Sarekat Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Masa Pergerakan
Nasional yang dimulai dari tahun 1908 hingga 1942 merupakan awal mula
pergerakan Indonesia. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan timbulnya banyak
Organisasi-organisasi yang sudah tersusun secara struktural. Maksud dari
Organisasi yang tersusun secara struktural yaitu Organisasi yang ada tidaklah
bersifat tradisional. Organisasi yang tradisional dicirikan dengan peran
pemimpin yang sangat dominan. Jika pemimpin tersebut meninggal atau ditangkap maka
organisasi tersebut akan lenyap. Selain dari organisasi yang sudah tersusun
secara struktural ciri dari masa ini yaitu lingkup yang sudah menasional.
Nasional di sini dimaksudkan bahwa organisasi tersebut bukan hanya terpaku oleh
daerah-daerah saja, tetapi juga sudah melebarkan sayapnya hingga meraih anggota
dan pengaruh ke daerah lain yang lebih luas.
Salah satu
organisasi pada masa pergerakan nasional adalah Sarekat Islam. Sarekat Islam
mula-mula dinamakan Sarekat Dagang Islam. Ketika masih menjadi Sarekat Dagang
Islam organisasi ini lebih berfokus kepada masalah perekonomian, tetapi ketika
sudah menjadi Sarekat Islam maka lebih berfokus kepada masalah politik. Sarekat Islam
merupakan suatu organisasi yang banyak memberikan konstribusi kepada pergerakan
nasional. Kongres-kongres yang dilakukan oleh Sarekat Islam banyak yang
memberikan kritik kepada pemerintah Belanda serta memberikan peluang kepada
masyarakat pribumi. Walaupun karena kritik tersebut Sarekat Islam pernah
dibekukan.
Sarekat Islam
merupakan organisasi yang memiliki banyak pengikut. Oleh karena itulah banyak
sekali pihak yang ingin menggunakannya demi kepentingan politik tersendiri.
Paham-paham dari luar yang banyak memberikan pengaruh juga memberikan dampak
yang cukup besar bagi Sarekat Islam itu sendiri. Paham tersebut juga menjadi
bumerang bagi Sarekat Islam. Selain itu juga adanya pro dan kontra di dalam
kubu anggota Sarekat Islam juga memberikan dampak yang begitu besar bagi
organisasi tersebut. Indie Weerbaar dan Volksraad juga memberikan
konstribusi dalam perjalanan Sarekat Islam.
B. Rumusan
masalah
Melihat latar belakang di atas,
terdapat beberapa permasalahan yang muncul, yaitu :
1. Apa yang melatarbelakangi
didirikannya Serikat Islam ?
2. Apa yang menyebabkan perpecahan
dalam Serikat Islam ?
3. Bagaimana kondisi Serikat Islam
pasca perpecahan ?
4. Bagaimana pengaruh ataupun peran
Serikat Islam dalam pergerakan nasional ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang Didirikannya Serikat Islam
Sarekat Islam,
yang sebelumnya merupakan Sarekat Dagang Islam,
pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang tidak lain
adalah golongan-golongan pedagang pribumi sebagai bentuk perlawanan terhadap
dominasi pedagang orang-orang Cina. Hal ini berawal dari timbulnya usaha
pengusaha batik di kota Surakarta untuk mengadakan persatuan demi melawan
taktik dagang para pedagang Cina.
Usaha tersebut
dipelpori oleh Haji Samanhudi di kampung Laweyan di kota Surakarta.
Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam pada tahun 1911 yang
beranggotakan para pengusaha batik di kota Surakarta. Tujuan utama didirikannya
Sarekat Dagang Islam adalah untuk memperkuat usaha dalam menghadapi para
pedagang Cina, dengan tujuan awal untuk
menghimpun para pedagang pribumi muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat
bersaing dengan pedagang-pedagang besar orang-orang Cina (Muljana, 2008: 121). Pada saat itu, pedagang-pedagang Cina tersebut telah lebih maju
usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada pedagang
pribumi lainnya. Berdirinya perkumpulan Sarekat Dagang Islam itu jelas
berdasarkan pertimbangan ekonomi. Oleh karena itu, para pengusaha batik di
Indonesia pada umumnya memeluk agama Islam.
