Kelapa Sawit
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kelapa sawit diusahakan secara komersial di Afrika, Amerika
Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan, serta beberapa daerah lain dengan
skala yang lebih kecil. Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika
Selatan, tepatnya Brasilia. Di Brasilia, tanaman ini ditemukan tumbuh liar atau
setengah liar di tepi sungai (Pahan, 2011).
Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan penting penghasil
minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel).
Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia.
Pelaku usahatani kelapa sawit di Indonesia terdiri dari perusahaan perkebunan
besar swasta, perkebunan negara, dan perkebunan rakyat. Usaha perkebunan kelapa
sawit rakyat umumnya dikelola dengan model kemitraan dengan perusahaan besar
swasta dan perkebunan negara (inti–plasma) (Kiswanto et al. 2008).
Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman multiguna. Tanaman
tersebut mulai banyak menggantikan posisi penanaman komoditas perkebunan lain,
yaitu tanaman karet. Tanaman kelapa sawit kini tersebar di berbagai daerah.
Secara umum, dapat diindikasikan bahwa pengembangan perkebunan kelapa sawit
masih mempunyai prospek harga, ekspor, dan pengembangan produk (Suwarto dan
Octavianty, 2010).
Minyak sawit selain digunakan sebagai minyak makanan
margarine, dapat juga digunakan untuk industri sabun, lilin, dan dalam
pembuatan lembaran-lembaran timah serta industri kosmetik (Dinas Perkebunan
Dati I Irian Jaya, 1992).
B.
TUJUAN
1. Untuk
mengetahui syarat tumbuh tanaman kelapa sawit
2. Untuk
mengetahui taksonomi tanaman kelapa sawit
3. Untuk
mengetahui morfologi tanaman kelapa sawit
4. Untuk
mengetahui perbanyakan tanaman secara generative
5. Untuk
mengetahui perbanyakan tanaman secara vegetative
6. Untuk
mengetahui pemeliharaan tanaman kelapa sawit
7. Untuk
mengetahui pengendalian hama dan penyakit tanaman kelapa sawit
8. Untuk
mengetahui panen dan pasca panen kelapa sawit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
SYARAT TUMBUH
Sebagai
tanaman yang dibudidayakan, tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan
yang baik atau cocok, agar mampu tumbuh subur dan dapat berproduksi secara
maksimal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit antara
lain keadaan iklim dan tanah. Selain itu, faktor yang juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan kelapa sawit adalah faktor genetis, perlakuan budidaya, dan
penerapan teknologi.
1. Iklim
§ Curah hujan dan kelembaban
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan di daerah
tropik, dataran rendah yang panas, dan lembab. Curah hujan yang baik adalah
2.500-3.000 mm per tahun yang turun merata sepanjang tahun. Daerah pertanaman
yang ideal untuk bertanam kelapa sawit adalah dataran rendah yakni antara
200-400 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian tempat lebih 500 meter di
atas permukaan laut, pertumbuhan kelapa sawit ini akan terhambat dan
produksinya pun akan rendah
§ Penyinaran matahari
Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit adalah 7-5 jam per
hari.pertumbuhan kelapa sawit di Sumatera Utara terkanal baik karena berkat
iklim yang sesuai yaitu lama penyinaran matahari yang tinggi dan curah hujan
yang cukup. Umumnya turun pada sore atau malam hari.
§ Suhu
Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan hasil kelapa sawit.
Suhu rata-rata tahunan daerah-daerah pertanaman kelapa sawit berada antara 25-27
0C, yang menghasilkan banyak tandan. Variasi suhu yang baik jangan
terlalu tinggi. Semakin besar variasi suhu semakin rendah hasil yang diperoleh.
Suhu, dingin dapat membuat tandan bunga mengalami merata sepanjang tahun.
2. Tanah
Pertumbuhan dan produksi kelapa
sawit dalam banyak hal bergantung pada karakter lingkungan fisik tempat
pertanaman kelapa sawit itu dibudidayakan. Jenis tanah yang baik untuk bertanam
kelapa sawit adalah tanah latosol, podsolik merah kuning, hidromorf kelabu,
aluvial, dan organosol/gambut tipis. Kesesuaian tanah untuk bercocok tanam
kelapa sawit ditentukan oleh dua hal, yaitu sifat-sifat fisis dan kimia tanah.
