Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengembangan sumber daya wanita dalam era globalisasi 2

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Wanita mempunyai posisi sentral dalam keluarga : sebagai istri, mitra suami, sebagai ibu rumah tangga, sebagai ibu pendidik pertama dan utama karena pendidikan berlangsung sejak janin masih dalam kandungan ibu dan sebagai ibu bangsa yang mempersiapkan generasi penerus. Tetapi yang sering kurang diketahui dan kurang dipahami masyarakat ialah, bahwa potensi wanita yang begitu besar dan sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional, khususnya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, belum dikembangkan secara maksimal.
Peranan wanita makin dirasakan dalam gerak pembangunan yang kian pesat, sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi. Di era globalisasi sekarang, kaum ibu harus dilindungi dan harus mendapat tempat dalam berbagai kesempatan. Kaum ibu, jangan sampai termajinalkan, apalagi mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Peranan wanita dalam era-globalisasi ini sangat banyak. Banyak pekerjaan yang dilakukan oleh para wanita sekarang ini sama dengan pekerjaan kaum pria. Hal ini dilakukan juga karena faktor-faktor tertentu, misalnya karena faktor ekonomi, dalam pelajaran sosiologi, ini dapat disebut dengan penyimpangan yang positif karena dianggap mempunyai unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya alternatif sehingga mengarah pada nilai yang didambakan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian globalisasi?
2.      Bagaimana tantangan globalisasi bagi perempuan?
3.      Bagaimana pengembangan sumber daya wanita dalam menghadapi era globalisasi?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Globalisasi
Globalisasi berasal dari kata “global” yang bermakna universal. Istilah ini memiliki pengertian yang berhubungan dengan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia, di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer dan bentuk-bentuk interaksi lain, sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Adanya globalisasi memberi dampak yang signifikan bagi perkembangan umat manusia, khususnya perempuan.
Dalam globalisasi setiap bangsa/negara berlomba melakukan pembangunan. Semua negara melakukan kapitalisasi dan ekspansi utamanya di bidang industri, teknologi dan komunikasi. Proses komersialisasi berlangsung di semua bidang. Kehidupan manusia cenderung individualis dan materialistik. Kesuksesan hidup diukur dari sebesar apa materi yang ia punyai ( uang, rumah, tanah, jabatan , investasi, dsb )
B.     Tantangan globalisasi bagi perempuan
Akhir-akhir ini kita sering dihadapkan pada sebuah permasalahan yang menyangkut tugas dan tanggung jawab seorang perempuan baik dalam posisinya sebagai istri, ibu rumah tangga, dan juga sebagai anggota masyarakat. Globalisasi bagi perempuan dapat berkesan baik dan buruk, namun hal yang terpenting adalah suatu realitas bahwa globalisasi merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh masyarakat, termasuk perempuan.
Tidak sedikit tantangan yang diberikan globalisasi terhadap perempuan. Dalam segala bidang perempuan ditantang untuk mampu survive, sehingga tidak dijadikan objek yang termarginalisasi atau tersubordinasi. Tantangan tersebut terletak pada pendidikan keluarga, ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya yang kemudian dikerucutkan menjadi dua tantangan, yaitu tantangan domestik dan publik.
Pertama, tantangan yang bersifat domestik. Seorang perempuan harus memainkan peranannya sebagai bagian dari keluarga, yaitu tantangan untuk meningkatkan kualitas keluarganya baik dari sisi mental maupun skill untuk menghadapi globalisasi saat ini. Kedua, tantangan yang bersifat publik, merupakan tantangan bagi seorang perempuan sebagai bagian dari masyarakat, seperti menghadapi situasi perekonomian di negara ini. Sistem liberal sudah mulai terjadi dengan ditandai kecenderungan pendominasian perusahaan-perusahaan besar terhadap perusahaan-perusahaan kecil. Dalam situasi seperti ini, perempuan akan lebih merasakan dampaknya, karena lebih banyak terlibat dalam bisnis-bisnis kecil. Hal tersebut belum belum sepenuhnya terjadi, dan merupakan tantangan bagi kaum perempuan untuk menghadapinya agar tidak menjadi korban dari sistem perekonomian tersebut. Dalam dunia perpolitikan, perempuan juga dituntut untuk turut aktif dalam menyuarakan aspirasinya dengan cara mampu memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan oleh pemerintah untuk membuat berbagai macam kebijakan publik secara maksimal. Perempuan juga ditantang untuk meminimalisir dan menyelesaikan permasalahan sosial, antaralain angka kematian ibu dan anak yang semakin meningkat, semakin dieksploitasinya perempuan sebagai konsumsi publik yang tidak pada tempatnya dan sebagainya.
