Pengaruh Pertumbuhan Penduduk dalam sektor Ekonomi
BAB I
PENDAHULUAN
Bertambahnya
penduduk dalam jumlah besar memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi
suatu daerah. Pertumbuhan
penduduk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dapat sebagai
penghalang bagi pertumbuhan ekonomi. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena didukung oleh investasi yang tinggi,
teknologi yang tinggi dan lain-lain. Akan tetapi di negara berkembang, akibat
pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan tidaklah demikian, karena kondisi
yang berlaku sama sekali berbeda dengan kondisi ekonomi negara maju. Ekonomi
negara berkembang modal kurang, teknologi masih sederhana, tenaga kerja kurang
ahli. Karena itu, pertumbuhan penduduk benar-benar dianggap sebagai
hambatan pembangunan ekonomi, dimana pertumbuhan penduduk yang cepat
memperberat tekanan pada lahan dan menyebabkan pengangguran dan akan mendorong
meningkatnya beban ketergantungan. Penyediaan fasilitas pendidikan
dan sosial secara memadai semakin sulit terpenuhi.
Selain pertumbuhan penduduk, faktor
lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah tingkat konsumsi. Tingkat
konsumsi terdiri dari konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tanggga dan
konsumsi swasta. Pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki porsi terbesar dalam
total pengeluaran agregat, berbeda dengan pengeluaran pemerintah yang bersifat
ekosgenus dan konsumsi rumah tangga bersifat endogenus. Dalam arti besarnya
konsumsi rumah tangga berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya.
Salah satu modal dasar pembangunan,
jumlah penduduk yang besar, apalagi disertai dengan kualitas yang baik
merupakan jaminan bagi terlaksananya pembangunan secara optimal. Jumlah
penduduk yang besar juga memberi keuntungan lain, yaitu banyaknya konsumen
pengguna berbagai barang/produk konsumsi. Permintaan yang tinggi terhadap
barang/produk konsumsi menjadi salah satu faktor penunjang pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, bertambahnya penduduk dalam jumlah besar berdampak negatif
terhadap standar kehidupan, terutama jika berbagai kebutuhan dasar tidak dapat
dipenuhi secara memadai. Penduduk yang besar menuntut pelayanan sosial dan
ekonomi yang besar pula. Semakin banyak jumlah anak-anak usia sekolah
umpamanya, semakin banyak juga sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan.
Di bidang kesehatan ditemui masalah yang sama karena semakin banyak jumlah
penduduk, kebutuhan akan layanan kesehatan juga semakin meningkat. Aspek lain
yang juga terancam akibat pertambahan penduduk yang besar adalah ketersediaan
pangan semakin meningkat.
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Penduduk Indonesia
Indonesia
merupakan salah satu negara dengan kekayaan dan keragaman alam serta budaya
yang luar biasa. Tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk tinggi,
yakni sekitar 1,98% per tahun. Indonesia merupakan negara dengan nomor urut
keempat dalam besarnya jumlah penduduk setelah China, India, dan Amerika
Serikat. Menurut data statistik dari BPS, jumlah penduduk Indonesia saat ini
adalah 225 juta jiwa, dengan angka pertumbuhan bayi sebesar 1,49 % per tahun.
Angka pertumbuhan ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan angka pertumbuhan
bayi pada tahun 1970, yaitu sebesar 2,34%. Dengan jumlah penduduk sebesar 225
juta jiwa, maka pertambahan penduduk setiap tahunnya adalah 3,5 juta jiwa. Jumlah
itu sama dengan jumlah seluruh penduduk di Singapura. Lonjakan penduduk yang
sangat tinggi atau baby booming di Indonesia akan berdampak sangat luas,
termasuk juga dampak bagi ekologi atau lingkungan hidup. Hal itu dapat
mengganggu keseimbangan, bahkan merusak ekosistem yang ada. Dengan laju
pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,98% per tahun, penduduk Indonesia pada
45 – 50 tahun mendatang diperkirakan akan berlipat ganda yakni menjadi 480 juta
jiwa. Pertumbuhan penduduk yang meningkat drastis, tentunya menyisakan penduduk
miskin. Penduduk miskin mempunyai keterbatasan mengakses kebutuhan dasar yang
tentunya berpengaruh pada tubuh yang lemah dan kesehatan secara keseluruhan,
sehingga mereka tidak dapat mencari nafkah dengan baik, tentunya hal ini membawa
konsekuensi pada kemiskinan yang lebih dalam dan panjang dari generasi ke
generasi, biasa disebut lingkaran setan kemiskinan, atau kemiskinan struktural.