§ Sifat fisik tanah
Pertumbuhan kelapa sawit akan baik
pada tanah yang datar atau sedikit miring, solum dalam dan mempunyai drainase
yang baik, tanah gembur, subur, permeabilitas sedang, dan lapisan padas tidak
terlalu dekat dengan permukaan tanah.
Tanah yang baik bagi pertumbuhan
juga harus mampu menahan air yang cukup dan hara yang tinggi secara alamiah
maupun hara tambahan. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan
tanah gambut tebal. Dalam menentukan batas-batas yang tajam mengenai kesesuaian
sifat fisis tanah di antara tipe-tipe tanah memang relatif sulit.
§ Sifat kimia tanah
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah pH
4,0-6,5 dan pH optimumnya antara 5,0-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah
biasanya dijumpai pada daerah pasang surut, terutama tanah gambut. Tanah
organosol atau gambut mengandung lapisan yang terdiri atas lapisan mineral
dengan lapisan bahan organik yang belum terhumifikasi lebih lanjut memiliki pH
rendah.
B.
TAKSONOMI
Divisio
:
Tracheophyta
Subdivisio
: Pteropsida
Kelas : Angiospermae
Sub kelas :
Monocotiledonae
Ordo : Cocoideae
Famili
: Palmae
Genus : Elais
Spesies
: Elais
guinensis Jacq
Varietas : Dura,
Psifera, Tenera
C. MORFOLOGI
Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip membentuk satu pelepah yang
panjangnya antara 7,0--9,0 m, dimana jumlah anak daun setiap pelepah berkisar
antara 250--400 helai. Pada pohon kelapa sawit yang dipelihara, dalam satu
batangnya terdapat 40--50 pelepah daun, sedangkan untuk kelapa sawit liar jumlahnya bisa mencapai 60
pelepah. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat, sedangkan daun tua
berwarna hijau tua dan segar. Tanaman kelapa sawit tua membentuk 2--3 pelepah
daun setiap bulannya, sedangkan tanaman muda menghasilkan 4--5 daun setiap
bulannya. Produksi daun per-bulan dipengaruhi oleh faktor umur, lingkungan
genetik, dan iklim.
Luas permukaan daun sangat berpengaruh terhadap
produktivitas hasil tanaman. Semakin luas permukaan daun maka produktivitas
hasil tanaman
akan semakin tinggi. Hal ini terjadi
karena proses fotosintesis akan berjalan dengan baik pada jumlah daun yang
banyak, namun luas permukaan daun yang melebihi titik optimal justru dapat
menyebabkan laju transpirasi tanaman tinggi, pemborosan fotosintat untuk
pertumbuhan vegetatif daun, dan penurunan produktivitas hasil tanaman. Proses
fotosintesis akan optimal jika luas permukaan daun mencapai 11 m2.
Kelapa sawit tergolong tanaman yang memiliki biji
keping satu (monokotil) oleh karenanya batang kelapa sawit tidak berkambium dan
pada umumnya tidak tumbuh bercabang, kecuali pada tanaman yang tumbuh abnormal.
Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dan dibungkus oleh pelepah
daun. Bagian bawah batang umumnya lebih besar dibanding bagian atasnya. Hingga
umur tanaman tiga tahun, batang kelapa sawit masih belum dapat terlihat karena
masih terbungkus oleh pelepah daun.
Setiap tahun, tinggi batang kelapa sawit bertambah pada
kisaran 45 cm tergantung umur tanaman, ketersediaan hara, keadaan tanah, iklim,
dan genetik tanaman. Tinggi tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan maksimum
mencapai 15--18 m, sedangkan kelapa sawit liar tingginya dapat mencapai 30
m.
Kecambah kelapa sawit yang baru tumbuh memiliki akar
tunggang, tetapi akar ini akan mati pada umur 2 minggu setelah penanaman di
pre-nursery dan akan segera digantikan oleh akar serabut. Akar serabut memiliki
sedikit percabangan, membentuk anyaman rapat dan tebal. Sebagian akar serabut
tumbuh urus ke bawah dan sebagian tumbuh mendatar ke arah samping. Jika aerasi
dan drainase cukup baik akar tanaman kelapa sawit dapat menembus hingga
kedalaman 8 meter didalam tanah, sedangkan yang tumbuh ke samping biasanya
mencapai radius 16 m. Kedalaman ini tergantung umur tanaman, genetik, sistem
pemeliharaan, dan aerasi tanah.
