Tanaman Kelapa
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak
zaman dahulu kala kelapa telah ditanam dan merupakan bahan makanan yang tumbuh
sebagai tanaman pekarangan. Di Indonesaia tanaman kelapa terdapat diseluruh
propinsi. Di daerah padat penduduknya seperti di Pulau Jawa dan Pulau Bali,
kelapa lebih banyak ditanam sebagai tanaman pekarangan, akan tetapi di daerah
luar Pulau Jawa dan Bali tanaman kelapa ditanam secara monokultur pada
perkebunan kelapa. Selain itu tanaman kelapa ditanam di daerah pasang surut
seperti di Propinsi Riau, Jambi dan Kalimantan Barat. Di Indonesia kelapa
merupakan sumber lemak nabati yang utama yaitu berkisar antara 50-70 % dari
seluruh kebutuhan konsumsi lemak.
Diperkirakan
lebih dari satu juta penduduk Indonesia mempunyai nafkah secara langsung dari
usaha kelapa. Karena penyebarannya yang merata di seluruh tanah air, maka dapat
dikatakan bahwa peranan sosialnya menempati urutan kedua sesudah tanaman padi.
Sumbangan komoditas kelapa terhadap Gross National Produk ( GNP ) sebesar 2 %.
( Anonim 1985). Konsumsi kelapa di Indonesia setiap tahunnya selalu meningkat
sebesar 4,9 %. Peningkatan ini sesuai dengan pertambahan penduduk dan konsumsi
perkapita penduduk Indonesia. Dilain pihak tingkat produksi kelapa setiap
tahunnya hanya 3,9 % sehingga untuk menutupi kekurangannya sejak tahun 1980
konsumsi minyak gorerng perlu ditambah dari minyak kelapa sawit sebesar 750.000
ton pertahun ( Anonim 1985). Budidaya tanaman kelapa pada lahan pekarangan
bertujuan untuk memperoleh tanaman kelapa yang berpotensi produk tinggi dan
cepat menghasilkan, juga untuk merangsang dan menggerakkan petani menanam
kelapa di pekarangan.
Kelapa
adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan merupakan
anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua
bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya
bagi masyarakat pesisir. Pohon dengan batang tunggal atau kadang-kadang
bercabang. Akar serabut, tebal dan berkayu, berkerumun membentuk bonggol,
adaptif pada lahan berpasir pantai. Batang beruas-ruas namun bila sudah tua
tidak terlalu tampak, khas tipe monokotil dengan pembuluh menyebar (tidak
konsentrik), berkayu. Batang pohon kelapa banyak digunakan untuk bagian atap
dari sebuah bangunan rumah. Batang pohon kelapa tidak boleh terkena air atau
lembab karena akan menyebabkan kerusakan. Untuk mengatasi keterbatasan dari
batang pohon kelapa kebanyakan masyarakat memilih batang kelapa yang sudah tua,
kering dan sebagian masyarakat mengolesinya dengan oli ( oli bekas kendaraan
atau oli tab ). Daun tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal, pelepah
pada ibu tangkai daun pendek, duduk pada batang, warna daun hijau kekuningan.
B. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui morfologi kelapa
2. Untuk
mengetahui taksonomi kelapa
3. Untuk
mengetahui syarat tumbuh kelapa
4. Untuk
mengetahui perbanyakan tanaman secara generative
5. Untuk
mengetahui perbanyakan tanamana secara vegetative
6. Untuk
mengetahui pemeliharaan kelapa
7. Untuk
mengetahui pengendalian hama dan penyakit tanaman kelapa
8.
Untuk mengetahui cara
panen dan pengolahan pascapanen kelapa
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. SYARAT TUMBUH
·
Iklim
Kelapa tumbuh baik pada daerah dengan
curah hujan antara 1300-2300 mm/tahun, bahkan sampai 3800 mm atau lebih,
sepanjang tanah mempunyai drainase yang baik.
1)
Kelapa menyukai sinar matahari dengan lama
penyinaran minimum 120 jam/bulan sebagai sumber energi fotosintesis.
2)
Kelapa sangat peka pada suhu rendah dan tumbuh
paling baik pada suhu 20-27 derajat C. Pada suhu 15 derajat C, akan
terjadi perubahan fisiologis tanaman kelapa.
3)
Kelapa tumbuh baik pada rH bulanan rata-rata
70-80% minimum 65% rH udara sangat rendah, tetapi bila tanaman rH
terlalu tinggi menimbulkan hama dan penyakit.
·
Media Tanam
1)
Tanaman kelapa tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti
alluvial,laterit,vulkanis, berpasir, tanah liat, ataupun tanah berbatu,
tetapi paling baik pada endapan aluvial.
2)
Kelapa dapat tumbuh subur pada pH 5-8, optimum pada pH
5.5-6,5. Pada tanah dengan pH diatas 7.5 dan tidak terdapat keseimbangan unsur
hara, sering menunjukkan gejala-gejala defisiensi besi dan mangan.
3)
Kelapa membutuhkan air tanah pada kondisi tersedia
yaitu bila kandungan air tanah sama dengan persediaan air ditambah curah
hujan selama 1 bulan atau sama dengan potensi evapotranspirasi, maka air tanah
cukup tersedia. Keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah
terutama kandungan bahan organik dan keadaan penutup tanah. Jeluk atau
kedalaman tanah yang dikehendaki minimal 80-100 cm.
4)
Tanaman kelapa membutuhkan lahan yang datar (0-3%). Pada
lahan yang tingkat kemiringannya tinggi (3-50%) harus dibuat teras untuk
mencegah kerusakan tanah akibat erosi, mempertahankan kesuburan tanah dan
memperbaiki tanah.
·
Ketinggian Tempat
Tanaman kelapa tumbuh
baik didaerah dataran rendah dengan Ketinggian yang optimal 0-450 m dpl.
Pada ketinggian 450-1000 m dpl waktu berbuah terlambat, dan kadar minyaknya
rendah.
