Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengembangan sumber daya wanita dalam era globalisasi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pengembangan sumber daya manusia pada suatu bangsa memiliki konstribusi terhadap kemajuan bangsa tersebut. Sebuah bangsa yang maju ternyata adalah bangsa yang didukung oleh sumber daya yang berkualitas, dan dapat melahirkan berbagai kreatifitas untuk mendukung pengembangan bangsanya.  Indikator dalam menentukan kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari rata-rata tingkat pendidikan anggota masyarakatnya dan juga  kualitas pendidikannya.
Saat ini kualitas sumber daya manusia Indonesia sangat jauh tertinggal di belakang, jika kita bandingkan dengan perkembangan negara-negara dunia, bahkan dengan negara tetangga sekalipun. Menurut indeks pengembangan sumber daya manusia, Indonesia berada di bawah peringkat negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Philipina, bahkan dengan negara Vietnam yang baru saja  bangkit dari keterpurukannya.
Dalam ketertinggalan kualitas sumber daya manusia kita sekarang ini, kita juga dihadapkan untuk harus berjuang keras menghadapi persaingan global yang sudah mulai intens.  Kalau kita tidak mampu bersaing maka akan tersingkir dengan sendirinya. Pendidikan nasional di Indonesia yang diselenggarakan melalui jalur formal, non-formal dan informal menjadi harapan untuk peningkatan sumber daya manusia.  Dengan demikian kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan mampu menjawab tantangan era globalisasi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian globalisasi?
2.      Bagaimana hakikat pengembangan sumber daya manusia?
3.      Bagaimana pengembangan sumber daya wanita dalam menghadapi era globalisasi?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Globalisasi
Globalisasi adalah suatu realitas yang bukan untuk dihindari atau dijauhi, namun kita harus meresponnya. Istilah ini sering didefinisikan berbeda yang satu dengan yang lainnya. Globalisasi merupakan produk kemajuan sains dan teknologi, khususnya teknologi informasi yang juga merupakan kelanjutan dari modernisasi. Globalisasi juga dapat didefinisikan sebagai agenda penguasa barat yang memaksa negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, untuk menjalankan dasar ekonomi dan sosial yang lebih sesuai dengan agenda global penguasa antar bangsa. Contoh konkrit dari agenda globalisasi ini adalah diberlakukannya AFTA (ASEAN Free Trade Agreement), yaitu perjanjian kawasan perdagangan bebas ASEAN pada tahun 2003. Kawasan Asia Pasifik juga akan mengalami diberlakukannya APEC (Asia Pasific Economic Cooperation) pada tahun 2020 nanti. AFTA dan semacamnya pada hakikatnya merupakan perwujudan dari globalisasi. Prinsip globalisasi mengacu pada perkembangan-perkembangan yang cepat dalam teknologi komunikasi, transformasi, dan informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia menjadi hal yang mudah dijangkau. Kini dunia seolah sudah tidak memiliki batas-batas wilayah dan waktu.
Istilah globalisasi dapat diartikan juga sebagai alat dan dapat pula diartikan sebagai suatu ideologi. Globalisasi sebagai alat, merupakan suatu perwujudan dari keberhasilan techno-science, terutama dalam komunikasi. Kondisi seperti ini, globalisasi bersifat netral, tergantung dari pemakainya. Ketika globalisasi diartikan sebagai suatu ideologi, maka tidak sedikit akan terjadi benturan nilai, antara nilai yang dianggap sebagai suatu ideologi globalisasi dan nilai agama, termasuk agama Islam.
Kesan mengenai globalisasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu sebagai ancaman dan tantangan. Pertama, sebagai ancaman, dengan adanya berbagai macam alat komunikasi maka dapat dengan mudah hal-hal negatif diserap. Hal ini dapat membuat kita terjebak pada pergaulan global atau menjadikan dunia barat sebagai role model kehidupan. Kedua, sebagai tantangan. Ketika globalisasi memberi pengaruh nilai-nilai dan praktek yang positif, maka seharusnya menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mampu menyerapnya. Misalnya, budaya disiplin, bertanggungjawab, kerja keras, dan menghargai prestasi orang lain. Keyword dari globalisasi adalah kompetisi. Ketika berkaitan dengan nilai budaya atau agama, maka persiapan mentalitas dari masing-masing pribadi sangatlah penting. Kita dituntut untuk memiliki self preparation yang meliputi mentalitas dan skill.
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia..  