D. PERBANYAKAN TANAMAN SECARA
GENERATIF
Secara kawin (sexual/ generatif)
yaitu yang dikenal dengan perbanyakan menggunakan biji. Kelebihan dari
perbanyakan secara generatif / menggunakan biji adalah :
·
Dapat
dikerjakan dengan mudah
·
Biasanya
lebih sehat dan hidup lebih lama
·
Memungkinkan
diadakan perbaikan –perbaikan sifat tanaman lewat persilangan baru.
·
Benih
lebih mudah disimpan dan dan dikirimkan.
·
Tanaman
mempunyai perakaran tunggang yang dalam sehingga tahan kekeringan pada musim
kemarau dan tahan rebah.
E.
PERBANYAKAN
TANAMAN SECARA VEGETATIF
Perbanyakan tanaman secara vegetatif
yaitu perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian dari tanaman, baik cabang,
ranting, daun, batang, tunas, akar maupun daun. Cara perbanyakan ini dapat
dilakukan dengan cara mencangkok, menyetek, okulasi, merunduk, dan sambung
seperti tanaman ckelapa. Keuntungan dari perbanyakan tanaman sistem ini adalah
sifat induknya sama dengan hasil turunannya. Sedangkan alasan lain dari
perbanyakan secara vegetatif adalah :
-
Tanaman
tidak menghasilkan atau sedikit menghasilkan biji.
-
Biji
yang dihasilkan oleh tanaman sukar berkecambah.
-
Tanaman
yang diperbanyak secara vegetatif akan lebih cepat berbuah dibandingkan dengan
tanaman yang berasal dari biji .
-
Tanaman
akan lebih kuat bila disambungkan pada batang jenis lain.
-
Tanaman
lebih ekonomis bila diperbanyak dengan vegetatif.
-
Tanaman
lebih tahan suhu dingin bila disambungkan pada batang jenis tanaman lain.
Perbanyakan vegetatif tidak hanya
menyetek, mencangkok dan menyambung saja tetapi masih ada cara-cara lainnya.
Secara garis besar perbanyakan vegetatif dibagi :
·
Perbanyakan
vegetatif dengan menggunakan bagian-bagian khusus tanaman ( tidak terjadi
perbaikan sifat tanaman )
·
Perbanyakan
vegetatif secara buatan ( tidak perbaikan sifat tanaman ,contoh dengan stek,dan
mencangkok )
·
Perbanyakan
vegetatif secara buatan ( dapat memperbaiki sifat tanaman contoh dengan
menyambung ).
F.
PEMELIHARAAN
TANAMAN
1. Penyiangan
Tanah di sekitar
pohon harus bersih dari gulma.
2. Penyulaman
dan Penjarangan
Tanaman mati disulam
dengan bibit berumur 10-14 bulan. Populasi 1 hektar + 135-145 pohon agar tidak
ada persaingan sinar matahari.
3. Penyiraman
§ Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari,
kecuali apabila jatuh hujan lebih dari 7 – 8 mm pada hari yang bersangkutan.
§ Air untuk menyiram bibit harus bersih dan cara
menyiramnya harus dengan semprotan halus agar bibit dalam polybag tidak rusak
dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat.
§ Kebutuhan air
siraman 2 liter per polybag per
hari, disesuaikan dengan umur bibit.
4. Pemangkasan
Pemangkasan
daun bertujuan untuk memperoleh pohon yang bersih dengan jumlah daun yang
optimal dalam satu pohon serta memudahkan pamanenan. Memangkas daun
dilaksanakan sesuai dengan umur/tingkat pertumbuhan tanaman. Macam-macam
pemangkasan:
1) Pemangkasan
pasir, yaitu pemangkasan yang dilakukan terhadap tanaman yang berumur 16-20
bulan dengan maksud untuk membuang daun-daun kering dan buahbuah pertama yang
busuk. Alat yang digunakan adalah jenis linggis bermata lebar dan tajam yang
disebut dodos.
