Tafsir ayat Al- qur'an tentang kewajiban belajar mengajar
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan kalamullah yang mutlak
kebenarannya, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk
tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia dan
akhirat kelak. Ajaran dan petunjuk tersebut amat dibutuhkan oleh manusia dalam
mengarungi kehidupannya.
Namun demikian al-Qur’an bukanlah kitab
suci yang siap pakai dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an
tersebut, tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah yang
dihadapi manusia. Ajaran al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas
dan general sehingga untuk dapat memehami ajaran al-Qur’an tentang berbagai
masalah tersebut, mau tidak mau seseorang harus melalui jalur tafsir sebagimana
yang dilakukan oleh para ulama’. Salah satu pokok ajaran yang terkandung dalam
al-Qur’an adalah tentang kewajiban belajar mengajar.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
QS Al ‘Alaq : 1-5 mengenai Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
2. Bagaimanakah
QS At Taubah : 122 mengenai Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
3. Bagaimanakah
QS Al Muzammil : 20 mengenai Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
4. Bagaimanakah
QS Muhammad : 24 mengenai Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
5. Bagaimanakah
QS Al Mudatsir 1-7 mengenai
Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
6. Bagaimanakah
QS Asy Syu’ara 214 mengenai
Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
7. Bagaimanakah
QS Al Imran 104 mengenai
Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kewajiban Belajar dalam Al-Qur’an
1.
Tafsir QS. Al ‘Alaq : 1 – 5
Ayat dan Terjemahnya
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan (1) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah
dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah (3) Yang mengajar manusia dengan perantaraan
kalam (4) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5) (QS Al
‘Alaq :1-5)
Tafsir Ayat
اقرأ
باسم ربك الذي خلق (1)
Jadilah engkau orang yang bisa membaca
berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu
beliau tidak pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Ilahi agar
beliau membaca, sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah kitab
kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa menulisnya.
Kesimpulan :
Sesungguhnya Zat Yang Menciptakan makhluk
mampu membuatmu bisa membaca, sekalipun sebelum itu engkau tidak pernah belajar
membaca. (Al Maraghi, 1987:346)
Kemudian Allah menjelaskan proses kejadian
makhluk melalui firman-Nya :
خلق
الإنسان من علق (2)
Sesungguhnya Zat Yang Menciptakan manusia,
sehingga menjadi makhluk-Nya yang paling mulia – Ia menciptakannya dari
segumpal darah(‘alaq)[1].
Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi,dan dengan ilmu
pengetahuannya bisa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada padanya untuk
kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu Zat Yang Menciptakan Manusia, mampu
menjadikan manusia yang sempurna, yaitu Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam – bisa membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca.
Kesimpulan :
Sesungguhnya Zat Yang Menciptakan manusia
dari segumpal darah, kemudian membekalinya dengan kemampuan berfikir, sehingga
bisa menguasai seluruh makhluk bumi – mampu pula menjadikan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bisa membaca, sekalipun beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis.
(Al Maraghi, 1987:346)
اقرأ و ربك الأكرم (3)
- )اقرأ(
Kerjakanlah apa yang Aku perintahkan,
yaitu membaca.
Perintah ini diulang-ulang, sebab membaca
tidak akan bisa meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah berulang-ulang dan
dibiasakan. Berulang-ulangnya perintah Ilahi berpengertian sama dengan
berulang-ulangnya membaca. Dengan demikian maka membaca itu merupakan bakat
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Perhatikan firman Allah berikut ini,
سنقرئك فلاتنسى
Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu
(Muhammad) maka kamu tidak akan lupa. (QS Al A’la : 6)
Kemudian Allah menyingkirkan halangan yang
dikemukakan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Malaikat Jibril, yaitu tatkala Malaikat berkata kepadanya, “Bacalah!” Kemudian Nabi MuhammadShalallahu
‘alaihi wa Sallam menjawab, “Saya tidak bisa membaca”. Artinya, saya ini buta huruf
– tidak bisa membaca dan menulis – (Al Maraghi, 1987:347) Untuk itu Allah
berfirman :
- )و ربك
الأكرم(
Tuhanmu Maha Pemurah kepada orang yang
memohon pemberian-Nya. Bagi-Nya amat mudah menganugerahkan kepandaian membaca
kepadamu – berkat kemurahan-Nya. Kemudian Allah
menambahkan ketentraman hati Nabi MuhammadShalallahu ‘alaihi wa Sallam atas bakat yang baru ia miliki melalui firman-Nya :
الذي
علّم بالقلم (4)
Yang menjadikan pena sebagai sarana
berkomunikasi antar sesama manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia
tak ubahnya lisan yang bicara. Qalam atau pena, adalah benda mati yang tidak bisa memberikan
pengertian. Oleh sebab itu Zat Yang Menciptakan benda mati bisa menjadi alat
komunikasi – sesungguhnya tidak ada kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu
(Muhammad) bisa membaca dan memberi penjelasan serta pengajaran. Apalagi engkau
adalah manusia yang sempurna.
