zD-TGg3xJqXvnXd9b1omSAlJJ7VnilQuupXPCdpk8kyqMiHHGA3aokrKr7cqeMiZgu5D/s1600/4.jpg
Cedera selama kelahiran merupakan penyebab perdarahan postpartum kedua terbanyak ditemukan. Selama kelahiran pervaginam, laserasi pada serviks dan vagina dapat terjadi secara spontan tetapi lebih sering ditemukan setelah penggunaan forsep atau ekstraktor vakum.
Dinding pembuluh darah dalam jalan lahir mengembang selama kehamilan dan dapat terjadi perdarahan yang banyak. Laserasi terutama cenderung terjadi pada t perineum, di daerah periuretral, dan pada iskiadikus spinalis disepanjang aspek-aspek posterolateral vagina. Serviks dapat  menyebabkan laserasi pada dua sudut  lateral sementara terjadi dilatasi yang cepat dalam tahap pertama persalinan.
Klasifikasi Klinis
1.      Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlalu  kuat  dan  lama,  karena  akan  menyebabkan  asfiksia  dan  perdarahan dalam tengkorak janin serta melemahkan otot-otot maupun fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir  lebih ke belakang daripada biasa, kepala janimelewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito- bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
Apabila mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum yang robek dinamakan robekan perineum tingkat satu. Pada robekan tingkat dua, mukosa vagina, komisura posterior. Kulit perineum dan otot perineum. dan pada robekatingkat  tiga  sampai  pada  otot  spinter  Sedangkarobekatingkat empat, bisa sampai mukosa rektum (JNPK,2007).
https://rizkimarizayeni.files.wordpress.com/2014/06/kkk.jpg


2.      Robekan dinding vagina
Perlukaan  vagina  yang  tidak  berhubungan  dengan  luka  perineutidak seberapa sering terdapat. Mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat  pada  pemeriksaadengan  spekulum.  Perdarahan  biasanya  banyak, tetapi mudah diatasi dengan jahitan.

3.      Robekan serviks
Persalinaselalu  mengakibatkan robekan serviks,  sehingga serviks seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks biasanya terdapat di pinggir samping serviks bahkan kadang-kadang sampai ke segmen bawah rahim dan membuka parametrium. Robekan yang sedemikian dapat membuka pembuluh-pembuluh darah yang besar dan menimbulkan perdarahan yang hebat. Robekan semacam ini biasanya terjadi pada persalinan buatan; ekstraksi dengan forsep; ekstraksi pada letak sungsang, versdaekstraksi,  dekapitasi,  perforasi,  dan  kranioklasterutama  jika dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap.

4.      Ruptura uteri
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas, hal ini dinamakan kolpaporeksis. Kadang-kadang sukar membedakan antara ruptura uteri dan kolpaporeksis. Apabila pada ruptura uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut robek, hal ini dinamakan ruptura uteri komplet, jika tidak disebut ruptura uteri inkomplet. Pinggir ruptura biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang, atau membujur, miring, dan bisa agak ke kiri atau ke kanan. Menurut cara terjadinya ruptura uteri terbagi atas; 1) Ruptur uteri spontan, 2)  Ruptur uteri traumatik, 3) Ruptur uteri pada parut  uterus.

D.    Penatalaksanaan Laseri Perineum
Berikan anastesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan robekan jalan lahir atau episiotomi. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu merasa santai.
1.      Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Lakukan penjahitan laserasi pada perineum:
1)      Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi, atau jika tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.
2)      Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan penjahitan sudah didisinfeksikan tingkat tinggi atau steril.
3)      Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah  danastes,  telusuri  dengan  hati-hati  menggunakan  satu  jaruntuk secara jelas menentukan batas-batas luka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.
4)      Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di bagian dalam vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek dari ikatan.
5)      Tutup Mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah kearah cincin himen.
6)      Tepat sebelum cincin himen, masukka n jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke bawah cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan sebarapa dekat jarum ke puncak luka.
7)      Teruskan  kearah  bawatapi tepat  pada  luka,  menggunakan  jahit  jelujur, hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah di jahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot, mungkin perlu untuk melakukan satu atau dua lapis jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan dan/atau mendekatkan jaringan tubuh secara efekt if.
8)      Setelah  mencapai  ujung  laserasi,  arahkan  jarum  ke  atas  dateruskan penjahitan, menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkuticuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapisan kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm dan kurang. Luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan luka.
9)      Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin himen.
10)  Ikat benag dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5 cm.
11)  Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalam.
12)  Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedalam anus. Raba apakah ada jahitan pada rektum. Jika adjahitan teraba, ulangi periksa rektum enam minggu pasca persalinan. Jika penyembuhan belum sempurna (misalkan jika ada fistula rektovagina atau ibu melaporkan inkotensia alvi atau feses), ibu segera rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
13)  Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman.
14)  Nasehati ibu untuk :
§  Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.
§  Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum.
§  Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai empat kali perhari.
§  Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya.
§  Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri (JNPK, 2007).



BAB II
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat  insersinya plasenta terbuka. Pada  waktu  uterus  berkontraksi,  pembuludarah  yang  terbuka  tersebut  akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti.
Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaademikian  menjadfaktor  utama  penyebaperdarahapasca  persalinan.Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perineum.

B.     Saran
Makalah ini mudah – mudahan dapat bermanfaat bagi para mahasiswi kebidanan ataupun bagi semua masyarakat. Dan apabila masih terdapat kesalahan atau kekeliruan mohon kritikan atau saran untuk dapat memperbaikinya.






DAFRAT PUSTAKA

Nurasiah, ai, dkk. 2002. Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan. Bandung: Retika Aditama.
Rohani, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Selemba Medika.
Sumasah,dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin). Yogyakarta: Fitramaya.
Yanti. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Pustaka Rihama.


Post a Comment for "Pasca persalinan dini dan laserasi"