B.
TAKSONOMI
Kingdom :
Plantae
Subkingdom :
Tracheobionta
Super divisi :
Spermatophyta
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Liliopsida
Subkelas : Arecidae
Ordo :
Arecales
Famili :
Arecaceae
Genus :
Cocos
C.
MORFOLOGI
KELAPA
Keluarga palmae
(Palem) umunya tidak bercabang dan mempunyai berkas daun yang berbentuk cincin.
Yang termasuk dalam keluarga palmae adalah kelapa (Cocos nucifera), sagu
(Metroxilon sp.), salak (Salaca edulis), aren (Arenga pinata),
dll.
1. Batang
Pada umunya batang kelapa mengarah lurus keatas dan atau tidak bercabang,
kecuali pada tanaman pinggir sungaii, tebing, dll, pertumbuhan kelapa
menyesuaikan arah sinar matahari. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang
merupakan jaringan meristem yang berfungsi membentuk daun, batang, dan
bunga.karena tanaman kelapa termasuk tanaman monocotyledoneae pada batangnya
tidak terdapat kambium sehingga tidak dapat tumbuh sekunder. Oleh karena itulah
tanaman kelapa pertumbuhan batangnya akan selalu bertambah panjang atau tinggi.
2. Akar
Tanaman kelapa yang baru bertunas mempunyai akar tunggang. Namun
perkembangan akar tersebut makin lama akan dilampaui oleh akar akar yang lain,
sehingga fungsi dan bentuknya sama seperti akar serabut biasa. Hal ini terjadi
pada tanaman tanaman monokotil yang lain.
3. Daun
Pertumbuhan dan perkembangan mahkota bunga dimulai sejak biji berkecambah
dan pada tingkat pertama membentuk 4—6 helai daun. Daun tesusun saling membalut
satu sisi sama lain merupakaan selubung dan memudahkan susunan lembaga serta
akar menembus sabut pada waktu tumbuh. Daun kelapa bertulang sejajar memiliki
pelepah daun dengan anak daun pada sisi kiri dan kananya. Tajuk daun terdiri
20—30 buah, pada pohon yang sudah dewasa panjangnya kurang lebih 5—8 m. Daun
yang mudah tumbuhnya tegak, makin besar dan makin tua semakin condong akhirnya
terkulai dan berguguran.
4. Bunga
Bunga kelapa merupakn bunga berkarang yang disebut “in florescentia” atau
dikenal dengan sebutan mayang (manggar). Manggar mempunyai induk tangkai yang
bisa bercabang sebanyak 30—40. Setiap cabang ditemui bunga betina pada
pangkalnya, sedangkan bunga betina pada ujung ujung cabangnya. Baik bunga
jantan maupun betina tidak bertangkai, setiap cabang hanya terdiri dari
beberapa bunga betina sedang bunga jantan bisa mencapai 200 buah. Bunga jantan
terdiri dari 3 buah kelopak , 3 buah daun mahkota, dan 6 helai benang sari. Di
ujungnya mempunyai 3 lembar sirip yang berkelenjar madu, sehingga bisa menarik
serangg atau lebah.
5. Buah
Bunga betina yang telah dibuahi mulai tumbuh menjadi buah kira kira 3—4
minggu setelah manggar terbuka. Tidak semua buah ya g terbentuk akan menjadi
buah yang bisa dipetik tetapi diperkirakan buah muda berguguran.
Buah kelapa sendiri termasuk buah batu yang terdiri dari kulit luar (Epicarp),
kulit tengah atau sabut (Mesocarp), kulit dalam (Endocarp), kulit luar biji
yang melekat disebelah dalam dari tempurung, putih lembaga (Endosperm), air
kelapa, dan lembaga.
D. PERBANYAKAN TANAMAN SECARA
GENERATIF
Secara kawin (sexual/ generatif)
yaitu yang dikenal dengan perbanyakan menggunakan biji. Kelebihan dari
perbanyakan secara generatif / menggunakan biji adalah :
·
Dapat
dikerjakan dengan mudah
·
Biasanya
lebih sehat dan hidup lebih lama
·
Memungkinkan
diadakan perbaikan –perbaikan sifat tanaman lewat persilangan baru.
·
Benih
lebih mudah disimpan dan dan dikirimkan.
·
Tanaman
mempunyai perakaran tunggang yang dalam sehingga tahan kekeringan pada musim
kemarau dan tahan rebah.
E.
PERBANYAKAN
TANAMAN SECARA VEGETATIF
Perbanyakan tanaman secara vegetatif
yaitu perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian dari tanaman, baik cabang,
ranting, daun, batang, tunas, akar maupun daun. Cara perbanyakan ini dapat
dilakukan dengan cara mencangkok, menyetek, okulasi, merunduk, dan sambung seperti
tanaman ckelapa. Keuntungan dari perbanyakan tanaman sistem ini adalah sifat
induknya sama dengan hasil turunannya. Sedangkan alasan lain dari perbanyakan
secara vegetatif adalah :
-
Tanaman
tidak menghasilkan atau sedikit menghasilkan biji.
-
Biji
yang dihasilkan oleh tanaman sukar berkecambah.
-
Tanaman
yang diperbanyak secara vegetatif akan lebih cepat berbuah dibandingkan dengan
tanaman yang berasal dari biji .
-
Tanaman
akan lebih kuat bila disambungkan pada batang jenis lain.
-
Tanaman
lebih ekonomis bila diperbanyak dengan vegetatif.
-
Tanaman
lebih tahan suhu dingin bila disambungkan pada batang jenis tanaman lain.
Perbanyakan vegetatif tidak hanya
menyetek, mencangkok dan menyambung saja tetapi masih ada cara-cara lainnya.
