Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tafsir ayat Al- qur'an tentang kewajiban belajar mengajar


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan kalamullah yang mutlak kebenarannya, berlaku sepanjang  zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia dan akhirat kelak. Ajaran dan petunjuk tersebut amat dibutuhkan oleh manusia dalam mengarungi kehidupannya.
Namun demikian al-Qur’an bukanlah kitab suci yang siap pakai dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut, tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah yang dihadapi manusia. Ajaran al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general sehingga untuk dapat memehami ajaran al-Qur’an tentang berbagai masalah tersebut, mau tidak mau seseorang harus melalui jalur tafsir sebagimana yang dilakukan oleh para ulama’. Salah satu pokok ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an adalah tentang kewajiban belajar mengajar.

B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah QS Al ‘Alaq : 1-5 mengenai Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
2.    Bagaimanakah QS At Taubah : 122 mengenai Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
3.    Bagaimanakah QS Al Muzammil : 20 mengenai Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
4.    Bagaimanakah QS Muhammad : 24 mengenai Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
5.    Bagaimanakah QS Al Mudatsir 1-7 mengenai Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
6.    Bagaimanakah QS Asy Syu’ara 214 mengenai Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?
7.    Bagaimanakah QS Al Imran 104 mengenai Ayat dan Terjemah, Tafsir Ayat?


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Kewajiban Belajar dalam Al-Qur’an
1.      Tafsir QS. Al ‘Alaq : 1 – 5
Ayat dan Terjemahnya
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjF7ZTQBfNfxY8UXc_gVV6_L1umvFg3EKnoXZa90hhCR48muW4dX38xuYHuBaoABh_7NKeIc5JQsXTtpFG4AawONtxKoQDeeQlHaxPR3rIWlg_CINBODvBgoJ8JyoTmil7_cVO5mhcotJc/s1600/QS.+Al+Alaq+96:1-5.png
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (1) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah (3) Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam (4) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5) (QS Al ‘Alaq :1-5)

Tafsir Ayat
اقرأ باسم ربك الذي خلق (1)
Jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Ilahi agar beliau membaca, sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa menulisnya.
Kesimpulan :
Sesungguhnya Zat Yang Menciptakan makhluk mampu membuatmu bisa membaca, sekalipun sebelum itu engkau tidak pernah belajar membaca. (Al Maraghi, 1987:346)
Kemudian Allah menjelaskan proses kejadian makhluk melalui firman-Nya :

