Pendarahan post partum dan penatalaksanaan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perdarahan post partum atau
perdarahan pasca persalinan adalah salah satu penyebab kematian ibu
melahirkan. Tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan adalah
perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan, hipertensi saat
hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Perdarahan menempati prosentase tertinggi
penyebab kematian ibu (28%). Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari
seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara
kurang dari 10-60 %. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah
mengalami pendarahan pasca persalinan, namun selanjutnya akan mengalami
kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan
yang berkepanjangan (WHO).
Efek perdarahan pada ibu hamil
tergantung pada volume darah saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang
sudah dicapai dan kadar hb sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi
di Indonesia (46%) serta fasilitas transfuse darah yang masih terbatas
menyebabkan PPP akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi,
dan laktasi.
Pada awalnya wanita hamil yang
normotensi akan kenaikan tekanan darah sebagi respon terhadap kehilangan
darah yang terjadi dan pada wanita hamil dengan hipertensi bisa ditemukan
normotensi setelah perdarahan. Pada wanita hamil dengan eklampsia akan sangat
peka terhadap PPP, karena sebelumnya telah terjadi deficit cairan intravaskuler
dan ada penumpukan cairan ekstra vaskuler, sehingga perdarahan yang sedikit saja
akan cepat mempengaruhi hemodinamika ibu dan perlu penanganan segera sebelum
terjadinya tanda-tanda syok. PPP akan dapat menyebabkan
kematian ibu 45 % terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73 % dalam
satu minggu setalah bayi lahir, dan 82-88 % dalam dua minggu setelah bayi
lahir.
B. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui pengertian pendarahan post partum
2. Untuk
mengetahui patofisiologis pendarahan post partum
3. Untuk
mengetahui penanganan berdasarkan penyebab
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
PENGERTIAN PERDARAHAN POST PARTUM
Perdarahan post partum adalah perdarahan
melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir. Dalam persalinan sukar untuk
menentukan jumlah darah secara akurat karena tercampur dengan air ketuban dan
serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh karena itu bila terdapat perdarahan
lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk melakukan pengobatan sebagai
perdarahan postpartum.
B. PATOFISIOLOGIS
Perdarahan
post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil,
tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa
nifas.1Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri
membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk
mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya
pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan
pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan
3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan,
termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30
menit atau lebih.
Efek perdarahan banyak
bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat
kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi
dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah
yang sangat banyak.
C. PENANGANAN BERDASARKAN
PENYEBAB
Penanganan pada kejadian Perdarahan Post Partum Primer :
1.
Atonia Uteri
a. Pengertian
Atonia Uteri
adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus
tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah
bayi dan plasenta lahir.
b. Etiologi
·
Uterus yang teregang
berlebihan : Kehamilan kembar, anak sangat besar (BB > 4000 gram) dan
polihidramnion.
·
Kehamilan lewat waktu
·
Partus lama
·
Grande multipara
·
Ibu dengan keadaan umum jelek,
anemis, atu menderita penyakit menahun
·
Mioma uteri yang mengganggu
kontraksi rahim
·
Perdarahan antepartum
(Plasenta previa atau Solutio plasenta)
·
Ada riwayat pernah atonia
uteri sebelumnya
·
Obesitas
·
Umur > 35 tahun
c. Pencegahan
·
Melakukan secara rutin
manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat
menurunkan insiden perdarahan pascapersalinan akibat atonia uteri.
·
Pemberian misoprostol peroral
2-3 tablet (400-600 µg) segera setelah bayi lahir.
d. Penanganan
Tergantung
pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri dibagi dalam:
·
Tahap I : Perdarahan yang
tidak begitu banyak dapat diatasi dengan pemberian uterotonika, massa dan
memasang gurita.
·
Tahap II : bila perdarahan
belumterhenti dan bertambah banyak, selanjutnya berika infuse dan transfuse
darah dan dapat diberikan :
1) Manuver zongoweister
2) Manuver fritch
3) Kompresi Bimanual
4) Kompresi Aorta
5) Tamponade utero vaginal
·
Tahap III : bila
semua usaha diatas tidak menolong juga maka usaha terakhir adalah menghilangkan
sumber perdarahan, dapat ditempuh dengan 2 (dua) cara yaitu dengan meligasi
arteri hipogastrika/histerektomi.
e.
