Sanksi Bidan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Bidan
sebagai tenaga kesehatan memiliki peran yang sangat sentral dalam pelayanan
kesehatan dasar. Untuk menanggulangi tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi, sekolah kebidanan secara khusus didirikan pemerintah Hindia
Belanda. Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan
dan BKKBN terns mendorong pertumbuhan jumlah bidan. Menurut Profil Kedudukan
dan Peranan Wanita 1995 balk di kota maupun di desa, perempuan lebih memilih bidan
dalam memeriksakan kesehatan dan kehamilan mereka dari pada tenaga kesehatan
iainnya. Habsjah dan Aviatri (dalam Oey-Gardiner 1996:393) mengungkapkan bahwa
sejak tahun 1952 bidan sudah dikerahkan untuk mengelola. Balai Kesehtan Ibu dan
Anak. Ketika pada tahun 1968 puskesmas pertama kali diperkenalkan di Indonesia,
Depkes mengeluarkan peraturan bahwa tenaga puskesmas harus terdiri atas tenaga
dokter, bidan, mantri, dan perawat. Tetapi berbagai studi membuktikan bahwa
banyak puskesmas yang hanya memiliki bidan atau mantri sebagai satu-satunya
tenaga kesehatan yang setiap saat dapat dikunjungi oleh masyarakat. Bidan di
Indonesia adalah ujung tombak pelayanan kesehatan dasar.
Bidan tidak saja bertugas melayani ibu hamil dan
balita, mereka juga melayani pertolongan kesehatan secara umum seperti menolong
prang sakit, kecelakaan lalu lintas sampai menindik dan menyunat bayi yang Baru
lahir. Selain menangani aspek klinis medis kebidanan dan umum, mereka juga
menangani aspek administrasi dan manajerial. Tugas administrasi yang dituntut
oleh puskesmas sering mengakibatkan tugas pokok menjadi terlantar.Puskesmas
selalu meminta data diri yang sulit diperoleh. Membina hubungan dengan dukun
bayi dan anggota masyarakat merupakan aspek sosial yang harus diperhatikan oleh
seorang bidan. Dalam banyak hal bidan merasakan bekal dan kemampuannya amat
terbatas untuk dapat menangani semua harapan masyarakat. Pendidikan lanjut baik
berupa kursus singkat maupun seminar sangat mereka harapkan untuk dapat
memperoleh bekal dalam menjalankan profesi mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah
1.
Apa itu bidan?
2.
Bagaimana sanksi bidan?
3.
Bagaimana alur sanksi bidan?
4.
Bagaimana kode etik bidan?
C. TUJUAN
Adapun
tujuan dari makalah ini adalah
1.
Untuk mengetahui arti bidan
2.
Untuk mengetahui sanksi bidan
3.
Untuk mengetahui alur sanksi bidan
4.
Untuk mengetahui kode etik bidan
D. MANFAAT
Adapun manfaat dari makalah ini adalah
§ Manfaat
khusus
Setelah mengetahui sanksi dalam profesi bidan,
mahasiswa memiliki acuan dalam melakukan segala tindakan dalam pelayanan
kebidanan.
§ Manfaat
umum
Dengan adanya makalah ini semoga bidan – bidan
mengetahui apa saja sanksi dalam profesi bidan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BIDAN
Dalam bahasa inggris, kata Midwife
(Bidan) berarti “with woman”(bersama wanita, mid = together, wife = a woman.
Dalam bahasa Perancis, sage femme (Bidan) berarti “wanita bijaksana”,sedangkan
dalam bahasa latin, cum-mater (Bidan) bearti ”berkaitan dengan wanita”.
Menurut churchill, bidan adalah ” a health
worker who may or may not formally trained and is a physician, that delivers
babies and provides associated maternal care” (seorang petugas kesehatan yang
terlatih secara formal ataupun tidak dan bukan seorang dokter, yang membantu
pelahiran bayi serta memberi perawatan maternal terkait).
Definisi Bidan (ICM): bidan adalah
seorang yang telah menjalani program pendidikan bidan yang diakui oleh negara
tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait serta
memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk
praktek bidan. Bidan merupakan salah satu profesi tertua didunia sejak adanya
peradaban umat manusia.
Bidan adalah seorang perempuan yang
lulus dari pendidikan bidan, yang terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk
diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk praktek
kebidanan. Yang diakui sebagai seorang profesional yang bertanggungjawab,
bermitra dengan perempuan dalam memberikan dukungan, asuhan dan nasehat yang
diperlukan selama kehamilan, persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas
tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan
anak.
