Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ventilasi Tekanan Positif


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan ibu dan bayi terutama pada  masa perinatal merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang. 1 angka kematian perinatal pada tahun 1984 adalah 45 /1000 kelahiran ,1994 adalah 36/1000 kelahiran sedangkan di rumah sakit  besar dan rujukan dapat lebih tinggi lagi .Penyebab utama kematian adalah aspiksia, komplikasi BBLR, tetanus neonatorum, dan trauma kelahiran terutama di negara berkembang .Dengan pemeriksaan  prenatal care yang baik ,hanya lebih kurang 5% bayi baru lahir memerlukan pertolongan resusitasi  dan ¼ diantaranya memerlukan intubasi.
Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit pertama kehidupannya tidak dapat mengadakan ventilasi efektif dan perfusi adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi dan eliminasi karbondioksida, atau bila sistem kardiovaskular tidak cukup dapat memberi perfusi secara efektif kepada susunan saraf pusat, jantung dan organ vital lain. (Gregory, 1975)
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997).

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang  di atas dan sesuai dengan judul Ventilasi Tekanan Positif, maka dalam hal ini rumusan masalah adalah “ Bagaimana pelaksanaan resusitasi (ventilasi tekanan positif) yang diberikan pada bayi baru lahir untuk menurunkan angka kematian bayi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN RESUSITASI (VENTILASI TEKANAN POSITIF)
Resusitasi (Ventilasi Tekanan Positif) merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997)

B.     ETIOLOGI/PENYEBAB
Penyebabnya karena terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi yang tidak adekuat pada neonatus dapat berlangsung sejak saat sebelum persalinan hingga masa persalinan.

C.    FISIOLOGI
Waktu bayi lahir ,napas pertama terjadi karena rangsangan udara dingin, cahaya,perubahan biokomia darah dsb. Cairan yang ada pada paru-paru sebagian besar akan dikeluarkan pada saat bayi dilahirkan karena tekanan jalan lahir pada dinding thorak (squeeze) dan sebagian kecil diserap  oleh pembuluh darah kecil.                          Sirkulasi darah berubah dari sirkulasi janin ke sirkulasi dewasa. Pada saat bayi dilahirkan dan terjadi pernapasan alveoli yang padea saat belum lahir berisi air,akan berkembang dengan berisi udara. Aliran darah ke paru akan bertambah karena oksigen yang didapat bayi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah paru .aliran darah balik paru ( venous return ) akan meningkat. Sehingga akibatnya akan terjadi  aliran darah keluyar dari ventrikel  kiri. Pada bayi baru lahir yang normal penutupan duktus arteriosus dan penurunan tahanan pembuluh darah paru akan berakibat penurunan  tekanan arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. Penurunan terendah terjadi  2 atau 3 hari post natal Kadang-kadang sampai lebih dari 7 hari post natal  ( Behrman , 1992 ).
Ekspansi paru segera pada waktu lahir memerlukan tekanan ventilasi yang lebih tinggi dibandingkan pada tahap lainnya masa bayi. Kegagalan ekspansi ruang alveolar yang adekuat dapat terjadi pada hipoksemia dan asfiksia. Asfiksia menyebabkan hipoksia progresif, hiperkapnia, hipoperfusi dan asidosis. Konsekuensi dari hipoksia dan asidosis adalah vasokonstriksi paru, pembukaan duktus arteriosus, right-to-left shunting, disfungsi myokard, output jantung kurang, asidosis metabolik dan kerusakan sistem organ. Pada hipoksia janin, setelah beberapa kali napas dangkal pusat respirasi tidak dapat melanjutkan inisiasi pernapasan sehingga pernapasan berhenti. Hal ini disebut apnu primer. Sebagian besar neonatus dengan apnu primer merespon stimulasi saja. Jika hipoksia menetap, bayi mulai terengah. Periode antara engahan terakhir dan cardiac arrest disebut apnu skunder. Secara klinis, tidak mungkin membedakan apnu primer dan sekunder. Karenanya penting untuk menduga bayi apnu mengalami apnu sekunder. Penatalaksanaannya berupa bag and mask ventilation, kompresi dada, intubasi dan obat-obatan.