Disini Allah menyatakan bahwa diri-Nyalah
yang telah menciptakan manusia dari ‘alaq, kemudian mengajari manusia dengan
perantaraan qalam. Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan
dari sesuatu yang paling hina, hingga ia mencapai kesempurnaan kemanusiaannya
dengan pengetahuannya tentang hakikat segala sesuatu. Seolah-olah ayat ini
mengatakan, “Renungkanlah wahai manusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu
telah berpindah dari tingkatan yang paling rendah dan hina, kepada tingkatan
yang paling mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan
kekuasaan yang menciptakan kesemuanya dengan baik”. (Al Maraghi, 1987:347-348)
Kemudian Allah menambahkan penjelasan-Nya
dengan menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia melalui firman-Nya,
علّم
الإنسان مالم يعلم (5)
Sesungguhnya Zat Yang Memerintahkan
Rasul-Nya membaca – Dialah Yang Mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh
umat manusia, sehingga manusia berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya
manusia itu bodoh – ia tidak mengetahui apa-apa. Lalu apakah mengherankan jika
Ia mengajarimu (Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmu selain membaca,
sedangkan engkau memiliki bakat untuk menerimanya?
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan
tentang keutamaan membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan. Sungguh jika tidak ada qalam, maka anda tidak akan bisa memahami berbagai ilmu pengetahuan,
tidak akan bisa menghitung jumlah pasukan tentara, semua agama akan hilang,
manusia tidak akan mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu,
penemuan-penemuan, dan kebudayaan mereka. Dan jika tidak ada qalam, maka sejarah orang-orang
terdahulu tidak akan tercatat – baik yang mencoreng wajah sejarah maupun yang
menghiasinya. Dan ilmu pengetahuan mereka tidak akan bisa dijadikan penyuluh
bagi generasi berikutnya. Dan dengan qalam bersandar kemajuan umat dan kreatifitasnya.
Dalam ayat ini terkandung pula bukti yang
menunjukkan bahwa Allah yang menciptakan manusia dalam keadaan hidup dan
berbicara dari sesuatu yang tidak ada tanda-tanda kehidupan padanya, tidak
berbicara serta tidak ada rupa dan bentuknya secara jelas. Kemudian Allah
mengajari manusia ilmu yang paling utama, yaitu menulis dan menganugerahkannya
ilmu pengetahuan – sebelum itu ia tidak mengetahui apa pun juga. Sungguh
mengherankan kelalaianmu, wahai manusia! (Al Maraghi, 1987:348-349)
2.
Tafsir QS. At Taubah : 122
Ayat
dan Terjemahnya
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang
mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS At Taubah: 122)
Tafsir Ayat
Ayat ini menerangkan kelengkapan
dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan
mendalami agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara
berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan
rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakkan sendi-sendi islam.
Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak disyari’atkan
kecuali untuk menjadi benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan
dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik[2].
Menurut riwayat Al Kalabi dari Ibnu Abbas, bahwa beliau mengatakan,
“Setelah Allah mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rasul
dalam peperangan, maka tidak seorang pun diantara kami yang tinggal untuk tidak
menyertai bala tentara atau utusan perang buat selama-lamanya. Hal itu
benar-benar mereka lakukan, sehingga tinggallah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallamsendirian”, maka turunlah wahyu, “وما كان
المؤمنون”
وما كان
المؤمنون لينفروا كآفة…
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin,
dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap
utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena, perang itu
sebenarnyafardhu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian
maka gugurlah yang lain, bukan fardhu ‘ain, yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib,
apabila Rasul sendiri keluar dan mengerahkan kaum mukmin menuju medan perang. (Al Maraghi, 1987:84-85)
3.
Tafsir QS. Al Muzammil : 20
Ayat
dan Terjemahnya
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya
kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.
Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan
orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang
kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah
sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah
ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS Al Muzammil : 20)
Tafsir Ayat
Allah memberikan keringanan kepada umatnya
untuk meninggalkan qiyamul lail seluruhnya karena adanya masyaqah(kesulitan) yang terjadi pada
mereka, jika mereka melakukan yang demikian itu. Firman-Nya,
إنّ ربك
يعلم أنك تقوم أدنى من ثلثى اليل و نصفه و ثلثه و طآئفة من الذين معك…
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar
mengetahui bahwa engkauqiyamul lail setengah malam dan lebih banyak dari setengah malam, dan engkau qiyamul lail setengah malam, juga engkau dan
segolongan dari sahabat-sahabat yang beriman qiyamul lail sepertiga malam, ketika
difardhukan kepadamu qiyamul lail.
