Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tanaman Karet


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya .
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas. Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani dan juga lahan kosong /tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau pekebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.


B.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui syarat tumbuh tanaman karet
2.      Untuk mengetahui taksonomi tanaman karet
3.      Untuk mengetahui morfologi tanaman karet
4.      Untuk mengetahui perbanyakan tanaman secara generative
5.      Untuk mengetahui perbanyakan tanaman secara vegetatif
6.      Untuk mengetahui pemeliharaan tanaman karet
7.      Untuk mengetahui Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
8.      Untuk mengetahui panen dan pascapanenn tanaman karet


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    SYARAT TUMBUH
Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya.  
·         Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU.  Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat.  
·         Curah hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun.    Namun demikian,  jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang.
·         Tinggi tempat
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran  rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut.  Ketinggian > 600  m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet.  Suhu optimal diperlukan berkisar antara 250C sampai 350C.
·         Angin
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet.
·         Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih  mempersyaratkan sifat fisik tanah  dibandingkan dengan sifat kimianya.   Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat   5 tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. 
Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik  karena kandungan haranya rendah.  Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH  < 3,0 dan > pH 8,0.  Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada   umumnya antara lain :
1.      Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan  lapisan cadas,
2.      Aerase dan drainase cukup,
3.      Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air,
4.      Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir,
5.      Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm,
6.      Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara  mikro,
7.      Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5,
8.      Kemiringan tanah < 16% dan
9.      Permukaan air tanah < 100 cm.

B.     TAKSONOMI
Menurut Setiawan dan Andoko (2005), klasifikasi tanaman karet (Hevea brasiliensis) adalah sebagai berikut :
Divisi               : Spermatophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Ordo                : Euphorbiales
Family             : Euphorbiaceae
Genus              : Hevea
Spesies            : Brasiliensis
Nama ilmiah    : Hevea brasiliensis Muell Arg.

C.    MORFOLOGI
1.      Akar
Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang, akar ini mampu menampang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. 
2.      Batang 
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki perimbangan yang tinggi di atas. Di bebrapa perkebunan karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke utara. Batang ini mengandung getah yang dikenal dengan nama Lateks.
3.      Daun 
Daun karet berwarna hijau apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah. Biasanya tanaman karet mempunyai “jadwal” kerontokan daun pada setiap musim kemarau. Dimusim rontok ini kebun karet menjadi indah karena daun-daun karet berubah warna dan jatuh berguguran. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai daun. Panjang tangkai daun berukuran 3-20 cm. Panjang tangkai arakan daun antara 3-10 cm,dan pada ujungnya terdapat kelenjar anak daun disebut eliptis, memanjang dengan ujung meruncing. Tepinya serta dan gundul tidak terjun. 
4.      Bunga 
Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat dalam mali payung tambahan yang jarang, pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada ujungnya terdapat lima tajuk yang sempit, panjang tenda bunga 4-8 mm, bunga betina berambut vil, ukurannya lebih besar sedikit dari yang jantan yang mengandung bakal buah yang beruang tinggi. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersususun menjadi satu liang. Kepala sari terbagi dalam dua karangan, tersusun satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujungnya adalah suatu bakal buah yang tidak tumbuh sempurna. 
5.      Buah 
Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas, masing-nasing ruangan berbentuk wilayah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Apabila buah sudah masak maka akan pecah dengan sendirinya. Pecahannya terjadi dengan kuat menurut ruang-ruangnya. Pecahan biji ini berhubungan dengan pengembang biakan tanaman karet secara alami, biji yang terlontar kadang-kadang sampai jatuh, maka akan tumbuh dalam lingkungan yang medukung. 
6.      Biji
 Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya tiga kadang sampai enam sesuai dengan jumalah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpoin yang khas. Biji yang sering menjadi mainan anak-anak sebenarnya berbahaya karena mengandung racun. 

