Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sarekat Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masa Pergerakan Nasional yang dimulai dari tahun 1908 hingga 1942 merupakan awal mula pergerakan Indonesia. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan timbulnya banyak Organisasi-organisasi yang sudah tersusun secara struktural. Maksud dari Organisasi yang tersusun secara struktural yaitu Organisasi yang ada tidaklah bersifat tradisional. Organisasi yang tradisional dicirikan dengan peran pemimpin yang sangat dominan. Jika pemimpin tersebut meninggal atau ditangkap maka organisasi tersebut akan lenyap. Selain dari organisasi yang sudah tersusun secara struktural ciri dari masa ini yaitu lingkup yang sudah menasional. Nasional di sini dimaksudkan bahwa organisasi tersebut bukan hanya terpaku oleh daerah-daerah saja, tetapi juga sudah melebarkan sayapnya hingga meraih anggota dan pengaruh ke daerah lain yang lebih luas.
Salah satu organisasi pada masa pergerakan nasional adalah Sarekat Islam. Sarekat Islam mula-mula dinamakan Sarekat Dagang Islam. Ketika masih menjadi Sarekat Dagang Islam organisasi ini lebih berfokus kepada masalah perekonomian, tetapi ketika sudah menjadi Sarekat Islam maka lebih berfokus kepada masalah politik. Sarekat Islam merupakan suatu organisasi yang banyak memberikan konstribusi kepada pergerakan nasional. Kongres-kongres yang dilakukan oleh Sarekat Islam banyak yang memberikan kritik kepada pemerintah Belanda serta memberikan peluang kepada masyarakat pribumi. Walaupun karena kritik tersebut Sarekat Islam pernah dibekukan.
Sarekat Islam merupakan organisasi yang memiliki banyak pengikut. Oleh karena itulah banyak sekali pihak yang ingin menggunakannya demi kepentingan politik tersendiri. Paham-paham dari luar yang banyak memberikan pengaruh juga memberikan dampak yang cukup besar bagi Sarekat Islam itu sendiri. Paham tersebut juga menjadi bumerang bagi Sarekat Islam. Selain itu juga adanya pro dan kontra di dalam kubu anggota Sarekat Islam juga memberikan dampak yang begitu besar bagi organisasi tersebut. Indie Weerbaar dan Volksraad juga memberikan konstribusi dalam perjalanan Sarekat Islam.