…والله
يقدر اليل و النهار علم أن لن تحصوه فتاب عليكم…
Tidak ada yang mengetahui ukuran-ukuran
malam dan siang hari kecuali Allah. Kamu tidak akan sanggup menentukan
waktu waktu dan menghitung saat-saat. Maka, Allah memaafkan kamu dengan
memberikan keringanan untuk meninggalkan qiyamul lail yang telah ditentukan itu. Dia memaafkan kamu dan mengangkat
kesulitan ini[3].
Berkata Muqatil dan lain-lain, ketika
diturunkan,
قم اليل
إلا قليلا
Hal itu menyulitkan mereka. Seorang lelaki
dari mereka tidak mengetahui kapan setengah malam dari sepertiga malam,
sehingga diaqiyamul lail sampai subuh karena takut
melakukan kesalahan. Lalu, Allah mengasihi mereka dan memberikan keringanan
kepada mereka. Maka Allah berfirman,
علم أن
لن تحصوه فتاب عليكم
Ringkasnya : Allah mengetahui bahwa kamu
tidak akan dapat menghitung saat-saat diwaktu malam dengan perhitungan yang
tepat. Maka, jika kamu melebihi dari apa yang telah ditentukan, hal itu akan
berat bagimu dan kamu dibebani dengan apa yang tidak difardhukan bagimu. Dan
jika kamu mengurangi ketentuan, maka itu pun akan berat bagimu. Maka, Allah pun
memaafkan kamu dan mengembalikan kamu dari kesulitan menuju keringanan, dari
kesukaran menuju kemudahan. Allah meminta kepadamu agar kamu mengerjakan shalat
malam yang dapat kamu kerjakan, sebagaimana diisyaratkan dengan firman-Nya,
…فاقرءوا
ما تيسّر من القرءان…
Shalatlah kamu apa yang mudah bagimu dari
shalat malam. Berkata Al Hasan, “Yaitu apa yang dibaca dalam shalat maghrib dan isya”. Berkata As Sadi, “Ma tayassara minhu adalah seratus ayat”. Dalam beberapa atsar, “Barangsiapa yang
membaca seratus ayat di waktu malam, maka ia tidak dituntut lagi oleh Al Quran.
Dari Qais ibnu Hazm, dia berkata, “Aku shalat di belakang Ibnu Abbas, lalu dia membaca pada rakaat
pertama Al Hamdu lillahi Rabbil’alamin dan satu ayat dari Surat Al Baqarah. Setelah kami selesai shalat,
dia menghadap ke arah kami,” lalu berkata, “Sesungguhnya Allah berfirman”,
فاقرءوا
ما تيسّر من القرءان
(dikeluarkan oleh Ad Daraquthni dan Al Baihaqi didalam Sunannya)
Kemudian, Allah menyebutkan udzur-udzur
lain yang mempermudah keringan ini. Firman-Nya,
…علم أن
سيكون منكم مرضى و ءاخرون يضربون في الأرض يبتغون من فضل الله وءاخرون يقتلون في
سبيل الله…
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui bahwa diantara umat
ini akan ada orang yang udzur sehingga karenannya mereka tidak dapatqiyamul
lail, misalnya karena sakit, bepergian untuk mencari
rezeki dari karunia Allah dan berperang di jalan Allah. Mereka itu, apabila
tidak tidur pada waktu malam, akan mengalami banyak kesulitan dan menghadapi
banyak kesusahan. Disini terdapat isyarat, bahwa tidak ada perbedaan antara
jihad dalam menghadapi musuh dengan jihad dalam berdagang untuk kepentingan
kaum muslimin.
Berkata Ibnu Mas’ud, “Siapa saja orang yang
mendatangkan suatu manfaat ke salah satu kota islam, sedang ia bersabar dan
ikhlas, lalu dia menjualnya dengan harga hari itu, maka disisi Allah dia
termasuk para syuhada”, kemudian dia membacakan firman Allah Ta’ala,
و
ءاخرون يضربون في الأرض يبتغون من فضل الله وءاخرون يقتلون في سبيل الله
Telah dikeluarkan oleh Al Baihaqi di dalam Syu’abul iman dari Umar Rhadiallahu’anhu, dia berkata, “Tidak ada suatu
keadaan yang padanya aku didatangi kematian sesudah jihad di jalan Allah,
yang lebih aku cintai selain dari aku didatangi kematian sedang aku tengah
berada diantara dua sisi gunung untuk mencari karunia Allah”.
4.