Tantangan-tantangan ini adalah akibat dari realitas kondisi sumber daya perempuan di Indonesia yang masih mengalami ketertinggalan dibanding laki-laki. Di bidang pendidikan, rasio kelulusan laki-laki terhadap perempuan di sekolah lanjutan tingkat atas adalah 92,8% pada tahun 2002. Bidang kesehatan, gizi perempuan masih menjadi masalah utama. Dalam kondisi kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki jauh lebih tinggi dari perempuan. Berdasarkan sensus tahun 2000 angka pengangguran perempuan 12%, sedangkan laki-laki 7,6%. Upah perempuan hanya 70% dari laki-laki.
Tidak sedikit perempuan yang berkutat pada masalah penampilan atau gaya hidup. Maka lahirlah rubrik kecantikan dengan segala pernak-perniknya, kontes-kontes yang menjadikan fisik sebagai standar penilaian. Hal-hal tersebut memang merupakan bagian dari kebutuhan perempuan, namun tidak harus dengan porsi yang besar seperti saat ini. Perempuan juga sudah terbiasa menjadi eye-catching belaka. Perhatikan saja sampul-sampul media massa, kemasan, dan iklan produk, banyak sekali yang ’menempelkan’ begitu saja gambar perempuan bahkan terkesan memaksakan. Sayangnya tidak semua perempuan merasa rugi atas eksploitasi fisik ini. Hal-hal tersebut harus dijadikan motivator bagi perempuan untuk semakin mengembangkan potensi dirinya. Sehingga, perempuan akan mampu menghadapi tantangan dalam bentuk apapun.

C.    Pengembangan Sumber Daya Wanita dalam Menghadapi Era Globalisasi
Seperti kita ketahui bahwa wanita telah sejak lama berperan secara aktif dalam seluruh aspek pembangunan. selama masa perjuangan, wanita bersama pria bahu mernbahu berluang melawan kaum penjajah. Tekad dan hasrat wanita untuk menghimpun diri dalam upaya membela negara bahkan telah dirintis sejak lama, yaitu melalui Kongres Perempuan Indonesia (KPI) dan Perikatan Perempuan Indonesia (PPD) yang menyelenggarakan kongres pertama pada tanggal 22 Desember '1.928. Dalam perjalanan kehidupan bangsa selama 50 tahun merdeka, wanita Indonesia telah turut berperan dalam semua peristiwa, dan bahkan seringkali menjadi pelopor dalam berbagai upaya pembaharuan. Wanita terlibat dalam kegiatan di berbagai sektor ekonomi dan sosial, dalam bidang politik, serta bidang-bidang pembangunan lainnya, seperti misalnya bidang olah raga wanita telah berperan membawa nama harum bagi bangsanya.
Dengan mengabaikan wanita berarti kita telah mengabaikan leblh dari separuh penduduk Indonesia dan hal ini tidak lain merupakan pemborosan sumber daya manusia. Wanita merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat besar, dan untuk itu peranannya dalam berbagai bidang pembangunan juga merupakan aset dari pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu peran aktif wanita sebagai mitrasejajar peran dalam pembangunan di masa yang akan datang harus terus ditingkatkan. Dalam Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II), komitmen pemerintah Indonesia dalam upaya peningkatan peranan wanita dilandasi pada amanat GBHN 1993 yang menggaris bawahi bahwa wanita sebagai mitra sejajar pria harus lebih dapat berperan dalam pembangunan dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta ikut melestarikan nilai-nilai Pancasila. Dalam Repelita VI peningkatan peranan wanita ditujukan untuk meningkatkan kedudukan, peranan kemampuan, kemadirian, dan ketahanan mental dan spiritual wanita sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas SDM.