خلق الإنسان من علق (2)
Sesungguhnya Zat Yang Menciptakan manusia, sehingga menjadi makhluk-Nya yang paling mulia – Ia menciptakannya dari segumpal darah(‘alaq)[1]. Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi,dan dengan ilmu pengetahuannya bisa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada padanya untuk kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu Zat Yang Menciptakan Manusia, mampu menjadikan manusia yang sempurna, yaitu Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam – bisa membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca.
Kesimpulan :
Sesungguhnya Zat Yang Menciptakan manusia dari segumpal darah, kemudian membekalinya dengan kemampuan berfikir, sehingga bisa menguasai seluruh makhluk bumi – mampu pula menjadikan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bisa membaca, sekalipun beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis. (Al Maraghi, 1987:346)
اقرأ و ربك الأكرم (3)
-      )اقرأ(
Kerjakanlah apa yang Aku perintahkan, yaitu membaca.
Perintah ini diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah berulang-ulang dan dibiasakan. Berulang-ulangnya perintah Ilahi berpengertian sama dengan berulang-ulangnya membaca. Dengan demikian maka membaca itu merupakan bakat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Perhatikan firman Allah berikut ini,
سنقرئك فلاتنسى
Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa. (QS Al A’la : 6)
Kemudian Allah menyingkirkan halangan yang dikemukakan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Malaikat Jibril, yaitu tatkala Malaikat berkata kepadanya, “Bacalah!” Kemudian Nabi MuhammadShalallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Saya tidak bisa membaca”. Artinya, saya ini buta huruf – tidak bisa membaca dan menulis – (Al Maraghi, 1987:347) Untuk itu Allah berfirman :
-      )و ربك الأكرم(
Tuhanmu Maha Pemurah kepada orang yang memohon pemberian-Nya. Bagi-Nya amat mudah menganugerahkan kepandaian membaca kepadamu – berkat kemurahan-Nya.    Kemudian Allah menambahkan ketentraman hati Nabi MuhammadShalallahu ‘alaihi wa Sallam atas bakat yang baru ia miliki melalui firman-Nya :
الذي علّم بالقلم (4)
Yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar sesama manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia tak ubahnya lisan yang bicara. Qalam atau pena, adalah benda mati yang tidak bisa memberikan pengertian. Oleh sebab itu Zat Yang Menciptakan benda mati bisa menjadi alat komunikasi – sesungguhnya tidak ada kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu (Muhammad) bisa membaca dan memberi penjelasan serta pengajaran. Apalagi engkau adalah manusia yang sempurna.
Disini Allah menyatakan bahwa diri-Nyalah yang telah menciptakan manusia dari ‘alaq, kemudian mengajari manusia dengan perantaraan qalam. Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan dari sesuatu yang paling hina, hingga ia mencapai kesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuannya tentang hakikat segala sesuatu. Seolah-olah ayat ini mengatakan, “Renungkanlah wahai manusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu telah berpindah dari tingkatan yang paling rendah dan hina, kepada tingkatan yang paling mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan kekuasaan yang menciptakan kesemuanya dengan baik”. (Al Maraghi, 1987:347-348)
Kemudian Allah menambahkan penjelasan-Nya dengan menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia melalui firman-Nya, 
علّم الإنسان مالم يعلم (5)
Sesungguhnya Zat Yang Memerintahkan Rasul-Nya membaca – Dialah Yang Mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya manusia itu bodoh – ia tidak mengetahui apa-apa. Lalu apakah mengherankan jika Ia mengajarimu (Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmu selain membaca, sedangkan engkau memiliki bakat untuk menerimanya?
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan tentang keutamaan membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan. Sungguh jika tidak ada qalam, maka anda tidak akan bisa memahami berbagai ilmu pengetahuan, tidak akan bisa menghitung jumlah pasukan tentara, semua agama akan hilang, manusia tidak akan mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu, penemuan-penemuan, dan kebudayaan mereka. Dan jika tidak ada qalam, maka sejarah orang-orang terdahulu tidak akan tercatat – baik yang mencoreng wajah sejarah maupun yang menghiasinya. Dan ilmu pengetahuan mereka tidak akan bisa dijadikan penyuluh bagi generasi berikutnya. Dan dengan qalam bersandar kemajuan umat dan kreatifitasnya.
Dalam ayat ini terkandung pula bukti yang menunjukkan bahwa Allah yang menciptakan manusia dalam keadaan hidup dan berbicara dari sesuatu yang tidak ada tanda-tanda kehidupan padanya, tidak berbicara serta tidak ada rupa dan bentuknya secara jelas. Kemudian Allah mengajari manusia ilmu yang paling utama, yaitu menulis dan menganugerahkannya ilmu pengetahuan – sebelum itu ia tidak mengetahui apa pun juga. Sungguh mengherankan kelalaianmu, wahai manusia! (Al Maraghi, 1987:348-349)

2.      Tafsir QS. At Taubah : 122
Ayat dan Terjemahnya

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg90HAKCvMJ4aTVKHHMFGsaARFDeTuiEaN2ETm49MEeHM_Wm5AGpgpyuHQivNGkRoBr0IyhCAdNCTHy6kBPBFqLAhcuK7B8xesOcWWvT3vsxCuYul_g2jPelgEPo800yzX2s7_SntZUJPFm/s1600/9_122.png
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS At Taubah: 122)

Tafsir Ayat
Ayat  ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakkan sendi-sendi islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak disyari’atkan kecuali untuk menjadi benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik[2].
Menurut riwayat  Al Kalabi dari Ibnu Abbas, bahwa beliau mengatakan, “Setelah Allah mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rasul dalam peperangan, maka tidak seorang pun diantara kami yang tinggal untuk tidak menyertai bala tentara atau utusan perang buat selama-lamanya. Hal itu benar-benar mereka lakukan, sehingga tinggallah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallamsendirian”, maka turunlah wahyu, “وما كان المؤمنون
وما كان المؤمنون لينفروا كآفة
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnyafardhu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardhu ‘ain, yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan mengerahkan kaum mukmin menuju medan perang. (Al Maraghi, 1987:84-85)

3.      Tafsir QS. Al Muzammil : 20
Ayat dan Terjemahnya
http://v2.globalquran.com/images/ayat/73_20.png
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Muzammil : 20)