Berdirinya Sarekat Dagang Islam
disambut baik oleh para pengusaha batik yang mengharapkan dapat membeli bahan
batik lebih murah. Meskipun demikian, untuk bergerak secara sah, Sarekat Dagang
Islam harus menyusun anggaran dasarnya untuk disahkan oleh pemerintah. Untuk
menyusun anggaran dasar tersebut. Haji Samanhudi merasa kurang mampu. Oleh
karena itu, dia kemudian mencari bantuan kepada seorang pelajar Indonesia yang
berkerja pada perusahaan di Surabaya. Pelajar yang dimaksu adalah Cokroaminoto.
Kemudian, Haji Samanhudi menghubungi Umar Said Cokroaminoto. Setelah bertukar
pikiran, timbul gagasan dalam diri Umar Said Cokroaminoto untuk mengubah nama
Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam, atas pertimbangan bahwa perkumpulan
itu tidak terbatas sampai pada para pedagang saja, tetapi juga mempunyai dasar
yang lebih luas sehingga orang Islam yang di luar pedagang dapat menjadi
anggota. Gagasan Cokroaminoto diterima baik oleh Haji Samanhudi. Pada
tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Umar Said Cokroaminoto, nama
Serikat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam. Hal ini dilakukan agar
organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang
lain, seperti halnya politik. Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat
disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan jiwa dagang;
2. Membantu anggota-anggota yang
mengalami kesulitan dalam bidang usaha;
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha
yang mempercepat naiknya derajat rakyat;
4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang
keliru mengenai agama Islam;
5. Hidup menurut perintah agama.
Pada
tahun 1914 telah berdiri 56 cabang Sarekat Islam dengan pengakuan sebagai badan
hukum. Cabang-cabang tersebut masih berdiri sebagai Sarekat Islam Lokal karena
badan pusat tidak ada. demikianlah pengurus Pusat Sarekat Islam mengajukan
permohonan pengakuan sebagai badan hukum dengan penjelasan bahwa pusat Sarekat
Islam tidak mempunyai anggota perorangan, tetapi anggotanya terdiri dari
sarekat-sarekat Islam Lokal. Maka pada tanggal 18 Maret 1916, diputuskan oleh
yang berwajib untuk pengakuan sebagai badan hukum (Muljana, 2008: 122-123)..
Tujuan Serikat Islam adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan
tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat.
Keanggotaan Serikat Islam terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada
waktu Serikat Islam mengajukan diri sebagai Badan Hukum, pada
awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya
diberikannya pada Serikat Islam lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak
terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian
besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan
yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya Serikat Islam memiliki jumlah
anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring
dengan perubahan waktu, akhirnya Serikat Islam pusat diberikan pengakuan
sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah
memperbolehkan berdirinya partai politik, Serikat Islam berubah menjadi partai
politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917.
Tokoh-tokoh pendiri pusat Sarekat Islam dengan pengurus yang terdiri :
1.
Haji
Samanhudi (Ketua Kehormatan)
2.
Umar
Said Cokroaminoto
3.
Agus
Salim
4.
Abdul
Muis
5.
Haji
Gunawan
6.
Wondoamiseno
7.
Sasrokardono
8.
Soerjopranoto
9.
Alimin
Prawirodirejo
10.