D.    PATOFISIOLOGI
1.      MASALAH  PELAYANAN  PERINATAL
Sebagian besar kehamilan (65%) tidak mendapat pemeriksaan antenatal sedangkan persalinan umumnya (90%) masih ditolong oleh dukun. Kualitas pelayanan antenatal sesuai tingkat pelayanan masih belum memadai sehingga kehamilan risiko tinggi mungkin tidak mendapat pelayanan yang tepat.
2.      PELAYANAN  INTRANATAL
Kematian terbesar terjadi pada saat intranatal, dan saat ini memang sangat kritis mengingat faktor yang berkaitan, yaitu penyakit ibu, plasenta dan janin. Penyakit ibu dapat lebih mudah diketahui, tetapi keadaan dan fungsi plasenta serta keadaan janin sulit diketahui. Gerakan janin mungkin dapat dipakai sebagai patokan kesejahteraan janin, walaupun mungkin sangat kasar. Besar janin dapat disebagai pertanda nutrisi janin masih adekuat tetapi suplai oksigen mungkin amat sukar untuk diketahui. Untuk itu maka  pada pusat rujukan diperlukan alat bantu pemantau elektronik. Pengenalan dan kesadaran akan adanya faktor risiko merupakan awal dari proses rujukan. Rujukan yang tepat akan  dapat mengurangi kematian perinatal.

3.      PELAYANAN POSTNATAL
Kehidupan dan kualitas bayi baru lahir amat ditentukan  oleh pelayanan kebidanan. Sejak saat lahir bayi dapat mengalami cedera seperti trauma lahir, trauma dingin, renjatan, resusitasi yang tidak adekuat atau infeksi. Bayi dapat menderita  renjatan, bradikardia yang tidak segera diatasi dan baru disadari  bahwa bayi tersebut “sakit” dan timbul gangguan pernafasan. Bayi risiko tinggi memerlukan perawatan intensif, untuk itu pengenalan faktor risiko dan proses rujukan merupakan kunci keberhasilan usaha menurunkan kematian perinatal. Pemberian ASI telah terbukti dapat mengurangi angka kesakitan akibat  infeksi. Untuk itu perlu ditingkatkan terus usaha promosi ASI dan byi baru lahir yang memerlukan resusitasi adalah program rawat gabung.

E.     MANIFESTASI KLINIK/TANDA DAN GEJALA
Gejala umum yang terjadi pada bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi adalah bayi yang baru lahir namun tidak mampu untuk menghirup oksigen dengan adekuat dengan tanda dan gejala : Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

F.     PENATALAKSANAAN MEDIS
Kondisi yang memerlukan resusitasi neonatus misalnya :
1.      Sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh ke posterior.
2.      Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya obat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya
3.      Kerusakan neurologis.
4.      Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan / atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.
5.      Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.
Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.
Penting untuk resusitasi yang efektif :
1.      Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik
2.      Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta proses asfiksia yang progresif
3.      Kemampuan / alat pengaturan suhu, ventilasi, monitoring.
4.      Obat-obatan dan cairan yang diperlukan.

Prinsip-prinsip umum prosedur resusitasi neonates
Prinsip resusitasi neonatus :
·         T (temperature), baru kemudian A-B-C-D
·         Pengaturan suhu
Semua neonatus dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi pada suhu lingkungan yang dingin. Neonatus yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai sistem pengaturan suhu yang lebih tidak stabil, dan hipotermia ini dapat memperberat / memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi. Segera sesudah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakkan telanjang di bawah alat / lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh ibunya, untuk mencegah kehilangan panas. Bila diletakkan dekat ibunya, bayi dan ibu hendaknya diselimuti dengan baik. Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi. Tindakan resusitasi pada bayi sebaiknya dilakukan pada suatu meja yang telah dilengkapi dengan peralatan resusitasi.