Tafsir Ayat
Allah memberikan keringanan kepada umatnya untuk meninggalkan qiyamul lail seluruhnya karena adanya masyaqah(kesulitan) yang terjadi pada mereka, jika mereka melakukan yang demikian itu. Firman-Nya,
إنّ ربك يعلم أنك تقوم أدنى من ثلثى اليل و نصفه و ثلثه و طآئفة من الذين معك
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengetahui bahwa engkauqiyamul lail setengah malam dan lebih banyak dari setengah malam, dan engkau qiyamul lail setengah malam, juga engkau dan segolongan dari sahabat-sahabat yang beriman qiyamul lail sepertiga malam, ketika difardhukan kepadamu qiyamul lail.
والله يقدر اليل و النهار علم أن لن تحصوه فتاب عليكم
Tidak ada yang mengetahui ukuran-ukuran malam dan siang  hari kecuali Allah. Kamu tidak akan sanggup menentukan waktu waktu dan menghitung saat-saat. Maka, Allah memaafkan kamu dengan memberikan keringanan untuk meninggalkan qiyamul lail yang telah ditentukan itu. Dia memaafkan kamu dan mengangkat kesulitan ini[3].
Berkata Muqatil dan lain-lain, ketika diturunkan,
قم اليل إلا قليلا
Hal itu menyulitkan mereka. Seorang lelaki dari mereka tidak mengetahui kapan setengah malam dari sepertiga malam, sehingga diaqiyamul lail sampai subuh karena takut melakukan kesalahan. Lalu, Allah mengasihi mereka dan memberikan keringanan kepada mereka. Maka Allah berfirman,
علم أن لن تحصوه فتاب عليكم
Ringkasnya : Allah mengetahui bahwa kamu tidak akan dapat menghitung saat-saat diwaktu malam dengan perhitungan yang tepat. Maka, jika kamu melebihi dari apa yang telah ditentukan, hal itu akan berat bagimu dan kamu dibebani dengan apa yang tidak difardhukan bagimu. Dan jika kamu mengurangi ketentuan, maka itu pun akan berat bagimu. Maka, Allah pun memaafkan kamu dan mengembalikan kamu dari kesulitan menuju keringanan, dari kesukaran menuju kemudahan. Allah meminta kepadamu agar kamu mengerjakan shalat malam yang dapat kamu kerjakan, sebagaimana diisyaratkan dengan firman-Nya,
فاقرءوا ما تيسّر من القرءان
Shalatlah kamu apa yang mudah bagimu dari shalat malam. Berkata Al Hasan, “Yaitu apa yang dibaca dalam shalat maghrib dan isya”. Berkata As Sadi, “Ma tayassara minhu adalah seratus ayat”. Dalam beberapa atsar, “Barangsiapa yang membaca seratus ayat di waktu malam, maka ia tidak dituntut lagi oleh Al Quran. Dari Qais ibnu Hazm, dia berkata, “Aku shalat di belakang Ibnu Abbas, lalu dia membaca pada rakaat pertama Al Hamdu lillahi Rabbil’alamin dan satu ayat dari Surat Al Baqarah. Setelah kami selesai shalat, dia menghadap ke arah kami,” lalu berkata, “Sesungguhnya Allah berfirman”,
فاقرءوا ما تيسّر من القرءان
(dikeluarkan oleh Ad Daraquthni dan Al Baihaqi didalam Sunannya)
Kemudian, Allah menyebutkan udzur-udzur lain yang mempermudah keringan ini. Firman-Nya,
علم أن سيكون منكم مرضى و ءاخرون يضربون في الأرض يبتغون من فضل الله وءاخرون يقتلون في سبيل الله
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui bahwa diantara umat ini akan ada orang yang udzur sehingga karenannya mereka tidak dapatqiyamul lail, misalnya karena sakit, bepergian untuk mencari rezeki dari karunia Allah dan berperang di jalan Allah. Mereka itu, apabila tidak tidur pada waktu malam, akan mengalami banyak kesulitan dan menghadapi banyak kesusahan. Disini terdapat isyarat, bahwa tidak ada perbedaan antara jihad dalam menghadapi musuh dengan jihad dalam berdagang untuk kepentingan kaum muslimin.
Berkata Ibnu Mas’ud, “Siapa saja orang yang mendatangkan suatu manfaat ke salah satu kota islam, sedang ia bersabar dan ikhlas, lalu dia menjualnya dengan harga hari itu, maka disisi Allah dia termasuk para syuhada”, kemudian dia membacakan firman Allah Ta’ala,
و ءاخرون يضربون في الأرض يبتغون من فضل الله وءاخرون يقتلون في سبيل الله
Telah dikeluarkan oleh Al Baihaqi di dalam Syu’abul iman dari Umar Rhadiallahu’anhu, dia berkata, “Tidak ada suatu keadaan yang padanya aku didatangi kematian sesudah jihad  di jalan Allah, yang lebih aku cintai selain dari aku didatangi kematian sedang aku tengah berada diantara dua sisi gunung untuk mencari karunia Allah”.