Teknik KBI
1) Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut
masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke
dalam vagina itu.
2) Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah
pada kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
3) Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri
sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding
belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
4) Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan
juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
5) Evaluasi keberhasilan:
a) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl
selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina.
Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.
b) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perineum, vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut.
Segera lakukan si penjahitan jika ditemukan laserasi.
c) Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga
untuk melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 5-4) kemudian teruskan
dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong
keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan. Alasan:
Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBl, jika KBl tidak berhasil dalam
waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
6) Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan
hipertensi) Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah
lebih tinggi dari kondisi normal.
7) Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan
berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
Alasan: Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian cairan
IV secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika ibu membutuhkan
transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi
uterus. Ringer Laktat akan membantu mengganti volume cairan yang hiking selama
perdarahan
8) Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.
Alasan: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin
dapat membantu membuat uterus-berkontraksi
9) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan
rujukan Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan
gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan
dan transfusi darah.
10) Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di
tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas
rujukan:
a) Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.
b) Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga
jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125
ml/jam.
c) Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan
dengan tetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan
tambahan
f. Teknik KBE
1) Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis
pubis.
2) Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri),
usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
3) Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi
pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua
tangan tersebut.
2.
Retensio Plasenta dan Plasenta Manual
a. Pengertian
Retensio
plasenta adalah keadaan plasenta belum lahir dalam waktu ½ jam setelah
kelahiran bayi. Plasenta manual adalah
prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan
mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual. Arti dari manual adalah dengan
melakukan tindakan imvasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang
dimasukkan langsung ke dalam kavum uteri.
b. Penyebab
1) Belum lepas dari dinding rahim karena melekat lebih dalam, dibagi menjadi:
a) Plasenta adhesive :
melekat lebih dalam paada desidua
b) Plasenta inkreta :
vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium
c) Plasenta
akreta :
menembus ke dalam miometrium tetapi belum menembus serosa
d) Plasenta
perkreta :
menembus ke dalam miometrium tetapi belum menembus serosa
e) Plasenta
perkreta :
menembus sampai serosa atau peritoneum
2) Plasenta sudah lepas tapi belum lahir karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena danya lingkaran kontraksi pada
bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala II yang akan menghalangi
plasenta keluar (plasenta inkarserata)
c. Gejala
1) Perdarahan pervaginam
2) Plasenta belum keluar setelah 30 menit kelahiran bayi
3) Uterus berkonstraksi dan keras
d. Penanganan
Apabila plasenta belum lahir ½ -1 jam setelah bayi lahir, harus diusahakan
untuk mengeluarkannya. Dapat dicoba dlu prasat crede, namun sekarang tidak
banyak dianjurkan karena memungkinkan terjadinya inversion uteri. Salah satu
cara lain untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara brand.
Keluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta), pasang infuse cairan
dekstrosa 5 %, ibu dalam posisi litotomi dengan narkosa dan segala sesuatunya
harus dalam keadaan steril. Tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri, tangan
kanan di masukkan dalam rongga rahim dengan menelusuri tali pusat sebagai
penentu. Tapi plasenta dilepas disisihkan dengan jari tangan bila sudah lepas
ditarik keluar.
