Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Transplantasi Organ Menurut Agama


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Transplantasi merupakan salah satu tindakan medis yang menggunakan metode pengambilan/ pemindahan kemudian menempelkan suatu organ dari satu tempat ketempat lain dengan maksud kesembuhan dari suatu penyakit, pemulihan kembali fungsi suatu organ, jaringan atau sel yang telah rusak atau mengalami kelainan, tapi sama sekali tidak terjadi kesakitan biologis, dan tidak dilatar belakngi untuk kepentingan komersial.
Transplantasi diterapkan semata-mata hanya sebagai pengobatan dari sakit/ cacat yang jika tidak dilakukan transplantasi, tidak akan menimbulkan kematian. Atau sebagai jalan terakhir yang jika tidak dilakukan akan menimbulkan kematian. Namun dalam tindakan transplantasi ini, perlu dikaitkan dengan hukum yang berlaku dalam Al-qur’an, hadist, ijma’, dan Qiyas sebagai pedoman dalam agama Islam mengenai boleh/ haramnya melakukan tindakan transplantasi dengan melalui berbagai perantara.

B.     Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian transplantasi?
2.    Bagaimana hukum transplantasi menurut agama Islam?
3.    Bagaimana pandangan mengenai transplantasi bagi beberapa pihak ?

C.    Tujuan
1.    Mengetahuai pengertian transplantasi
2.    Mengetahui hukum transplantasi menurut agama Islam
3.    Mengetahui berbagai pandangan mengenai transplantasi bagi beberapa pihak


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Transplantasi
Transplantasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Transplantation, to Transplant yang berarti to take up and plant to another (mengambil dan menempelkan pada tempat lain) atau to move from one place to another (memindahkan dari satu tempat ke tempat lain). Transplantasi (pemindahan) merupakan pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tidak befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup ataupun telah meninggal. Transplantasi di istilahkan seperti jaringan suatu tanaman yang dicangkokkan ke batang yang lain. Mencangkokkan jaringan dapat dari tubuh pasien sendiri di bagian lain (transplantasi autologus), seperti dalam kasus cangkok kulit dengan menggunakan kulit pasien sendiri, atau dari satu pasien ke pasien lain (transplantasi alogenik), seperti dalam kasus transplantasi ginjal donor ke penerima. Ginjal untuk transplantasi mungkin berasal dari donor hidup atau dari seseorang yang baru saja meninggal.