Semaun
B. Pengaruh
Serikat Islam dalam Pergerakan Nasional
Serikat Islam pada mulanya bernama
Serikat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi yang berdasarkan pada
Agama dan Perekonomian Rakyat sebagai dasar dalam pergerakannya, tujuannya pula
adalah melindungi hak – hak pedagang pribumi dari monopoli dagang yang
dilakukan oleh pedagang–pedagang besar tionghoa. Dan dengan lahirnya Sarikat
Dagang Islam yang menghimpun pedagang Islam pribumi pada saat itu, diharapkan
dapat bersaing dengan pedagang asing seperti Tionghoa, India, dan Arab.
Pada 1912 Sarekat Dagang Islam
berganti nama menjadi Sarekat Islam oleh H.O.S. Tjokroaminoto, pergantian
nama ini didasarkan agar Sarekat Islam ini tidak hanya bergerak dalam bidang
agama dan Ekonomi saja, tetapi dapat bergerak dalam Politik pula, sehingga
membuat ruang gerak Sarekat Islam pun bertambah luas. Setelah menjadi SI sifat
gerakan menjadi lebih luas karena tidak dibatasi keanggotaannya pada kaum
pedagang saja. Dalam Anggaran Dasar tertanggal 10 September 1912, tujuan
perkumpulan ini diperluas ,antara lain:
1. Memajukan perdagangan;
2. Memberi pertolongan kepada anggota
yang mengalami kesukaran (semacam usaha koperasi);
3. Memajukan kecerdasan rakyat dan
hidup menurut perintah agama;
4. Memajukan agama Islam serta
menghilangkan faham- faham yang keliru tentang agama Islam.
Program
yang baru tersebut masih mempertahankan tujuan lama yaitu dalam bidang
perdagangan namun tampak terlihat perluasan ruang gerak yang tidak membatasi
pada keanggotaan para pedagang tetapi terbuka bagi semua masyarakat. Tujuan
politik tidak tercantumkan karena pemerintah masih melarang adanya partai
politik. Perluasan keanggotaan tersebut menyebabkan dalam waktu relatif singkat
keanggotaan Serikat Islam meningkat drastis. Mobilisasi terhadap rakyat pun
bertambah luas, karena pada saat itu muncul Nasionalisme dalam pengertian
politik baru saat Sarekat Islam ini diketuai oleh HOS Tjokroaminoto. Sebagai
organisasi poltik pelopor Nasionalisme, saat itu Tjokroaminoto pun memberikan
batasan :
“Pengertian
Nasional sebagai usaha meningkatkan seseorang pada tingkat natie berjuang
menuntut pemerintahan sendiri atau sekurang – kurangnya bangsa Indonesia diberi
hak untuk mengemukakan suaranya dalam masalah politik.” (Muhibin : 2009).
Dalam
Sarekat Islam pun terdapat beberapa program kerja, program kerja dibagi atas
delapan bagian yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam menuntut didirikannya
dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk
mentransformasikan menjadi suatu lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk
legelatif. Sarekat Islam juga menuntut penghapusan kerja paksa dan sistim izin
untuk bepergian. Dalam bidang pendidikan, Serikat Islam menuntut penghapusan
peraturan diskriminatif dalam penerimaan murid di sekolah-sekolah. Dalam bidang
agama, Serikat Islampun menuntut dihapuskannya segala peraturan dan
undang-undang yang menghambat tersiarnya agama Islam. Sarekat Islam juga
menuntut pemisahan lembaga kekuasaan yudikatif dan eksekutif dan menganggap
perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama di
antara penduduk negeri. Partai juga menuntut perbaikan di bidang agraria dan
pertanian dengan menghapuskan particuliere landerijen (milik tuan tanah)
serta menasonalisasi industri-industri monopolistik yang menyangkut pelayanan
dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat banyak. Dalam bidang keuangan SI
menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak yang
dipungut terhadap laba perkebunan. Kemudian Serikat Islam inipun menuntut