Secara garis besar perbanyakan vegetatif dibagi :
·
Perbanyakan
vegetatif dengan menggunakan bagian-bagian khusus tanaman ( tidak terjadi
perbaikan sifat tanaman )
·
Perbanyakan
vegetatif secara buatan ( tidak perbaikan sifat tanaman ,contoh dengan stek,dan
mencangkok )
·
Perbanyakan
vegetatif secara buatan ( dapat memperbaiki sifat tanaman contoh dengan
menyambung ).
F.
PEMELIHARAAN
TANAMAN
1. Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada piringan selebar 1 meter pada tahun, tahun kedua 1,5 meter, dan ketiga 2 meter. Caranya menggunakan koret atau parang yang diayunkan ke arah dalam, memotong gulma sampai batas permukaan tanah dengan interval penyiangan 4 minggu sekali (musim hujan) atau 6 minggu-2 bulan sekali (musim kemarau)
Penyiangan dilakukan pada piringan selebar 1 meter pada tahun, tahun kedua 1,5 meter, dan ketiga 2 meter. Caranya menggunakan koret atau parang yang diayunkan ke arah dalam, memotong gulma sampai batas permukaan tanah dengan interval penyiangan 4 minggu sekali (musim hujan) atau 6 minggu-2 bulan sekali (musim kemarau)
2. Penyulaman
Penyulaman
dilakukan terhadap tanaman yang tumbuh kerdil terserang hama dan penyakit berat
dan mati, dilakukan pada musim hujan setelah tanaman sebelumnya didongkel dan
dibakar pada musim kemarau. Kebutuhan tanaman tergantung pada iklim dan
intensitas pemeliharaan biasanya untuk 143 batang/Ha 17 batang.
3. Penyiraman
Penyiraman dilakukan pada musim kemarau untuk mencegah kekeringan dilakukan dua atau tiga hari sekali pada waktu sore. Caranya dengan mengalirkan air melalui parit-parit di sekitarbedengan atau dengan penyiraman langsung.
Penyiraman dilakukan pada musim kemarau untuk mencegah kekeringan dilakukan dua atau tiga hari sekali pada waktu sore. Caranya dengan mengalirkan air melalui parit-parit di sekitarbedengan atau dengan penyiraman langsung.
4. Pemupukan
Pemupukan dilakukan apabila tanah tidak dapat memenuhi unsur hara yang dibutuhkan.
Pemupukan dilakukan apabila tanah tidak dapat memenuhi unsur hara yang dibutuhkan.
1) Pada
umur 1 bulan diberi 100 gram urea/pohon menyebar pada jarak 15 cm dari pangkal
batang.
2) Selanjutnya
2 kali setahun yaitu pada bulan April/mei (akhir musim hujan) dan bulan
Oktober/Nopember (awal musim hujan).
G.
PENGENDALIAN HAMA
DAN PENYAKIT
Hama Perusak Pucuk
1. Kumbang
nyiur (Oryctes Rhinoceros)
Ciri: bentuk kumbang dengan ukuran 20-40 mm warna hitam dengan
bentuk cula pada kepala Gejala: (1) hama ini merusak tanaman yang berumur 1-2
tahun; (2) tanaman berumur 0-1 tahun, lubang pada pangkal batang dapat
menimbulkan kematian titik tumbuh atau terpuntirnya pelepah daun yang dirusak;
(3) pada tanaman dewasa terjadi lubang pada pelepah termuda yang belum terbuka;
(4) ciri khas yang ditimbulkan yaitu janur seperti digunting berbentuk segi
tiga; (5) stadium yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa
kumbang; Pengendalian: (1) sanitasi kebun terhadap sisa-sisa tebangan batang
kelapa; (2) menggunakan virus Bacullovirus oryctes dan Mettarrizium arrisophiae;
(3) memberikan carbofura (furadan 3G) atau carbaryl (sevin 5G) 10/pohon dengan
interval 2 bulan sekali.
2.
Kumbang sagu (Rhynchophorus ferruginous)
Ciri: imago, berbentuk kumbang dengan
masa perkembangan 11-18 hari. Ciri khas nya adalah tinggal di kokon sampai
keras. Gejala: merusak akar tanaman muda, batang dan tajuk, pada tanaman dewasa
merusak tajuk, gerekan pada pucuk menyebabkan patah pucuk, liang gerekan keluar
lendir berwarna merah coklat. Pengendalian: (1) hindari perlukaan, bila luka
dilumuri ter; (2) potong dan bakar tanaman yang terserang; (3) sanitasi kebun;
(4) secara kemis dengan insektisida Thiodan 35 EC 2-3 cc/liter larutan, Basudin
10 G dan sevin 85 SP pada luka dan diperkirakan ada serangan Kumbang sagu;
Hama
Perusak Daun
1.
Sexava sp
Ciri: belalang sempurna dengan ukuran
70-90 mm, berwarna hijau kadang-kadang coklat. Masa perkembangan 40 hari.
Gejala: (1) merusak daun tua dan dalam keadaan terpaksa juga merusak daun muda,
kulit buah dan bunga-bunga; (2) merajalela pada musim kemarau; (3) pada
serangan yang hebat daun kelapa tinggal lidi-lidinya saja.
Pengendalian: (1) cara
mekanis: menghancurkan telur dan nimfanya, menangkap belalang (di Sumatera
dengan perekat dicampur Agrocide, Lidane atau HCH, yang dipasang sekeliling
batang) untuk menghalangi betina bertelur di pangkal batang dan menangkap nimfa
yang akan naik ke pohon; (2) cara kultur teknis: menanam tanaman penutup tanah
(LCC), misalnya Centrosema sp., Calopogonium sp., dan sebagainya; (3) cara
kemis: menyrmprot dengan salah satu atau lebih insektisida, seperti BHC atau
Endrin 19,2 EC 2cc/liter air, menyemprotkan disekitar pangkal batang sampai
tinggi 1 meter, tanah sekitar pangkal batang diameter 1,5 m 6 liter/pohon.