Tafsir QS. Muhammad : 24
Ayat
dan Terjemahnya
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al
Quran ataukah hati mereka terkunci? (QS Muhammad : 24)
Tafsir Ayat
Tafsir Ijmali
أفلا
يتدبّرون القرءان أم على قلوب أقفالهآ (محمد : 24)
Apakah orang-orang munafik itu tidak
memperhatikan nasihat-nasihat Allah yang Dia nasihatkan pada ayat-ayat
kitab-Nya dan apakah mereka tidak memikirkan tentang hujjah-hujjah Allah yang
telah Dia terangkan dalam kitab-Nya, sehingga mereka mengetahui kekeliruan yang
mereka pegangi, atau mereka benar-benar telah ditutup hatinya oleh Allah
sehingga mereka tidak dapat memikirkan lagi pelajaran-pelajaran maupun
nasihat-nasihat yang telah Dia turunkan dalam kitab-Nya.
Kesimpulannya : Bahwa mereka berada
diantara dua keadaan yang kedua-keduanya buruk, memuat kehancuran dan
menjerumuskan ke neraka. Yaitu, mereka tidak memikirkan lagi dan tidak
memperhatikan, bahkan mereka telah tidak punya lagi, sehingga tidak dapat
memahami sesuatu pun. (Al Maraghi, 1987:115 dan 118)
B.
Kewajiban Mengajar Dalam Al Quran
Diwajibkan
oleh Allah swt sebagai salah satu kegiatan dakwah yang mana mampu mengajak
manusia kepada yang ma`ruf dan mencegah manusia dari hal yang munkar. Setelah
turun ayat dalam surat Al-‘Alaq perintah belajar, wahyu Allah berikutnya perintah
mengajar yaitu Allah menjelaskannya dalam beberapa surah Al-Quran diantaranya
adalah:
1.
Tafsir Q.S. Al Mudatsir 1-7
Artinya :
`Wahai yang berselimut. Bangkitlah dan berilah
peringatan, Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan dosa maka
tinggalkanlah. Dan janganlah memberi untuk memperoleh yang banyak. Dan hanya
kepada Tuhanmu saja, maka bersabarlah.``
الْمُدَّثِّرُ يَاأَيُّهَا (1)
`Wahai yang berselimut(Nabi Muhammad)
Shihab (2002:442) menjelaskan
bahwasanya dalam ayat yang pertama, menurut Al Biqa`i setelah surah al Muzammil
ditutup dengan berita gembira bagi mereka yang memiliki pandangan hati yang
jernih setelah sebelumnya bersungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah guna
mempersiapkan diri untuk melaksanakan dakwah, awal surah ini dimulai dengan
perintah untuk menyampaikan peringatan dengan firmanNya. Dan melukiskan Nabi
saw yang sedang berbaring dalam keadaan berselimut. Ayat tersebut memerintahkan
beliau, bangkitlah secara sungguh sungguh dengan penuh semangat lalu berilah
peringatan mereka yang lengah dan melupakan Allah.
Kata الْمُدَّثِّرُ terambil
dari kata yang berarti mengenakan yaitu sejenis kain yang diletakkan
diatas baju yang dipakai dengan tujuan menghangatkan dan
atau dipakai sewaktu berbaring tidur(selimut)[4].
Dalam hal tersebut mengandung
pemahaman kata “berselimut” dalam arti yang hakiki, bukan dalam arti kiasan
seperti “ berselubung dengan pakaian kenabian”, atau dengan akhlak yanga
mulia”. Bila kalimat “orang yang berselimut” dikaitkan dengan
hal yang lebih jauh dengan sebab turunnya ayat, maka arti yang ditunjuk oleh
peristiwa adalah orang yang diselimuti, yang mana yang menyelimuti adalah istri
beliau, Khodijah ra.
فَأَنْذِرْ قُمْ (2)
Bangkitlah
dan berilah peringatan
Kata قُمْ terambil
dari kata yang mempunyai banyak
bentuk. Secara umum, kata-kata yang dibentuk dari akar kata tersebut diartikan
sebagai “melaksanakan sesuatu secara sempurna berbagai seginya.”
Karena itu , perintah diatas menuntut kebangkitan yang sempurna,
penuh semangat, dan percaya diri, sehingga yang diseru dalam hal ini Nabi
Muhammad saw harus membuka selimut, menyingsingkan lengan baju untuk berjuang
menghadapi kaum musyrikin.
Kata أَنْذِرْ berasal
dari kata yang mempunyai banyak arti antara lain,
sedikit, awal sesuatu dan janji untuk melaksanakan sesuatu bila terpenuhi
syaratnya. Pada ayat di atas, kata ini biasa diterjemahkan peringatkanlah.
Yang didefinisikan sebagai “penyampaian yang mengandung unsure menakut-nakuti”.
Yang maan peringatan yang disampaikan itu merupakan sebagian kecil serta
pandahuluan dari sesuatu hal yang besar dan berkepanjangan.