1.      Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
2.      Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
3.      Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.

B.     Hakekat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pada hakekatnya pengembangan sumber daya manusia merupakan irisan dari tiga komponen dasar sebagai berikut ; pengembangan individu (personal),  pengembangan karier (professional), pengembangan dalam kehidupan bermasyarakat (organisasi). Pengembangan individu banyak berkaitan dengan peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perbaikan tingkah laku secara individual, sesuai dengan perubahan tuntutan tingkah laku dalam melaksanakan tugas pada kehidupannya, dan pengembangan karier banyak berkaitan dengan hasil analisis terhadap minat, nilai, kompetensi, aktivitas dan tugas-tugas yang diperlukan dalam menyelesaikan sesuatu persoalan, baik dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat maupun pada lembaga kerja.
Sedangkan pengembangan kehidupan bermasyarakat merupakan implementasi dari perolehan kemampuan hasil  pengembangan secara individual dan pengembangan karier yang dimiliki setiap individu. Tujuan pengembangan sumber daya manusia yang dinyatakan oleh UNDP, seperti yang disarikan oleh Tilaar, adalah usaha untuk meningkatkan horizon pandangan dari seseorang.  Manusia yang telah berkembang akan meningkatkan pandangannya dengan lebih luas sehingga ia dapat menjadi manusia yang berdaya.  Manusia yang berdaya adalah manusia yang dapat memilih dan mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan. Karena itu karakteristik  sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam menghadapi era global itu adalah  (1) Manusia yang dapat bersaing, yaitu manusia yang dapat mengembangkan potensinya dan dengan potensinya itu dapat menghasilkan sesuatu yang berkualitas dan dapat mengadakan pilihan-pilihan yang tepat, sehingga mampu bersaing dan  bersanding sejajar dengan bangsa-bangsa lain.   (2)  Manusia yang berpikir kreatif,  yaitu manusia yang dapat  bersaing dan  memunculkan kresi-kreasi baru.

C.    Pengembangan Sumber Daya Wanita dalam Menghadapi Era Globalisasi
Seperti kita ketahui bahwa wanita telah sejak lama berperan secara aktif dalam seluruh aspek pembangunan. selama masa perjuangan, wanita bersama pria bahu mernbahu berluang melawan kaum penjajah. Tekad dan hasrat wanita untuk menghimpun diri dalam upaya membela negara bahkan telah dirintis sejak lama, yaitu melalui Kongres Perempuan Indonesia (KPI) dan Perikatan Perempuan Indonesia (PPD) yang menyelenggarakan kongres pertama pada tanggal 22 Desember '1.928. Dalam perjalanan kehidupan bangsa selama 50 tahun merdeka, wanita Indonesia telah turut berperan dalam semua peristiwa, dan bahkan seringkali menjadi pelopor dalam berbagai upaya pembaharuan. Wanita terlibat dalam kegiatan di berbagai sektor ekonomi dan sosial, dalam bidang politik, serta bidang-bidang pembangunan lainnya, seperti misalnya bidang olah raga wanita telah berperan membawa nama harum bagi bangsanya.
Dengan mengabaikan wanita berarti kita telah mengabaikan leblh dari separuh penduduk Indonesia dan hal ini tidak lain merupakan pemborosan sumber daya manusia. Wanita merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat besar, dan untuk itu peranannya dalam berbagai bidang pembangunan juga merupakan aset dari pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu peran aktif wanita sebagai mitrasejajar peran dalam pembangunan di masa yang akan datang harus terus ditingkatkan. Dalam Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II), komitmen pemerintah Indonesia dalam upaya peningkatan peranan wanita dilandasi pada amanat GBHN 1993 yang menggaris bawahi bahwa wanita sebagai mitra sejajar pria harus lebih dapat berperan dalam pembangunan dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta ikut melestarikan nilai-nilai Pancasila. Dalam Repelita VI peningkatan peranan wanita ditujukan untuk meningkatkan kedudukan, peranan kemampuan, kemadirian, dan ketahanan mental dan spiritual wanita sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas SDM.