Insektisida lain yang dapat digunakan: Sumithion 50 EC, Surecide 25 EC, Basudin
90 SC atau Elsan 50 EC; (4) cara biologis: menggunakan parasit Leefmansia
bicolor tapi hasilnya belum memuaskan.
2.
Kutu Aspidiotus sp
Ciri: kutu berperisai, jantan bersayap dengan ukuran 1,5-2 betina,
jantan 0,5 mm. Imago jantan berwarna merah/merah jambu dan betina berwarna
kuning sampai merah. Gejala: (1) bercak-bercak kuning pada permukaan bagian
bawah daun; (2) pada serangan berat daun berwarna merah keabu-abuan, tidak
berkembang (tetap kecil), tidak tegak, kemudian tajuknya terkulai dan mati; (3)
akibat serangan dalam waktu 2-5 tahun tidak mau berbuah. Pengendalian:
menggunakan musuh alami yaitu predator Cryptognatha nodiceps Marshall atau
parasit Comperiella unifasciata Ishii.
3.
Parasa lepida
Ciri: kupu-kupu berentang sayap 32-38 mm berwarna kuning emas
muda, masa pertumbuhan ± 375 hari. Gejala: memakan anak-anak daun sebelah bawah
setempat-setempat, tetapi tidak sampai tembus, meninggalkan bekas
ketaman/gigitan yang melebar sehingga tinggal urat-uratnya serta jaringan daun
atas, ulat yang tua merusak daun dari pinggir ke tengah sampai lidinya,
serangan hebat tinggal lidinya dan nampak gundul. Pengendalian: (1) menggunakan
musuh alami parasit ulat Apanteles parasae; (2) kepompong dapat menggunakn
lalat parasit Chaetexorista javana; (3) perogolan pohon yang terserang pada
masa stadium ulat atau dengan mengumpulkan kepompongnya; (4) penyemprotan
dengan insektisida Dimecron 50 EC. Suprecide 10 atau menyuntik batang dengan
Ambush 2 EC 2-3 cc/liter air pada stadium larva konsentrasi.
4.
Darna sp
Ciri: imago berbentuk kupu-kupu dengan rentang sayap 14-20 mm.
Masa pertumbuhan 30-90 hari. Gejala: (1) pada musim kering, Meninggalkan bekas
gigitan tidak teratur pada daun tua, pelepah daun terbawah terkulai; (2)
daun-daun yang rusak hebat menjadi merah-sauh, kecuali pucuknya dan beberapa
daun yang termuda; (3) tandan-tandan buah dan daun sebelah bawah terkulai
bagaikan layu terutama kalau kering dan akhirnya bergantung kebawah di sisi
batangnya. (4) buahnya gugur; (5) daun-daun mudak duduk seperti biasa, tetapi
kadang-kadang mulai merah sauh. Hanya pucuknya dan daun-daun yang masih muda
sekali yang utuh. Pengendalian: (1) mengadakan pronggolan daun dan kemudian
membakarnya; (2) menggunakan parasit musuhnya yaitu parasit kepompong
Chaetexorista javana, Ptycnomyaremota, Musca conducens; atau tabuhan-tabuhan
parasit Chrysis dan Syntomosphyrum; (3) menyuntikkan pestisida Ambush 2 EC 2-3
cc/liter air atau penyemprotan pada stadium larva. Atau insektisida Agrothion
50 EC dengan konsentrasi 0,2-0.4%, Basudin 60 EC dengan konsentrasi 0,3%.
5.
Ulat Artona (Artona catoxantha)
Gejala: (1) pada helaian daun terjadi kerusakan dengan adanya
lubang seperti jendela kecil; (2) jika serangan berat, tajuk tanaman kelapa
nampak layu dan seperti terbakar; (3) pada bagian bawah anak daun terlihat
beberapa /bekas serangan menyerupai tangga, dengan tulang daun arahnya
melintang seperti anak tangga; (4) stadium berbahaya adalah larva.
Pengendalian: (1) jika setiap dua pelepah terdapat 5 atau lebih stadium hidup
maka perlu dilakukan penangkasan semua daun, dan ditinggalkan hanya 3-4 lembar
daun termuda; (2) menggunakan tawon kemit (Apanteles artonae) yang merusak ulat
atau Ptircnomya dan Cardusia leefmansi; (3) menggunakan insektisida Ambush 2 EC
5 gram/hektar melalui suntikan batang ataupun penyemprotan pada stadium larva.
Hama Perusak Bunga
1.
Ngengat bunga kelapa (Batrachedra sp.)
Gejala: lubang pada seludang bunga yang belum membuka, kemudian
masuk ke dalam bunga jantan dan betina. Dalam waktu singkat bunga jantan
menjadi kehitam-hitaman, bunga betina mengeluarkan getah dan akhirnya rontok.
Pengendalian: (1) melabur lubang dengan Basudin 60 EC atau disemprot dengan BHC
dengan konsentrasi 0,1%; (2) secara biologis dengan parasit Sylino sp.
2.
Ulat Tirathaba
Ciri: ulat berwarna coklat kotor bergaris memanjang pada
punggungnya, berukuran 22 mm. Masa keperidiannya 12-31 hari. Gejala: (1) bunga
jantan berlubang-lubang lebih banyak dari bunga betina; (2) buah yang baru
kadang berlubang-lubang; (3) banyak tahi ulat; (4) bunga-bunga jantan gugur dankotoran-kotoran
lain melekat menjadi satu bergumpal-gumpal kecil; (5) bongkol bunga penuh
kotaoran dan berbau busuk. Pengendalian: (1) mengumpulakn bunga-bunga yang
terserang dan membakarnya; (2) pemotongan mayang dan membakarnya; (3)
membersihan pangkal daun kelapa dari pupa dan larva; (4) menggunakan parasit
hama yaitu Telenomus tirathabae yang merusak telur 6%, Apanteles Tirathabae
membinasakan ulat muda 18-40%, lalat parasit Eryciabasivulfa membunuh ulat
6-3%, parasit kepompong Melachnineumon muciallae, Trichhospilus pupivora dan
Anacryptus impulsator masing-masing mempunyai daya bunuh 10%, 2 % dan 3,5 %.