Adapun kata `peringatan` pada ayat
ini, para ulama berbeda pendapat tentang objek yang diperingati karena ayat
tersebut tidak menyebutkannya. Ada pula yang berpendapat bahwa pada dasarnya
perintah disini belum ditunjukkan kepada siapapun. Yang penting adalah
melakukan peringatan, kepada siapa saja. Adapun kandungan peringatan,
berdasarkan petunjuk ayat ayat yang menggunakan redaksi yang sama dengan ayat
ini, dapat kita katakan bahwasanya peringatan tersebut menyangkut siksa di hari
kemudian.
فَكَبِّرْ وَرَبَّكَ (3)
Dan Tuhanmu agungkanlah.
Dan karena peringatan itu akan
menimbulkan suatu kebencian dan gangguan dari yang diperingati, maka pada ayat
ke 3 ini bahwa dan bersamaan dengan itu hanya Tuhan Pemelihara dan Pendidikmu,
dan apapun yang terjadi maka agungkanlah.
Huruf فَ pada
ayat diatas demikian juga ayat-ayat berikut sengaja dicantumkan, karena dalam
kandungan redaksi ayat-ayat tersebut terdapat semacam sarat, yang oleh banyak
ulama’ dinyatakan sebagai apapun yang terjadi dan yang semakna dengan nya.
Kata رَبَّك pada
tersebut mendahului kataكَبِّر .hal tersebut untuk menggambarkan
bahwa perintah takbir(mengagungkan) hendaknya hanya diperuntukkan bagi-Nya.
Ketika seorang mengucapkan takbir,
pada hakikatnya ada dua hal yang seharusnya ia capai. Pertama pernyataan keluar
menyangkut sikap batinnya tersebut. Kedua, mengatur sikap lahirnya sehingga
disetiap langkahnya berada dalam kerangka makna kalimat tersebut. Dan dampak
dari kedua hal ini adalah terhujamnya ke dalam jiwa rasa memiliki serta
kesediaan mempertahankan hakikat yang diucapkannya itu disamping tertanamnya
kesadaran akan kecil dan remehnya segala sesuatu selainNya.
فَطَهِّرْ وَثِيَابَكَ
(4)
Dan pakaianmu bersihkanlah
Dan ayat keempat ini adalah ayat
yang mengandung petunjuk yang diterima oleh Rasulullah saw dalam rangka
melaksanakan tugas tabligh, setelah petunjuk pada ayat pertama dan ayat ketiga
ditekankan keharusan mengkhususkan pengagungan (takbir) hanya kepada Allah swt.
Ayat tersebut menyatakan: dan pakaianmu, bagaimanapun keadaanmu maka
bersihkanlah.
Kalau dalam petunjuk pertama dan
ayat ketiga ditekankan pembinaan jiwa dan sikap mental. Dalam ayat keempat ini
yang ditekankan adalah penampilan lahiriyah demi menarik simpati mereka yang
diberi peringatan dan bimbingan.
Kata ثِيَابَ adalah
bentuk jamak dari kata /pakaian.
Disamping makna tersebut ia juga digunakan sebagai majas dengan
makna antara lain: hati, jiwa ,usaha, badan, budi pekerti keluarga dan istri.
Kataطَهِّر adalah bentuk
perintah, dari kata طَهِّرْ yang berarti membersihkan dari
kotoran. Kata ini juga dapat dipahami dalam arti majas yaitu menyucikan diri
dari dosa atau pelanggaran. Hal ini menjadikan kedua kata tersebut menjadi
makna yang hakiki karena memperhatikan konteks yang merupakan sebab nuzul ayat
ini menjelaskan bahwa ketika turunnya, Nabi Muhammad bertekuk lutut dan
terjatuh ketanah(sehingga tentu mengakibatkan kotornya pakaian baliau) saat
ketakutan melihat malaikat jibril.
فَاهْجُرْوَالرُّجْزَ (5)
Dan dosa maka tinggalkanlah
Petunjuk yang ketiga adalah dan dosa
yakni menyembah berhala betapapun hebatnya atau banyaknya orang yang
menyembahnya maka tinggalkanlah.
Kata الرُّجْزَ (dengan
dhommah pada ro) atau الرُّجْزَ ( dengan kasroh pada ro)
keduanya merupakan cara yang benar untuk membaca ayat ini,ulama mengartikan
dosa/ berhala. Kata فَاهْجُرْ terambil dari
kata هْجُرْhajaro yang digunakan untuk menggambarkan “sikap
meninggalkan sesuatu karena kebencian kepadanya” Dari akar kata ini dibentuk
akat hijroh, karena nabi dan sahabatnya meninggalkan mekkah atas dasar ketidak
senangan beliau terhadap perlakuan penduduk. Kata hajiroh berarti
tengah hari karena pada saat itu pemakai bahasa ini meninggalkan pekerjaannya
akibat teriknya panas matahari yang tidak mereka senangi.