Kualitas SDM itu sendiri merupakan faktor penentu utama dari kemajuan dan kemandirian suatu bangsa. Dewasa ini upaya peningkatan dan pengembangan SDM juga dlhadapkan pada tantangan era globalisasi yang sedang berlangsung dengan intensitas dan kecepatan yang semakin tinggi. Proses tersebut melanda seluruh dunia dan semua aspek kehidupan manusia, bahkan sampai kepada aspek-aspek kehidupan unit masyarakat yang terkecil, yaitu keluarga. Tidak ada masyarakat atau bangsa yang dapat menghindar dari proses tersebut. Dalam era globalisasi tersebut, kemampuan bersaing suatu Negara sudah tidak lagi semata-mata ditentukan oleh keunggulan komparatif yang didasarkan pada pemilikan sumber daya alam dan ketersedian tenaga kerja murah, tetapi akan ditentukan oleh penguasaan informasi, teknologi, dan keahlian. Untuk itu yang menjadi kunci adalah keberhasilan untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia yang mampu menyerap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berbekalkan akhlak dan budi pekerti yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Dalam hal itulah peran wanita sebagai potensi SDM yang besar memegang peran strategis menghadapi tuntutan peningkatan kualitas SDM. Disamping itu wanita juga memiliki peran yang sangat strategis dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas dan berpotensi bagi pembangunan bangsa yang maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Dengan demikian upaya pengembangan kualitas SDM dalam menghadapi era globalisasi antara lain dapat ditempuh melalui peningkatan peran wanita dalam pembangunan. Selanjutnya hal penting yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana peran wanita di dalam pembangunan yang saat ini sangat kuat dipengaruhi oleh era globalisasi, serta bagaimana upaya agar peranan wanita disesuaikan untuk menjawab tantangan serta tuntutan dari pembangunan dalam era globalisasi tersebut.
Upaya pembangunan peran wanita sebagai mitrasejalar pria dalam menghadapi era globalisasi pertama-tama perlu diawali oleh pengembangan kualitas wanita itu sendiri. Karena dengan kualitas yang prima, wanita akan dapat berperan optimal di dalam pembangunan. Di dalam Repelita VI pengembangan peran wanita diarahkan pada sasaran utama sebagar berikut:
1.      Meningkatnya taraf pendidikan wanita, antara lain ditunjukkan dengan makin menurunnya jumlah penduduk wanita yang menderita tiga buta (buta aksara Latin dan angka, buta bahasa Indonesia, danbuta pengetahuan dasar;
2.      Meningkatnya kualitas SDM wanita melalui pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek;
3.      Meningkatnya derajat kesehatan wanita termasuk keluarganya sehingga memungkinkan wanita berperan aktif dalam kegiatan pembangunan;
4.      Meningkatnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja wanita dan makin sempurna dan mantapnya perlindungan tenaga kerja wanita, termasuk hak dan jaminan sosialnya;
5.      Meningkatnya peran ganda wanita dalam pembinaan keluarga dan peran sertanya yang aktif di masyarakat secara serasi dan seimbang;
6.      Berkembangnya iklim sosial budaya yang lebih mendukung upaya mempertinggi harkat dan martabat wanita,
7.      dan makin aktifnya peran organisasi wanita dalam pembangunan.

Sejalan dengan itu, peran serta wanita dalam pembangunan paling tidak dapat ditilik dari tiga macam peran baik di dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Pertama adalah peran reproduktif wanita, yang tidak terbatas dalam konteks biologis, yaitu melahirkan, tapi lebih dalam konteks sosial. Peran ini mencakup tanggungjawab pengasuhan dan pendidikan anak serta tugas-tugas rumah tangga (tugas domestik), untuk itu peran reproduktif ini juga dimengerti sebagai peran wanita sebagai ibu rumah tangga. Kedua adalah peran produkfif wanita. Peran ini berlaku pada saat wanita bekerja secara produktif dan mendapatkan imbalan untuk pekerjaannya itu, baik dalam bentuk uang maupun barang (economically active). Dengan kata lain peran ini adalah peran wanita dalam mencari nafkah. Selanjutnya peran wanita yang ketiga saya istilahkan sebagai peran sosial-politik wanita dalam masyarakat atau peran sosial-politik kemasyarakatan. Peran ini mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat, yang umumnya bersifat sukarela, dan dilakukan umumnya diwaktu senggang. Karena sifatnya yang sukarela, umumnya kegiatan ini dilakukan tanpa memperoleh kompensasi dalam bentuk upah. Kegiatan tersebut seringkali berhubungan dengan generasi muda, olahraga, keagamaan, pelayanan kesehatan, pendidikan, pelatihan, pembinaan dan lain-lain.