Sejenis cecopet yaitu Exypnus pulchripenneis memakan ulat hidup-hidup; (5)
menggunakan insektisida Sevin 85 S dengan menyemprotkan pada bagian bunga dan
bagian pangkal daun.
Hama Perusak Buah
1.
Tikus pohon, Rattus rattus roque
Ciri: hidup di tanah, pematang sawah, atau dalam rumah. Gejala:
(1) buah kelapa berlubang dekat tampuknya.; (2) lubang pada sabut dan tempurung
sama besarnya. Bentuk tidak rata kadang bulat, kadang melebar. Pengendalian:
(1) memburu tikus, memasang perangkap atau umpan-umpan beracun; (2) sanitasi
mahkota daun kelapa agar tidak menjadi sarang tikus.
2.
Tupai/ bajing, Callosciurus notatus dan C. Nigrovitatus
Gejala: (1) menggerek buah kelapa yang sudah agak tua di bagian
ujung buah; (2) lubang gerakan pada bagian tempurung bulat, tapi bagian serabut
tidak rata; (3) isi buah habis dimakan 2-3 hari; (4) seekor bajing merusak 1-2
buah dalam 1 bulan. Pengendalian: sama dengan pemberantasan tikus.
Hama Perusak Bibit
1.
Anai-anai randu, Coptotermes curvignatus.
Ciri: imago berwarna coklat-hitam (laron, kalekatu, siraru).
Gejala: (1) anai-anai menyerang bibit dengan merusak sabut dari buah atau benih
yang disemai. Serangan terjadi pada lahan lateris yang bertekstur pasir
berlempung yang sarang; (2) bibit layu pucuknya kemudian mati. Pohon kelapa
muda kadang-kadang pula mati pucuknya kemudian binasa. Pada batang sering
nampak lorong anai-anai yang dibuat dari tanah, dari bawah menuju ke atas. Pengendalian:
(1) pada waktu membuat persemaian dan membuka tanah, sisa-sisa tumbuhan disingkirkan/ dibakar; (2) membuat persemaian dengan diberi lapisan pasir sungai yang bersih dan tebal. Atau campur tanah dengan BHC 10% dengan dosis 65 kg/ha sebelum menyemai; (3) lakukan seedtreatment pada benih sebelum disemai dengan Azodin.
(1) pada waktu membuat persemaian dan membuka tanah, sisa-sisa tumbuhan disingkirkan/ dibakar; (2) membuat persemaian dengan diberi lapisan pasir sungai yang bersih dan tebal. Atau campur tanah dengan BHC 10% dengan dosis 65 kg/ha sebelum menyemai; (3) lakukan seedtreatment pada benih sebelum disemai dengan Azodin.
2.
Kumbang bibit kelapa (Plesispa reichei Chap)
Ciri: imago berbentuk kumbang dengan masa keperidian 90 hari.
Gejala: (1) daun bibit atau daun kelapa muda yang berumur 1-4 tahun mula-mula
bergaris-garis yaitu bekas dimakan kumbang. Garis-garis bersatu menjadi lebar.
Tempat-tempat tersebut membusuk atau kering; (2) daun kelapa dapat menjadi
kering atau sobek-sobek seperti terkena angin kencang; (3) serangan yang hebat
dapat mematikan bibit atau tanaman muda. Pengendalian: (1) pengambilan terhadap
setiap stadium dengan tangan; (2) disemprot dengan Diacin 60 EC dengan dosis
1,5-2 cc/liter air; (3) berikan Furadan 3 G di polybag 2-5 gram per bibit; (4)
cara biologis dengan parasit telur Oencyrtus corbetti dan Haeckliana brontispae
atau tabuhan parasit larva dan kepompong Tetrastichodes plesispae.
3.
Belalang bibit kelapa, Valanga transiens
Ciri: imago berwarna merah-sauh bersemu kuning. Kakinya
kekuning-kuningan. Pada kaki belakang nampak 2 bercak hitam. Pada syap
belakang, ayaitu yabng cerah tidak ada warna merah pada pangkalnya. Panjang
belalang jantan 37-50 mm, sedang betina 55-60 mm. Gejala: (1) gigitan yang
tidak beraturan pada daun kelapa bibit yang berada dibawah 1 tahun dan yang
belum terbelah; (2) untuk bibit yang daunya telah membuka tidak terlalu
menderita oleh serangan ini. Pengendalian: dengan menyemprotkan basudin 60 EC
atau Dimecron 50 EC.
Penyakit Menyerang Bibit
1.
Penyakit bercak daun (Gray leaf spot); penyebab cendawan
Pestalotia palmarum Cooke.
Gejala: (1) timbul bercak-bercak yang tembus cahaya pada daun-daun
dan kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan sampai kelabu; (2)
bercak-bercak bersatu membentuk bercak yang lebih besar yang terdapat
bintik-bintik yang terdiri dari acervuli cendawan. Pengendalian: bibit
disemprot dengan fungisida misalnya Dithane M-45 atau Perenox dengan dosis
0.1-0.2 %.
2.
Penyakit busuk janur (spear rot)
Penyebab: cendawan Fusarium sp. Gejala: (1) timbul becak-becak
tembus cahaya pada permukaan daun yang kemudian segera menjadi coklat
kekuningan dan sering bersatu membentuk becak yang lebih besar; (2) pada becak
terdapat bintik-bintik yang terdiri acervuli cendawan; (3) daun yang terserang
akan mati lebih cepat. Pengendalian: menyemprotan bibit atau tanaman muda
dengan fungisida yang mengandung senyawa Cu, misalnya Bubur Bordo atau Koper
Oxyclorida.
3.