تَسْتَكْثِرُ تَمْنُنْ وَلا (6)
Dan janganlah memberi untuk memperoleh yang banyak.
Ayat ini merupakan petunjuk kelima
dalam rangkaian petunjuk-petunjuk Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad demi suksesnya
tugas-tugas dakwah.
Kata تَمْنُنْ terambil
dari kataمْنُنْmanana yang dari segi asal pengertianya berarti
memutus atau memotong. Sesuatu yang rapuh, tali yang rapuh
dinamai karena kerapuhannya menjadikan ia mudah putus. Pemberian yang
banyak dinamai karena itu mengandung arti banyak sehingga seakan-akan ia
tidak putus-putus. Makanan yang diturunkan kepada Bani Isroil
dinamai karena ia turun dalam
bentuk kepingan terpotong-potong. Sedangkan menyebut-nyebut pemberian
dinamai karena ia memutuskan ganjaran yang
sewajarnya diterima oleh pemberinya.
Dari berbagai pendapat dapat
disimpulkan bahwa paling tidak 4 pendapat ulama tafsir tentang ayat ini:
1. Jangan merasa pesimis untuk memperoleh kebaikan
yang banyak
2. Jangan memberikan sesuatu dengan tujuan mendapatkan
yang lebih banyak.
3. Janganlah memberikan sesuatu dan menganggap bahwa
apa yang engkau berikan itu banyak.
4. Jangan menganggap usahamu (berdakwah) sebagai
anugerah kepada manusia, karena dengan demikian engkau akan memperoleh yang
banyak. Perolehan yang banyak bukan bersumberdari manusia tapi tapi berupa
ganjaran dari Allah.
Pendapat yang tepat untuk Ayat ini
adalah yang ke4 yakni Allah meletakan beban tanggung jawab diatas pundak Nabi
guna menyampaikan dakwahnya tanpa pamrih atau tidak menuntut suatu imbalan
duniawi.
فَاصْبِرْ وَلِرَبِّكَ
(7)
. Dan hanya kepada Tuhanmu saja, maka bersabarlah.``
Pada ayat ketujuh terdapat kalimat
`fashbir` yakni mencakup perintah untuk bersabar. Kita kembali mempertanyakan
apa yang dimaksud dengan kalimat `wa lirabbika` yang diterjemahkan dengan
karena Tuhanmu saja. Kalimat ini menuntut kesabaran dilaksanakan oleh para Nabi
saw semata mata karena Allah swt, bukan karena sesuatu yang lain. Misalnya
diiming imingi dengan pencapaian target, dalam hal ini target keislaman umat
manusia. Mengapa demikian? Karena kesabaran dalam perjuangan dapat memudar
apabila hasil yang ditargetkan terlalu besar bila dibandingkan dengan sarana
dan prasarana yang dimiliki. Tetapi apabila yang menjadi tujuan adalah
perjuangan itu sendiri –terlepas dari apapun hasilnya- maka ia akan terus
berlanjut, baik apa yang diharapkan itu tercapai atau tidak.
Tafsir Al Usyr Al Akhir (38 :
1429 H) , menjelaskan bahwa inti dari surah Al Mudatsir ini adalah perintah
untuk mulai berdakwah mengagungkan Allah, membersihkan pakaian, menjauhi
maksiat, memberikan sesuatu dengan ikhlas dan bersabar menjalankan perintah dan
menjauhi larangan Allah, Allah akan mengadzab orang orang yang menentang Nabi
Muhammad saw dan mendustakan Al Quran, tiap tiap manusia terikat dengan apa
yang telah ia usahakan.
Setelah turunnya ayat ini Rosulullah
mulai mengajar sahabatnya, dan jumlah yang belajar selama 3 tahun setelah
kenabian; 53 orang, laki-laki 43 dan wanita 10 orang, Nabi bersama orang yang
beriman belajar di rumahnya Al- Arqam bin Abi Arqam. (ibnu Hisyam:I, 254-265)
Asbabunuzul ayat :Asy
Syaikhani telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Jabir r.a. yang telah
menceritakan, bahwa Rasulullah saw. Telah bersabda: “ Aku telah menyepi di
dalam gua hira selama satu bulan. Setelah aku merasa cukup tinggal didalamnya
selama itu, lalu aku turun dan beristirahat di suatu lembah. Tiba-tiba ada
suara yang memanggilku, akan tetapi aku tiada melihat seorang pun. Lalu aku
mengangkat muka ke langit, tiba-tiba aku melihat malaikat yang telah
mendatangiku di dalam gua hira menampakkan dirinya. Lalu aku kembali kerumah,
dan langsung mengatakan,”selimutilah-selimutilah aku”. Maka Allah menurunkan
firman-Nya: hai orang-orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah
peringatan!(Q.S. 74 Al Muddatstsir, 1-2).
