Tari Klasik
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila
disimak secara khusus, tari membuat seseorang tergerak untu mengikuti irama
tari, gerak tari, maupun unjuk kemampuan, dan kemauan kepada umum secara
jelas. Tari memberikan penghayatan rasa, empati, simpati, dan kepuasan
tersendiri terutama bagi pendukungnya. Tari pada kenyataan sesungguhnya
merupakan penampilan gerak tubuh, oleh karena itu tubuh sebagai media ungkap
sangat penting perannya bagi tari. Gerakan tubuh dapat dinkmati sebagai bagian
dari komunikasi bahasa tubuh. Dengan itu tubuh berfungsi menjadi bahasa tari
untuk memperoleh makna gerak.
Tari
merupakan salah satu cabang seni yang mendapat perhatian besar di masyarakat.
Ibarat bahasa gerak, hal tersebut menjadi alat ekspresi manusia dalam karya
seni. Sebagai sarana atau media komunikasi yang universal, tari menempatkan
diri pada posisi yang dapat dinikmati oleh siapa saja dan kapan saja. Peranan
tari sangat penting dalam kehidupan manusia. Berbagai acara yang ada dalam
kehidupan manusia memnfaatkan tarian untuk mendukung prosesi acara sesuai
kepentingannya. Masyarakat membutuhkannya bukan
saja sebagai kepuasan estetis saja, melainkan juga untuk keperluan upacara
agama dan adat.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa itu seni tari?
2.
Apa itu tari klasik?
3.
Bagaimana contoh tari klasik di
indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Seni Tari
Seni tari
merupakan karya cipta manusia yang indah. seni tari
dikatakan indah apabila rangkaian dan bagian-bagiannya atau elemen-elemen
penunjang tari menjadi suatu susunan yang lengkap dan utuh hingga mampu
menumbuhkan kenikmatan bagi pemirsa (penikmatnya). Bisa dikatakan juga tari bentuk merupakan sebuah tari
yang mengambarkan cerita secara
keseluruhan dari awal sampai akhir pertunjukan.
Dalam buku
problem of art disebutkan bahwa tari adalah sejarah yang dibentuk secara
ekspresif dan diciptakan manusia untuk dapat dinikmati dengan
rasa.misalnya:gerak,kostum,iringan musik, properti, dan pola lantai. Unsur
utama yang paling pokok dalam tari adalah gerak tubuh manusia yang sama sekali
lepas dari unsur ruang, dan waktu, dan tenaga.
Tari adalah
keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang
diperhalus melalui estetika. Ada tiga unsur utama dalam tari, yaitu wiraga
(fisik), wirama (iringan musik), dan wirasa (penjiwaan atau ekspresi). Gerak
tari dan gerak biasa memiliki perbedaan dalam hal kehalusan, dinamika (irama
dan tempo), dan iringan. Haukin menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa
manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak
sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta
(Haukins: 1990, 2). Secara tidak langsung di sini Haukin memberikan penekanan
bahwa tari ekspresi jiwa menjadi sesuatu yang dilahirkan melalui media ungkap
yang disamarkan.
B.
Pengertian
Tari Klasik
Tarian klasik adalah bentuk tarian yang
tergolong kuno atau jenis-jenis adat/ tradisi/ budaya yang masih terbelakang
dalam bentuk perlengkapan, alat musik pengiringnya, busana, dan lain-lain. Dan
dalam perkembangannya saat ini seni tari klasik dilestarikan dengan bentuk pola
yang tetap tiap-tiap daerah dan menjadi ciri khas tarian daerah tersebut. Sebagai contoh tari tradisi klasik antara lain Tari Bedhaya, Tari Srimpi,
dan lain sebagainya.
Dengan adanya tari tradisi rakyat dan tari
tradisi klasik kemudian muncul istilah Tari Tradisi Daerah, maka yang disebut
Tari Tradisi daerah adalah tarian yang menjadi ciri khas atau adat dari suatu
daerah, dan bisa berasal dari tari tradisi klasik ataupun tari tradisi rakyat
daerah setempat.
Beberapa
yang menjadi ciri khas jenis tari klasik yaitu:
1. Pelaksanaannya
tertib
2. Tuntutan
nilai-nilai tradisi
3. Kekokohan
tradisi
4. Berbobot
dan artistik
5. Penggarapannya
cermat
6. Kedalaman
makna dan isi
7. Pembudayaan
yang mantap
8. Bentuk
yang stabil atau monoton.
Perhatikan beberapa tehnik tari klasik
yang mengarah pada kesempurnaan dan kemurnian sikap maupun gerak, sebak tehnik
merupakan ketentuan yang harus dilaksanakan tanpa perubahan juga mengarah pada
kesempurnaan dan kemurnian. Tehnik tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sikap
tubuh: dada melebar, tulang rusuk terangkat, tulang belakang melurus, tulang
berikat merata, perut dikesampingkan.