Penyakit bercak daun (Brown leaf)
Penyebab: cendawan Helminthosporium incurvatum. Gejala: (1) pada
permukaan daun timbul bercak-bercak bulat kecil yang kemudian bertambah besar
dan berubah warna menjadi coklat tua; (2) bercak-bercak tersebut kemudian
berubah menjadi lonjong dan memanjang. Pengendalian: semprotlah bibit atau
tanamanmuda yang baru dipindahkan dengan fungisida Difolatan 4F, Dithane M-45
atau Daconil 75 WP.
4.
Penyakit busuk kuncup (Pre-emergent shoot rot).
Penyebab: cendawan Marasmius palmavirus. Gejala: (1) menyerang
benih yang baru tumbuh. Pada stadium infeksi awal, bila sabutnya dibuka
terlihat bercak-bercak dan lapisan miselia berwarna putih atau putih
kemerah-merahan pada kuncup dan tepi bakal daun; (2) penyakit ini dapat timbul
akibat benih yang ketularan, baik waktu di lapangan maupun waktu berkecambah.
Pengendalian: (1) untuk mencegah infeksi pada benih, sebelum benih disemauikan sebaiknya
didesinfektir dahulu dengan fungisida dengan jalan merendamnya di dalam larutan
Difolatan 4F; (2) usahakan adanya sanitasi dan menghindarkan terjadinya
kelembaban yang terlalu tinggi dipersemaian, karena cendawan ini akan
berkembang baik pada kelembaban tinggi.
Penyakit Menyerang Tanaman Muda
1.
Penyakit busuk tunas (Bud rot); penyebab cendawan Phytophthora
palmivora Buttler.
Gejala: (1) mengeringnya daun-daun muda
di tengah-tengah tajuk; (2) daun berwarna coklat dan patah pada pangkalnya; (3)
pangkal membusuk, yang kemudian dapat mencapai titik tumbuh sehingga
pertumbuhan tanaman terhenti dan mati; Pengendalian: belum diketahui cara
penanggulangan yang tepat dan efektif.
2.
Penyakit sarang laba-laba (Leaf blotch); penyebab cendawan
Corticium penicillatum.
Gejala: (1) adanya becak-becak kecil
basah, umumnya pada permukaan bawah daun bibit kelapa, berbentuk bulat,
berdiameter kurang dari 3 mm dan berwarna coklat muda (2) bercak-becak meluas
dengan cepat, dan warnanya berubah menjadi cokalt tua. Beberapa becak bersatu
dan terjadi nekrosis besar memanjang tidak beraturan. Cara pencegahan: (1)
semprotlah bibit atau tanaman muda dengan fungisida seperti Benlate, Dithane
M-45, atau lainnya; (2) daun yang terserang sebaiknya dipotong dan dibakar; (3)
hindarilah terjadinya kelembaban yang terlalu tinggi.
Penyakit Menyerang Tanaman yang
Menghasilkan
1.
Penyakit pucuk busuk (Bud rot)
Penyebab: cendawan Phythopthora palmivora, Erwinia sp., Bacillus
sp., gangguan fisiologis dan akibat sembaran petir. Gejala: (1) pucuk atau tunas
bakal daun mengalami pembusukan sebelum sempat tumbuh keluar. Pembusukan akan
menjalar kebagian lainnya. Bila pangkal pelepah terkena, tanaman layu dan
lambat laun mati; (2) pada tanaman tua, mahkota kelihatan menguning dan lambat
laun berguguran mulai dari ujung. Buah-buah yang masih muda kemudian rontok.
Pada kerusakan yang berat, mahkota daun gugur seluruhnya. Pengendalian: (1)
bila nampak gejala ini, berilah bordo pasta 1% pada bagian yang diperkirakan
terserang penyakit ini, sebelumnya telah dibersihkan terlebih dulu; (2)
semprotkan bubur Bordo 1% atau fungisida lainnya seperti Koper oxyclorida,
Dithane M-45 dan alin-lain untuk mencegah penularan.
2.
Penyakit layu Natuna
Penyebab: Thielaviopsis sp., Botrydiplodia sp., Fusarium sp.,
Chlaropsis sp., bakteri Erwinia sp., dan Pseudomonas sp. Gejala: (1) layu yang
muncul secara tiba-tiba pada seluruh bagian daun mahkota. Kemudian warna
berubah menjadi kusam, pelepah-pelepah bergantungan dan akhirnya berguguran
berikut tandan buahnya; (2) proses kematian sangat cepat 1-3 bualan sejak
gejala awal mulai muncul. Pengendalaian: (1) penataan air tanah dengan membuat
saluran-saluran drainase; (2) pengoalah tanah yang abik, berupa pemeliharaan,
pemupukan dan pola tanam yang tepat; (3) karantina tanaman agar tidak terjadi
lalu lintas gelap yang dapat mengakibatkan penyebaran penyakit dari satu daerah
ke daerah lain; (4) menanam bibit yang sehat, subur dan kuat. Membongkar dan
membinasakan tanaman yang terserang penyakit.
3.
Penyakit gejala layu kuning
Penyebab: (1) faktor lingkungan yang jelek misalnya aera, genangan
air dan kekeringan; (2) faktor kultur teknis, misalnya cara pengolahan tanah
yang tidak menurut aturan, penggunaan pestisida yang tidak tepat, pemupukan
yangkurang dan tidak teratur; (3) keadaan vegetasi, misalnya kebun banyak gulma
dan kotor; (4) Faktor hama/penyakit yang berkembang biak tanpa terkontrol; (5)
faktor fisiologis, misalnya gangguan pada akar akibat kondisi tanah yang kurang
cocok, sehingga metabolisme tanaman terganggu. Gejala: (1) seluruh atau
sebagian daun berwarna kuning terutama bila terkena sinar matahari; (2) tanaman
tumbuh kerdil, makin ke pucuk ukuran pelepah dan daun makin kecil; (3) sebagian
pelepah bagian atas kurus dan menekuk pada ujungnya dan sebagian pelepah bagian
bawah menggantung dan kering; (4) bunga dan bakal buah jarang sekali. Buah muda
berguguran dan sedikit sekali yang sanggup menjadi tua. Ukuran buah kecil dan
bersegi-segi tidak teratur; (5) ukuran mayang yang tumbuh setelah pohon sakit
lebih pendek dan kecil, merekah serta terbuka tidak sempurna. Adakalanya mayang
yang masih terbungkus; (6) membusuk menyerupai serangan penyakit busuk.
