Manufaktur alat bantu penangkapan ikan produksi dalam negeri
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki
potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Indonesia memiliki 17.508
pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan 70% dari luas indonesia
adalah lautan (5,8 juta km2). Komisi nasional pengkajian sumber daya perikanan
laut dalam di Indonesia melaporkan bahwa potensi lestari sumber daya perikanan laut
Indonesia adalah sebesar 6,4 juta ton/tahun dengan porsi terbesar dari jenis
ikan pelagis kecil sebesar 3,2 juta ton/tahun (52,54 %), jenis ikan demersal
1,8 juta ton/tahun (28,96%) dan jenis ikan pelagis besar 0,97 juta ton/tahun
(15,81%) (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). Potensi sumber daya perikanan
yang besar ini sesungguhnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, tapi sampai saat ini potensi tersebut masih belum optimal.
Potensi nasional pelestari perikanan indonesia
(6,4 juta ton/tahun baru dimanfaatkan sekitar 63,75% atau sebesar 4,1 juta
ton/tahunnya (Subekti, 2010). Terlihat tingkat pemanfaatan exploitation rate
masih jauh dari potensi lestarinya. Untuk wilayah tertentu terutama sekitar
pulau-pulau yang padat penduduknya seperti pulau Jawa bagian utara, Selat
Malaka, Selat Bali tingkat pemanfaatannya sudah melebihi ambang kritis atau
overfishing (Susanto, 2005).
Dari segi potensi wilayah, laut Jawa relatif
kecil dibandingkan wilayah lain, namun armada penangkapan perikanan pada daerah
ini sangat banyak. Hal ini disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang
tinggi dan selama ini sektor perikanan kebanyakan merupakan lahan pekerjaan
yang sangat fleksibel dalam menampung pengangguran yang semakin tinggi.
Akibatnya terjadi eksploitasi sumber daya perikanan yang berlebihan sehingga
proses tangkapnya berlebih atau overfishing ini kebanyakan terjadi di perairan
yang padat penduduknya. Hal ini diperparah dengan sarana dan prasarana
pelabuhan perikanan dan fasilitas penunjang lain yang terkonsentrasi di Pulau Jawa.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas penulis merumuskan masalah mengenai bagaimana manufaktur
alat bantu penangkapan ikan (fishing Deck Machinery) produksi dalam negeri?
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Definisi
Alat Tangkap
Alat tangkap adalah sarana dan perlengkapan atau
benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan. Berbagai macam
kepentingan yang dapat “hidup” dan berkembang karena adanya alat penangkap ikan
yang diperankan oleh para nelayan di seluruh dunia adalah aspek
ketenaga-kerjaan, aspek ekonomi, aspek perdagangan/komersial, aspek sosial dan
organisasi, aspek pertahanan dan keamanan Negara, aspek kesehatan.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan, khususnya
perikanan laut (tangkap), sampai saat ini masih didominasi oleh usaha perikanan
rakyat yang umumnya memiliki karakteristik; skala usaha kecil, aplikasi
teknologi yang sederhana, jangkauan operasi penangkapan yang terbatas di
sekitar pantai dan produktivitas yang relatif masih rendah. Menurut Barus et
al. (1991), produktivitas nelayan yang rendah umumnya disebabkan oleh
rendahnya keterampilan dan pengetahuan serta penggunaan alat penangkapan maupun
perahu yang masih sederhana, sehingga efektifitas dan efisiensi alat tangkap
dan penggunaan faktor-faktor produksi lainnya belum optimal. Keadaan ini sangat
berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh nelayan dan akhirnya
berpengaruh juga pada tingkat kesejahteraannya.
Agar pemanfaatan sumberdaya ikan dengan alat tangkap
memperoleh hasil yang optimum, maka perlu diperhatikan beberapa aspek, seperti
aspek biologi, teknis maupun ekonomi. Aspek biologi terkait dengan sumberdaya
ikan, termasuk factor lingkungan. Aspek teknis menyangkut peralatan dan
teknologi untuk memanfaatkan sumberdaya ikan, berupa alat tangkap, armada
penangkapan, alat pendeteksi ikan dan sarana penangkapan lain, sedangkan aspek
ekonomi menyangkut modal yang dikeluarkan dalam upaya pengembangan perikanan
tersebut (Kurniawati, 2005).
B.
Jenis
Alat Tangkap
Ada
beberapa jenis alat tangkap yang menggunakan jaring atau nett yang di
kategorikan menjadi 4 kategori yaitu jaring yang pengoprasianya di angkat,
jaring yang pengoperasiannya di bentangkan, jaring yang pengoperasiannya
melingkar dan jaring yang mempunyai kantong (Lincolen, 2008).
Namun
untuk membantu dan mempermudah nelayan menangkap ikan maka diperlukan suatu
inovasi dalam alat tangkap berbasis jaring yang biasa di gunakan nelayan
menengah ke bawah. Permasalahan yang ada ialah alat bantu penangkapan ikan
(Fishing deck machinery) merupakan produk impor, hal tersebut mengakibatkan
perlunya biaya yang tinggi dalam pengadaannya. Untuk dapat mengatasi hal
tersebut maka dilakukan penelitian tentang perancangan dan manufaktur alat
penangkapan ikan produksi dalam negeri.