pemerintah untuk memerangi minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi dan
melarang penggunaan tenaga anak-anak serta membuat peraturan perburuhan yang
menjaga kepentingan para pekerja dan menambah poliklinik dengan gratis
Benda
dalam Padmo (2007) menyatakan bahwa “SI mempunyai daya tarik yang jauh
jangkauannya di luar penduduk kota yang berpendidikan Barat. Tujuh tahun
setelah Tjokroaminoto memimpin SI, partai ini memusatkan perhatiannya secara
eklusif pada orang Indonesia dengan merekrut semua kelas, baik di kota maupun
desa. Mereka adalah pedagang muslim, pekerja di kota, kyai dan ulama, beberapa
priyayi, dan tak kurang pula petani ditarik dalam partai politik yang pertama
pada masa kolonial di Indonesia ini”. Serikat Islam meratakan kesadaran
Nasional terhadap seluruh lapisan masyarakat, baik itu lapisan masyarakat atas
maupun lapisan masyarakat tengah, dan rakyat biasa di seluruh Indonesia,
terutama melalui Kongres Nasional Senntral Islam di Bandung pada 1916. Pada
periode awal perkembanganya, Sarekat Islam dapat memobilisasi massa dengan
sangat baik, hal iti terbukti pada empat tahun berjalannya Serikat Islam yang
telah memiliki anggota sebanyak 360.000 orang, kemudian menjelang tahun 1919,
anggotanya telah mencapai hampir dua setengah juta orang. Para pendiri Serikat
Islam mendirikan organisasinya ini tidak hanya untuk mengadakan perlawanan
terhadap orang–orang Cina, tetapi untuk membuat front melawan semua
penghinaan terhadap rakyat bumi putera. Oleh karena itu, Serikat Islam berhasil
mencapai lapisan bawah masyarakat yang berabad–abad hampir tidak mengalami
perubahan dan paling banyak menderita.
Pada
mulanya Serikat Islam bersifat loyal dan membantu pemerintah. Kongresnya yang
pertama yang diadakan di Bandung pada tahun 1916, kebijakan yang diambil pada
saat itu adalah untuk membantu pemerintah. Namun pada saat kongres
Nasional di Madiun pada 17 – 20 Februari 1923, kongres mengambil keputusan
untuk membentuk sebuah Partai yaitu partai Serikat Islam (PSI), kongres ini
pula membicarakan sikap politik partai terhadap pemerintah, pada kongres ini
dibahas mengenai perubahan sikap terhadap pemerintah. Perubahan sikap politik
ini adalah partai tidak mempercayai lagi pemerintah, dan partai menolak
kerjasama dengan pemerintah, sikap politik ini biasa disebut juga sebagai sikap
“Politik Hijrah.”
C. Perpecahan
dalam Serikat Islam
Pada mulanya Sarekat Islam (SI)
dilarang untuk menjalankan organisasinya oleh pemerintah Belanda pada Agustus
1912. Setelah diadakan perubahan pada anggaran dasar SI maka diperbolehkan
untuk menjalankan aktivitasnya kembali. Rutgers (2012; 4) menerangkan bahwa,
“...pada Juni 1913, pengaktifan Pimpinan Pusat SI tidak diizinkan, dan untuk
sementara waktu, yang diizinkan itu hanya cabang-cabangnya belaka. Baru pada
1916 Pimpinan Pusat SI diperkenankan sesudah pengawasan pemerintah diperkuat.”
Pada tanggal 26 Januari 1913 diadakan
kongres Sarekat Islam pertama di Surabaya. Pada kongres tersebut pimpinan SI
Oemar Said Tjokroaminoto mengutarakan intinya bahwa SI setia terhadap
pemerintahan Belanda. Hal ini disebutkan dalam Rutgers (2012; 4), “SI bukanlah
suatu partai politik yang menghendaki revolusi seperti yang disangka kebanyakan
orang. Jika nanti diadakan pengejaran-pengejaran, kita harus meminta
perlindungan terhadap gubernur Jenderal. Kita setia dan puas terhadap kekuasaan
Belanda. Sungguh tidak benar, kalau kita dikatakan hendak menyebabkan
huru-hara, sungguh tidak benar, kalau kita dikatakan berontak. Itu semua tidak
benar, tidak, seribu kali tidak.”