Kualitas SDM itu sendiri merupakan faktor penentu utama dari kemajuan dan kemandirian suatu bangsa. Dewasa ini upaya peningkatan dan pengembangan SDM juga dlhadapkan pada tantangan era globalisasi yang sedang berlangsung dengan intensitas dan kecepatan yang semakin tinggi. Proses tersebut melanda seluruh dunia dan semua aspek kehidupan manusia, bahkan sampai kepada aspek-aspek kehidupan unit masyarakat yang terkecil, yaitu keluarga. Tidak ada masyarakat atau bangsa yang dapat menghindar dari proses tersebut. Dalam era globalisasi tersebut, kemampuan bersaing suatu Negara sudah tidak lagi semata-mata ditentukan oleh keunggulan komparatif yang didasarkan pada pemilikan sumber daya alam dan ketersedian tenaga kerja murah, tetapi akan ditentukan oleh penguasaan informasi, teknologi, dan keahlian. Untuk itu yang menjadi kunci adalah keberhasilan untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia yang mampu menyerap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berbekalkan akhlak dan budi pekerti yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Dalam hal itulah peran wanita sebagai potensi SDM yang besar memegang peran strategis menghadapi tuntutan peningkatan kualitas SDM. Disamping itu wanita juga memiliki peran yang sangat strategis dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas dan berpotensi bagi pembangunan bangsa yang maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Dengan demikian upaya pengembangan kualitas SDM dalam menghadapi era globalisasi antara lain dapat ditempuh melalui peningkatan peran wanita dalam pembangunan. Selanjutnya hal penting yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana peran wanita di dalam pembangunan yang saat ini sangat kuat dipengaruhi oleh era globalisasi, serta bagaimana upaya agar peranan wanita disesuaikan untuk menjawab tantangan serta tuntutan dari pembangunan dalam era globalisasi tersebut.
Upaya pembangunan peran wanita sebagai mitrasejalar pria dalam menghadapi era globalisasi pertama-tama perlu diawali oleh pengembangan kualitas wanita itu sendiri. Karena dengan kualitas yang prima, wanita akan dapat berperan optimal di dalam pembangunan. Di dalam Repelita VI pengembangan peran wanita diarahkan pada sasaran utama sebagar berikut:
1.      Meningkatnya taraf pendidikan wanita, antara lain ditunjukkan dengan makin menurunnya jumlah penduduk wanita yang menderita tiga buta (buta aksara Latin dan angka, buta bahasa Indonesia, danbuta pengetahuan dasar;
2.      Meningkatnya kualitas SDM wanita melalui pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek;
3.      Meningkatnya derajat kesehatan wanita termasuk keluarganya sehingga memungkinkan wanita berperan aktif dalam kegiatan pembangunan;
4.      Meningkatnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja wanita dan makin sempurna dan mantapnya perlindungan tenaga kerja wanita, termasuk hak dan jaminan sosialnya;
5.      Meningkatnya peran ganda wanita dalam pembinaan keluarga dan peran sertanya yang aktif di masyarakat secara serasi dan seimbang;
6.      Berkembangnya iklim sosial budaya yang lebih mendukung upaya mempertinggi harkat dan martabat wanita,
7.      dan makin aktifnya peran organisasi wanita dalam pembangunan.

Sejalan dengan itu, peran serta wanita dalam pembangunan paling tidak dapat ditilik dari tiga macam peran baik di dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Pertama adalah peran reproduktif wanita, yang tidak terbatas dalam konteks biologis, yaitu melahirkan, tapi lebih dalam konteks sosial. Peran ini mencakup tanggungjawab pengasuhan dan pendidikan anak serta tugas-tugas rumah tangga (tugas domestik), untuk itu peran reproduktif ini juga dimengerti sebagai peran wanita sebagai ibu rumah tangga. Kedua adalah peran produkfif wanita. Peran ini berlaku pada saat wanita bekerja secara produktif dan mendapatkan imbalan untuk pekerjaannya itu, baik dalam bentuk uang maupun barang (economically active). Dengan kata lain peran ini adalah peran wanita dalam mencari nafkah. Selanjutnya peran wanita yang ketiga saya istilahkan sebagai peran sosial-politik wanita dalam masyarakat atau peran sosial-politik kemasyarakatan. Peran ini mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat, yang umumnya bersifat sukarela, dan dilakukan umumnya diwaktu senggang. Karena sifatnya yang sukarela, umumnya kegiatan ini dilakukan tanpa memperoleh kompensasi dalam bentuk upah. Kegiatan tersebut seringkali berhubungan dengan generasi muda, olahraga, keagamaan, pelayanan kesehatan, pendidikan, pelatihan, pembinaan dan lain-lain.