Pada kenyataannya seringkali terjadi over lapping antara ketiga peran tersebut. Di samping itu, peran yang satu dapat mendukung fungsi peran lainnya. Namun melalui ketiga peran utama wanita tersebut, dapat ditinjau bagaimana wanita dapat berperan dalam pembangunan di era globalisasi sekarang ini dan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengembangkan peran wanita tersebut.
1.      Peran Reproduktif
Upaya mempersiapkan sumber daya manusia yang handar sangat berkaitan dengan peran reproduktif wanita. Mulai dari masih di dalam kandungan, sampai seorang anak tumbuh menjadi dewasa serta mengecap pendidikan, dan kemudian terjun kedalam masyarakat, ibu sebagai orang tua memiliki peran yang sangat besar. Hal ini terutama ditemukan di sebagian besar masyarakat kita yang masih menganut pola pembagian kerja antara pria dan wanita didalam keluarga, di mana pria/suami terutama bertanggungawab terhadap urusan-urusan publik, yaitu yang berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan di luar rumah, dan wanita (istri) terutama bertanggungawab atas sektor domestik, yaitu menangani tugas-tugas rumah tangga, termasuk mengasuh anak.
Peran reproduktrf wanita ya:ng tidak lain adalah peran wanita sebagai ibu rumah tangga tidak dapat dianggap remeh. Karena ternyata tugas-tugas rumah tangga dan keluarga yang dllakukan wanita tidak saja memiliki nilai tambah bagi kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga, namun lebih dari itu memiliki nilai tambah bagi kekuatan tenaga kerja (labor force) saat ini dan di masa yang akan datang. Karena tidak hanya sekedar mengasuh dan membesarkan anak, tetapi pada kenyataannya wanita juga memiliki peran dominan dalam hal mengurus dan mengasuh keluarga secara keseluruhan, termasuk suami. Sehingga tidak saja wanita berperan dalam pembentukan kekuatan tenaga kerja di masa depan yaitu dengan melahirkan, membesarkan serta mengasuh anak, terutama juga secara nyata berperan dalam memelihara kekuatan tenaga kerja saat im, yaitu dengan mengurus suami atau anak yang telah dewasa dan bekerja.
Di dalam era globalisasi ini, wanita perlu lebih ditingkatkan lagi perannya di didalam kesejahteraan dan ketahanan keluarga. Pengaruh globalisasi yang sedemikian kuat dapat secara langsung menyentuh keluarga tanpa harus melalui institusi-institusi masyarakat lainnya. Misalnya saja dengan adanya teknologi komunikasi yang semakin canggih, baik melalui surat kabar, radio, televisi, internet, maupun media massa lainnya, globalisasi dapat langsung dirasakan oleh keluarga. secara tidak langsung, pengaruh globalisasi menyentuh keluarga melalui institusi-institusi masyarakat yang ada, misalnya saja melalui institusi pekerjaan yang meminta persyaratan tenaga kerja dengan kualifikasi yang semakin tinggi dan dengan jenis-jenis pekerjaan yang semakin beragam.
Keluarga sebagai unit masyarakat yang terkecil dlharapkan dapat bertahan untuk menghadapi pengaruh-pengaruh buruk dari globalisasi, dan selanjutnya menyesuaikan diri dengan tuntutan positif globalisasi. Oleh dari itu keluarga sebagai unit dari masyarakat dapat tarut mempersiapkan bangsa dalam menghadapi arus globalisasi itn, yaitu melalui sumber daya manusia keluarga. DaIam hal inilah wanita bersama-sama dengan pria dalam suatu pola hubungan kemitraan yang sejajar dapat lebih berperan dalam mempersiapkan generasi penerus yang berkualitas. Hal ini terutama dilakukan melalui upaya pemeliharaan kesehatan dan gizi, yang perlu dilakukan sejak masa awal kehamilan sampai dengan pertumbuhan anak menjadi dewasa, serta pendidikan anak, terutama penanaman nilai-nllai yang mendukung pembentukan akhlak dan budi pekerti yang mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 7945. Dalam hal ini peran pria, baik sebagai suami maupun sebagai bapak juga sangat diperlukan. Karena dengan pengertian dan rasa tanggungjawab yang besar dari seorang pria, pemberian gizi serta pemeliharaan kesehatan baik bagi ibu yang mengandung maupun anak dapat lebih berjalan optimal. Di samping, upaya mendidik anak oleh keluarga akan lebih optimal dengan kehadiran sosok bapak sebagai bagian dari orang tua dan untuk itu peran pria dalam pendidlkan anak menjadi penting. Hal ini juga semakin jelas dalam menjawab tuntutan tenaga kerja berkualitas di masa yang akan datang. Dengan persiapan yang matang dari keluarga, maka tenaga kerja yang sehat, mandiri, profesional, serta memiliki wawasan yang luas akan dapat membentuk kekuatan tenaga kerja nasional yang handal.