Kongres Sarekat Islam I menghasilkan
keputusan bahwa Sarekat Islam bukan lagi sebagai organisasi daerah Surakarta
melainkan organisasi terbuka yang cakupannya meliputi Hindia Belanda. Oleh
karena itu disahkan tiga kota sebagai sentral dari Sarekat Islam meliputi
Surabaya, Yogyakarta dan Bandung. Fungsi dari tiga kota sentral Sarekat Islam
menurut Suryanegara (2012; 380) yaitu :
1. Pertama, dari centraal Sjarikat
Islam (CSI) Surabaya, membangkitkan kesadaran berpolitik nasional umat Islam
yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Timur hingga seluruh wilayah
Indonesia Timur;
2. Kedua, dari Centraal Sjarikat Islam
(CSI) Yogyakarta, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang
bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Tengah hingga seluruh wilayah Indonesia
Tengah;
3. Ketiga, dari Centraal Sjarikat Islam
(CSI) Bandung, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang
bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Barat hingga Indonesia barat.
Dalam
penetapan fungsi tersebut memang disebutkan pembagian wilayah. Tetapi perlu
diingatkan kembali bahwa pembagian daerah teritorial seperti Indonesia Timur, Indonesia
Tengah dan Indonesia Barat masih belum jelas. Hal ini dikarenakan belum adanya
pembagian wilayah seperti sekarang pada masa itu.
Dalam
waktu beberapa bulan semenjak kongres Sarekat Islam pertama, SI sempat
dibekukan. Menurut Kartodirdjo (Mulyanti, 2010: 22-23) bahwa:
“Sarekat
Islam yang berdiri di Semarang sempat menyulut perkelahian antara orang Cina
dengan anggota Sarekat Islam Semarang. Perkelahian tersebut terjadi di kampung
Brondongan pada tanggal 24 Maret 1913. Penyebab perkelahian adalah kebencian
seorang Cina penjual tahu dan nasi, bernama Liem Mo Sing
terhadap orang-orang Sarekat Islam. Semula warung Liem Mo Sing tergolong laku,
buruh yang bekerja di perusahaan di dekat warungnya hampir sebagian besar menjadi
langganan. Setelah di kampung Brondongan berdiri Sarekat Islam dan buruh
perusahaan tersebut menjadi anggota maka berdiri toko dan koperasi. Sebagai
akibat warung Liem Mo Sing tidak laku. Oleh karena itu Liem Mo Sing menjadi
benci terhadap Sarekat Islam dan berusaha mengganggu orang-orang yang sedang
salat, memaki-maki orang-orang Sarekat Islam dan sebagainya. Pada hari Kamis
malam tanggal 27 Maret 1913, seorang bernama Rus
setelah salat Isa” melihat Liem sedang bersembunyi di bawah surau. Karena
diketahui Liem melarikan diri, kemudian dikejar oleh orang-orang yang sedang di
surau. Akhirnya Liem tertangkap dan dipukuli, sedangkan orang-orang Cina yang
berusaha melarikan diri karena takut ikut dipukuli penduduk karena dikira akan
membantu Liem.”
Perselisihan
dengan Tinghoa tersebut juga dituliskan oleh Rutgers (2012: 5),
“kejadian-kejadian seperti merampoki Tinghoa adalah juga tergolong kelompok
“nasional” ini. Dalam sikap terhadap bangsa Tinghoa terdapat perubahan antara
lain disebabkan oleh meletusnya Revolusi Tiongkok 1911-1912 yang menyebabkan
banyak penduduk Tinghoa berubah sikap dan menyakinkan akan benarnya gerakan
kemerdekaan di Indonesia juga. Sebaliknya rakyat Indonesia mulai ikut serta
dalam demonstrasi-demonstrasi yang amat menguntungkan gerakan revolusioner
Tionghoa.