Pada kenyataannya seringkali terjadi over lapping antara ketiga peran tersebut. Di samping itu, peran yang satu dapat mendukung fungsi peran lainnya. Namun melalui ketiga peran utama wanita tersebut, dapat ditinjau bagaimana wanita dapat berperan dalam pembangunan di era globalisasi sekarang ini dan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengembangkan peran wanita tersebut.
1.      Peran Reproduktif
Upaya mempersiapkan sumber daya manusia yang handar sangat berkaitan dengan peran reproduktif wanita. Mulai dari masih di dalam kandungan, sampai seorang anak tumbuh menjadi dewasa serta mengecap pendidikan, dan kemudian terjun kedalam masyarakat, ibu sebagai orang tua memiliki peran yang sangat besar. Hal ini terutama ditemukan di sebagian besar masyarakat kita yang masih menganut pola pembagian kerja antara pria dan wanita didalam keluarga, di mana pria/suami terutama bertanggungawab terhadap urusan-urusan publik, yaitu yang berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan di luar rumah, dan wanita (istri) terutama bertanggungawab atas sektor domestik, yaitu menangani tugas-tugas rumah tangga, termasuk mengasuh anak.
Peran reproduktrf wanita ya:ng tidak lain adalah peran wanita sebagai ibu rumah tangga tidak dapat dianggap remeh. Karena ternyata tugas-tugas rumah tangga dan keluarga yang dllakukan wanita tidak saja memiliki nilai tambah bagi kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga, namun lebih dari itu memiliki nilai tambah bagi kekuatan tenaga kerja (labor force) saat ini dan di masa yang akan datang. Karena tidak hanya sekedar mengasuh dan membesarkan anak, tetapi pada kenyataannya wanita juga memiliki peran dominan dalam hal mengurus dan mengasuh keluarga secara keseluruhan, termasuk suami. Sehingga tidak saja wanita berperan dalam pembentukan kekuatan tenaga kerja di masa depan yaitu dengan melahirkan, membesarkan serta mengasuh anak, terutama juga secara nyata berperan dalam memelihara kekuatan tenaga kerja saat im, yaitu dengan mengurus suami atau anak yang telah dewasa dan bekerja.
Di dalam era globalisasi ini, wanita perlu lebih ditingkatkan lagi perannya di didalam kesejahteraan dan ketahanan keluarga. Pengaruh globalisasi yang sedemikian kuat dapat secara langsung menyentuh keluarga tanpa harus melalui institusi-institusi masyarakat lainnya. Misalnya saja dengan adanya teknologi komunikasi yang semakin canggih, baik melalui surat kabar, radio, televisi, internet, maupun media massa lainnya, globalisasi dapat langsung dirasakan oleh keluarga. secara tidak langsung, pengaruh globalisasi menyentuh keluarga melalui institusi-institusi masyarakat yang ada, misalnya saja melalui institusi pekerjaan yang meminta persyaratan tenaga kerja dengan kualifikasi yang semakin tinggi dan dengan jenis-jenis pekerjaan yang semakin beragam.
Keluarga sebagai unit masyarakat yang terkecil dlharapkan dapat bertahan untuk menghadapi pengaruh-pengaruh buruk dari globalisasi, dan selanjutnya menyesuaikan diri dengan tuntutan positif globalisasi. Oleh dari itu keluarga sebagai unit dari masyarakat dapat tarut mempersiapkan bangsa dalam menghadapi arus globalisasi itn, yaitu melalui sumber daya manusia keluarga. DaIam hal inilah wanita bersama-sama dengan pria dalam suatu pola hubungan kemitraan yang sejajar dapat lebih berperan dalam mempersiapkan generasi penerus yang berkualitas. Hal ini terutama dilakukan melalui upaya pemeliharaan kesehatan dan gizi, yang perlu dilakukan sejak masa awal kehamilan sampai dengan pertumbuhan anak menjadi dewasa, serta pendidikan anak, terutama penanaman nilai-nllai yang mendukung pembentukan akhlak dan budi pekerti yang mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 7945. Dalam hal ini peran pria, baik sebagai suami maupun sebagai bapak juga sangat diperlukan. Karena dengan pengertian dan rasa tanggungjawab yang besar dari seorang pria, pemberian gizi serta pemeliharaan kesehatan baik bagi ibu yang mengandung maupun anak dapat lebih berjalan optimal. Di samping, upaya mendidik anak oleh keluarga akan lebih optimal dengan kehadiran sosok bapak sebagai bagian dari orang tua dan untuk itu peran pria dalam pendidlkan anak menjadi penting. Hal ini juga semakin jelas dalam menjawab tuntutan tenaga kerja berkualitas di masa yang akan datang. Dengan persiapan yang matang dari keluarga, maka tenaga kerja yang sehat, mandiri, profesional, serta memiliki wawasan yang luas akan dapat membentuk kekuatan tenaga kerja nasional yang handal.