Pengendalian: dilaksanakan melalui perbaikan sanitasi, kultur teknis dan
tindakan lain.
4.
Penyakit bercak daun
Penyebab: cendawan Pestalotia sp., Gloeosporium sp.,
Helminthosphorium sp., Fusarium sp., Thielaviopsis sp., Curvularia sp., dan
Botrydiplodia sp. Penyebaran penyakit ini melalui penyebaran spora melalui
udara, air ataupun serangga. Gejala: (1) pada daun muda dan tua terdapat becak-becak
dalam berbagai bentuk dan rupa; (2) pada berbagai bagian daun terjadi perubahan
warna, mula-mula berupa bintik-bintik kuning, kemudian hijau yang berangsur
hilang; (3) bintik-bintik meninggalkan bekas terang berupa warna tertentu
seperti hitam, abu-abu dan coklat. Bagian tersebut kemudian kering karena
jaringan mati; (4) bentuk pinggiran becak-becak tidak teratur, ada yang berupa
lingkaran, oval, lonjong atau belah ketupat; (5) pada serangan berat seluruh
mahkota dan daun kelihatan kering, daun-daun dalam keadaan mennutup. Pada
tanaman yang telah berbuah, akibat tidak langsung buah-buah muda atau putik
gugur sebelum waktunya. Pengendalian: (1) memotong bagian daun yang terserang,
kemudian dibakar sampai habis; (2) tanaman disemprot dengan fungisida, misalnya
Dithane M-45, Difotan 4F, Koper Oxychlorida atau Cobox 50, dengan konsentrasi
0.1-0.2 %.
5.
Penyakit rontok buah (Immature Nut Fall)
Penyebab: cendawan Phythophthora palmivora. Gejala: (1) buah
rontok; (2) pada bagian pangkal buah terdapat bagian yang busuk. Atau sebagi
akibat cendawan Thielaviopsis paradoxa. Pengendalian: (1) pemupukan yang
teratur dan pemberian air pada musim kemarau; (2) menyemprot tanaman yang
terserang dengan fungisida yang mengandung Cu, misalnya bubur Bordo atau Koper
Oxyclorida.
6.
Penyakit karat batang
Penyebab: cendawan Ceratostomella paradoxa. Gejala: (1) batang
menjadi rusak dan dari celah-celah batang yang berwarna karat akan keluar
cairan, dimana jaringan pada bagian ini telah rusak; (2) terjadi gangguan
fisiologis yang mempengaruhi pertumbuhannya. Pengendalian: menyayat atau
mengerok bagian yang rusak, tutup dengan penutup luka (misalnya ter).
7.
Penyakit busuk akar
Penyebab: cendawan Ganoderma lucidum. Gejala: pembusukan akar
akibat permukaan air tanah yang dangkal, drainase jelek dan tata udara yang
buruk. Pengendalian: perbaikan sifat-sifat fisik tanah dan pembuatan
saluran-saluran drainase. Pohon yang terserang penyakit dibongkar dan dibakar
pada tempat yang terpisah.
8.
Penyakit akar
Penyebab: cendawan parasit yang kadang-kadang diperburuk pula
dengan adanya gangguan nematoda parasit. Gejala: (1) adanya perubahan warna
daun secara berangsur-angsur. Warna kuning pucat pada daun terbawah
berangsur-angsur hilang ke bagian daun yang lebih muda; (2) ujung-ujung daun
mengkerut dan banyak yang kering. Gejala ini seperti gejala defisiensi unsur
hara, karena terjadinya gangguan transportasi dalam jaringan tanaman.
Pengendalian: dengan cara kultur teknis dan sanitasi seperti yang dilakukan
pada penyakit layu natuna.
H.
PANEN DAN PASCA PANEN KELAPA
PANEN
·
Ciri dan Umur Panen
Ciri: berumur ± 12 bulan, 4/5 bagian kulit kering, berwarna
coklat, kandungn air berkurang dan bila digoyang berbunyi nyaring.
·
Cara Panen
1)
Buah kelapa dibiarkan jatuh: kekurangan, yaitu buah
yang jatuh sudah lewat masak, sehingga tidak sesuai untuk bahan baku kopra atau
bahan baku kelapa parutan kelapa kering (desiccated coconut).
2)
Cara dipanjat: dilakukan pada musim kemarau saja.
Keuntungan yaitu (1) dapat membersihkan mahkota daun; (2) dapat memilih buah
kelapa siap panen dengan kemampuan rata-rata 25 pohon per-orang. Kelemahan
adalah merusak pohon, karena harus membuat tataran untuk berpijak. Di beberapa
daerah di Pulau Sumatera, sering kali pemetikan dilakukan oleh kera (beruk).
Kecepatan pemetikan oleh beruk 400 butir sehari dengan masa istirahat 1 jam,
tetapi beruk tidak dapat membersihkan mahkota daun dan selektivitasnya kurang.
3)
Cara panen dengan galah: menggunakan bambu yang
disambung dan ujungnya dipasang pisau tajam berbentuk pengait. Kemampuan pemetikan
rata-rata 100 pohon/orang/hari.
·
Periode Panen
Frekuensi panen dapat dilakukan sebulan
sekali dengan menunggu jatuhnya buah kelapa yang telah masak, tetapi umumnya
panenan dilakukan terhadap 2 bahkan 3 tandan sekaligus. Hal ini tidak begitu
berpengaruh terhadap mutu buah karena menurut Padua Resurrection dan Banson
(1979) kadar asam lemak pada minyak kelapa yang berasal dari tandan berumur
tiga bulan lebih muda sama dengan buah dari tandan yang dipanen sehingga biaya
panen dapat dihemat.