KEPMENKES NOMOR 900/ MENKES/SK/
VII/2002 bab I pasal 1:
Bidan
adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus
ujian sesuai persyaratan yang berlaku
Menurut
WHO bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam program
pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis, dimana ia
ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan memperoleh izin
melaksanakan praktek kebidanan.
B.
SANKSI
BIDAN
Bidan akan
diberikan sanksi setiap penyimpangan baik itu disengaja atau tidak, akan tetap
di audit oleh dewan audit khusus yang telah dibentuk oleh organisasi bidan atau
dinas kesehatan di kabupaten tersebut. Dan bila terbukti melakukan pelanggaran
atau penyimpangan maka bidan tersebut akan mendapat sanksi yang tegas, supaya
bidan tetap bekerja sesuai kewenangannya.
Sanksi
adalah imbalan negatif, imbalan yang berupa pembebanan atau penderitaan yang
ditentukan oleh hukum aturan yang berlaku. Sanksi berlaku bagi bidan yang
melanggar kode etik dan hak/kewajiban bidan yang telah diatur oleh organisasi
profesi. Bagi bidan yang melaksanakan pelayanan kebidanan tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku maka akan diberikan sanksi sesuai dengan
Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan
praktik bidan. Dalam organisasi profesi kebidanan terdapat Majelis
Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) yang
memiliki tugas :
a.
Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai
dengan ketetapan pengurus pusat.
b.
Melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara
berkala
c.
Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam
rangka tugas pengurus pusat.
d.
Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan, tugas dan
tanggung jawabnya ditentukan pengurus.
MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan
berkoordinasi dengan pengurus inti dalam organogram IBI tingkat nasional. MPEB
secara internal memberikan saran, pendapat, dan buah pikiran tentang masalah
pelik yang sedang dihadapi, khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik
bidan dan pembelaan anggota. MPEB dan MPA, bertugas mengkaji, menangani dan
mendampingi anggota yang mengalami permasalahan dan praktik kebidanan serta
masalah hukum. Kepengurusan MPEB dan MPA terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara,
dan anggota. MPA tingkat pusat melaporkan pertanggungjawabannya kepada
pengurus pusat IBI dan pada kongres nasional IBI. MPA tingkat provinsi
melaporkan pertanggungjawabannya kepada IBI tingkat provinsi (pengurus daerah).
Tugas dan wewenang MPA dan MPEB adalah memberikan bimbingan dan pembinaan
serta pengawasan etik profesi, meneliti dan menentukan adanya kesalahan atau
kelalaian bidan dalam memberikan pelayanan. Etika profesi adalah norma-norma
yang berlaku bagi bidan dalam memberikan pelayanan profesi seperti yang
tercantum dalam kode etik bidan. Anggota MPEB dan MPA, adalah:
a.
Mantan pengurus IBI yang potensial.
b.
Anggota yang memiliki perhatian tinggi untuk
mengkaji berbagai aspek dan perubahan serta pelaksanaan kode etik bidan,
pembelaan anggota, dan hal yang menyangkut hak serta perlindungan anggota.
c.
Anggota yang berminat dibidang hukum.
Keberadaan MPEB bertujuan untuk:
a.
Meningkatkan citra IBI dalam meningkatkan mutu
pelayanan yang diberikan bidan.
b.
Membentuk lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya
pelanggaran terhadap Kode Etik Bidan Indonesia.
c.
Meningkatkan kepercayaan diri anggota IBI.
d.
Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bidan
dalam memberikan pelayanan.
Contoh sanksi
bidan adalah pencabutan ijin praktek bidan, pencabutan SIPB sementara, atau
bisa juga berupa denda. Penyimpangan yang dilakukan oleh bidan misalnya :
a.
Bidan melakukan praktek aborsi,yang seharusnya tidak
boleh dilakukan oleh bidan karena termasuk tindakan kriminal.
b.
Bidan tidak melakukan rujukan pada ibu yang
mengalami persalinan premature, bidan ingin melakukan persalinan ini sendiri.
Ini jelas tidak boleh dilakukan, dan harus dirujuk. Karena ini sudah bukan
kewenangan bidan lagi, selain itu jika dilakukan oleh bidan itu
sendiri,persalinan akan membahayakan ibu dan bayi yang dikandungnya.
Kasus : Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan
Minggu, 18 Mei 2008
20:00 wib
KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi
Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo,
Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang
dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangang oleh
bidan puskesmas.