Sebagaimana diketahui perubahan angka pertumbuhan penduduk disebabkan oleh
unsur-unsur berikut, yaitu:
1. Fertilitas
Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk
disamping migrasi,jumlah kelahiran setiap tahun di Indonesia masih besar,
jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak jumlahnya
tiap-tiap tahun jumlah kelahiran bayi di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta
bayi
2. Mortalitas
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari 3 faktor demogarafis selain
fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur
penduduk, factor social ekonomi seperti pengetahuan tentang kesehatan, gizi dan
kesehatan lingkungan, serta kemiskinan merupakan factor individu dan keluarga
mempengaruhi mortalitas dalam masyarakat.
3. Migrasi
Migrasi merupakan gerak perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain
dengan tujuan untuk menetap di daerah tujuan, migrasi sering diartikan sebagai
perpindahan yang relative permanen dari suatu daerah ke daerah lainnya
(orangnya disebut imigran).
Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Tingkat pertumbuhan penduduk yang
tidak terkendali telah mengakibatkan munculnya kawasan-kawasan permukiman kumuh
dan liar. Untuk mencapai upaya penanganan yang berkelanjutan tersebut,
diperlukan penajaman tentang kriteria permukiman kumuh dan squatter dengan
memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta lingkungannya. Rumah atau
pemukiman pada hakekatnya merupakan kebutuhan dasar manusia selain sandang dan
pangan, juga pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu maka dalam upaya
penyediaan perumahan lengkap dengan sarana dan prasarana permukimannya,
semestinya tidak sekedar untuk mencapai target secara kuantitatif, semata-mata,
melainkan harus dibarengi pula dengan pencapaian sasaran secara kualitatif,
karena berkaitan langsung dengan harkat dan martabat manusia selaku pemakai.
Artinya bahwa pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman yang layak,
akan dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Penataan ruang pemukiman tidak lagi semata menjembatani kepentingan ekonomi dan
sosial. Lebih jauh dari kedua hal itu (ekonomi dan sosial), penataan ruang
telah berubah orientasinya pada aspek yang benar-benar berpihak untuk
kepentingan lingkungan hidup, sebagai konsekuensi keikut-sertaan Indonesia pada
upaya menekan pemanasan global. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, telah ditegaskan mengenai tujuan penyelenggaraan penataan ruang yaitu
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan, serta menciptakan keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta perlindungan fungsi
ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang.
Penataan ruang yang berpihak pada lingkungan hidup perlu ditegakkan bersama
karena sebelumnya, logika penataan ruang yang hanya mengikuti selera pasar,
dalam kenyataan telah mengancam keberlanjutan. Hal ini dapat dicermati dari
keberadaan lahan-lahan produktif dan kawasan buffer zone berada dalam ancaman
akibat konversi lahan secara besar-besaran untuk kepentingan penyediaan lahan
yang mempunyai land rent tinggi seperti peruntukan lahan untuk permukiman, industri,
perdagangan serta pusat-pusat perbelanjaan. Diperkirakan sekitar 15 ribu – 20
ribu ha per tahun lahan pertanian beririgasi beralih fungsi menjadi lahan non
pertanian, serta tidak sedikit kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) terdegradasi.