Dalam
tulisan ini, akan membahasa tentang pembuatan alat penangkapan ikan ini untuk
mengembangkan produksi dalam negeri dengan kemampuan IKM, khususnya produk alat
penangkapan ikan.
Alat
penangkapan ikan yang dibuat merupakan alat yang memiliki penggerak manual
dengan demikian harga alat penangkapan ikan dapat lebih murah. Untuk dapat
mengoptimalkan proses manufaktur, maka penelitian ini menerapkan Metode DFMA
(Desain for manufacturing and assembly) yang di gunakan dalam pembuatan alat
bantu penangkapan ikan tersebut. DFMA dapat diartikan sebagai desain dari suatu
produk atau komponen yang dapat membantu dalam suatu proses manufaktur, proses
perakitan dengan komponen lain untuk menjadi suatu produk (Boothroyd, et al.,
2011).
Jadi
DFMA adalah proses yang digunakan untuk merancang produk yang berkualitas
maksimum dan biaya yang minimum, DFMA ini metode yang menekankan pada
perkembangan desain kearah bentuk yang paling sederhana tanpa menghilangkan
keinginan dasar dan fungsi alat tersebut (Libyawati, et al., 2017).
BAB
III
METODOLOGI
Secara umum metode
penelitian yang dilakukan seperti diperihatkan pada Gambar 1.
Dalam metode penelitian sebagian besar
merupakan proses pemesinan dan penyambungan (pengelasan dan baut & mur).
Dengan menerapkan metode DFMA, maka kegiatan manufaktur dapat di monitor dan di
optimalkan (Libyawati, et al., 2017).
Pada pembuatan alat bantu penangkapan
ikan dengan metode DFMA, terdapat kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
diantaranya, memahami desain yang telah di rencanakan dalam pengerjaan untuk
membuat alat bantu penangkapan ikan produksi dalam negeri. Mempersiapkan alat
dan bahan yang di butuhkan dalam proses pengerjaan.
Dokumen Standard Operational Procedure
(SOP) dibuat untuk dapat mempermudah dan juga menjelaskan bagaimana proses
pembuatan untuk suatu komponen pada produk nanti (Rochim, 1993), dan pada SOP
terdapat detail proses pengerjaan yang akan dilakukan, ada 3 proses yang
terdapat pada SOP yaitu:
1. Proses
pengukuran, pada proses ini dilakukan pengukuran dan menandai bagian yang akan dilakukan
proses pemotongan.
2. Proses
pemotongan, pada proses ini dilakukan proses pemotongan dengan gergaji manual
ataupun gergaji mesin.
3. Proses
pengeboran, pada proses ini dilakukan proses pengeboran pada bagian-bagian
material yang ingin diberi lubang.
Perakitan komponen merupakan proses yang
akan dilakukan pada alat bantu penangkapan ikan sebelum uji fungsional, metode
perakitan menggunakan pengelasan listrik serta mur dan baut. Pada tahap ini
dilakukan uji alat yang telah di rakit apakah sudah berfungsi dengan baik
sesuai dengan fungsinya, jika ada yang tidak sesuai dengan fungsinya maka akan
dilakukan perbaikan dan akan dilakukan pengecekan secara keseluruhan. Namun
jika tidak ada yang mengalami masalah pada fungsinya maka produk layak
digunakan.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1.
Manufaktur
alat bantu penangkapan ikan
Setelah
dilakukan proses perancangan tentang sebuah alat bantu penangkapan ikan yang
sesuai, maka setelah itu akan dijadikan suatu produk yang akan melewati tahap
lanjut untuk proses pembuatannya. Proses manufaktur terdiri dari proses
pembuatan dan perakitan untuk tiap-tiap komponen.
Gambar 2. Desain alat
bantu penangkapan ikan
Berikut
akan di jelaskan secara singkat proses pembuatan komponen alat bantu
penangkapan ikan yang terdiri dari: base, kelos, poros, serta tuas. Tahapan
manufaktur yang dilakukan mengikuti tahapan dari SOP yang mengacu pada Operation
Process Chart (OPC):
a. Proses
pembuatan base.
Tahap
pertama adalah mengukur dan membuat pola pada material plat dengan diameter 2
mm. Mengukur material agar sesuai dengan ukuran yang ada pada desain setelahnya
dilakukan proses untuk mengurangi ukuran plat dengan proses pengerjaannya
adalah cutting blender, setelah di kurangi ukuran maka selanjutnya adalah
pengecekan apakah pemotongan material sesuai dengan pola. Setelah pengecekan
maka masuk ke proses pembuatan lubang untuk tempat dudukan poros menggunakan
proses cutting blender lalu lanjut ke proses banding untuk menekuk plat sehingga
membentuk desain yang ada.
b. Proses
pembuatan kelos.