D.    PERBANYAKAN TANAMAN SECARA GENERATIF
Bahan tanaman dalam perkembangbiakan generatif berasal dari biji (benih). Benih ini bisa ditanam secara langsung di tempat penanamannya yang tetap, maupun disemaikan dulu di tempat pesemaian.
Keuntungan penanaman secara langsung ditempat penanamannya yang tetap adalah tidak perlu repot-repot memindahtanamkan lagi dan lebih gampang dilakukan, tanaman baru memiliki sifat yang sama dengan induknya, perakarannya kuat. Hanya saja sebelum ditanam perlu diadakan seleksi benih terlebih dahulu (hanya benih yang berkualitas baik yang ditanam). Kelemahannya apabila tanaman tersebut berupa pohon, dalam menghasilkan buah diperlukan waktu yang relatif lama dibandingkan tanaman yang berasal dari bibit vegetatif dan sering didapat sifat yang tidak sama dengan induknya.
Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya menghasilkan tanaman atau keturunan yang mempunyai sifat-sifat genetis yang berbeda dengan pohon induknya dan juga belum tentu mempunyai sifat-sifat baik seperti yang dimiliki oleh pohon induknya. Tanaman yang terus menerus diperbanyak dengan bijinya dapat mengalami degenerasi/kemunduran. Selain itu tanaman asal biji untuk dapat dipungut hasilnya memerlukan waktu yang cukup lama. Namun demikian perakaran tanaman yang berasal dari biji biasanya lebih kuat.
Adakalanya sebelum ditanam di tempat yang tetap, benih disemaikan terlebih dahulu. Dengan demikian yang ditanam di kebun berupa bibit yang sudah cukup kuat. Pesemaian sebaiknya dibuat dekat dengan tempat tanamnya agar mudah dalam pengangkutannya ke lapang. Beberapa persyaratan cara pelaksanaan pesemaian yang baik adalah :
1.      Yang disemaikan biasanya tanaman yang lemah, tidak kuat kalau langsung ditanam di tempat yang tetap.
2.      Tempat menyemai berupa bedengan khusus, diberi atap peneduh untuk mencegah curahan hujan jangan sampai merusak benih yang masih lemah.
3.      Tanah pesemaian harus subur dan gembur.
4.      Tempat pesemaian harus aman dari gangguan binatang.
5.      Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.
6.      Sebaiknya tanaman baru dipindahkan ke tempat penanamannya setelah cukup kuat.
7.      Ada baiknya apabila bibit terlebih dahulu dipindahkan ke polibag, menunggu saat ditanam di tempat penanamannya.
8.      Tanaman muda yang baru dipindah perlu diberi pelindung.

E.     PERBANYAKAN TANAMAN SECARA VEGETATIF
Pembiakan vegetatif berusaha membuat tanaman baru dari bagian tanaman yang bukan biji; bagian batang, cabang, akar, jaringan/sel, dan sebagainya. Sebab-sebab utama dilakukan perkembangbiakan vegetatif adalah karena banyak tanaman yang tidak mempunyai sifat sebaik induknya bila dilakukan pembiakan secara generatif atau menggunakan biji; ada perubahan pada mutunya. Sebab-sebab lainnya yaitu :
1.      Karena tanaman tidak menghasilkan biji atau hanya sedikit menghasilkan biji.
2.      Tanaman tersebut bisa menghasilkan biji tetapi sukar untuk berkecambah.
3.      Mungkin karena lebih ekonomis.
Cara pembiakan vegetatif dibagi 2 golongan :
1.      Secara alamiah :
§  Penggunaan biji apomiktik
§  Penggunaan bagian-bagian khusus tanaman 
2.      Secara buatan :
§  Dengan bantuan manusia
Beberapa cara pembiakan secara vegetatif :
1.      Secara alamiah
a.       Penggunaan biji apomiktik (nucellar seedling), yaitu perkembangbiakan embryo/biji tanpa kawin. Bisa terbentuk langsung dari sel diploid atau dari sel-sel jaringan nucellus.
b.      Penggunaan bagian-bagian khusus tanaman, antara lain :
o   Umbi (umbi lapis/bulp, umbi sisik/corm, umbi batang/tuber, umbi akar) 
o   Rhizoma (akar batang) 
o   Runner (stolon/akar rimpang/sulur)
o   Anakan

2.      Secara buatan
§  Rundukan (layering) 
§  Cangkok 
§  Setek 
§  Okulasi (budbing/menempel) 
§  Sambung Pucuk
§  Penyusuan
§  Kultur Jaringan

F.     PEMELIHARAAN
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman (Deptan, 2006).
1.      Pengendalian Gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang alang,Mekania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Maryadi, 2005).