B.     Rumusan masalah
Melihat latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang muncul, yaitu :
1.      Apa yang melatarbelakangi didirikannya Serikat Islam ?
2.      Apa yang menyebabkan perpecahan dalam Serikat Islam ?
3.      Bagaimana kondisi Serikat Islam pasca perpecahan ?
4.      Bagaimana pengaruh ataupun peran Serikat Islam dalam pergerakan nasional ?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Didirikannya Serikat Islam
Sarekat Islam, yang sebelumnya merupakan Sarekat Dagang Islam, pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang tidak lain adalah golongan-golongan pedagang pribumi sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi pedagang orang-orang Cina. Hal ini berawal dari timbulnya usaha pengusaha batik di kota Surakarta untuk mengadakan persatuan demi melawan taktik dagang para pedagang Cina.
Usaha tersebut dipelpori oleh Haji Samanhudi di kampung Laweyan di kota Surakarta. Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam pada tahun 1911 yang beranggotakan para pengusaha batik di kota Surakarta. Tujuan utama didirikannya Sarekat Dagang Islam adalah untuk memperkuat usaha dalam menghadapi para pedagang Cina, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar orang-orang Cina (Muljana, 2008: 121). Pada saat itu, pedagang-pedagang Cina tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada pedagang pribumi lainnya. Berdirinya perkumpulan Sarekat Dagang Islam itu jelas berdasarkan pertimbangan ekonomi. Oleh karena itu, para pengusaha batik di Indonesia pada umumnya memeluk agama Islam.
Berdirinya Sarekat Dagang Islam disambut baik oleh para pengusaha batik yang mengharapkan dapat membeli bahan batik lebih murah. Meskipun demikian, untuk bergerak secara sah, Sarekat Dagang Islam harus menyusun anggaran dasarnya untuk disahkan oleh pemerintah. Untuk menyusun anggaran dasar tersebut. Haji Samanhudi merasa kurang mampu. Oleh karena itu, dia kemudian mencari bantuan kepada seorang pelajar Indonesia yang berkerja pada perusahaan di Surabaya. Pelajar yang dimaksu adalah Cokroaminoto. Kemudian, Haji Samanhudi menghubungi Umar Said Cokroaminoto. Setelah bertukar pikiran, timbul gagasan dalam diri Umar Said Cokroaminoto untuk mengubah nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam, atas pertimbangan bahwa perkumpulan itu tidak terbatas sampai pada para pedagang saja, tetapi juga mempunyai dasar yang lebih luas sehingga orang Islam yang di luar pedagang dapat menjadi anggota. Gagasan Cokroaminoto diterima baik oleh Haji Samanhudi. Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Umar Said Cokroaminoto, nama Serikat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam. Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain, seperti halnya politik. Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
1.      Mengembangkan jiwa dagang;
2.      Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha;
3.      Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat;
4.      Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam;
5.      Hidup menurut perintah agama.
Pada tahun 1914 telah berdiri 56 cabang Sarekat Islam dengan pengakuan sebagai badan hukum. Cabang-cabang tersebut masih berdiri sebagai Sarekat Islam Lokal karena badan pusat tidak ada. demikianlah pengurus Pusat Sarekat Islam mengajukan permohonan pengakuan sebagai badan hukum dengan penjelasan bahwa pusat Sarekat Islam tidak mempunyai anggota perorangan, tetapi anggotanya terdiri dari sarekat-sarekat Islam Lokal. Maka pada tanggal 18 Maret 1916, diputuskan oleh yang berwajib untuk pengakuan sebagai badan hukum (Muljana, 2008: 122-123).. Tujuan Serikat Islam adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan Serikat Islam terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada waktu Serikat Islam mengajukan diri sebagai Badan Hukum, pada awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikannya pada Serikat Islam lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya Serikat Islam memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya Serikat Islam pusat diberikan pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, Serikat Islam berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917. Tokoh-tokoh pendiri pusat Sarekat Islam dengan pengurus yang terdiri :
1.      Haji Samanhudi (Ketua Kehormatan)
2.      Umar Said Cokroaminoto
3.      Agus Salim
4.      Abdul Muis
5.      Haji Gunawan
6.      Wondoamiseno
7.      Sasrokardono
8.      Soerjopranoto
9.      Alimin Prawirodirejo
10.  Semaun