2.      Peran Produktif
Lebih dari separuh jumlah penduduk usia kerja atau penduduk usia 10  tahun ke atas di Indonesia adalah wanita. Selama lebih dari satu dasawarsa terakhir, keadaan ini tidak berubah. Dengan demikian kualitas tenaga kerja wanita sebagai potensi kekuatan tenaga kerja sangat menentukan kualitas kekuatan tenaga kerja tersebut secara keseluruhan. Saat ini, proporsi penduduk wanita yang aktif melakukan kegiatan ekonomi dan aktif mencari pekerjaan, disebut dengan istilah Tingkat partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita terus meningkat, namun masih jauh \lebih rendah dibandingkan dengan TPAK pria. Akan tetapi perkembangan selama periode 1980 - 1994 menunjukan bahwa tingkat partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi telah meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat partisipasi pria. Pada tahun 1980, TPAK wanita diperkirakan hanya 32,6 persen yang meningkat menjadi 44,5 persen pada tahun 1994. Ini merupakan peningkatan sebesar 12 persen. Sedangkan untuk penduduk pria,TPAK tahun 1980 adalah 68,4 persen danhanya meningkat 4 persen menjadi 72 persen pada tahun 7994.
Namun dilihat dari pendidikannya, kualitas tenaga kerja wanita tersebut masih relatif rendah dan bahkan lebih rendah dari tenaga kefia. walaupun terlihat secara konsisten dari tahun ke tahun terus meningkat. DaIam hal ini, pendidikan (formal) pada dasarnya merupakan sarana bagi seseorang untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan. Sejalan dengan itu, tingkat pendidikan tenaga kerja secara umum mencermi akan kualitas dan kemampuan tenaga kerja dalam berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Atau dengan kata lain, pendidikan tenaga kerja wanita yang rendah dapat menyebabkan produktivitas mereka yang juga rendah. pada tahun 1994, TPAK yang tidak sekolah dan tidak tamat SD adalah 43,4 persen untuk wanita dan 30 persen untuk pria. Sementara TPAK yang hanya berpendidikan SD adalah sebesar 3514 persen untuk wantta dan 3818 untuk pria. Selebihnya TPAK yang berpendidikan di atas SD hanya relatif kecil, yaitu sebesar 21,2 persen untuk wanita dan 3712 persen untuk pria. Dengan demikian kualitas sebagian besar tenaga kerja wanita di Indonesia masih rendah, yaitu hanya berpendidikan SD ke bawah.
Di era pasar bebas nanti tenaga-tenaga kerja asing akan memasuki pasar tenaga kerja di Indonesia dengan lebih deras lagi. Mereka yang datang umumnya memiliki keahlian dan kecakapan yang khusus serta pendidikan yang relatif tinggi. Dengan demikian tenaga kerja wanita akan mengalami tantangan yang lebih berat lagi, karena selain harus bersaing dengan tenaga kerja pria di dalam negeri, merekapun harus bersaing dengan tenaga-tenaga kerja asing yang berkualitas. Demikian pula, tenaga kerja wanita perlu dipersiapkan kualitasnya untuk dapat memasuki pasar tenaga kerja internasional, atau bekerja di negara - negara lain. Dengan kualitas yang rendah dan persaingan kerja yang ketat,baik di pasar tenaga kerja domestik maupun pasar tenaga kerja internasional, maka tenaga kerja wanita hanya akan semakin tergeser pada posisi-posisi dan jenis-jenis pekerjaan yang marginal, yaitu jenis-jenis pekerjaan yang tidak terlalu menuntut keahlian, kecakapan, serta profesionalisme yang tinggi.
Dengan demikian, walaupun peran wanita dalam sektor ekonomi terlihat terus meningkat, namun peran tersebut masih belum optimal dan karena itu masih perlu dikembangkan lagi. Hal ini merupakan tantangan yang cukup berat, dan diarahkan terutama untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja wanita. Dalam meningkatkan peran produktif wanita, yaitu melalui peningkatan kualitasnya sebagai tenaga kerja, dapat diidentifikasi beberapa tantangan yang perlu dtatasi. Pertama, adalah beban wanita yang cukup berat, karena terutama bagi mereka yang telah berkeluarga, wanita sebagai ibu rumah tangga juga bertanggungawab terhadap urusan-urusan rumah tangga dan keluarga.