Berdasarkan data (Bappenas, 2002) terdapat sekitar 62 Daerah Aliran Sungai
(dari 470 Daerah Aliran Sungai) akibat dari penebangan hutan yang tidak
terkendali dari hulu sungai. Tekanan lingkungan lainnya adalah menyangkut laju
urbanisasi yang akan tumbuh sekitar 4,4 persen per tahun. Oleh karena itu
diperkirakan, pada tahun 2025 nanti terdapat sekitar 60 persen penduduk
Indonesia (167 juta orang) berada di perkotaan. Bila penataan ruang tidak
mengikuti logika pembangunan keberlanjutan, maka dapat dipastikan bahwa kota-kota
besar yang telah berkembang saat ini akan selalu berada tekanan social yang
sangat tinggi. Dilihat dari perspektif ekologis bahwa pertumbuhan penduduk yang
cepat dapat berdampak kepada meningkatnya kepadatan penduduk, sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan mutu lingkungan secara menyeluruh.
Menurut Soemarwoto (1991:230-250) bahwa secara rinci dampak kepadatan penduduk
sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap kelestarian
lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya limbah rumah tangga sering disebut
dengan limbah domestik. Dengan naiknya kepadatan penduduk berarti jumlah orang
persatuan luas bertambah. Karena itu jumlah produksi limbah persatuan luas juga
bertambah. Dapat juga dikatakan di daerah dengan kepadatan penduduk yang
tinggi, terjadi konsentrasi produksi limbah.
2. Pertumbuhan penduduk yang terjadi bersamaan dengan
pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang melahirkan industri dan sistem transport
modern. Industri dan transport menghasilkan berturut-turut limbah industri dan
limbah transport. Di daerah industri juga terdapat kepadatan penduduk yang
tinggi dan transport yang ramai. Di daerah ini terdapat produksi limbah
domsetik, limbah industri dan limbah transport.
3. Akibat pertambahan penduduk juga mengakibatkan
peningkatan kebutuhan pangan. Kenaikan kebutuhan pangan dapat dipenuhi dengan
intensifikasi lahan pertanian, antara lain dengan mengunakan pupuk pestisida,
yang notebene merupakan sumber pencemaran. Untuk masyarakat pedesaan yang
menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian, maka seiring dengan pertambahan
penduduk, kebutuhan akan lahan pertanian juga akan meningkat. Sehingga
ekploitasi hutan untuk membuka lahan pertanian baru banyak dilakukan. Akibatnya
daya dukung lingkungan menjadi menurun. Bagi mereka para peladang berpindah,
dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang sedemikian cepat, berarti
menyebabkan tekanan penduduk terhadap lahan juga meningkat. Akibatnya proses
pemulihan lahan mengalami percepatan. Yang tadinya memakan waktu 25 tahun, tetapi
dengan semakin meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan maka bisa berkurang
menjadi 5 tahun. Saat dimana lahan yang baru ditinggalkan belum pulih
kesuburannya.
4. Makin besar jumlah penduduk, makin besar kebutuhan
akan sumber daya. Untuk penduduk agraris, meningkatnya kebutuhan sumber daya
ini terutama lahan dan air. Dengan berkembangnya teknologi dan ekonomi,
kebutuhan akan sumber daya lain juga meningkat, yaitu bahan bakar dan bahan
mentah untuk industri. Dengan makin meningkatnya kebutuhan sumber daya itu,
terjadilah penyusutan sumber daya. Penyusutan sumber daya berkaitan erat dengan
pencemaran. Makin besar pencemaran sumber daya, laju penyusunan makin besar dan
pada umumnya makin besar pula pencemaran.