2.      Program Pemupukan
Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk RP sebanyak 200 kg/ha, yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan tahun ke-2 (TBM-2) apabila pertumbuhannya kurang baik (Nazaruddin dan  Paimin, 1998).

3.      Pemberantasan Penyakit Tanaman
Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan karet. Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil akibat kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya pengendaliannya. Oleh karena itu langkah-langkah pengendalian secara terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian akibat penyakit tersebut perlu dilakukan. Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di perkebunan karet. Penyakit tersebut dapat digolongkan berdasarkan nilai kerugian ekonomis yang ditimbulkannya.

G.    PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
Hama
a.       Kutu tanaman (Planococcus citri)
Gejala: merusak tanaman dengan mengisap cairan dari pucuk batang dan daun muda. Bagian tanaman yang diisap menjadi kuning dan kering. Pengendalian: Menggunakan BVR atau Pestona.
b.      Tungau (Hemitarsonemus , Paratetranychus)
Gejala; mengisap cairan daun muda, daun tua, pucuk, sehingga tidak normal dan kerdil, daun berguguran. Pengendalian: Menggunakan BVR atau Pestona
Penyakit 
Penyakit yang menyerang bagian akar, batang, daun dan bidang sadap, sebagian besar disebabkan oleh jamur. Penyakit tersebut antara lain :
a.       Penyakit pada akar : Akar putih (Jamur Rigidoporus lignosus), Akar merah (Jamur Ganoderma pseudoferrum), Jamur upas (Jamur Corticium salmonicolor),
b.      Penyakit pada batang :Kanker bercak (Jamur Phytophthora palmivora), Busuk pangkal batang (Jamur Botrydiplodia theobromae),
c.       Penyakit pada bidang sadap : Kanker garis (Jamur Phytophthora palmivora), Mouldy rot (Jamur Ceratocystis fimbriata)
d.      Penyakit pada Daun : Embun tepung (jamur Oidium heveae), Penyakit colletorichum (Jamur Coletotrichum gloeosporoides), Penyakit Phytophthora (Jamur Phytophthora botriosa)
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit karena jamur: 
-          Menanam bibit sehat dan dari klon resisten
-          Pemupukan lengkap dan seimbang ( makro - mikro) dengan jenis pupuk, dosis dan waktu yang tepat
-          Taburkan Natural Glio sebelum atau pada saat tanam sanitasi kebun
-          Pemangkasan tanaman penutup yang terlalu lebat
-          Bagian yang terserang segera dimusnahkan
-          Penyadapan tidak terlalu dalam dan tidak terlalu dekat tanah
-          Pisau sadap steril
-          Khusus penyakit embun tepung, daun digugurkan lebih awal dan segera dipupuk nitrogen dengan dosis dua kali lipat dan semprot POC NASA 3-5 tutup/tangki.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki. Penyemprotan herbisida (untuk gulma) agar lebih efektif dan efisien dapat di campur Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki . 