2) Pemangkasan
produksi, yaitu pemangkasan yang dilakukan pada umur 20-28 bulan dengan
memotong daun-daun tertentu sebagai persiapan pelaksanaan panen. Daun yang
dipangkas adalah songgo dua (yaitu daun yang tumbuhnya saling menumpuk satu
sama lain), juga buah seperti pada pemangkasan pasir.
3) Pemangkasan
pemeliharaan, adalah pemangkasan yang dilakukan setelah tanaman berproduksi
dengan maksud membuang daun-daun songgo dua sehingga setiap saat pada pokok
hanya terdapat daun sejumlah 28-54 helai. Sisa daun pada pemangkasan ini harus
sependek mungkin, agar tidak mengganggu kegiatan panen.
5. Pengendalian
hama, penyakit dan gulma
Beberapa
hama umum yang dijumpai adalah Kumbang Apogonia, belalang dan ulat api, keong
dan tikus. Pengendalian kumbang Apogonia, belalang dan ulat api dilakukan
dengan menyemprotkan Sevin 0,15% (1,5 g bahan aktif/liter air) ketanaman dengan
interval 10 hari sekali hingga hama menghilang. Pengendalian tikus dengan racun
tikus sedangkan keong secara manual atau menggunakan racun. Sedangkan penyakit
yang dijumpai adalah penyakit daun Anthracnosa dan Culvularia. Pengendalian
Curvularia dilakukan melalui penyemprotan fungisida Kaptafol 0,2% dengan rotasi
2 minggu. Kegiatan pengendalian tidak menggunakan fungisida yang mengandung
tembaga (copper), air raksa (mercury) dan timah.
6. Pemupukan
Jenis
pupuk yang diberikan adalah pupuk N, P, K, Mg dan B (Urea, TSP, KCl, Kiserit
dan Borax). Pemupukan tambahan dengan pupuk Borax pada tanaman muda sangat
penting, karena kekurangan Borax (Boron deficiency) yang berat dapat mematikan
tanaman kelapa sawit. Dosis pupuk yang digunakan disesuaikan dengan umur
tanaman atau sesuai dengan anjuran Balai Penelitian Kelapa Sawit.
Pupuk
N ditaburkan merata mulai jarak 50 cm dari pokok sampai di pinggir luar
piringan. Pupuk P, K dan Mg harus ditaburkan merata pada jarak 1-3 m dari
pokok. Pupuk B ditaburkan merata pada jarak 30-50 cm dari pokok.
Waktu pemberian pupuk sebaiknya dilaksanakan pada awal musim hujan
(September-Oktober), untuk pemupukan yang pertama dan pada akhir musim hujan (Maret-April)
untuk pemupukan yang kedua. Untuk tanaman yang belum menghasilkan, yang berumur
0-3 tahun, dosis pemupukan per pohon per tahunnya disajikan pada tabel berikut.
Pupuk
N, P, K, Mg, B ditaburkan merata dalam piringan mulai jarak 20 cm dari pokok
sampai ujung tajuk daun. Waktu pemupukan sebaiknya dilaksanakan pada awal musim
hujan (September-Oktober), untuk pemupukan yang pertama dan pada akhir musim
hujan (Maret-April) untuk pemupukan yang kedua.
G.
PENGENDALIAN
HAMA DAN PENYAKIT
HAMA
1.
Kumbang (Oryctes
rhinoceros) dengan
gejala serangan pada daun muda yang belum membuka, pangkal daun
berlubang-lubang. Pengendalian dengan menggunakan predator seperti ular, burung
dan sebagainya. Selain menggunakan predator hama juga dapat menggunakan parasit
hama tersebut seperti virus Baculovirus oryctes dan jamur
sepertiMetharrizium anisopliae .
2.
Nematoda (Rhadinaphelenchus
cocophilus) dengan
gejala serangan pada daun. Daun yang terserang menggulung, tumbuh tegak, warna
daun berubah menjadi kuning dan akhirnya akan mongering. Pengendaliannya dapat
dengan cara pohon yang terserang dibongkar dan dibakar, ataupun dengan cara
tanaman dimatikan dengan menggunakan racun natrium arsenit.
3.
Ulat
api (Setora nitens, Darna trima, Ploneta diducta) dengan gejala serangan daun menjadi
berlubang-lubang dan selanjutnya hanya tersisa tulangnya daunnya saja.