·         Penilaian status klinik
Digunakan penilaian Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup Nilai pada menit kelima : untuk menilai prognosis neurologik.
Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini, yaitu :
a.       Resusitasi SEGERA dimulai bila diperlukan, dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.
b.      Keputusan perlu tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi dapat cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktifitas respirasi dan tonus neuromuskular, daripada dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.

Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar:
a.       Nilai Apgar menit pertama 7 – 10 :
Biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan berupa penghisapan lendir / cairan dari orofaring dengan menggunakan bulb syringe atau suction unit tekanan rendah. Hati-hati, pengisapan yang terlalu kuat / traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung.
b.      Nilai Apgar menit pertama 4 – 6 :
Hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan O2 100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepokan atau sentilan pada telapak kaki dan gosokan selimut kering pada punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung-mulut.
c.       Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang :
Bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat diisap. Ventilasi dengan tekanan positif dengan O2 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Frekuensi : 100 sampai 120 kali per menit, dengan 1 kali ventilasi setiap 5 kali kompresi (5:1).
JIKA frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit, usahakan melakukan intubasi endotrakea. Gunakan laringoskop dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi. Gunakan laringoskop dengan daun lurus (Magill). Gunakan stilet untuk menuntun jalan pipa. Stilet jangan sampai keluar dari ujung pipa. Posisi pipa diperiksa dengan auskultasi.
Kalau frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5 – 1 ml adrenalin (1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih dianjurkan secara intravena. Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena perifer bayi, lakukan kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat, dengan kateter umbilikalis. Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada aliran darah yang bebas hambatan. Dengan demikian pembuluh tali pusat dibuat menjadi drug/fluid transport line.
JANGAN memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 50% atau natrium bikarbonat yang tidak diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak parenkim hati. Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau mempunyai frekuensi jantung yang adekuat tetapi perfusinya buruk, hendaknya diberikan cairan ekspansi volume darah (plasma volume expander) : 10 ml/kgBB Plasmanate atau albumin 5% secara infus selama 10 menit. Kalau diduga banyak terjadi perdarahan, berikan transfusi 10 ml/kgBB darah lengkap (wholeblood). Bila bradikardia menetap : ulangi dosis adrenalin. Dapat juga diberikan kalsium glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100 mg/kgBB intravena perlahan-lahan, atau sulfas atropin untuk antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgBB.
Asidosis respiratorik : dikoreksi dengan memperbaiki ventilasi
Asidosis metabolik : dikoreksi dengan infus natrium bikarbonat dan cairan ekspansi volume darah.

Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi
1.      Hipotermia
Dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat, hipoglikemia.
2.      Pneumotoraks
ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini.
Jika bayi mengalami kelainan membran hialin atau aspirasi mekonium, risiko pneumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah.
3.      Trombosis vena
Pemasangan infus / kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk trombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan trombosis vena.

4.      CPAP atau PEEP selama resusitasi
Terdapat bukti bahwa CPAP atau PEEP berguna dan tidak berbahaya untuk bayi preterm dengan paru yang kurang fleksibel. CPAP/PEEP harus dipertimbangkan saat resusitasi pada bayi yang sangat prematur. Selang orogastrik diperlukan untuk mendeflasi lambung saat resusitasi dengan kantong dan ventilasi sungkup berlangsung lebih dari dua menit. Tube ukuran 6-8 Fr dimasukkan dalam lambung dan isi lambung dihisap, lalu ujungnya dibiarkan terbuka.
Setelah ventilasi selama 30 detik, nilai ulang pernapasan dan denyut jantung. Jika sudah terdapat napas spontan yang teratur dan denyut jantung diatas 100/menit, IPPV dapat dilepas. Jika pernapasan belum adekuat dan denyut jantung masih dibawah 100, IPPV dilanjutkan. Jika denyut jantung dibawah 60 kali per menit, IPPV dilanjutkan dengan kompresi dada dan intubasi endotrakeal.