B.     Hukum Transplatasi Organ Menurut Islam
Islam turun ke bumi sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semua makhluk). Hal itu tertuang dalam Al-Qur’an yang menjadi pedoman hidup umat muslim. Dikatakan pedoman hidup karena memuat segala aturan yang diperlukan manusia ketika ia menjalani kehidupan di dunia. Memang Al-Qur’an tidak menjelaskan aturan tersebut secara terperinci, namun ayat-ayatnya bersifat umum sehingga tidak hanya berlaku untuk satu bidang permasalahan saja tapi bisa hingga beberapa bidang. Untuk hal yang lebih terperinci dapat dilihat melalui As-sunnah, Ijma shahabat, dan Qiyas.
Aturan tersebut pun berlaku bagi bidang kesehatan dan kedokteran. Tak bisa sembarang cara bisa dilakukan untuk mengobati penyakit manusia sebab harus melihat pada hukum halal atau haramnya kepada 4 sumber diatas. Ketika tidak diperbolehkan dilakukan (haram), maka jika tetap dilakukan maka akan menjadi dosa. Seperti halnya metode pengobatan dengan teknik transplantasi organ, menjadi perbincangan hangat dikalangan ulama dan cendikiawan islam bidang kedokteran mengenai hukum halal dan haramnya.
1.      Auto-transplantasi : Hukumnya boleh
Misalnya, kulit wajah yang terbakar “ditambal” dengan kulit dari bagian paha atau penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil pembuluh darah pada bagian kaki. Kasus ini hukumnya boleh (mubah), dengan ketentuan: Proses tersebut manfaatnya lebih besar daripada mudarat yang timbul, organ tubuhnya ada yang hilang atau untuk mengembalikan ke bentuk asal dan fungsinya, untuk menutupi cacat yang membuat si resipien terganggu secara psikologis maupun fisiologis.
2.      Homo-transplantasi dari manusia yang masih hidup yang dapat mengakibatkan kematian bila organ vitalnya diambil: Hukumnya haram
Misalkan, Seseorang yang mendonorkan organ vitalnya seperti jantung, hati atau paru-parunya beresiko tinggi akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor. Padahal seseorang dilarang membunuh dirinya sendiri atau meminta dengan sukarela kepada orang lain untuk membunuh dirinya.
Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian.” (QS. An Nisaa’ : 29)
Allah SWT berfirman pula :
“…dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS. Al An’aam : 151)
Imam Muslim meriwayatkan dari Tsabit bin Adl Dlahaak RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“…dan siapa saja yang membunuh dirinya sendiri dengan sesuatu (alat/sarana), maka Allah akan menyiksa orang terse¬but dengan alat/sarana tersebut dalam neraka Jahannam.“
3.      Homo-transplantasi dari manusia yang masih hidup yang tidak mengakibatkan kematian bila organ non-vitalnya diambil: Hukumnya Boleh
·         Misalkan, seseorang di saat hidupnya menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang lain yang membutuhkan, seperti tangan, kulit, ginjal, kornea mata (organ yang ganda jumlahnya). Boleh dilakukan dengan syarat:
·         Tidak membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donatur jaringan/organ.
·         Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan organ tersebut tidak boleh diperjual belikan.
·         Boleh dilakukan bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternatif peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat.
·         Boleh, bila peluang keberhasilan transplantasi tersebut sangat besar.
·         Hanya menyumbangkan 1 bagian saja, bukan sepasang. Akan jadi haram hukumnya jika menyumbangkan sepasang organ misalnya sepasang kornea mata. Hal tersebut menyebabkan hilangnya fungsi organ tubuh yang asasi secara total (kebutaan), meskipun tidak membahayakan keselamatan jiwanya.
4.      Homo-transplantasi dari manusia yang telah mati dengan mengambil organ vitalnya: Hukumnya Haram