2.      Peran Produktif
Lebih dari separuh jumlah penduduk usia kerja atau penduduk usia 10  tahun ke atas di Indonesia adalah wanita. Selama lebih dari satu dasawarsa terakhir, keadaan ini tidak berubah. Dengan demikian kualitas tenaga kerja wanita sebagai potensi kekuatan tenaga kerja sangat menentukan kualitas kekuatan tenaga kerja tersebut secara keseluruhan. Saat ini, proporsi penduduk wanita yang aktif melakukan kegiatan ekonomi dan aktif mencari pekerjaan, disebut dengan istilah Tingkat partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita terus meningkat, namun masih jauh \lebih rendah dibandingkan dengan TPAK pria. Akan tetapi perkembangan selama periode 1980 - 1994 menunjukan bahwa tingkat partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi telah meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat partisipasi pria. Pada tahun 1980, TPAK wanita diperkirakan hanya 32,6 persen yang meningkat menjadi 44,5 persen pada tahun 1994. Ini merupakan peningkatan sebesar 12 persen. Sedangkan untuk penduduk pria,TPAK tahun 1980 adalah 68,4 persen danhanya meningkat 4 persen menjadi 72 persen pada tahun 7994.
Namun dilihat dari pendidikannya, kualitas tenaga kerja wanita tersebut masih relatif rendah dan bahkan lebih rendah dari tenaga kefia. walaupun terlihat secara konsisten dari tahun ke tahun terus meningkat. DaIam hal ini, pendidikan (formal) pada dasarnya merupakan sarana bagi seseorang untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan. Sejalan dengan itu, tingkat pendidikan tenaga kerja secara umum mencermi akan kualitas dan kemampuan tenaga kerja dalam berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Atau dengan kata lain, pendidikan tenaga kerja wanita yang rendah dapat menyebabkan produktivitas mereka yang juga rendah. pada tahun 1994, TPAK yang tidak sekolah dan tidak tamat SD adalah 43,4 persen untuk wanita dan 30 persen untuk pria. Sementara TPAK yang hanya berpendidikan SD adalah sebesar 3514 persen untuk wantta dan 3818 untuk pria. Selebihnya TPAK yang berpendidikan di atas SD hanya relatif kecil, yaitu sebesar 21,2 persen untuk wanita dan 3712 persen untuk pria. Dengan demikian kualitas sebagian besar tenaga kerja wanita di Indonesia masih rendah, yaitu hanya berpendidikan SD ke bawah.
Di era pasar bebas nanti tenaga-tenaga kerja asing akan memasuki pasar tenaga kerja di Indonesia dengan lebih deras lagi. Mereka yang datang umumnya memiliki keahlian dan kecakapan yang khusus serta pendidikan yang relatif tinggi. Dengan demikian tenaga kerja wanita akan mengalami tantangan yang lebih berat lagi, karena selain harus bersaing dengan tenaga kerja pria di dalam negeri, merekapun harus bersaing dengan tenaga-tenaga kerja asing yang berkualitas. Demikian pula, tenaga kerja wanita perlu dipersiapkan kualitasnya untuk dapat memasuki pasar tenaga kerja internasional, atau bekerja di negara - negara lain. Dengan kualitas yang rendah dan persaingan kerja yang ketat,baik di pasar tenaga kerja domestik maupun pasar tenaga kerja internasional, maka tenaga kerja wanita hanya akan semakin tergeser pada posisi-posisi dan jenis-jenis pekerjaan yang marginal, yaitu jenis-jenis pekerjaan yang tidak terlalu menuntut keahlian, kecakapan, serta profesionalisme yang tinggi.
Dengan demikian, walaupun peran wanita dalam sektor ekonomi terlihat terus meningkat, namun peran tersebut masih belum optimal dan karena itu masih perlu dikembangkan lagi. Hal ini merupakan tantangan yang cukup berat, dan diarahkan terutama untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja wanita. Dalam meningkatkan peran produktif wanita, yaitu melalui peningkatan kualitasnya sebagai tenaga kerja, dapat diidentifikasi beberapa tantangan yang perlu dtatasi. Pertama, adalah beban wanita yang cukup berat, karena terutama bagi mereka yang telah berkeluarga, wanita sebagai ibu rumah tangga juga bertanggungawab terhadap urusan-urusan rumah tangga dan keluarga.