5.      Kantong resusitasi.
Kantong (bag) resusitasi yang bisa mengembang sendiri biasanya digunakan pada neonatus, lebih cocok yang bervolume 240 ml untuk menghasilkan voleme tidal 5-8 ml/ kg. Ventilasi efektif juga dapat dicapai dengan kantong yang mengembang akibat aliran udara atau T-piece. Tidak terdapat cukup bukti yang mendukung penggunaaan “laryngeal mask airway” sebagai alat utama dalam resusitasi neonatus pada keadan-keadaan: cairan amnion yang bercampur dengan mekonium, saat diperlukan kompresi dada, pada bayi dengan berat lahir sangat rendah, atau pada bayi yang dilahirkan secara darurat dengan menggunakan obat-obatan intratrakeal.

6.      Sungkup (Facemask).
Sungkup harus erat dengn mulut dan hidung tanpa menutupi mata. Ukurannya biasanya 0 dan 1 dan berbentuk bulat atau anatomis. Penting melakukan pengetesan alat sebelum dipakai dengan menempelkan ke telapak tangan untuk mengetahui tekanan yang adekuat, katup yang bekerja dengn baik, dan tidak ada kerusakan lain.
Dua kontra indikasi penting untuk ventilasi kantong dan sungkup adalah:
a.       Cairan bercampur mekonium yang kental sebelum suction trakeal.
b.      Hernia diafragmatika.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Di seluruh dunia , lebih dari 1 juta bayi  pertahun akan membaik melalui penggunaan teknik program resusitasi neonatus. Hampir semua bayi sehat 10 % memerlukan sebagian tindakan resusitasi . 1 % memerlukan resusitasi lengkap untuk mempertahankan kehidupannya. Paru-paru janin berkembang didalam kandungan ,tetapi alveoli masih terisi cairan. Pembuluh darah  paru janin  masih kontriksi sehingga darah untuk perfusi paru dipompakan dari arteri pulmonalis melalui duktus arteriosus ke  aorta .Saat lahir , cairan dalam alveoli diserap jaringan paru dan diganti dengan udara. Masuknya oksigen sesaat lahir , akan menyebabkan relaksasi arteri pulmonalis akan meningkat secara dramatis . darah akan menyerap oksigen dari udara ke alveoli  dan darah yang kaya oksigen akan diedarkan ke seluruh tubuh bayi.
Kekuranggan oksigen pada paru-paru  janin akan mengakibatkan kontriksi arteri pulmonal  dan menghambat aliran darah arterial dalam oksigen . Pada awalnya aliran  darah ke  usus, ginjal, otot, dan kulit akan berkurang, akan tetapi aliran darah ke jantung dan otak tetap dipertahankan . kekuranggan oksigen yang berlanjut akan mengakibatkan kerusakan otak, kerusakan organ lain , atau  kematian. Pada saat janin atau bayi baru lahir kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan  yang cepat dan diikuti  dan diikuti oleh apnue primer.

B.     SARAN
1.      Tenaga kesehatan harus dapat mengetahui tanda dan gejala secara dini agar dapat melakukan penanganan segera
2.      Dengan asuhan kebidanan yang diberikan, diharapkan dapat memberi gambaran pengalaman bahwa segera akan memberikan damapak yang tidak merugikan untuk di masa yang akan datang .
3.      Meningkatkan upaya-upaya untuk KIA, Promotif, preventive, kuratif, dan rehabilitatif, kepada masyarakat, sehingga ikut berperan serta dalam upaya menurunkan  Angka Kematian Bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Nugraheny, Ari Sulistyawati. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Salemba Medika: Jakarta.
JNPK-KR. 2007. Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta.



Post a Comment for "Ventilasi Tekanan Positif"