Setelah kematiannya, manusia tidak memiliki hak kepemilikan serta kekuasaannya terhadap semua hal; baik harta, tubuh, maupun istrinya. Dengan demikian, dia tidak lagi memiliki hak terhadap tubuhnya. Maka ketika dia memberikan wasiat untuk mendonorkan sebagian anggota tubuhnya, berarti dia telah mengatur sesuatu yang bukan haknya. Jadi dia tidak lagi diperbolehkan untuk mendonorkan tubuhnya. Dengan sendirinya wasiatnya dalam hal itu juga tidak sah. Berbeda dengan wasiat harta yang hukumnya boleh, karena syara’ memberikan izin pada manusia tentang perkara tersebut. Dan itu merupakan izin khusus pada harta, tentu tidak dapat diberlakukan terhadap yang lain. Dengan demikian manusia tidak diperbolehkan memberikan wasiat dengan mendonorkan sebagian anggota tubuhnya setelah dia mati. Jadi, ahli waris tidak boleh mewriskan jasad keluarganya apalagi dokter atau penguasa, mereka sama sekali tidak berhak untuk mentransplantasikan organ orang setelah mati pada orang lain yang membutuhkan.
Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).
Jadi, melanggar kehormatan dan menganiaya mayat sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup. Perlakuan pada mayat seperti membe¬dah perutnya, memenggal lehernya, mencongkel matanya, atau memecahkan tulangnya, sama saja tidak diperbolehkan seperti menyakiti orang hidup dengan mencaci maki, memukul, atau melukainya.
Hanya saja penganiayaan terhadap mayat tidak dikenakan denda (dlamaan) padanya sebagaimana denda pada penga¬niayaan orang hidup hanya memerintahkan orang itu untuk memasukkan potongan-potongan tulang yang ada ke dalam tanah. Akan tetapi jelas jika melampaui batas terhadap jasad si mayat atau menyakitinya dengan cara mengambil anggota tubuhnya adalah haram; dan haramnya bersifat pasti (qath’i). Hukum transplantasi itu lebih mengedepankan kehormatan jenazah serta larangan menyakiti atau merusaknya. Berdasarkan hal ini maka haram melakukan transplantasi organ.
5.      Homo-transplantasi dari manusia yang telah mati dengan mengambil organ non-vitalnya: Hukumnya Haram
Transplantasi organ dari mayat yang kegagalannya tidak menyebabkan kematian atau penyelamatan kehidupan tidak bergantung pada transplantasi organ maka illat tidak ada. Dengan begitu hukum darurat tidak berlaku disini. Contohnya yaitu tranplantasi kornea, atau pupil atau mata. Jadi hukumnya adalah haram.
6.      Homo-transplantasi dari manusia dengan organ reproduksi
Dalam kasus ini misalnya donor sepasang testis bagi pria atau donor indung telur bagi perempuan. Mendonorkan sepasang atau hanya satu bagian memang tidak akan menyebabkan kematian, namun keduanya dilarang oleh Allah SWT. Karena: akan mengakibatkan kemandulan, tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk memelihara keturunan; mengakibatkan terjadinya pencampur-adukan nasab atau keturunan karena testis merupakan pabrik penghasil sel sperma dan testis akan tetap menjadi tempat penyimpanan sel sperma tersebut, kendatipun testis itu tetap pada pemiliknya atau pada orang yang menerima transplantasi.
Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang menasabkan dirinya pada selain bapaknya, atau mengurus sesuatu yang bukan urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia”.
Begitu pula dinyatakan oleh beliau saw:
“Wanita manapun yang telah mamasukkan nasabnya pada suatu kaum padahal bukan bagian dari kaum tersebut maka dia terputus dari Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki manapun yang menolak anaknya padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka Allah menghijab Diri-Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi (aibnya) dihadapan orang-orang yang terdahulu maupun yang kemudian”.
7.      Hetero-transplantasi dari hewan tidak najis (halal): Hukumnya Boleh
Contoh dalam hetero-transplantasi ini adalah binatang ternak (sapi, kerbau, dan kambing). Dalam hal ini tidak ada larangan bahkan diperbolehkan dan termasuk dalam kategori obat yang diperintahkan Nabi untuk mencarinya bagi yang sakit.
8.      Hetero-transplantasi dari hewab najis (haram): Hukumnya Haram
Contoh dalam hetero-transplantasi ini adalah babi atau bangkai binatang dikarenakan mati tanpa disembelih secara islami terlebih dahulu. Dalam kasus ini tidak dibolehkan (haram) kecuali dalam kondisi yang benar-benar gawat darurat, dan tidak ada pilihan lain. Dalam Hadis, “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, namun janganlah berobat dengan barang haram.” Dalam kaedah fiqh disebutkan “al-Dharurat Tubih al-Mahdhuraat” (darurat membolehkan pemanfaatan hal yang haram) atau kaedah “al-Dhararu Yuzaal” (Bahaya harus dihilangkan).