4.      Tafsir QS. Muhammad : 24
Ayat dan Terjemahnya
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuH_G-fkVhBK1vGGj7RxnT6M10UI9aeKqD3vZ_jNM1i6G6DLs8wNeSeRNH3Nbn10mLOi3SeHaYws8bS0vGwMWcKzmT6fBkK22q79JiO-tcsoDhVncWLyx-3OVOzPpib1qsR91vGLqocK1F/s1600/47_24.png
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (QS Muhammad : 24)
Tafsir Ayat
Tafsir Ijmali
أفلا يتدبّرون القرءان أم على قلوب أقفالهآ (محمد : 24)
Apakah orang-orang munafik itu tidak memperhatikan nasihat-nasihat Allah yang Dia nasihatkan pada ayat-ayat kitab-Nya dan apakah mereka tidak memikirkan tentang hujjah-hujjah Allah yang telah Dia terangkan dalam kitab-Nya, sehingga mereka mengetahui kekeliruan yang mereka pegangi, atau mereka benar-benar telah ditutup hatinya oleh Allah sehingga mereka tidak dapat memikirkan lagi pelajaran-pelajaran maupun nasihat-nasihat yang telah Dia turunkan dalam kitab-Nya.
Kesimpulannya : Bahwa mereka berada diantara dua keadaan yang kedua-keduanya buruk, memuat kehancuran dan menjerumuskan ke neraka. Yaitu, mereka tidak memikirkan lagi dan tidak memperhatikan, bahkan mereka telah tidak punya lagi, sehingga tidak dapat memahami sesuatu pun. (Al Maraghi, 1987:115 dan 118)
B.     Kewajiban Mengajar Dalam Al Quran
Diwajibkan oleh Allah swt sebagai salah satu kegiatan dakwah yang mana mampu mengajak manusia kepada yang ma`ruf dan mencegah manusia dari hal yang munkar. Setelah turun ayat dalam surat Al-‘Alaq perintah belajar, wahyu Allah berikutnya  perintah mengajar yaitu Allah menjelaskannya dalam beberapa surah Al-Quran diantaranya adalah:                       
1.      Tafsir Q.S. Al Mudatsir 1-7
https://ummahat.files.wordpress.com/2008/07/qsmudatsir.jpg
                   Artinya :
`Wahai yang berselimut. Bangkitlah dan berilah peringatan, Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan dosa maka tinggalkanlah. Dan janganlah memberi untuk memperoleh yang banyak. Dan hanya kepada Tuhanmu saja, maka bersabarlah.``
 الْمُدَّثِّرُ يَاأَيُّهَا (1)
`Wahai yang berselimut(Nabi Muhammad)
Shihab (2002:442) menjelaskan bahwasanya dalam ayat yang pertama, menurut Al Biqa`i setelah surah al Muzammil ditutup dengan berita gembira bagi mereka yang memiliki pandangan hati yang jernih setelah sebelumnya bersungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah guna mempersiapkan diri untuk melaksanakan dakwah, awal surah ini dimulai dengan perintah untuk menyampaikan peringatan dengan firmanNya. Dan melukiskan Nabi saw yang sedang berbaring dalam keadaan berselimut. Ayat tersebut memerintahkan beliau, bangkitlah secara sungguh sungguh dengan penuh semangat lalu berilah peringatan mereka yang lengah dan melupakan Allah.
Kata  الْمُدَّثِّرُ   terambil dari kata  yang berarti mengenakan yaitu sejenis kain yang diletakkan diatas baju  yang dipakai dengan tujuan menghangatkan  dan atau dipakai sewaktu berbaring tidur(selimut)[4].
Dalam hal tersebut mengandung pemahaman kata “berselimut” dalam arti yang hakiki, bukan dalam arti kiasan seperti “ berselubung dengan pakaian kenabian”, atau dengan akhlak yanga mulia”. Bila kalimat “orang yang berselimut”  dikaitkan dengan hal yang lebih jauh dengan sebab turunnya ayat, maka arti yang ditunjuk oleh peristiwa adalah orang yang diselimuti, yang mana yang menyelimuti adalah istri beliau, Khodijah ra.
 فَأَنْذِرْ  قُمْ (2)
            Bangkitlah dan berilah peringatan
Kata  قُمْ  terambil dari kata       yang mempunyai banyak bentuk. Secara umum, kata-kata yang dibentuk dari akar kata tersebut diartikan sebagai “melaksanakan sesuatu secara sempurna  berbagai seginya.” Karena itu , perintah diatas  menuntut kebangkitan yang sempurna, penuh semangat, dan percaya diri, sehingga yang diseru dalam hal ini Nabi Muhammad saw harus membuka selimut, menyingsingkan lengan baju untuk berjuang menghadapi kaum musyrikin.
Kata أَنْذِرْ berasal dari kata     yang mempunyai banyak arti antara lain, sedikit, awal sesuatu dan janji untuk melaksanakan sesuatu bila terpenuhi syaratnya. Pada ayat di atas, kata ini biasa diterjemahkan  peringatkanlah. Yang didefinisikan sebagai “penyampaian yang mengandung unsure menakut-nakuti”. Yang maan peringatan yang disampaikan itu merupakan sebagian kecil serta pandahuluan dari sesuatu hal yang besar dan berkepanjangan.
Adapun kata `peringatan` pada ayat ini, para ulama berbeda pendapat tentang objek yang diperingati karena ayat tersebut tidak menyebutkannya. Ada pula yang berpendapat bahwa pada dasarnya perintah disini belum ditunjukkan kepada siapapun. Yang penting adalah melakukan peringatan, kepada siapa saja. Adapun kandungan peringatan, berdasarkan petunjuk ayat ayat yang menggunakan redaksi yang sama dengan ayat ini, dapat kita katakan bahwasanya peringatan tersebut menyangkut siksa di hari kemudian.
فَكَبِّرْ وَرَبَّكَ (3)
Dan Tuhanmu agungkanlah.