Peristiwa nahas ini bermula ketika Novila diketahui
mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa
Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut
bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan
Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan
Sarti. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di
Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika
bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa
menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi
perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan
untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya,
keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi
sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil
setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa
pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan
Santoso dan Novila dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi
permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut
menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi Rp2.000.000. Hari
itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di
Kediri melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia
menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur
dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan
Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami kontraksi dan
mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek
kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan
kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit
Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila
terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan
sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena
tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan darah.
Warga yang melihat peristiwa itu langsung
melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk
ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak
sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00
WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung
menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang
melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di
tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat
yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di
Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare
Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini
Novila belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi
untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.
Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan
pasal 348 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat
profesinya sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya
dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum diketahui secara pasti sudah
berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut.
C.
ALUR
SANKSI BIDAN
Malpraktek
yang dilakukan oleh bidan dapat
disebabkan oleh banyak faktor, misalnya kelalaian, kurangnya pengetahuan,
faktor ekonomi, rutinitas,dan juga perubahan hubungan antara bidan dengan pasien. Untuk dapat mencegah
terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan tidak memberikan jaminan atau
garansi akan keberhasilan usahanya, dalam melakukan tindakan harus ada informed
consent, mencatat semua tindakan kedalam rekam medik, dan lain-lain.
Untuk
penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan yang telah masuk ke pengadilan,
semua tergantung kepada pertimbangan hakim yang menangani kasus tersebut untuk
menentukan apakah kasus yang ditanganinya termsuk kedalam malpraktek atau
tidak. Atau apakah si pelaku dapat dimintai pertanggung jawaban secara pidana
atau tidak.
Melakukan
malpraktek yuridis (melanggar hukum) berarti juga melakukan malpraktek etik
(melanggar kode etik). Sedangkan malpraktek etik belum tentu merupakan
malpraktek yuridis. Apabila seorang bidan melakukan
malpraktek etik atau melanggar kode etik. Maka penyelesaian atas hal tersebut
dilakukan oleh wadah profesi bidan yaitu
IBI. Dan pemberian sanksi dilakukan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku didalam organisasi IBI tersebut. Sedangkan
apabila seorang bidan melakukan malpraktek yuridis dan dihadapkan ke
muka pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan MPEB wajib melakukan penilaian
apakah bidan tersebut telah benar-benar melakukan kesalahan. Apabila
menurut penilaian MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi bukan
karena kesalahan atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah
melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib
memberikan bantuan hukum kepada bidan tersebut dalam
menghadapi tuntutan atau gugatan di pengadilan
D.
KODE
ETIK BIDAN
Kode etik
suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap
anggota profesi yang bersngkutan didalam melaksanakan tugas profesinya dan
dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk
bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan
larangan-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa saja yang boleh dan apa
saja yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak
saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku
pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Kode etik
kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan
tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan
dengan kesejahteraan, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya.
Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut:
a.
Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar
atau masyarakat mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi.
Oleh karena itu setiap kode etik suatu profesi akan melarng berbagai bentuk
tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik
profesi di dunia luar. Dari segi ini kkode etik juga disebut kode kehormatan.
b.
Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggota
Kesejahteraan ialah kesejahteraan materiil dan
spiritual atau mental. Dalam hal kesejahteraan materiil anggota profesi kode
etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan
perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan
peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak
pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama
anggota profesi.
c.
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Dalam hal ini kode etik juga bertujuan untuk
pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah
mengetahui tugas dan tanggungjawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode
etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh para anggota profesi
dalam menjalankan tugasnya.
d.
Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta
anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai
dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara
memelihara dan menigkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas, jelas
bahwa tujuan suatu profesi, menjaga dan memelihara kesejahtereaan para anggota,
meningkatkan pengabdian anggota, dan meningkatkan mutu profesi serta
meningkatkan mutu organisasi profesi.
Penetapan Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para
anggotanya. Penetapan kode etik IBI harus dilakukan dalam kongres IBI. Kode
etik bidan di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan
dalam kongres nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk pelaksanaanya
disyahkan dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991, kemudian
disempurnakan dan disyahkan pada kongres nasional IBI XII tahun 1998. Sebagai
pedoman dalam berperilaku, kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa
kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab.
Yang dapat dilakukan dalam kode
etika menuntun atau panduan untuk disiplin profesi:
a.
Menuntun tingkah laku
b.
Menawarkan suatu kerangka kerja yang dapat meningkat
kapasitas dalam
c.
Pengambilan keputusan moral yang efektif.
Yang tidak dapat dilakukan:
a.