C.    Berbagai Pandangan Mengenai Transplantasi
·         Pandangan Islam:
Menurut bapak Suhada (ketua PKC Muhammadyah Sukajadi), untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh, perlu dilihat tujuan serta asal organ yang akan ditransplantasikannya.
·         Pandangan Kristen Protestan:
Menurut Firman Sebatin Priatnof (GKI Guntur), di alkitab tidak dituliskan mengenai mendonorkan organ tubuh, selama niatnya tulus dan tujuannya kebaikan itu boleh-boleh saja terutama untuk membantu kelangsungan hidup suatu nyawa (nyawa orang yang membutuhkan donor organ) bukan karena mendonorkan untuk mendapatkan imbalan berupa materi, uang untuk si pendonor organ.
·         Pandangan Kristen Katolik:
Robertus Suryatno (keuskupan), transplantasi di perbolehkan jika dengan niat ikhlas dan tidak untuk diperjual belikan. Karena agama Katolik itu sangat menjunjung tinggi kehidupan.
·         Pandangan Hindu:
Bagus Rai v, transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan karena adanya hukum karma pala (perbuatan dari akibat) jadi setiap hal baik yang kita lakukan akan berbuah hal yang baik di masa yang akan depan. Umat Hindu mempercayai bahwa menolong itu merupakan karma baik, karma dalam agama hindu ada istilah “wasu deva kutum baham” setiap makhluk hidup bersaudara.
·         Pandangan Buddha:
Handojo Ojong (Ketua DPD Walubi Povinsi Jawa Barat),transplantasi tidak dilarang, selama tujuannya untuk kesehatan dan menyelamatkan nyawa manusia , yang penting tidak melanggar hukum agama, dan diusahakan apa yang masuk dalam tubuh seseorang itu berasal dari keturunan yang baik serta bukan barang curian.
·         Pandangan Konghucu:
Js. Andi Haryanto dan Oni Haryoni (Majelis Tinggi Agama Konghucu (MATAKIN)), transplantasi menurut konghucu diperbolehkan dengan tujuan menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi 5 unsur kebajikan.
·         Transplantasi dalam Hukum di Indonesia:
Transplantasi organ sebenarnya tidak di larang asalkan sesuai dengan peraturan dan hukum yang ada. Terdapat peraturan perundang-undangan di Indonesia yang membahas mengenai legalitas dari transplantasi organ, seperti:
a.       UU No 23/1992 tentang kesehatan dan PP No. 18/1981 mengenai bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis serta transplantasi organ,
b.      Pasal UU No 23/1992 mengenai transplantasi sebagai sarana pengobatan,
c.       Pasal 33 ayat 2 UU No. 23/1992 transplantasi untuk tujuan kemanusiaan,
d.      Pasal 34 ayat 1 Uu No. 23/1992 transplantasi yang hanya boleh dilakukan tenaga kesehatan,
e.       Pasal 11 ayat 1 PP 18/1981 mengenai tenaga dokter untuk transplantasi,
f.       Pasal 15 ayat 1 PP18/1981 persetujuan dari donor dan ahli waris,
g.      Pasal 16 PP 18/1981 mengenai donor dilarang menerima imbalan material dalam bentuk apapun dan lain-lain.
Dengan peraturan perundangan ini maka diharapkan bahwa tidak ada penyalahgunaan organ dalam praktik transplantasi organ dalam masyarakat Indonesia, yang bisa merugikan kedua belah pihak baik itu pendonor maupan sang penerima donor.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari  suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat atau tidak berfungsi dengan baik.
Hukum transplantasi organ tubuh dalam beberapa kemungkinanprakteknya masih di warnai perbedaan pendapat, Mengenai praktek transplantasi dari seorang yang meninggal ada yang berpendapat hal itu di bolehkan tapi ada juga yang berpendapat tidak di perbolehkan karena hal itu di nilai dapat mengabaikan kehormatan si mayit, lebih dari itu orang yang sudah meninggal tidak bisa di katakan memiliki tubuhnya, maka sekalipun ketika si mayit pernah berwasiat untuk mendonorkan organ tubuhnya maka wasiat tersebut tidaklah sah.    Akan tetapi menurut Yusuf Qardawi  transplantasi dengan berbagai kemungkinan prakteknya adalah suatu hal yang di perkenankan syara’ selama tidak ada kemaslahatan besar yang terabaikan, atau selama tidak mendatangkan bahaya atau kemudaratan, terkecuali praktek pendonoran kepada orang kafir yang memusuhi islam, atau pendonoran dari organ tubuh si mayit yang pernah berwasiat melarang pendonoran organ tubuhnya ketika meninggal, maka transplantasi tersebut tidaklah boleh di lakukan.
B.     Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis. Aamiin 
DAFTAR PUSTAKA
Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. Fikih kesehatan. Penerbit Serambi. Jakarta. 2007
Hanafiah,Jusuf.1999.Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.Jakarta:EGC
Zuhdi, Masjfuk,  Pencangkoan Organ Tubuh dalam Masaail Fiqhiyah, Jakarta : CV Haji Mas Agung, Cet IV, 1993

Post a Comment for "Transplantasi Organ Menurut Agama"