B.     Pengaruh Serikat Islam dalam Pergerakan Nasional
Serikat Islam pada mulanya bernama Serikat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi yang berdasarkan pada Agama dan Perekonomian Rakyat sebagai dasar dalam pergerakannya, tujuannya pula adalah melindungi hak – hak pedagang pribumi dari monopoli dagang yang dilakukan oleh pedagang–pedagang besar tionghoa. Dan dengan lahirnya Sarikat Dagang Islam yang menghimpun pedagang Islam pribumi pada saat itu, diharapkan dapat bersaing dengan pedagang asing seperti Tionghoa, India, dan Arab.
Pada 1912 Sarekat Dagang Islam berganti nama menjadi Sarekat Islam oleh H.O.S. Tjokroaminoto,  pergantian nama ini didasarkan agar Sarekat Islam ini tidak hanya bergerak dalam bidang agama dan Ekonomi saja, tetapi dapat bergerak dalam Politik pula, sehingga membuat ruang gerak Sarekat Islam pun bertambah luas. Setelah menjadi SI sifat gerakan menjadi lebih luas karena tidak dibatasi keanggotaannya pada kaum pedagang saja. Dalam Anggaran Dasar tertanggal 10 September 1912, tujuan perkumpulan ini diperluas ,antara lain:
1.      Memajukan perdagangan;
2.      Memberi pertolongan kepada anggota yang mengalami kesukaran (semacam usaha koperasi);
3.      Memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama;
4.      Memajukan agama Islam serta menghilangkan faham- faham yang keliru tentang agama Islam.
Program yang baru tersebut masih mempertahankan tujuan lama yaitu dalam bidang perdagangan namun tampak terlihat perluasan ruang gerak yang tidak membatasi pada keanggotaan para pedagang tetapi terbuka bagi semua masyarakat. Tujuan politik tidak tercantumkan karena pemerintah masih melarang adanya partai politik. Perluasan keanggotaan tersebut menyebabkan dalam waktu relatif singkat keanggotaan Serikat Islam meningkat drastis. Mobilisasi terhadap rakyat pun bertambah luas, karena pada saat itu muncul Nasionalisme dalam pengertian politik baru saat Sarekat Islam ini diketuai oleh HOS Tjokroaminoto. Sebagai organisasi poltik pelopor Nasionalisme, saat itu Tjokroaminoto pun memberikan batasan :
“Pengertian Nasional sebagai usaha meningkatkan seseorang pada tingkat natie berjuang menuntut pemerintahan sendiri atau sekurang – kurangnya bangsa Indonesia diberi hak untuk mengemukakan suaranya dalam masalah politik.” (Muhibin : 2009).
Dalam Sarekat Islam pun terdapat beberapa program kerja, program kerja dibagi atas delapan bagian yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam menuntut didirikannya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikan menjadi suatu lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk legelatif. Sarekat Islam juga menuntut penghapusan kerja paksa dan sistim izin untuk bepergian. Dalam bidang pendidikan, Serikat Islam menuntut penghapusan peraturan diskriminatif dalam penerimaan murid di sekolah-sekolah. Dalam bidang agama, Serikat Islampun menuntut dihapuskannya segala peraturan dan undang-undang yang menghambat tersiarnya agama Islam. Sarekat Islam juga menuntut pemisahan lembaga kekuasaan yudikatif dan eksekutif dan menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama di antara penduduk negeri. Partai juga menuntut perbaikan di bidang agraria dan pertanian dengan menghapuskan particuliere landerijen (milik tuan tanah) serta menasonalisasi industri-industri monopolistik yang menyangkut pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat banyak. Dalam bidang keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan. Kemudian Serikat Islam inipun menuntut pemerintah untuk memerangi minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi dan melarang penggunaan tenaga anak-anak serta membuat peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja dan menambah poliklinik dengan gratis
Benda dalam Padmo (2007) menyatakan bahwa “SI mempunyai daya tarik yang jauh jangkauannya di luar penduduk kota yang berpendidikan Barat. Tujuh tahun setelah Tjokroaminoto memimpin SI, partai ini memusatkan perhatiannya secara eklusif pada orang Indonesia dengan merekrut semua kelas, baik di kota maupun desa. Mereka adalah pedagang muslim, pekerja di kota, kyai dan ulama, beberapa priyayi, dan tak kurang pula petani ditarik dalam partai politik yang pertama pada masa kolonial di Indonesia ini”. Serikat Islam meratakan kesadaran Nasional terhadap seluruh lapisan masyarakat, baik itu lapisan masyarakat atas maupun lapisan masyarakat tengah, dan rakyat biasa di seluruh Indonesia, terutama melalui Kongres Nasional Senntral Islam di Bandung pada 1916. Pada periode awal perkembanganya, Sarekat Islam dapat memobilisasi massa dengan sangat baik, hal iti terbukti pada empat tahun berjalannya Serikat Islam yang telah memiliki anggota sebanyak 360.000 orang, kemudian menjelang tahun 1919, anggotanya telah mencapai hampir dua setengah juta orang. Para pendiri Serikat Islam mendirikan organisasinya ini tidak hanya untuk mengadakan perlawanan terhadap orang–orang Cina, tetapi untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera. Oleh karena itu, Serikat Islam berhasil mencapai lapisan bawah masyarakat yang berabad–abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak menderita.
Pada mulanya Serikat Islam bersifat loyal dan membantu pemerintah. Kongresnya yang pertama yang diadakan di Bandung pada tahun 1916, kebijakan yang diambil pada saat itu adalah untuk membantu pemerintah.  Namun pada saat kongres Nasional di Madiun pada 17 – 20 Februari 1923, kongres mengambil keputusan untuk membentuk sebuah Partai yaitu partai Serikat Islam (PSI), kongres ini pula membicarakan sikap politik partai terhadap pemerintah, pada kongres ini dibahas mengenai perubahan sikap terhadap pemerintah. Perubahan sikap politik ini adalah partai tidak mempercayai lagi pemerintah, dan partai menolak kerjasama dengan pemerintah, sikap politik ini biasa disebut juga sebagai sikap “Politik Hijrah.”