Dan karena peringatan itu akan menimbulkan suatu kebencian dan gangguan dari yang diperingati, maka pada ayat ke 3 ini bahwa dan bersamaan dengan itu hanya Tuhan Pemelihara dan Pendidikmu, dan apapun yang terjadi maka agungkanlah.
Huruf  فَ  pada ayat diatas demikian juga ayat-ayat berikut sengaja dicantumkan, karena dalam kandungan redaksi ayat-ayat tersebut terdapat semacam sarat, yang oleh banyak ulama’ dinyatakan sebagai apapun yang terjadi dan yang semakna dengan nya.
Kata رَبَّك pada tersebut mendahului kataكَبِّر .hal tersebut untuk menggambarkan bahwa perintah takbir(mengagungkan) hendaknya hanya diperuntukkan bagi-Nya.
Ketika seorang mengucapkan takbir, pada hakikatnya ada dua hal yang seharusnya ia capai. Pertama pernyataan keluar menyangkut sikap batinnya tersebut. Kedua, mengatur sikap lahirnya sehingga disetiap langkahnya berada dalam kerangka makna kalimat tersebut. Dan dampak dari kedua hal ini adalah terhujamnya ke dalam jiwa rasa memiliki serta kesediaan mempertahankan hakikat yang diucapkannya itu disamping tertanamnya kesadaran akan kecil dan remehnya segala sesuatu selainNya.
فَطَهِّرْ   وَثِيَابَكَ (4)
Dan pakaianmu bersihkanlah
Dan ayat keempat ini adalah ayat yang mengandung petunjuk yang diterima oleh Rasulullah saw dalam rangka melaksanakan tugas tabligh, setelah petunjuk pada ayat pertama dan ayat ketiga ditekankan keharusan mengkhususkan pengagungan (takbir) hanya kepada Allah swt. Ayat tersebut menyatakan: dan pakaianmu, bagaimanapun keadaanmu maka bersihkanlah.
Kalau dalam petunjuk pertama dan ayat ketiga ditekankan pembinaan jiwa dan sikap mental. Dalam ayat keempat ini yang ditekankan adalah penampilan lahiriyah demi menarik simpati mereka yang diberi peringatan dan bimbingan.
Kata ثِيَابَ adalah bentuk jamak dari kata       /pakaian. Disamping makna tersebut  ia juga digunakan sebagai majas dengan makna antara lain: hati, jiwa ,usaha, badan, budi pekerti keluarga dan istri.
Kataطَهِّر adalah bentuk perintah, dari kata طَهِّرْ yang berarti membersihkan dari kotoran. Kata ini juga dapat dipahami dalam arti majas yaitu menyucikan diri dari dosa atau pelanggaran. Hal ini menjadikan kedua kata tersebut menjadi makna yang hakiki karena memperhatikan konteks yang merupakan sebab nuzul ayat ini menjelaskan bahwa ketika turunnya, Nabi Muhammad bertekuk lutut dan terjatuh ketanah(sehingga tentu mengakibatkan kotornya pakaian baliau) saat ketakutan melihat malaikat jibril.
 فَاهْجُرْوَالرُّجْزَ (5)
Dan dosa maka tinggalkanlah
Petunjuk yang ketiga adalah dan dosa yakni menyembah berhala betapapun hebatnya atau banyaknya orang yang menyembahnya maka tinggalkanlah.
Kata الرُّجْزَ      (dengan dhommah pada ro) atau الرُّجْزَ  ( dengan kasroh pada ro) keduanya merupakan cara yang benar untuk membaca ayat ini,ulama mengartikan dosa/ berhala. Kata  فَاهْجُرْ   terambil dari kata هْجُرْhajaro yang digunakan untuk menggambarkan “sikap meninggalkan sesuatu karena kebencian kepadanya” Dari akar kata ini dibentuk akat hijroh, karena nabi dan sahabatnya meninggalkan mekkah atas dasar ketidak senangan beliau terhadap perlakuan penduduk. Kata   hajiroh berarti tengah hari karena pada saat itu pemakai bahasa ini meninggalkan pekerjaannya akibat teriknya panas matahari yang tidak mereka senangi.
 تَسْتَكْثِرُ تَمْنُنْ وَلا (6)
Dan janganlah memberi untuk memperoleh yang banyak.
Ayat ini merupakan petunjuk kelima dalam rangkaian petunjuk-petunjuk Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad demi suksesnya tugas-tugas dakwah.
Kata تَمْنُنْ terambil dari kataمْنُنْmanana yang dari segi asal pengertianya berarti memutus  atau memotong. Sesuatu yang rapuh, tali yang rapuh dinamai karena kerapuhannya menjadikan ia mudah putus. Pemberian yang banyak dinamai karena itu mengandung arti banyak sehingga seakan-akan ia tidak putus-putus. Makanan yang diturunkan kepada Bani Isroil dinamai        karena ia turun dalam bentuk kepingan terpotong-potong. Sedangkan menyebut-nyebut pemberian dinamai      karena ia memutuskan ganjaran yang sewajarnya  diterima oleh pemberinya.
Dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa paling tidak 4 pendapat ulama tafsir tentang ayat ini:
1. Jangan merasa pesimis untuk memperoleh kebaikan yang banyak
2. Jangan memberikan sesuatu dengan tujuan mendapatkan yang lebih banyak.
3. Janganlah memberikan sesuatu dan menganggap bahwa apa yang engkau berikan itu banyak.
4. Jangan menganggap usahamu (berdakwah) sebagai anugerah kepada manusia, karena dengan demikian engkau akan memperoleh yang banyak. Perolehan yang banyak bukan bersumberdari manusia tapi tapi berupa ganjaran dari Allah.
Pendapat yang tepat untuk Ayat ini adalah yang ke4 yakni Allah meletakan beban tanggung jawab diatas pundak Nabi guna menyampaikan dakwahnya tanpa pamrih atau tidak menuntut suatu imbalan duniawi.
                                                                                 فَاصْبِرْ   وَلِرَبِّكَ (7)
. Dan hanya kepada Tuhanmu saja, maka bersabarlah.``