Tidak dapat menjamin etika praktek atau pengambilan
keputusan.
b.
Tidak dapat mencegah timbulnya hal-hal yang tidak
berguna.
c.
Tidak dapat dipindahkan dari tanggung jawab bidan.
d.
Tidak dapat menjamin kasus tertentu merupakan yang
benar
Persyaratan kode etik:
a.
Keterlibatan dan pemikiran penting (waktu dan alasan
moral).
b.
Kemampuan (kapasitas dan kemauan) mengambil
keputusan.
c.
Keterlibatan menjadi contoh moral yang baik.
Dimensi Kode
Etik :
a.
Anggota profesi dan Klien atau Pasien.
b.
Anggota profesi dan sistem kesehatan.
c.
Anggota profesi dan profesi kesehatan
d.
Anggota profesi dan sesama anggota profesi
Prinsip Kode Etik :
a.
Menghargai otonomi
b.
Melakukan tindakan yang benar
c.
Mencegah tindakan yang dapat merugikan.
d.
Memberlakukan manusia dengan adil.
e.
Menjelaskan dengan benar.
f.
Menepati janji yang telah disepakati.
g.
Menjaga kerahasiaan
Secara Umum Kode Etik Bidan Berisi
:
a.
Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
§ Setiap
bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
§ Setiap
bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
§ Setiap
bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan
tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
§ Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
§ Setiap
bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien,
keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
§ Setiap
bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan -
tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatannya secara optimal.
b.
Kewajiban bidan terhadap tugasnya
§ Setiap
bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
§ Setiap
bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil
keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau
rujukan.
§ Setiap
bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan
kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipedukan sehubungan
kepentingan klien.
c.
Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga
kesehatan lainnya
§ Setiap
bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana
kerja yang serasi.
§ Setiap
bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap
sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
d.
Kewajiban bidan terhadap profesinya
§ Setiap
bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan
menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu
kepada masyarakat.
§ Setiap
bidan harus senantiasa mengembangkan did dan meningkatkan kemampuan profesinya
seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
§ Setiap
bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenis
yang dapat meningkatkan mute dan citra profesinya.
e.
Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
§ Setiap
bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya
dengan baik.
§ Setiap
bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
f.
Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan
tanah air (2 butir)
§ Setiap
bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuanketentuan
pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan
kesehatan keluarga dan masyarakat.
§ Setiap
bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada
pemerintah untuk- meningkatkan mutu jangakauan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa
menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.
PERMENKES RI No.1464/MENKES/PER/X/2010
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
1)
Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan
pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2)
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaporkan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
3)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaiman dimaksud pada
ayat (2) untu bidan yang bekerja di fasilitas pelaynan kesehatan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Bidan adalah seorang perempuan yang
lulus dari pendidikan bidan, yang terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk
diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk praktek
kebidanan. Yang diakui sebagai seorang profesional yang bertanggungjawab,
bermitra dengan perempuan dalam memberikan dukungan, asuhan dan nasehat yang
diperlukan selama kehamilan, persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas
tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan
anak.
KEPMENKES
NOMOR 900/ MENKES/SK/ VII/2002 bab I pasal 1:
Bidan adalah seorang wanita yang
telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan
yang berlaku
Menurut WHO bidan adalah seseorang
yang telah diakui secara regular dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana
yang telah diakui skala yuridis, dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan
pendidikan kebidanan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan.
B.
SARAN
Makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan dan
ketrampilan, maka penyusun mengharapkan kritikan dan saran demi pengembangan
penulisan selanjutnya. Dan untuk senantiasa mencari tahu lebih dalam dan
memperbaharui pengetahuan mengenai ilmu kebidanan khususnya mengenai Konsep
Kebidanan karena ilmu pengetahuan akan terus berkembang dari waktu ke waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Kumala, Popy, dr. 2007. Manajemen Pelayanan Primer. Jakarta:
EGC
Mufdilah,dkk.2012. Konsep Kebidanan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Mustika, Sofyan dkk. (2003). 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa
Depan. Jakarta: PP IBI
Purwandari, Atik. A.Md.Keb.,SKM. 2008. Konsep Kebidanan: Sejarah
dan Profesionalisme. Jakarta: EGC
Simatupang, Juliana, Erna. (2008). Manajemen Kebidanan.
Jakarta: EGC
Soepardan, Suryani, Hajjah. (2006). Konsep Kebidanan.
Jakarta: EGC
Sujianti, S.ST (2009). Buku Ajar Konsep Kebidanan.
Yogjakarta: Numed
Post a Comment for "Sanksi Bidan"