C.    Perpecahan dalam Serikat Islam
Pada mulanya Sarekat Islam (SI) dilarang untuk menjalankan organisasinya oleh pemerintah Belanda pada Agustus 1912. Setelah diadakan perubahan pada anggaran dasar SI maka diperbolehkan untuk menjalankan aktivitasnya kembali. Rutgers (2012; 4) menerangkan bahwa, “...pada Juni 1913, pengaktifan Pimpinan Pusat SI tidak diizinkan, dan untuk sementara waktu, yang diizinkan itu hanya cabang-cabangnya belaka. Baru pada 1916 Pimpinan Pusat SI diperkenankan sesudah pengawasan pemerintah diperkuat.”
Pada tanggal 26 Januari 1913 diadakan kongres Sarekat Islam pertama di Surabaya. Pada kongres tersebut pimpinan SI Oemar Said Tjokroaminoto mengutarakan intinya bahwa SI setia terhadap pemerintahan Belanda. Hal ini disebutkan dalam Rutgers (2012; 4), “SI bukanlah suatu partai politik yang menghendaki revolusi seperti yang disangka kebanyakan orang. Jika nanti diadakan pengejaran-pengejaran, kita harus meminta perlindungan terhadap gubernur Jenderal. Kita setia dan puas terhadap kekuasaan Belanda. Sungguh tidak benar, kalau kita dikatakan hendak menyebabkan huru-hara, sungguh tidak benar, kalau kita dikatakan berontak. Itu semua tidak benar, tidak, seribu kali tidak.”
Kongres Sarekat Islam I menghasilkan keputusan bahwa Sarekat Islam bukan lagi sebagai organisasi daerah Surakarta melainkan organisasi terbuka yang cakupannya meliputi Hindia Belanda. Oleh karena itu disahkan tiga kota sebagai sentral dari Sarekat Islam meliputi Surabaya, Yogyakarta dan Bandung. Fungsi dari tiga kota sentral Sarekat Islam menurut Suryanegara (2012; 380) yaitu :
1.      Pertama, dari centraal Sjarikat Islam (CSI) Surabaya, membangkitkan kesadaran berpolitik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Timur hingga seluruh wilayah Indonesia Timur;
2.      Kedua, dari Centraal Sjarikat Islam (CSI) Yogyakarta, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Tengah hingga seluruh wilayah Indonesia Tengah;
3.      Ketiga, dari Centraal Sjarikat Islam (CSI) Bandung, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Barat hingga Indonesia barat.
Dalam penetapan fungsi tersebut memang disebutkan pembagian wilayah. Tetapi perlu diingatkan kembali bahwa pembagian daerah teritorial seperti Indonesia Timur, Indonesia Tengah dan Indonesia Barat masih belum jelas. Hal ini dikarenakan belum adanya pembagian wilayah seperti sekarang pada masa itu.
Dalam waktu beberapa bulan semenjak kongres Sarekat Islam pertama, SI sempat dibekukan. Menurut Kartodirdjo (Mulyanti, 2010: 22-23) bahwa:
“Sarekat Islam yang berdiri di Semarang sempat menyulut perkelahian antara orang Cina dengan anggota Sarekat Islam Semarang. Perkelahian tersebut terjadi di kampung Brondongan pada tanggal 24 Maret 1913. Penyebab perkelahian adalah kebencian seorang Cina penjual tahu dan nasi, bernama Liem Mo Sing terhadap orang-orang Sarekat Islam. Semula warung Liem Mo Sing tergolong laku, buruh yang bekerja di perusahaan di dekat warungnya hampir sebagian besar menjadi langganan. Setelah di kampung Brondongan berdiri Sarekat Islam dan buruh perusahaan tersebut menjadi anggota maka berdiri toko dan koperasi. Sebagai akibat warung Liem Mo Sing tidak laku. Oleh karena itu Liem Mo Sing menjadi benci terhadap Sarekat Islam dan berusaha mengganggu orang-orang yang sedang salat, memaki-maki orang-orang Sarekat Islam dan sebagainya. Pada hari Kamis malam tanggal 27 Maret 1913, seorang bernama Rus setelah salat Isa” melihat Liem sedang bersembunyi di bawah surau. Karena diketahui Liem melarikan diri, kemudian dikejar oleh orang-orang yang sedang di surau. Akhirnya Liem tertangkap dan dipukuli, sedangkan orang-orang Cina yang berusaha melarikan diri karena takut ikut dipukuli penduduk karena dikira akan membantu Liem.”
Perselisihan dengan Tinghoa tersebut juga dituliskan oleh Rutgers (2012: 5), “kejadian-kejadian seperti merampoki Tinghoa adalah juga tergolong kelompok “nasional” ini. Dalam sikap terhadap bangsa Tinghoa terdapat perubahan antara lain disebabkan oleh meletusnya Revolusi Tiongkok 1911-1912 yang menyebabkan banyak penduduk Tinghoa berubah sikap dan menyakinkan akan benarnya gerakan kemerdekaan di Indonesia juga. Sebaliknya rakyat Indonesia mulai ikut serta dalam demonstrasi-demonstrasi yang amat menguntungkan gerakan revolusioner Tionghoa.