Imam ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang lemah
dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari, Walid ibnul-Mughiroh membuat jamuan untuk
orang-orang Quraisy. Tatkala mereka tengah makan Walid berkata,” apa pendapat
kalian tentang laki-laki ini (Muhammad)?” sebagian lalu berkata,” tukang
sihir!” akan tetapi yang lain membantah,” ia bukan tukang sihir!”
sebagian lagi berkata,” seorang dukun!” akan tetapi yang lain membantah,” ia
bukan dukun!” sebagian berkata,” seorang penyair!” tetapi lagi-lagi yang lain
menyangkal,” ia bukan seorang penyair!” sebagian yang lain lalu berkata,” apa
yang dibawanya itu (Al-Qur’an) adalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang
terdahulu).” Tatkala Rasulullah mendengar ucapan-ucapan tersebut beliau
langsung merasa sedih. Beliau lantas menutup kepalanya serta menyelimuti
tubuhnya dengan selimut. Allah lalu menurunkan ayat,” wahai orang-orang yang
berkemul (berselimut)! Bangunlah lalu berilah peringatan!” hingga ayat 7,” dan
karena Tuhanmu, bersabarlah[5].”
Dari penjelasan di atas yang lebih
condong yakni kepada pendapat yang pertama yaitu dari Asy Syaikhain, bahwa nabi
setelah menerima wahyu yang pertama dari malaikat jibril maka nabi pulang dan
meminta tolong kepada istrinya untuk diselimuti. Maka Allah menurunkan
firman-Nya: Hai orang-orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah
peringatan!(Q.S. 74 Al Muddatstsir,1-2).
2.
S. Asy Syu’ara 26: 214 (proses belajar mengajar)
الْأَقْرَبِينَ عَشِيرَتَكَ
وَأَنْذِرْ
Artinya :
` Dan berilah peringatan kepada kerabat kerabatmu yang
terdekat``
Shihab : (2002 : 356) menjelaskan
bahwa : menurut Ibnu Asyur, ayat ini tertuju kepada Nabi Muhammad saw. Kata
`asyirah berarti anggota suku yang terdekat. Ia terambil dari kata ‘Aasyaro
yang berarti saling bergaul karena anggota suku yang terdekat atau keluarga
adalah orang yang sehari hari saling bergaul.
Sedangkan kata al aqrabiin yang
menyifati kata `asyirah merupakan penekanan sekaligus guna mengambil hati
mereka sebagai orang-orang dekat dari mereka yang dekat.
Demikianlah ayat ini mengajarkan
kepada Rasulullah saw dan umatnya agar tidak mengenal pilih kasih atau memberi
kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan. Ini berarti Nabi saw
dan keluarga beliau tidak kebal hukum juga tidak lepas dari kewajiban. Mereka
tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada Rasulullah saw,
karena semua adalah hamba Allah swt tidak ada perbedaan antara keluarga atau
orang lain. Bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, itu disebabkan
keberhasilan mereka mendekat kepada Allah swt dan menghiasi diri dengan ilmu
serta akhlak yang mulia.
Asbabunnuzul ayat:
Dalam suatu riwayat dikemukakan
bahwa ketika turun ayat الْأَقْرَبِينَ عَشِيرَتَكَ وَأَنْذِرْ Rosulullah
saw memulai dakwahnya kepada keluarga serumahnya, kemudian keluarga yang
terdekat. Hal ini menyinggung perasaan kaum muslimin (merasa terabaikan) sehingga
Allah menurunkan ayat selanjutnya (s.26 : 215) sebagai perintah untuk juga
memperhatikan kaum mu’minin lainnya. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang
bersumber dari Ibnu Juraij.
4. Q.S. Al Imran 104
الْمُفْلِحُونَ هُمُ وَأُولَئِكَ الْمُنْكَرِ عَنِ وَيَنْهَوْنَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَأْمُرُونَ الْخَيْرِ إِلَى يَدْعُونَ أُمَّةٌ مِنْكُمْ
وَلْتَكُنْ
Artinya : `Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat
manusia yang mengajak kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf, dan
mencegah dari yang munkar, merekalah orang orang yang beruntung`
Kata مِنْكُمْ pada
ayat tersebut, ada ulama yang memahami dengan arti sebagian, dengan demikian
perintah berdakwah yang dipesankan olah ayat tidak tertuju pada setiap
orang. Ada pula ulama yang memfungsikan kata مِنْكُمْ dalam
arti penjelasan, sehingga ayata ini merupakan perintah kepada setiap orang
muslim untuk mellakukan tugas dakwah, sesuai dengan kemampuannya.