Pada ayat ketujuh terdapat kalimat `fashbir` yakni mencakup perintah untuk bersabar. Kita kembali mempertanyakan apa yang dimaksud dengan kalimat `wa lirabbika` yang diterjemahkan dengan karena Tuhanmu saja. Kalimat ini menuntut kesabaran dilaksanakan oleh para Nabi saw semata mata karena Allah swt, bukan karena sesuatu yang lain. Misalnya diiming imingi dengan pencapaian target, dalam hal ini target keislaman umat manusia. Mengapa demikian? Karena kesabaran dalam perjuangan dapat memudar apabila hasil yang ditargetkan terlalu besar bila dibandingkan dengan sarana dan prasarana yang dimiliki. Tetapi apabila yang menjadi tujuan adalah perjuangan itu sendiri –terlepas dari apapun hasilnya- maka ia akan terus berlanjut, baik apa yang diharapkan itu tercapai atau tidak.
 Tafsir Al Usyr Al Akhir (38 : 1429 H) , menjelaskan bahwa inti dari surah Al Mudatsir ini adalah perintah untuk mulai berdakwah mengagungkan Allah, membersihkan pakaian, menjauhi maksiat, memberikan sesuatu dengan ikhlas dan bersabar menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah, Allah akan mengadzab orang orang yang menentang Nabi Muhammad saw dan mendustakan Al Quran, tiap tiap manusia terikat dengan apa yang telah ia usahakan.
Setelah turunnya ayat ini Rosulullah mulai mengajar sahabatnya, dan jumlah yang belajar selama 3 tahun setelah kenabian; 53 orang, laki-laki 43 dan wanita 10 orang, Nabi bersama orang yang beriman belajar di rumahnya Al- Arqam bin Abi Arqam. (ibnu Hisyam:I, 254-265)
Asbabunuzul ayat :Asy Syaikhani telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Jabir r.a. yang telah menceritakan, bahwa Rasulullah saw. Telah bersabda: “ Aku telah menyepi di dalam gua hira selama satu bulan. Setelah aku merasa cukup tinggal didalamnya selama itu, lalu aku turun dan beristirahat di suatu lembah. Tiba-tiba ada suara yang memanggilku, akan tetapi aku tiada melihat seorang pun. Lalu aku mengangkat muka ke langit, tiba-tiba aku melihat malaikat yang telah mendatangiku di dalam gua hira menampakkan dirinya. Lalu aku kembali kerumah, dan langsung mengatakan,”selimutilah-selimutilah aku”. Maka Allah menurunkan firman-Nya: hai orang-orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan!(Q.S. 74 Al Muddatstsir, 1-2).
Imam ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang lemah dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari, Walid ibnul-Mughiroh membuat jamuan untuk orang-orang Quraisy. Tatkala mereka tengah makan Walid berkata,” apa pendapat kalian tentang laki-laki ini (Muhammad)?” sebagian lalu berkata,” tukang sihir!” akan tetapi yang lain membantah,” ia bukan tukang  sihir!” sebagian lagi berkata,” seorang dukun!” akan tetapi yang lain membantah,” ia bukan dukun!” sebagian berkata,” seorang penyair!” tetapi lagi-lagi yang lain menyangkal,” ia bukan seorang penyair!” sebagian yang lain lalu berkata,” apa yang dibawanya itu (Al-Qur’an) adalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang terdahulu).” Tatkala Rasulullah mendengar ucapan-ucapan tersebut beliau langsung merasa sedih. Beliau lantas menutup kepalanya serta menyelimuti tubuhnya dengan selimut. Allah lalu menurunkan ayat,” wahai orang-orang yang berkemul (berselimut)! Bangunlah lalu berilah peringatan!” hingga ayat 7,” dan karena Tuhanmu, bersabarlah[5].”
Dari penjelasan di atas yang lebih condong yakni kepada pendapat yang pertama yaitu dari Asy Syaikhain, bahwa nabi setelah menerima wahyu yang pertama dari malaikat jibril maka nabi pulang dan meminta tolong kepada istrinya untuk diselimuti. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan!(Q.S. 74 Al Muddatstsir,1-2).
            2. S. Asy Syu’ara 26: 214 (proses belajar mengajar)
الْأَقْرَبِينَ عَشِيرَتَكَ وَأَنْذِرْ
Artinya :
` Dan berilah peringatan kepada kerabat kerabatmu yang terdekat``
Shihab : (2002 : 356) menjelaskan bahwa : menurut Ibnu Asyur, ayat ini tertuju kepada Nabi Muhammad saw. Kata `asyirah berarti anggota suku yang terdekat. Ia terambil dari kata ‘Aasyaro yang berarti saling bergaul karena anggota suku yang terdekat atau keluarga adalah orang yang sehari hari saling bergaul.
Sedangkan kata al aqrabiin yang menyifati kata `asyirah merupakan penekanan sekaligus guna mengambil hati mereka sebagai orang-orang dekat dari mereka yang dekat.
Demikianlah ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah saw dan umatnya agar tidak mengenal pilih kasih atau memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan. Ini berarti Nabi saw dan keluarga beliau tidak kebal hukum juga tidak lepas dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada Rasulullah saw, karena semua adalah hamba Allah swt tidak ada perbedaan antara keluarga atau orang lain. Bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, itu disebabkan keberhasilan mereka mendekat kepada Allah swt dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia.