Mengukur
material sesuai dengan ukuran yang ada pada desain lalu di potong menggunakan
agar sesuai dengan ukuran dan juga pola, proses pengecekan di tiap proses
sekaligus membersihkan bekas atau sisa potongan dari proses sebelumya. Masuk
ketahap setelahnya yaitu pengerollan dan juga pengelasan dan di akhiri dengan
pengecekan pada komponen kelos.
c. Proses
pembuatan poros.
Dalam
pembuatan poros tahap pertama yang dilakukan adalah mengukur dan memberikan
tanda pada material sebelum proses permesinan, lalu proses ke dua adalah
memotong material sesuai dengan desain yang ada. Pada pembuatan komponen poros
ada dua proses permesinan yaitu pembubutan untuk tempat circlip atau pengunci
kelos dan proses pengeboran di kedua ujung sisi poros untuk tempat perakitan
tuas.
d. Proses
pembuatan tuas.
Dilakukan
dengan mengukur material, memotong material yang di gunakan, pengecekan akan di
lakukan tiap kali material di ukur dan di potong atau di bentuk sesuai pola
untuk tuas tersebut, masuk ke proses selanjutnya yaitu porses banding dan juga
pengelasan pada tuas. Setelah jadi sesuai desain maka di lakukan pengecekan
terakhir di tiap komponen untuk memastikan apakah proses permeinan sesuai atau
tidak.
Berdasarkan
Gambar 3, maka pengerjaan dalam proses pembuatan alat bantu penangkapan ikan
akan di lakukan 16 proses operasi, 8 proses pengecekan dan 2 proses perakitan.
Total waktu untuk membuat alat bantu penangkapan ikan adalah ± 168 menit.
2.
Analisis
Biaya Produksi
Untuk
dapat menentukan perkiraan harga jual dari alat bantu penangkapan ikan, maka
diperlukan analisis perhitungan biaya produksi alat tersebut, yang terdiri dari
biaya material, biaya proses produksi serta laba. Harga bahan baku material
alat bantu penangkapan ikan, berdasarkan kebutuhan material disajikan dalam
Tabel 1. Untuk perkiraan biaya bahan baku untuk 1 set alat bantu penangkapan
ikan disajikan pada Tabel 2. Perkiraan biaya produksi dapat ditentukan dengan
perhitungan yang mencakup perkiraan biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead produksi yang disajikan pada Tabel 3. Sedangkan perencanaan laba
produksi dapat dihitung dengan asumsi laba 10% dari biaya keseluruhan yang disajikan
pada Tabel 5.
Berdasarkan
Tabel 4, maka perkiraan harga alat bantu penangkapan ikan yaitu: Rp.
2.345.636,8 per set atau dibulatkan menjadi Rp. 2.345.700 per set (Dua Juta
Tiga Ratus Empat Puluh Lima Ribu Tujuh Ratus Rupiah).
BAB
V
SIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan operation
process chart jumlah proses operasi adalah 16, jumlah proses pengecekan adalah
8 dan jumlah proses perakitan adalah 2. Total waktu untuk membuat alat bantu
penangkapan ikan adalah ± 168 menit dengan perkiraan biaya produk alat bantu
penangkap ikan Rp. 2.345.700 per set.
Proses pembuatan alat
bantu penangkapan ikan diperlukan adanya dukungan pemerintah dalam pembuatan
masal dengan menyediakan peralatan pemesinan sederhana agar dapat membuat alat
bantu penangkapan ikan yang tepat guna untuk nelayan menengah ke bawah.
DAFTAR
PUSTAKA
Boothroyd, Geoffrey, Dewhusrt, Peter and
Knight, Winston A. 2011. Product Design
for Manufacture and Assembly. Florida : CRC Press. ISBN: 978-1-
42000-8927-1.
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
2015. Program kajian stok ikan nasional.
Jakarta : Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Libyawati, Wina, Suwandi, Agri and
Agustian, Hafidan. 2017. Rancang Bangun
Teknologi Modified Atmosphere Storage (Mas) Dengan Kapasitas 4,77 m3..
2017. 2, Juli 2017, Jurnal Teknologi, Vol. 9, pp. 103-116.
Lincoln, Jennifer M., et al. 2008. Reducing Commercial Fishing Deck Hazards
with Engineering Solutions for Winch Design. Journal of Safety Research, pp.
231–235.
Rochim,
Taufiq. 1993. Teori dan Teknologi Proses
Pemesinan. Jakarta : Higher Education Development Support Project.
Subekti, Imam. 2010. Implikasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Laut Di Indonesia Berlandaskan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).
Semarang : Universitas Diponegoro, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTI, Vol. 4, 1,.
ISSN: 2549-113X.
Susanto, Himawan Arif. 2005. Analisis Efisiensi Alat Tangkap Perikanan
Gillnet Dan Cantrang (Studi di Kabupaten Pemalang Jawa Tengah). Pemalang :
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Post a Comment for "Manufaktur alat bantu penangkapan ikan produksi dalam negeri"