D.    Kemunduran Partai Serikat Islam
Kehancuran atau kemunduran Partai Serikat Islam ini dimulai pada saat struktur organisasi partai yang dianggap telah sempurna, lalu adanya pemecatan terhadap Dr. Soekiman yang merupakan salah satu elit pengurus partai. Kemudian Dr. Soekiman beserta pengikutnya membentuk sebuah partai lagi yang diberi nama Partai Islam Indonesia (PII), kemudian adanya konflik di dalam partai juga membuat partai ini semakin melemah. Melemahnya partai juga terlihat pada saat “Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)” (Hasyim, 2010). 
Kemudian, hal ini terlihat pada tahun 1938 ketika Abikusno sudah mulai tidak konsisten dengan ia memilih menggabungkan PSII ke dalam GAPPI yang dianggap sebagai wadah Organisasi Nasional. Tujuan GAPPI adalah mempersatukan semua partai politik Indonesia Raya. Dasar aksinya adalah hak mengatur diri sendiri, kebangsaan yang bersendikan demokrasi menuju cita–cita bangsa Indonesia. Kemudian juga kelemahan dan kehancuran partai pun semakin terlihat pada tahun 1939, ketika secara resmi S.M. Kartosuwiryo mengundurkan diri dari kepengurusan Partai, Kartosuwiryo pada saat itu jabatannya adalah sebagai sekjen yang merangkap sebagai wakil Presiden dalam partai, dan setelah ia keluar dari Partai Serikat Islam Indonesia, ia membentuk sebuah lembaga yang dinamakan lembaga Suffah (Pusat Pendidikan Kaderisasi Gerakan).
   



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sarekat Islam, yang sebelumnya merupakan Sarekat Dagang Islam, pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang tidak lain adalah golongan-golongan pedagang pribumi sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi pedagang orang-orang Cina. Hal ini berawal dari timbulnya usaha pengusaha batik di kota Surakarta untuk mengadakan persatuan demi melawan taktik dagang para pedagang Cina.
Usaha tersebut dipelpori oleh Haji Samanhudi di kampung Laweyan di kota Surakarta. Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam pada tahun 1911 yang beranggotakan para pengusaha batik di kota Surakarta. Tujuan utama didirikannya Sarekat Dagang Islam adalah untuk memperkuat usaha dalam menghadapi para pedagang Cina, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar orang-orang Cina (Muljana, 2008: 121). Pada saat itu, pedagang-pedagang Cina tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada pedagang pribumi lainnya. Berdirinya perkumpulan Sarekat Dagang Islam itu jelas berdasarkan pertimbangan ekonomi. Oleh karena itu, para pengusaha batik di Indonesia pada umumnya memeluk agama Islam.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.

  

DAFTAR PUSTAKA

Adikarya. Suhartono. 1994. Sejarah Pergerak Nasional:Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gie, Soe Hok. 2005. Dibawah Lentera Merah: Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920. Yogyakarta : Bentang.
Hanifah, Abu. 1978. Renungan Sejarah Bangsa Dulu dan Sekarang. Jakarta: Yayasan Indayu.
Kartodirdjo, Sartono. 1975. Sarekat Islam Lokal. Jakarta: Arsip Daerah Republik Indonesia.
Materu, Mohamad Sidky Daeng. (1985). Sejarah Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.
Muhibin, M. (2009). Politik Hijrah Perjuangan Partai Sarekat Islam Indonesia dalam Melawan Pemerintahan


Post a Comment for "Sarekat Islam"