Pengendalian dapat dengan cara pengaplikasian insektisida berbahan aktif
triazofos 242 gr/lt, karbaril 85 % dan klorpirifos 200 gr/lt.
4.
Ulat
kantong (Matisa plana, Mahasena corbetti, Crematosphisa pendula) dengan gejala serangan daun
rusak, berlubang menjadi tidak utuh, dan tahap selanjutnya daun akan menjadi
kering serta berwarna abu-abu. Pengendalian dapat dengan cara aplikasi
insektisida yang berbahan aktif triklorfon 707 gr/lt dengan dosis 1.5 – 2
kg/ha. Dapat juga menggunakan timah arsetat dengan dosis 2.5 kg/ha.
5.
Tikus (Rattus
tiomanicus, Rattus sp) Gejala serangan adanya bekas gigitan terutama pada buah,
bibit dan tanaman muda yang terserang pertumbuhannya tidak normal. Pengendalian
dapat menggunakan atau mendatangkan predator seperti burung hantu, ular dan
sebagainya, serta tindakan pengemposan pada tempat-tempat yang dijadikan sarang
oleh tikus.
6.
Belalang (Valanga
nigricornis, Gastrimargus marmoratus) dengan gejala awal bagian tepian daun yang terserang
terdapat bekas gigitan. Pengendalian dapat menggunakan predator seperti burung
sebagai pemangsa alaminya.
7.
Tungau (Oligonychus
sp) dengan
gejala serangan pada daun yang terserang berwarna seperti perunggu dan
mengkilat. Pengendalian dengan melakukan aplikasi akarisida yang mengandung
bahan aktif tetradifon 75.2 gr/lt.
8.
Ngengat (Tirathaba
mundella) dengan
gejala serangan pada buah muda maupun buah tua terdapat lubang-lubang.
Pengendalian dengan cara pengaplikasian insektisida yang mengandung bahan aktif
triklorfon 707 gr/lt atau andosulfan 350 gr/lt.
9.
Pimelephila ghesquierei dengan gejala serangan pada
daun yang terserang banyak yang patah karena menyerang dengan melubangi
tulangan daun. Pengendalian dapat dilakukan dengan pengaplikasian semprot
parathion 0.02 %.
PENYAKIT
1.
Bud
Rot atau Penyakit Busuk Titik Tumbuh, gejala serangan pada tanaman yang terserang, kuncupnya
mengeluarkan bau busuk, kuncup membusuk dan mudah dicabut. Penyebab serangan
bakteri erwinia, pengendalian dapat mengaplikasikan bakteri yang berfungsi
sebagai pemangsa bagi bakteri erwinia.
2.
Spear
Rot atau Busuk Kuncup,
gejala serangan daun berwarna kecoklatan, jaringan pada kuncup yang terserang
membusuk. Penyebab serangan ini sampai saat ini masih dalam kajian dan belum
menemukan penyerang yang pasti. Pengendalian yang dilakukan masih sebatas
melakukan pemotongan bagian kuncup yang terserang.
3.
Upper
Stem Rot atau Penyakit Busuk Batang Atas, gejala serangan memperlihatkan batang pada ketinggian
sekitar 2 m di atas tanah membusuk dan berwarna coklat keabuan, warna daun yang
terbawah berubah dan selanjutnya akan mati. Serangan disebabkan oleh
jamur fomex noxius, penanganan dengan cara membuang bagian batang
yang terserang dan menutup bekas luka dengan obat luka yang ada. Pada kondisi
parah tanaman dibongkar dan dimusnahkan.
4.
Basal
Stem Rot atau Penyakit Busuk Pangkal Batang, gejala serangan pada daun yang terserang akan berwarna
hijau pucat, tempat yang terinfeksi mengeluarkan getah, pada daun yang tua akan
layu dan patah. Penyebab serangan adalah jamur Ganoderma,
pengendalian dan pencegahan dapat melakukan aplikasi dengan menggunakan bahan
yang mengandung Tricodherma ( produk CustomBio ), dapat
disemprotkan kebagian yang terserang dan penyemprotan pada tanah sekeliling tanaman
pokok secara melingkar.
5.