2. Sikap
kaki berdiri paha melemah, telapak kaki hampir segaris membuka, jarak antara
tumit adalah dua kali lebar telapak kaki, jari kaki tegak ke atas.
3. Pandangan
mata: mata tetap ke arah depan mata tidak pernah bergerak ke samping dan ke
atas, gerakan mata bersamaan dengan gerakan kepala (menoleh).
4. Pernapasan:
penari harus bernapas dengan dada, agar perut tetap dalam keadaan kempis, agar
ikat pinggang tidak mengendor.
5. Angkatan
kaki: kaki selalu diangkat dalam posisi horizontal, jika kaki melurus maka
telapak kaki merupakan kelanjutannya, dan ujung jari tetap ke atas, jika kaki
ditekuk maka tekukannya membentuk sudut 90 derajat.
6. Tehnik
tari dihubungkan dengan kesusilaan, di antaranya yaitu: untuk putri, angkatan
kaki rendah dan putra tinggi, maksimum setinggi pertengahan betis dan tetap
horizontal.
Beberapa
jenis tari yang ada antara lain :
1. Tari Bedhaya:
Budaya Islam ikut mempengaruhi
bentuk-bentuk tari yang berangkat pada jaman Majapahit. Seperti tari Bedhaya 7
penari berubah menjadi 9 penari disesuaikan dengan jumlah Wali Sanga. Ide Sunan
Kalijaga tentang Bedhaya dengan 9 penari ini akhirnya sampai pada Mataram
Islam, tepatnya sejak perjanjian Giyanti pada tahun 1755 oleh Pangeran Purbaya,
Tumenggung Alap-alap dan Ki Panjang Mas, maka disusunlah Bedhaya dengan penari
berjumlah 9 orang. Hal ini kemudian dibawa ke Kraton Kasunanan Surakarta.
Berbagai jenis tari Bedhaya yang belum mengalami
perubahan :
§
Bedhaya Ketawang lama tarian 130
menit
§
Bedhaya Pangkur lama tarian 60 menit
§
Bedhaya Duradasih lama tarian 60
menit
§
Bedhaya Mangunkarya lama tarian 60
menit
§
Bedhaya Sinom lama tarian 60 menit
§
Bedhaya Endhol-endhol lama tarian 60
menit
§
Bedhaya Gandrungmanis lama tarian 60
menit
§
Bedhaya Kabor lama tarian 60 menit
§
Bedhaya Tejanata lama tarian 60
menit
Pada umumnya berbagai jenis Bedhaya tersebut berfungsi
menjamu tamu raja dan menghormat serta menyambut Nyi Roro Kidul, khususnya
Bedhaya Ketawang yang jarang disajikan di luar Kraton, juga sering disajikan
pada upacara keperluan jahat di lingkungan Istana. Di samping itu ada juga
Bedhaya-bedhaya yang mempunyai tema kepahlawanan dan bersifat monumental.
Melihat lamanya penyajian tari
Bedhaya (juga Srimpi) maka untuk konsumsi masa kini perlu adanya inovasi secara
matang, dengan tidak mengurangi ciri dan bobotnya.
Contoh Bedhaya garapan baru :
§
Bedhaya La la lama tarian 15 menit
§
Bedhaya To lu lama tarian 12 menit
§
Bedhaya Alok lama tarian 15 menit dll.
2.
Tari Srimpi
Tari Srimpi yang ada sejak Prabu
Amiluhur ketika masuk ke Kraton mendapat perhatian pula. Tarian yang ditarikan
4 putri itu masing-masing mendapat sebutan: air, api, angin dan bumi/tanah,
yang selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan empat penjuru
mata angin. Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya
segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada
yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Juga karena lamanya
penyajian (60 menit) maka untuk konsumsi masa kini diadakan inovasi. Contoh
Srimpi hasil garapan baru :
§
Srimpi Anglirmendhung menjadi 11
menit
§
Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit dll.
3.
Beksan Gambyong : berasal dari tari Glondrong
yang ditarikan oleh Nyi Mas Ajeng Gambyong. Menarinya sangat indah ditambah
kecantikan dan modal suaranya yang baik, akhirnya Nyi Mas itu dipanggil oleh
Bangsawan Kasunanan Surakarta untuk menari di Istana sambil memberi pelajaran
kepada para putra/I Raja. Oleh Istana tari itu diubah menjadi tari Gambyong.
Selain
sebagai hiburan, tari ini sering juga ditarikan untuk menyambut tamu dalam
upacara peringatan hari besar dan perkawinan. Adapun ciri-ciri Tari ini :
§
Jumlah penari seorang putri atau lebih
§
Memakai jarit wiron
§
Tanpa baju melainkan memakai kemben
atau bangkin
§
Tanpa jamang melainkan memakai
sanggul/gelung
§
Dalam menari boleh dengan sindenan
(menyanyi) atau tidak.