Selain bekerja mencari nafkah peran produktif. Hal yang kedua berhubungan dengan persoalan budaya, atau apa yang disebut oleh Bank Dunia sebagai social conventions and norms. Maslh ada persepsi di dalam masyarakat yang memandang bahwa investasi sumber daya manusia yang dlberikan pada anak wanita tidak akan menghasilkan keuntungan (return) sebesar investasi yang sama jika dlberikan kepada anak laki-laki, karena wanita akan menikah, menjadi ibu rumah tangga, dan umumnya tidak bekerja secara produktif. Hal ini selanjutnya mempengaruhi pola perencanaan investasi di dalam rumah tangga. Misalnya terutama pada keluarga yang berpendapatan rendah, maka jika harus memilih, mereka umumnya akan memilih memberi pendidikan atau menyekolahkan anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan alasan tersebut di atas. Dengan demikian, rendahnya investasi dalam modal manusia (human capital yang ada pada diri wanita menghasilkan kualitas wanita yang juga relatif rendah dibanding pria, terutama dalam hal pendidikan dan kesehatan. Dengan kualitas tersebut, maka dalam pasar tenaga kerja wanita mendapatkan upah relatif lebih kecil dan jabatan yang relatif lebih rendah dari pada pria. Dengan demikian upaya peningkatan peran produktif wanita dalam pembangunan bangsa di era globalisasi perlu pertama-tama diwujudkan melalui peningkatan kualitas wanita. Terutama adalah pendidikan, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk pendidikan moral, serta tingkat derajat kesehatan wanita yang perlu ditingkatkan dalam upaya menciptakan tenaga kerja wanita yang berkualitas. Tantangan-tantangan utama yang dihadapi dalam upaya peningkatan kualitas tenaga kerja wanita dapat ditangani oleh berbagai macam pihak, yaitu melalui institusi pemerintah dengan program-program pemb angunannya, oleh masyarakat secara umum maupun oleh keluarga yang dalam hal ini diwakili oleh peran wanita dan pria dalam hubungan kemitrasejajaran. Pemahaman kemitrasejajaran dalam keluarga sangat memainkan peran penting dalam mengatasi peran ganda wanita yang terlalu membebani wanita., yaita dengan adanya sikap saling pengertian dan saling kerjasama antara suami-istri dalam pembagian kerja di dalam rumah tangga, terutama dalam masalah pengasuhan dan pendidikan anak. Selanjutnya upaya untuk mengatasi adanya pola piker yang masih keliru mengenai keuntungan dari melakukan investasi, terutama dalam pendidikan bagi anak perempuan, perlu dikerjakan oleh semua pihak, yaitu baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri, dan diupayakan melalui bentuk-bentuk komunikasi, informasi dan edukasi.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dalam era globalisasi kemampuan bersaing suatu Negara sudah tidak lagi semata-mata ditentukan oleh keunggulan komparatif yang didasarkan pada pemilikan sumber daya alam dan ketersedian tenaga kerja murah, tetapi akan ditentukan oleh penguasaan informasi, teknologi, dan keahlian. Untuk itu yang menjadi kunci adalah keberhasilan untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia yang mampu menyerap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berbekalkan akhlak dan budi pekerti yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Dalam hal itulah peran wanita sebagai potensi SDM yang besar memegang peran strategis menghadapi tuntutan peningkatan kualitas SDM. Disamping itu wanita juga memiliki peran yang sangat strategis dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas dan berpotensi bagi pembangunan bangsa yang maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Dengan demikian upaya pengembangan kualitas SDM dalam menghadapi era globalisasi antara lain dapat ditempuh melalui peningkatan peran wanita dalam pembangunan.

B.     SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memaham Pengembangan Sumber Daya Wanita dalam menghadapi era globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak,  Strategi Pengembangan SDM Melalui PLSP, Dalam   Seminar yang Disampaikan Dalam Acara Widyakarya Direktorat PLSP Depdiknas, 2003.
Anonymous , Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Tamita Utama. Jakarta. 2003.
H.AR.Tilaar. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Tera Indonesia. Jakarta. 1999. 



Post a Comment for "Pengembangan sumber daya wanita dalam era globalisasi 2"