·
Prakiraan Produksi
Produksi buah bergantung varietas
tanaman kelapa, umur tanaman, keadaan tanah, iklim, dan pemeliharaan. Biasanya
menghasilakn rata-rata 2,3 ton kopra/ha/tahun pada umur 12-25 tahun. Sedangkan
untuk kelapa hibrida pada umur 10-25 tahun mampu menghasilkan rata-rata 3,9
ton/ha/tahun.
PASCAPANEN
·
Pengumpulan
Buah dikumpulah menggunakan keranjang atau alat angkut yang
tersedia. Kemudian semua buah hasil panen dikumpulkan di Tempat Pengumpulan
Hasil (TPH).
·
Penyortiran dan Penggolongan
Sortasi buah dan perhitungan buah dilakukan setiap blok kebun
setelah selesai panen pada akhir bulan. Buah yang disortir adalah kosong tidak
berair, bunyi tidak nyaring bila diguncang, rusak/lika kena hama, busuk dan
kecil juga terhadap kelapa butiran pecah, berkecambah atau kelapa kurang masak,
lalu disimpan dalam bin penyimpanan yang beraerasi baik.
·
Penyimpanan
Buah kelapa disimpan dengan cara:
a)
Buah ditumpuk dengan tinggi tumpukan maksimal 1 meter
b)
Tumpukan berbentuk piramidal dan longgar
c)
Tumpukan dalam gudang diamati secara rutin.
Syarat-syarat gudang
penyimpanan sebagai berikut:
a)
Udara segar dan kering
b)
Tidak kebocoran dan kehujanan
c)
Tidak langsung kena sinar matahari
d)
Suhu udara dalam gudang 25-27 derajat c.
·
Pengemasan dan Pengangkutan
Buah kelapa apabila akan dijual terlebih
dulu di kupas kulit luarnya dan dibungkus dalam karung goni atau karung
sintetis. Pengangkutan dapat dilakukan dengan truk, kapal laut atau alat angkut
yang sesuai.
·
Penanganan Lain
a)
Kopra; kopra terbuat dari daging kelapa dengan cara menurunkan
kadar airnya. untuk: (1) pengawetan, cara ini akan mencegah tumbuhnya jamur,
serangga, dan bakteri yang dapat memakan daging dan merusak minyak kelapa; (2)
mengurangi berat, sehingga mengurangi biaya pengangkutan dan penanganan; (3)
mengkonsentrasikan minyak, kadar minyak dalam kopra sekitar 65-68%. Cara
pembuatan kopra yaitu dengan pengeringan daging buah dengan sinar matahari
(penjemuran langsung atau efek rumah kaca) atau dengan alat pengering.
b)
Ekstraksi minyak; minyak kelapa dapat diperoleh secara
langsung dengan ekstraksi kopra. Cara tradisional yang banyak dipakai yaitu
dengan pemanasan santan kelapa. Minyak kelapa juga dapat diperoleh dengan
mengekstrasi kopra.
c)
Kelapa parut kering (Desiccated coconut); diperoleh
dengan mengeringkan kelapa parutan sampai kadar air 3,5% dan kadar minyak tidak
kurang dari 68 %.
d)
Santan; diperoleh dengan melakukan pemerasan terhadap
kelapa parutan. Santan tidak dapat disimpan lama. Oleh karena itu diperlukan
pengemasan santan untuk mencegah rusaknya santan yaitu dengan pengalengan
ataupun pengeringan santan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejak
zaman dahulu kala kelapa telah ditanam dan merupakan bahan makanan yang tumbuh
sebagai tanaman pekarangan. Di Indonesaia tanaman kelapa terdapat diseluruh
propinsi. Di daerah padat penduduknya seperti di Pulau Jawa dan Pulau Bali,
kelapa lebih banyak ditanam sebagai tanaman pekarangan, akan tetapi di daerah
luar Pulau Jawa dan Bali tanaman kelapa ditanam secara monokultur pada
perkebunan kelapa. Selain itu tanaman kelapa ditanam di daerah pasang surut
seperti di Propinsi Riau, Jambi dan Kalimantan Barat. Di Indonesia kelapa
merupakan sumber lemak nabati yang utama yaitu berkisar antara 50-70 % dari
seluruh kebutuhan konsumsi lemak.
Kelapa
adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan merupakan
anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua
bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya
bagi masyarakat pesisir. Pohon dengan batang tunggal atau kadang-kadang
bercabang. Akar serabut, tebal dan berkayu, berkerumun membentuk bonggol,
adaptif pada lahan berpasir pantai. Batang beruas-ruas namun bila sudah tua
tidak terlalu tampak, khas tipe monokotil dengan pembuluh menyebar (tidak
konsentrik), berkayu. Batang pohon kelapa banyak digunakan untuk bagian atap
dari sebuah bangunan rumah. Batang pohon kelapa tidak boleh terkena air atau
lembab karena akan menyebabkan kerusakan. Untuk mengatasi keterbatasan dari
batang pohon kelapa kebanyakan masyarakat memilih batang kelapa yang sudah tua,
kering dan sebagian masyarakat mengolesinya dengan oli ( oli bekas kendaraan
atau oli tab ). Daun tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal, pelepah
pada ibu tangkai daun pendek, duduk pada batang, warna daun hijau kekuningan.
B. SARAN
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik
dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Djoehana
Setyamidjaja, 1984.Bertanam kelapa, Yogyakarta.
Soetedjo,R.1969, Kelapa.
Penerbit Yasaguna, Jakarta.
Lembaga Penelitian,
1975. Petunjuk Praktis Membibitkan Kelapa, Bogor.
Abdul
Rahman,Ir.1982. Budidaya kelapa. Lembaga Pendidikan Perkebunan. Yogyakarta.
Post a Comment for "Tanaman Kelapa"