Dry
Basal Rot atau Penyakit Busuk Kering Pangkal Batang, gejala serangan tandan buah
membusuk, pelepah daun terutama bagian bawah patah, penyebabnya jamur Ceratocytis
paradoxa, penanganan untuk tanaman yang sudah terserang secara hebat
dengan melakukan pembongkaran dan pemusnahan dengan cara dibakar.
6.
Blast
Disease atau Penyakit Akar,
gejala serangan pertumbuhan tanaman terlihat tidak normal, daun menguning,
keragaan tanaman tidak segar. Penyebab serangan jamurRhizoctonia lamellifera,
Phytium sp , pengendalian dimulai sejak awal kegiatan di dalam
pesemaian dengan mempersiapkan media yang tidak terkontaminasi jamur, drainase
yang baik agar tidak terjadi kekeringan yang ekstrim pada tanaman.
7.
Anthracnose
atau Penyakit Antraknosa,
gejala serangan daun terdapat bercak-bercak coklat diujung dan tepi daun,
bercak coklat dikelilingi warna kuning dan terlihat sebagai pembatas antara
daun yang sehat dengan daun yang tidak sehat/terserang penyakit. Penyebab
serangan seperti jamur Melanconium sp, Botryodiplodia palmarum,
Glomerella cingulata. Cara pengendalian sejak awal mulai dari pemindahan
bibit, dimana seluruh media tanah bibit disertakan, jarak tanam, penyiraman dan
pemupukan yang dilakukan secara teratur dan berimbang, aplikasi Captan 0.2 %
atau Cuman 0.1 %
8.
Patch
Yellow atau Penyakit Garis Kuning, gejala serangan terdapat bercak-bercak pada daun dengan
bentuk melonjong warna kuning dan di bagian dalamnya berwarna coklat. Penyebab
jamur Fusarium oxysporum, pengendalian melakukan proses inokulasi
pada bibit dan tanaman muda, atau dengan melakukan aplikasi bahan yang
mengandung Tricodherma& Bacillus ( produk
CustomBio )
9.
Crown
Disease atau Penyakit Tajuk,
gejala serangan daun bagian tengah sobek, pelepah berukuran abnormal atau
kecil-kecil, penyebabnya bias dikarenakan menurunnya sifat genetik indukan.
Pengendalian dimulai sejak awal terutama melakukan seleksi indukan yang
bersifat karier penyakit ini, sehingga akan didapatkan bibit yang mempunyai
sifat-sifat yang sehat.
10.
Bunch
Rot atau Penyakit Busuk Tandan, gejala serangan adanya miselium bewarna putih diantara
buah masak atau pangkal pelepah daun, penyebab jamur Marasmius
palmivorus.Pengendalian dengan menjaga sanitasi kebun terutama pada musim
penghujan, aplikasi difolatan 0.2 %, melakukan penyerbukan buatan atau
kastrasi.
H.
PANEN
DAN PASCA PANEN TANAMAN KELAPA SAWIT
PANEN
·
Kriteria Matang Panen
Matang panen kelapa sawit
dapat dilihat secara visual dan secara fisiologi. Secara visual dapat dilihat
dari perubahan warna kulit buah menjadi merah jingga, sedangkan secara
fisiologi dapat dilihat dari kandungan minyak yang maksimal dan kandungan asam
lemak bebas yang minimal. Pada saat matang tersebut dicirikan pula oleh
membrondolnya buah. Jumlah brondolan buah inilah yang dijadikan dasar untuk memanen
tandan buah, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan
kuran lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih 10 tahun, jumlah brondolan
sekitar 15-20 butir. Namun secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada
setiap 1 kg tandan buah segar (TBS) terdapat 2 brondolan.
·
Cara Panen
Berdasarkan tinggi
tanaman, ada 2 cara panen yang umum dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit.