H.    PANEN DAN PASCA Panen
Panen
§  Kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap pada tanaman karet ditentukan oleh dua syarat yaitu, (1) lilit batang (lingkar batang 1 meter di atas pertautan lebih besar dari 45 cm dan (2) 60% dari populasi memenuhi syarat nomor 1. Biasanya masa ini akan dicapai setelah tanaman berumur 5 tahun.
§  Hanca panen. Hanca panen atau luas yang dipanen per hari sangat tergantung dari rotasi eksploitasi yang digunakan. Pada umumnya tanaman karet disadap 3 hari sekali, sehingga luas panen per hari kurang lebih 1/3 dari total luas tanaman menghasilkan (TM). Untuk lahan yang datar, 1 orang penyadap mampu menyadap seluas 1 hektar.
§  Rotasi panen. Lamanya rotasi panen dilakukan tergantung luasan hanca panen. Semakin luas hanca panen, maka rotasi panen semakin lama. Rotasi panen juga tergantung pada berapa kali dalam seminggu dilakukan penyadapan.
§  Aturan teknis panen. Setiap penyadap biasanya sudah berada di kebun pada pukul 05.00 untuk melakukan persiapan-persiapan seperti : pembagian lokasi sadap, pengecekan peralatan dan pengecekan kehadiran tenaga penyadap. Setiap penyadap akan melakukan penyadapan pada hancanya sendiri (setiap penyadap memiliki lokasi penyadapan masing-masing). Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit karet (setelah melepas lateks yang membeku pada alur sadap) pada alur sadap yang telah ada serta memasang mangkok dan pemberian anti koagulan (2 tetes) pada mangkok sadap. Anti koagulan ini berfungsi untuk mencegah terjadinya pembekuan lateks sebelum sampai di pabrik. Setelah seluruh hanca sadap di sadap (selesai pada pukul 07.30) maka lateks ditunggu mengalir hingga pukul 11.00 dan selanjutnya lateks dikumpulkan di TPH. Pada setiap penyadap akan dicatat volume lateks yang terkumpul pada hari itu dan akan digunakan sebagai salah satu penentu besarnya upah yang akan diterima.

Pasca panen
Setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, selanjutnya lateks dari tangki penerimaan/pengumpulan yang berada di lokasi tempat pengumpulan hasil di kebun, kemudian diangkut dengan tangki pengangkut ke pabrik. Tangki pengangkut ada yang ditarik dengan traktor, dan ada pula yang terpasang pada truk-truk tangki. Dalam pengangkutan lateks ke pabrik harus dijaga agar lateks tidak terlalu tergoncang dan terlalu kepanasan karena dapat berakibat terjadinya prakoagulasi di dalam tangki. Dalam keadaan tertentu, lateks dalam tangki tersebut perlu diberi obat anti koagulan.
§  Sarana angkutan. Sarana angkutan yang digunakan untuk pengangkutan lateks dari kebun ke pabrik adalah truk tangki dengan kapasitas biasanya antara 2.000 sampai 3.000 liter. Tangki dibuat dari bahan alumunium dan dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dipasang dan dilepas dari alat penarik (truk/taktor) dan dengan mudah dibersihkan. Jumlah truck yang diperlukan tergantung dari tingkat produksi lateks yang dihasilkan per hari.
§  Sedapat mungkin harus diusahakan semua lateks dapat diangkut ke pabrik pusat agar dapat dilakukan pencampuran lateks dari semua bagian kebun dalam satu atau beberapa bak pencampur di pabrik, sehingga dapat diharapkan hasil yang seragam. Jika keadaan tempat memaksa untuk dilakukan koagulasi di kebun, jumlah lateks yang dikoagulasi sedapat mungkin harus dibatasi. 
§  Prasarana jalan. Prasarana jalan yang digunakan untuk pengangkutan lateks dari kebun harus cukup baik. Hal ini untuk menghindari terjadinya goncangan-goncangan selama pengangkutan yang dapat meningkatkan proses prakoagulasi. Oleh karena itu TPH biasanya diletakkan/berada di pinggir-pinggir jalan produksi.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya .
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas. Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani dan juga lahan kosong /tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.

B.     SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C., 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.
Aidi dan Daslin., 1995. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet. Balai Penelitian Sembawa. Palembang.
Maryadi., 2005. Manajemen Agrobisnis Karet. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Nazaruddin dan F.B. Paimin., 1998. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.


Post a Comment for "Tanaman Karet"