Karena itu, lebih tepat memahami
kata مِنْكُمْ pada ayat diatas dalam arti sebagian kamu tanpa
menutup kewajiban setiap muslim untuk saling ingat mengingatkan. Berdasarkan
firman Allah surat al-Asyr yang menilai semua manusia dalam kerugian, kecuali
mereka yang beriman dan beramal soleh serta saling ingat mengingatkan tentang
kebenaran dan ketabahan.
Dalam ayat tersebut terdapat dua
kata yang berbeda dalam rangka perintah dakwah. Pertama يَدْعُونَ yakni
mengajak dan yang kedua ya’muruna yakni memerintahkan. Apa yang diperintahkan
oleh ayat tersebut berkaitan dengan dua hal , mengajak berkaitan dengan
al-khoir sedangkan memerintahkan berkaitan dengan perintah melakukan yang
berkaitan dengan al-makruf, sedangkan perintah untuk tidak melakukan yakni
melarang dikaitkan dengan al-munkar.
Shihab (208 : 2002) menjelaskan
bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang bahkan kemampuannya mengamalkan
sesuatu akan berkurang, bahkan terlupakan dan hilang, jika tidak ada yang
mengingatkannya atau tidak diulang ulangi mengerjakannya. Di sisi lain,
pengetahuan dan pengamalan saling berkaitan erat, pengetahuan mendorong kepada
pengalaman dan meningkatkan kualitas amal sedang pengamalan yang terlihat dalam
kenyataan hidup merupakan guru yang mengajar individu dan masyarakat sehingga
mereka pun belajar mengamalkannya.
Kalau demikian itu halnya, manusia
dan masyarakat perlu selalu diingatkan dan diberi keteladanan. Inilah inti
dakwah islamiyah. Dari sini lahir tuntutan ayat ini dan dari sini pula terlihat
dengan tuntutan yang lalu.
Kalaulah tidak semua anggota
masyarakat dapat melaksanakan fungsi dakwah, hendaklah ada diantara kamu, wahai
orang yang beriman segolongan ummat, yakni kelompok yang pandangan mengarah
kepadanya untuk diteladani dan didengar nasihatnya yang mangajak kepada orang
lain, secara terus menerus tanpa bosan dan lelah kepada kebajikan, yakni
petunjuk petunjuk Illahi, menyuruh masyarakat kepada yang makruf yakni nilai
nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik oleh masyarakat mereka selama
hal itu tidak bertentangan dengan nilai Illahiyah, dan mencegah mereka dari
yang munkar, yakni yang dinilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat
masyarakat. Mereka mengindahkan tuntunan ini dan sungguh tinggi lagi jauh
martabat kedudukannya itulah orang orang yang beruntung, mendapatkan apa yang
mereka dambakan di kehidupan dunia dan akhirat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wajib mendalami agama dan bersedia mengajarkannya di
tempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang lain kepada agama, sebanyak yang
dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga, mereka tidak bodoh lagi tentang
hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap mukmin. Orang
yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama. Mereka
mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan tidak kalah tingginya dari
kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Allah,
membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari para
pejuang pada selain situasi ketika mempertahankan agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang.
B.
Saran
Kita sebagai
pendidik sekaligus peserta didik, banyak yang bisa kita petik dalam pelajaran
ini. Salah satunya adalah motivasi yang bisa meningkatkan gairah dan semangat
kita untuk terus berupaya mencerdaskan bangsa, yang bisa kita gunakan untuk
bahan dakwah. Semoga kita mampu mengajak mereka kepada yang maruf dan mampu menahan
mereka dari segala sesuatu yang munkar. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah Vol. XV, Jakarta:
Lentera Hati
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, 1993, Tafsir Al-Maraghi Juz
XXX, terjemah oleh Bahrun Abu Bakar, Semarang: TOHA PUTRA.
Depag RI, 1990, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid X,
Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf
Ar Rifa’i, Muhammad
Nasib, Tafsir Ibnu Katsir(Jakarta: Gema Insani Press, 2000) cet. I
Djamarah, Syaiful
Bahri, Rahasia SuksesBelajar, (Jakarta: RT. Rineka Cipta,2008), cet. II
Departemen Agama RI, Al
Qur’an Al Karim Dan Terjemahnya, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1996)
Departemen Agama RI,
A-Qur’an dan Tafsirnya, (jakarta: Lentera Abadi, 2010)
Ghoffar, M. ‘Abdul,
Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i: 2008) cet.I
Mustafa, Ahmad,
Al-Maraghi (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), cet. II
Nata, Abuddin, Tafsir
Ayat-Ayat Pendidikan, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2002) cet.I
Shihab, M. Quraish,
Tafsir Al Misbah(Jakarta: Lentera Hati, 2002)
[2] Al-Maroghi, Ahmad Mustofa. Terjemah Tafsir Al-Maroghi,
(Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 83-87.
Post a Comment for "Tafsir ayat Al- qur'an tentang kewajiban belajar mengajar"