Untuk tanaman yang berumur < 7 tahun cara panen menggunakan alat dodos
dengan lebar 10-12,5 cm dengan gagang pipa besi atau tongkat kayu. Sedangkan
tanaman yang berumur 7 tahun atau lebih pemanenan menggunakan egrek yang
disambung dengan pipa alumunium atau batang bambu. Untuk memudahkan pemanenan,
sebaiknya pelepah daun yang menyangga buah dipotong terlebih dahulu dan diatur
rapi di tengah gawangan. Tandan buah yang matang dipotong sedekat mungkin
dengan pangkalnya, maksimal 2 cm. Tandan buah yang telah dipotong diletakkan
teratur dipiringan dan brondolan dikumpulkan terpisah dari tandan. Brondolan
harus bersih dan tidak tercampur tanah atau kotoran lain. Selanjutnya tandan
dan brondolan dikumpulkan di TPH.
·
Rotasi Panen
Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan
antara panen terakhir dengan panen berikutnya pada tempat yang sama.
Perkebuanan kelapa sawit pada umumnya menggunakan rotasi panen 7 hari, artinya
satu areal panen harus dimasuki oleh pemanen tiap 7 hari. Rotasi panen diangap
baik bila buah tidak terlalu matang, yaitu menggunakan sistem 5/7. artinya
dalam satu minggu terdapat 5 hari panen dan masing-masing ancak panen diulang 7
hari berikutnya. Pemanenan dilakukan terus menerus sepanjang tahun.
PASCA
PANEN
Hasil
panen dari kebun merupakan tandan buah segar (TBS) yang harus segera diangkut
ke pabrik pengolahan untuk mendapatkan hasil minyak kelapa sawit yang bermutu
tinggi. Proses pengolahan hasil panen ini berlangsung cukup panjang, dimulai
dari pengangkutan TBS dari lahan pertanaman ke pabrik pengolahan sampai
menghasilkan minyak kelapa sawit dan hasil sampingannya. Hasil olahan utama TBS pada
pabrik pengolahan adalah:
1.
Minyak
sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah,
2.
Minyak
inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit.
Tandan
buah segar (TBS) yang baru dipanen harus segera diangkut ke pabrik dapat segera
diolah. Buah yang tidak dapat segera diolah akan mengalami kerusakan atau akan
menghasilkan minyak dengan kadar asam lemak bebas tinggi, sehingga sangat
berpengaruh tidak baik terhadap kualitas minyak yang dihasilkan.
Salah satu
upaya untuk menghindari terbentuknya asam lemak bebas adalah pengangkutan buah
dari kebun ke pabrik harus dilakukan secepatnya dan menggunakan alat angkut
yang baik, seperti lori, traktor gandengan, atau truk. Sebaiknya dipilih alat
angkut yang besar, cepat, dan tidak terlalu banyak membuat guncangan selama dalam
perjalanan. Hal ini untuk menjaga agar perlukaan pada buah tidak terlalu
banyak.
TBS yang
sudah diterima dari kebun dan sudah ditimbang harus secepat mungkin masuk
pengolahan tahap pertama agar gradasi mutu dapat ditekan sekecil mungkin, yaitu
tahap perebusan atau sterilisasi tanda buah. Hasil terpenting dari
tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit yang dari ekstraksi daging buah (pericarp).
Hasil lain yang tidak kalah penting adalah minyak inti sawit atau
kernel yang juga diperoleh dengan cara ekstraksi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kelapa sawit diusahakan secara
komersial di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan, serta
beberapa daerah lain dengan skala yang lebih kecil. Tanaman kelapa sawit
berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Di Brasilia,
tanaman ini ditemukan tumbuh liar atau setengah liar di tepi sungai (Pahan,
2011).
Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan penting penghasil
minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel).
Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia.
Pelaku usahatani kelapa sawit di Indonesia terdiri dari perusahaan perkebunan
besar swasta, perkebunan negara, dan perkebunan rakyat. Usaha perkebunan kelapa
sawit rakyat umumnya dikelola dengan model kemitraan dengan perusahaan besar
swasta dan perkebunan negara (inti–plasma) (Kiswanto et al. 2008).
B.
SARAN
Penulis menyadari bahwa makala ini masih jauh
dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa
yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas
Perkebunan Dati I Provinsi Irian Jaya. 1992. Budi Daya Kelapa Sawit.
Jayapura: Balai Informasi Irian Jaya
Kiswanto,
Purwanta, J.H., dan Wijayanto, B. 2008. Teknologi Budi Daya Kelapa Sawit.
Bandar Lampung: Agro Inovasi
Pahan, I.
2011. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga
Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya
Post a Comment for "Kelapa Sawit"