1) Retensio plasenta dengan perdarahan
§ Segera lakukan manual plasenta
2) Retensio plasenta tanpa perdarahan
§ Pastikan keadaan umum
§ Pasang infuse
§ Beri tranfus
§ Proteksi dengan antibiotic
§ Mempersiapkan plasenta manual dengan keadaan pengaruh nakrosa
3) Prosedur plasenta manual
§ Persiapan
a) Pasang set dan cairan infus, berikan garam fisiologik atau cairan ringer
laktat 60 tetes/menit
b) Jelaskan pada ibu prosedur dan
tujuan tindakan ( persetujuan tindakan medis)
c) Laukan anestesi verbal atau berikan sedativa dan analgetika
d) Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
§ Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
a) Pastikan kandung kemih dalam keaadaan kosong
b) Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan
dengan satu tangan sejajar lantai
c) Secara obstetrik, masukan tangan lainnya ( punggung tangan menghadap
kebawah) kedalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat
d) Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penolong lalin untuk
memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus
uteri
e) Sambil menahan fundus uteri, masukan tanga dalam hingga ke kavum uteri
seingga mencapai tempat implantasi plasenta
f) Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam ( ibu jari
merapat ke jari telunjuk dan jari jari lain saling merapat
§ Melepas plasenta dari dinding uteru
a) Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
b) Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebelah
atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus
dimana punggung tangan menghadap kebawah ( posterior ibu )
c) Bila korpus depan maka pindahkan tangan kesebelah atas tal pusat dan
sisipkan ujung jari jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana
punggung tangan menghadap ke atas ( anterior ibu )
d) Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uteru maka
perluas pelepasan plaenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan ke kiri
sambl digeserkan ke atas ( kranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta
terlepas dari dindin uterus
§ Mengeluarkan Plasenta
a) Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri lakuakan eksplorasi untuk menilai
tidak ada sisa plasenta yang tertinggal
b) Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis( tahan segmen bawah
uteru) kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat tangan
dalam membawa plasenta keluar ( hindari terjadinya percikan darah)
c) Lakukan penekanan ( dengan tanga yang menahan surpra simfisis) uterus ke
arah dorso kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta didalam
wadah yang telah disediakan
§ Pencegahan infeksi pascatindakan
a) Dekontaminasi sarung tangan ( sebelum dilepaskan 0 dan peralatan lain yang
digunakan
b) Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit
c) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
d) Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering
§ Pemantauaan pasca tindakan
a) Periksa kembali tanda vital ibu
b) Catat kondisi ibu dan buat laboran
c) Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang maíz diperlukan dan asuhan
lanjutan
d) Britahuakan pada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi
ibu maíz memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan
e) Lanjutan pemantauan ibu ingá 2 jam pasca indagan sebelum pindah ke ruang
rawat gabung
3.
Perlukaan Jalan Lahir
a. Pengertian
Perdarahan
dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Perlukaan
jalan terdiri dari:
1) Robekan Perineum
Robekan pada
perineum umumnya terjadi pada persalinan di mana :
§ Kepala janin terlalu cepat lahir
§ Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
§ Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
§ Pada persalinan dengan distosia bahu
Robekan jalan lahir dibagi
atas 4 tingkat
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput
lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
Tingkat II : Robekan
mengenai selaput lendir vagina dan otot perineum transversalis, tetapi tidak
mengenai sfingter ani
Tingkat III : Robekan mengenai
seluruh perineum dan otot sfingter ani
Tingkat IV : Robekan sampai
mukosa rektum
Penanganan
Perbaikan robekan tingkat I dan II
Umumnya robekan tingkat I dapat sembuh sendiri
tidak perlu di jahit
Jika robekan panjang dan dalam, periksa apakah
robekan itu tingkat III dan IV:
§ Masukkan jari tangan dengan memakai handscun ke dalam anus
§ Identifikasi spingter
§ Rasakan tonus dari spingter
§ Ganti sarung tangan
§ Jika spingter kena, lihat reparasi robekan tingkat III dan IV
§ Jika spingter utuh lanjutkan reparasi
§ Antisepsis di daerah robekan
Masukkan jarum pada ujung atau
pojok laserasi atau luka dan dorong masuk sepanjang luka mengikuti garis tempat
jarum jahitnya akaan masuk atau keluar. Suntikan sekkkitar 10 ml lignokain 0,5%
dibawah mukosa vagina, dibawah kulit perineum dan pada otot–otot perineum.
Jahit mucosa vagina secara jelujur dengan catgut 2-0 (mulai dari sekitar
2cm diatas puncak luka di dalam vagina sampai pada batas vagina),
lanjutkan jahitan pada daerah otot perineum sampai ujung luka perineum sejajar,
jelujur dengan benang catgut kromik 2-0. Lihat ke dalam luka untuk mengetahui
letak ototnya, penting sekali untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga
diantaranya. Jahitan kulit, carilah lapisan subkutikuler persis di bawah
lapisan kulit, lalu dijahit kearah bats vagina akhiri dengan simpul mati pada
bagian dalam vagina.