Selain bekerja mencari nafkah peran produktif. Hal yang kedua berhubungan dengan persoalan budaya, atau apa yang disebut oleh Bank Dunia sebagai social conventions and norms. Maslh ada persepsi di dalam masyarakat yang memandang bahwa investasi sumber daya manusia yang dlberikan pada anak wanita tidak akan menghasilkan keuntungan (return) sebesar investasi yang sama jika dlberikan kepada anak laki-laki, karena wanita akan menikah, menjadi ibu rumah tangga, dan umumnya tidak bekerja secara produktif. Hal ini selanjutnya mempengaruhi pola perencanaan investasi di dalam rumah tangga. Misalnya terutama pada keluarga yang berpendapatan rendah, maka jika harus memilih, mereka umumnya akan memilih memberi pendidikan atau menyekolahkan anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan alasan tersebut di atas. Dengan demikian, rendahnya investasi dalam modal manusia (human capital yang ada pada diri wanita menghasilkan kualitas wanita yang juga relatif rendah dibanding pria, terutama dalam hal pendidikan dan kesehatan. Dengan kualitas tersebut, maka dalam pasar tenaga kerja wanita mendapatkan upah relatif lebih kecil dan jabatan yang relatif lebih rendah dari pada pria. Dengan demikian upaya peningkatan peran produktif wanita dalam pembangunan bangsa di era globalisasi perlu pertama-tama diwujudkan melalui peningkatan kualitas wanita. Terutama adalah pendidikan, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk pendidikan moral, serta tingkat derajat kesehatan wanita yang perlu ditingkatkan dalam upaya menciptakan tenaga kerja wanita yang berkualitas. Tantangan-tantangan utama yang dihadapi dalam upaya peningkatan kualitas tenaga kerja wanita dapat ditangani oleh berbagai macam pihak, yaitu melalui institusi pemerintah dengan program-program pemb angunannya, oleh masyarakat secara umum maupun oleh keluarga yang dalam hal ini diwakili oleh peran wanita dan pria dalam hubungan kemitrasejajaran. Pemahaman kemitrasejajaran dalam keluarga sangat memainkan peran penting dalam mengatasi peran ganda wanita yang terlalu membebani wanita., yaita dengan adanya sikap saling pengertian dan saling kerjasama antara suami-istri dalam pembagian kerja di dalam rumah tangga, terutama dalam masalah pengasuhan dan pendidikan anak. Selanjutnya upaya untuk mengatasi adanya pola piker yang masih keliru mengenai keuntungan dari melakukan investasi, terutama dalam pendidikan bagi anak perempuan, perlu dikerjakan oleh semua pihak, yaitu baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri, dan diupayakan melalui bentuk-bentuk komunikasi, informasi dan edukasi.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dalam era globalisasi kemampuan bersaing suatu Negara sudah tidak lagi semata-mata ditentukan oleh keunggulan komparatif yang didasarkan pada pemilikan sumber daya alam dan ketersedian tenaga kerja murah, tetapi akan ditentukan oleh penguasaan informasi, teknologi, dan keahlian. Untuk itu yang menjadi kunci adalah keberhasilan untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia yang mampu menyerap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berbekalkan akhlak dan budi pekerti yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Dalam hal itulah peran wanita sebagai potensi SDM yang besar memegang peran strategis menghadapi tuntutan peningkatan kualitas SDM. Disamping itu wanita juga memiliki peran yang sangat strategis dalam menghasilkan generasi muda yang berkualitas dan berpotensi bagi pembangunan bangsa yang maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Dengan demikian upaya pengembangan kualitas SDM dalam menghadapi era globalisasi antara lain dapat ditempuh melalui peningkatan peran wanita dalam pembangunan.

B.     SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memaham Pengembangan Sumber Daya Wanita dalam menghadapi era globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak,  Strategi Pengembangan SDM Melalui PLSP, Dalam   Seminar yang Disampaikan Dalam Acara Widyakarya Direktorat PLSP Depdiknas, 2003.
Anonymous , Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Tamita Utama. Jakarta. 2003.
H.AR.Tilaar. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Tera Indonesia. Jakarta. 1999. 


Post a Comment for "Pengembangan sumber daya wanita dalam era globalisasi "