4.
Beksan Wireng : berasal dari kata
Wira (perwira) dan ‘Aeng’ yaitu prajurit yang unggul, yang ‘aeng’, yang
‘linuwih’. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan
tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan
menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam
latihan perang dengan menggunakan alat perang.
Ciri-ciri tarian ini :
§
Ditarikan oleh dua orang putra/i
§
Bentuk tariannya sama
§
Tidak mengambil suatu cerita
§
Tidak menggunakan ontowacono
(dialog)
§
Bentuk pakaiannya sama
§
Perangnya tanding, artinya tidak
menggunakan gending sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
§
Gending satu atau dua, artinya
gendhing ladrang kemudian diteruskan gendhing ketawang
§
Tidak ada yang kalah/menang atau
mati.
5.
Tari Pethilan: hampir sama dengan
Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan / bagian dari ceritera
pewayangan.
Ciri-cirinya :
§
Tari boleh sama, boleh tidak
§
Menggunakan ontowacono (dialog)
§
Pakaian tidak sama, kecuali pada
lakon kembar
§
Ada yang kalah/menang atau mati
§
Perang mengguanakan gendhing srepeg,
sampak, gangsaran
§
Memetik dari suatu cerita lakon.
6.
Tari Golek : Tari ini berasal dari
Yogyakarta. Pertama dipentaskan di Surakarta pada upacara perkawinan KGPH.
Kusumoyudho dengan Gusti Ratu Angger tahun 1910.
Selanjutnya mengalami persesuaian
dengan gaya Surakarta. Tari ini menggambarkan cara-cara berhias diri seorang
gadis yang baru menginjak masa akhil baliq, agar lebih cantik dan menarik.
Macam-macamnya :
§
Golek Clunthang iringan Gendhing
Clunthang
§
Golek Montro iringan Gendhing Montro
§
Golek Surungdayung iringan Gendhing
Ladrang Surungdayung, dll.
7.
Tari Bondan : Tari ini dibagi
menjadi :
§
Bondan Cindogo
§
Bondan Mardisiwi
§
Bondan Pegunungan/Tani.
Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari
gembira, mengungkapkan rasa kasih sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi
Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia.
Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan
tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo. Ciri
pakaiannya :
·
Memakai kain Wiron
·
Memakai Jamang
·
Memakai baju kotang
·
Menggendong boneka, memanggul payung
·
Membawa kendhi (dahulu), sekarang
jarang.
Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan
Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya.
Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang
sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu
dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri pakaiannya :
·
Mengenakan pakaian seperti gadis
desa, menggendong tenggok, memakai caping dan membawa alat pertanian.
·
Di bagian dalam sudah mengenakan
pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak memakai jamang tetapi memakai
sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur,
dll sebelum dipakai dimasukkan tenggok.
·
Bentuk tariannya ; pertama
melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan
gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton.
Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo / Mardisiwi.
8.
Tari Topeng :
Tari ini
sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah
mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan
disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang
Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk
terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama.
Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono,
Gunung sari, Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul).
Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada kepala.
9.
Tari Prawiroguno
Tari ini menggambarkan seorang
prajurit yang sedang berlatih diri dengan perlengkapan senjata berupa pedang
untuk menyerang musuh dan juga tameng sebagai alat untuk melindungi diri.
10. Tari
Tepak-Tepak Putri
Tari yang menggambarkan kelincahan
gerak remaja-remaja putri sedang bersuka ria memainkan rebana, dengan iringan
pujian atau syair yang bernafas Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tarian klasik adalah bentuk tarian yang
tergolong kuno atau jenis-jenis adat/ tradisi/ budaya yang masih terbelakang
dalam bentuk perlengkapan, alat musik pengiringnya, busana, dan lain-lain. Dan
dalam perkembangannya saat ini seni tari klasik dilestarikan dengan bentuk pola
yang tetap tiap-tiap daerah dan menjadi ciri khas tarian daerah tersebut. Sebagai contoh tari tradisi klasik antara lain Tari Bedhaya, Tari Srimpi,
dan lain sebagainya.
Dengan adanya tari tradisi rakyat dan tari
tradisi klasik kemudian muncul istilah Tari Tradisi Daerah, maka yang disebut
Tari Tradisi daerah adalah tarian yang menjadi ciri khas atau adat dari suatu
daerah, dan bisa berasal dari tari tradisi klasik ataupun tari tradisi rakyat
daerah setempat.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan
untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
http://fauziatripurnama.blogspot.com/2013/02/makalah-seni-tari.html
Post a Comment for "Tari Klasik"