D. Kemunduran
Partai Serikat Islam
Kehancuran atau kemunduran Partai
Serikat Islam ini dimulai pada saat struktur organisasi partai yang dianggap
telah sempurna, lalu adanya pemecatan terhadap Dr. Soekiman yang merupakan
salah satu elit pengurus partai. Kemudian Dr. Soekiman beserta pengikutnya
membentuk sebuah partai lagi yang diberi nama Partai Islam Indonesia (PII),
kemudian adanya konflik di dalam partai juga membuat partai ini semakin
melemah. Melemahnya partai juga terlihat pada saat “Kongres Partai Sarekat
Islam tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan
nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai
kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan
Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)”
(Hasyim, 2010).
Kemudian, hal ini terlihat pada
tahun 1938 ketika Abikusno sudah mulai tidak konsisten dengan ia memilih
menggabungkan PSII ke dalam GAPPI yang dianggap sebagai wadah Organisasi
Nasional. Tujuan GAPPI adalah mempersatukan semua partai politik Indonesia
Raya. Dasar aksinya adalah hak mengatur diri sendiri, kebangsaan yang
bersendikan demokrasi menuju cita–cita bangsa Indonesia. Kemudian juga
kelemahan dan kehancuran partai pun semakin terlihat pada tahun 1939, ketika
secara resmi S.M. Kartosuwiryo mengundurkan diri dari kepengurusan Partai,
Kartosuwiryo pada saat itu jabatannya adalah sebagai sekjen yang merangkap
sebagai wakil Presiden dalam partai, dan setelah ia keluar dari Partai Serikat
Islam Indonesia, ia membentuk sebuah lembaga yang dinamakan lembaga Suffah
(Pusat Pendidikan Kaderisasi Gerakan).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sarekat Islam,
yang sebelumnya merupakan Sarekat Dagang Islam,
pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang tidak lain
adalah golongan-golongan pedagang pribumi sebagai bentuk perlawanan terhadap
dominasi pedagang orang-orang Cina. Hal ini berawal dari timbulnya usaha
pengusaha batik di kota Surakarta untuk mengadakan persatuan demi melawan
taktik dagang para pedagang Cina.
Usaha tersebut
dipelpori oleh Haji Samanhudi di kampung Laweyan di kota Surakarta.
Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam pada tahun 1911 yang
beranggotakan para pengusaha batik di kota Surakarta. Tujuan utama didirikannya
Sarekat Dagang Islam adalah untuk memperkuat usaha dalam menghadapi para
pedagang Cina, dengan tujuan awal untuk
menghimpun para pedagang pribumi muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat
bersaing dengan pedagang-pedagang besar orang-orang Cina (Muljana, 2008: 121). Pada saat itu, pedagang-pedagang Cina tersebut telah lebih maju
usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada pedagang
pribumi lainnya. Berdirinya perkumpulan Sarekat Dagang Islam itu jelas
berdasarkan pertimbangan ekonomi. Oleh karena itu, para pengusaha batik di
Indonesia pada umumnya memeluk agama Islam.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan
untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Adikarya. Suhartono. 1994. Sejarah
Pergerak Nasional:Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gie, Soe Hok. 2005. Dibawah
Lentera Merah: Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920. Yogyakarta :
Bentang.
Hanifah, Abu. 1978. Renungan
Sejarah Bangsa Dulu dan Sekarang. Jakarta: Yayasan Indayu.
Kartodirdjo, Sartono. 1975. Sarekat
Islam Lokal. Jakarta: Arsip Daerah Republik Indonesia.
Materu, Mohamad Sidky Daeng. (1985).
Sejarah Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia. Jakarta: Gunung
Agung.
Muhibin, M. (2009).
Politik Hijrah Perjuangan Partai Sarekat Islam Indonesia dalam Melawan
Pemerintahan
Post a Comment for "Sarekat Islam"