Asbabunnuzul ayat:
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat الْأَقْرَبِينَ عَشِيرَتَكَ وَأَنْذِرْ  Rosulullah saw memulai dakwahnya kepada keluarga serumahnya, kemudian keluarga yang terdekat. Hal ini menyinggung perasaan kaum muslimin (merasa terabaikan)  sehingga Allah menurunkan ayat selanjutnya (s.26 : 215) sebagai perintah untuk juga memperhatikan kaum mu’minin lainnya. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij.




4. Q.S. Al Imran 104
الْمُفْلِحُونَ هُمُ وَأُولَئِكَ الْمُنْكَرِ عَنِ وَيَنْهَوْنَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَأْمُرُونَ الْخَيْرِ إِلَى يَدْعُونَ أُمَّةٌ مِنْكُمْ وَلْتَكُنْ
Artinya : `Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat manusia yang mengajak kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang orang yang beruntung`
Kata  مِنْكُمْ  pada ayat tersebut, ada ulama yang memahami dengan arti sebagian, dengan demikian perintah berdakwah yang dipesankan olah ayat tidak tertuju pada setiap orang. Ada pula ulama yang memfungsikan kata   مِنْكُمْ  dalam arti penjelasan, sehingga ayata ini merupakan perintah kepada setiap orang muslim untuk mellakukan tugas dakwah, sesuai dengan kemampuannya.
Karena itu, lebih tepat memahami kata مِنْكُمْ pada ayat diatas dalam arti sebagian kamu tanpa menutup kewajiban setiap muslim untuk saling ingat mengingatkan. Berdasarkan firman Allah surat al-Asyr yang menilai semua manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal soleh serta saling ingat mengingatkan tentang kebenaran dan ketabahan.
Dalam ayat tersebut terdapat dua kata yang berbeda dalam rangka perintah dakwah. Pertama يَدْعُونَ yakni mengajak dan yang kedua ya’muruna yakni memerintahkan. Apa yang diperintahkan oleh ayat tersebut berkaitan dengan dua hal , mengajak berkaitan dengan al-khoir sedangkan memerintahkan berkaitan dengan perintah melakukan yang berkaitan dengan al-makruf, sedangkan perintah untuk tidak melakukan yakni melarang dikaitkan dengan al-munkar.
Shihab (208 : 2002) menjelaskan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang bahkan kemampuannya mengamalkan sesuatu akan berkurang, bahkan terlupakan dan hilang, jika tidak ada yang mengingatkannya atau tidak diulang ulangi mengerjakannya. Di sisi lain, pengetahuan dan pengamalan saling berkaitan erat, pengetahuan mendorong kepada pengalaman dan meningkatkan kualitas amal sedang pengamalan yang terlihat dalam kenyataan hidup merupakan guru yang mengajar individu dan masyarakat sehingga mereka pun belajar mengamalkannya.
Kalau demikian itu halnya, manusia dan masyarakat perlu selalu diingatkan dan diberi keteladanan. Inilah inti dakwah islamiyah. Dari sini lahir tuntutan ayat ini dan dari sini pula terlihat dengan tuntutan yang lalu.
Kalaulah tidak semua anggota masyarakat dapat melaksanakan fungsi dakwah, hendaklah ada diantara kamu, wahai orang yang beriman segolongan ummat, yakni kelompok yang pandangan mengarah kepadanya untuk diteladani dan didengar nasihatnya yang mangajak kepada orang lain, secara terus menerus tanpa bosan dan lelah kepada kebajikan, yakni petunjuk petunjuk Illahi, menyuruh masyarakat kepada yang makruf yakni nilai nilai luhur serta adat istiadat yang diakui baik oleh masyarakat mereka selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai Illahiyah, dan mencegah mereka dari yang munkar, yakni yang dinilai buruk lagi diingkari oleh akal sehat masyarakat. Mereka mengindahkan tuntunan ini dan sungguh tinggi lagi jauh martabat kedudukannya itulah orang orang yang beruntung, mendapatkan apa yang mereka dambakan di kehidupan dunia dan akhirat.




BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Wajib mendalami agama dan bersedia mengajarkannya di tempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang lain kepada agama, sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga, mereka tidak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap mukmin. Orang yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari para pejuang pada selain situasi ketika mempertahankan agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang. 

B.     Saran
Kita sebagai pendidik sekaligus peserta didik, banyak yang bisa kita petik dalam pelajaran ini. Salah satunya adalah motivasi yang bisa meningkatkan gairah dan semangat kita untuk terus berupaya mencerdaskan bangsa, yang bisa kita gunakan untuk bahan dakwah. Semoga kita mampu mengajak mereka kepada yang maruf dan mampu menahan mereka dari segala sesuatu yang munkar. Amin.



DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah Vol. XV, Jakarta: Lentera Hati
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, 1993, Tafsir Al-Maraghi Juz XXX, terjemah oleh Bahrun Abu Bakar, Semarang: TOHA PUTRA.
Depag RI, 1990, Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid X, Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf
Ar Rifa’i, Muhammad Nasib, Tafsir Ibnu Katsir(Jakarta: Gema Insani Press, 2000) cet. I
Djamarah, Syaiful Bahri, Rahasia SuksesBelajar, (Jakarta: RT. Rineka Cipta,2008), cet. II
Departemen Agama RI, Al Qur’an Al Karim Dan Terjemahnya, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1996)
Departemen Agama RI, A-Qur’an dan Tafsirnya, (jakarta: Lentera Abadi, 2010)
Ghoffar, M. ‘Abdul, Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i: 2008) cet.I
Mustafa, Ahmad, Al-Maraghi (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), cet. II
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2002) cet.I
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al Misbah(Jakarta: Lentera Hati, 2002)



[1] Sakip Mahmud, Mutiara juz Amma, (Bandung: Mizan anggota IKAPI, 2005), hlm 337
[2] Al-Maroghi, Ahmad Mustofa. Terjemah Tafsir Al-Maroghi, (Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 83-87.
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan,Kesan danKeserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera
[4]  Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: CV. Naladana, 2004), 793.
[5] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maragi (Semarang: Toha Putra, 1993), 25.


Post a Comment for "Tafsir ayat Al- qur'an tentang kewajiban belajar mengajar"