2) Robekan serviks
a) Pengertian
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus
partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi
persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum
keadaan jalan lahir termasuk serviks
b) Komplikasi
Komplikasi yang segera terjadi adalah perdarahan. Kadang-kadang perdarahan
ini sangat banyak sehingga dapat menimbulkan syok bahkan kematian. Pada keadaan
dimana robekan serviks ini tidak ditangani dengan baik, dalam jangka panjang
dapat terjadi inkompetensi servik ataupun infertilitas sekunder.
c) Teknik menjahit robekan serviks
§ Pertama – tama pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan klem,
sehingga perdarahan menjadi berkurang atau berhenti.
§ Kemudian serviks ditarik sedikit, sehingga lebih jelas kelihatan dari luar.
§ Jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum dijepit, pinggir tesebut
diratakan dengan cara menggunting pinggir yang bergerigi tersebut.
§ Setelah itu robekan dijahit dengan catgut khromik nomor 00 atau 000.
Jahitan dimulai dari ujung robekan dengan cara jahitan terputus-putus atau
jahitan angka 8 (figure of eight suture).
§ Pada robekan yang dalam jahitan harus dilakukan lapis demi lapis, ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya hematoma dalam rongga di bawah jahitan.
3) Ruptura uteri
a) Pengertian
Rupture
uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang
umumnya dapat terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua.
Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah
uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila
robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas, hal itu
dinamakan kolpaporeksis.
b) Etiologi
§ Multiparitas / grandemultipara
§ Pemakaian oksitosin untuk induksi / stimulasi persalinan yang tidak
tepat
§ Kelainan letak dan implantasi plasenta. : pada plasenta akreta, plasenta
inkreta atau plasenta perkreta.
§ Kelainan bentuk uterus : uterus bikornis
§ Hidramnion
c) Gejala
§ Biasanya didahului dengan ruptur uteri membakat yaitu his yang kuat dan
terus dan menerus, rasa nyeri yang hebat diperut bagian bawah, nyeri tekan,
gelisah seperti ketakutan dan nadi dan pernapasan cepat, cincin van Bandl
meninggi.
§ Setelah terjadi ruptur dijumpai gejala-gejala : syok, perdarahan(bisa
keluar melalui vagina ataupun kerongga perut), pucat, nadi cepat dan halus,
pernapasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering
bagian-bagian janin dapat diraba langsung dibawah dinding perut, nyeri tekan,
dan diperut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala
bayi.
§ Jika kehjadian ruptur uteri telah lama terjadi, akan timbul gejala-gejala
meteorismus dan defence muskulare sehingga sulit untuk meraba bagian janin.
d) Penanganan
Pertolongan yang tepat untuk ruptur uteri adalah laparatomi, sebelumnya penderita
diberi tranfusi darah atau sekurang-kurangnya infus caiaran garam
fisiologik/Ringer Laktat untuk mencegah terjadinya syok hipofolemik. Umumnya
histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam kavum abdomen
dikeluarkan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Perdarahan postpartum adalah
perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir.
Perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi perdarahan postpartum primer dan
perdarahan postpartum sekunder. Perdarahan postpartum dapat disebabkan oleh
atonia uteri, laserasi jalan lahir, retensio plasenta, hematoma dan kelainan
pembekuan darah.
Karena etiologi dari
perdarahan postpartum berbeda-beda. Oleh sebab itu, penanganannya juga
berbeda-beda. Namun dalam hal ini, sangat perlu diperhatikan manajemen aktif
kala II dan III dengan baik. Selain itu, tindakan deteksi dini dan
sangat berarti dalam pencegahan terjadinya perdarahan postpartum demi menekan
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) akibat perdarahan postpartum.
B. SARAN
Mahasiswa diharapkan dapat mengenali perdarahan
postpartum sehingga dapat melakukan tindakan deteksi, pencegahan serta
penanganan terhadap perdarahan postpartum.
Asuhan Kebidanan Persalinan
Normal Dan Patologi 2013, Djuhadiah Saadong, M.Kes
Ilmu Kebidanan Edisi Iv 2012,
Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo S.(2002)
: Perdarahan Pasca Persalinan. Buku
Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP
Post a Comment for "Pendarahan post partum dan penatalaksanaan"