Tingkat laju pertumbuhan Indonesia dalam beberapa tahun ke depan bukan mustahil
akan menyalip Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 227
juta jiwa, sedangkan penduduk AS berjumlah 315 juta jiwa. Dari hasil survei,
pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun bertambah 3,2 juta jiwa. Secara
kuantitas jumlah ini sama dengan jumlah seluruh penduduk Singapura. Kepala
BKKBN Sugiri Syarief menunjukkan bahwa program KB ternyata mengalami stagnasi
dengan angka rata-rata seorang wanita mempunyai anak selama masa subur secara
nasional pada 2007 tetap berada di angka 2,6 dibanding 2003. Jumlah penduduk
Indonesia saat ini menduduki nomor empat terbanyak di dunia setelah China
dengan 1,3 miliar jiwa, India dengan 1,2 miliar, dan AS nomor ketiga dengan 315
juta. (Republika, 2 Juni 2009)
Ujung dari semua ledakan penduduk itu adalah kerusakan lingkungan dengan segala
dampka ikutannya seperti menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang
ditelantarkan, serta hilangnya fungsi ruang terbuka. Dampak lonjakan populasi
bagi lingkungan sebenarnya tidak sederhana. Persoalannya rumit mengingat
persoalan terkait dengan manusia dan lingkungan hidup.
Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat
Pendidikan
Suatu wilayah dengan pertambahan
penduduk yang pesat dapat menyebabkan masalah- masalah pendidikan,
pengangguran, kesenjangan sosial dan masalah-masalah lainnya. Dengan jumlah
penduduk yang besar maka fasilitas-fasilitas sosial, pendidikan dan pekerjaan
juga ikut meningkat. Jika penduduk di suatu kota yang padat tidak terpenuhi
fasilitas pendidikannya maka akan menyebabkan penurunan tingkat pendidikan
wilayah tersebut. Tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan pengangguran
sehingga dampak pada tingkat perekonomian juga memburuk. Jika masalah ini terus
diabaikan maka kemerosotan negara tidak dapat dihindari. Tingkat pendidikan
yang buruk dapat menyebabkan anak-anak mengalami depresi. Hal ini memicu
terjadinya pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak dilakukan oleh anak-anak di
bawah umur. Bahkan dampak lain dari masalah ini bisa menyebabkan tingkat tindakan
kriminal yang dilakukan anak-anak meningkat.
Generasi muda dan anak-anak yang cerdas adalah kunci kemajuan suatu negara.
Jika masa kanak-kanak mereka diisi dengan hal-hal negatif maka jalan menuju
kesuksesan bangsa akan semakin jauh. Penduduk merupakan pelaku pembangunan.
Maka kualitas penduduk yang tinggi akan lebih menunjang laju pembangunan
ekonomi. Usaha yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas penduduk
melalui fasilitas pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan dan penundaan usia
kawin pertama. Di negara-negara yang anggaran pendidikannya rendah, biasanya
menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Tidak hanya persediaan dana yang
kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada penduduk yang berkembang
dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara guru yang terlatih dan jumlah
anak usia sekolah akan terus berkurang.
Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga untuk
melaksanakan pembangunan dalam segala bidang belum dapat berjalan dengan cepat,
karena kekurangan modal maupun tenaga tenaga ahli/ terdidik, Akibatnya
fasilitas secara kualitatif dalam bidang pendidikan masih terbatas. Pertambahan
penduduk yang cepat, lepas daripada pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas
pendidikan, cenderung untuk menghambat perimbangan pendidikan. Kekurangan
fasilitas pendidikan menghambat program persamaan atau perimbangan antara
pedesaan dan kota, dan antara bagian masyarakat yang kaya dan miskin. Oleh
karena itu, masyarakat dalam mencapai pendidikan yang tinggi masih sedikit
sekali. Hal ini disebabkan karena :
a. Tingkat
kesadaran masyarakat untuk bersekolah rendah.
b. Besarnya anak
usia sekolah yang tidak seimbang dengan penyediaan sarana pendidikan.
c. Pendapatan
perkapita penduduk di Indonesia rendah sehingga belum dapat memenuhi Kebutuhan
hidup primer, dan untuk biaya sekolah.
Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya tingkat
pendidikan terhadap pembangunan adalah:
1. Rendahnya
penguasaan teknologi maju, sehingga harus mendatangkan tenaga ahli dari negara
maju. Keadaan ini sungguh ironis, di mana keadaan jumlah penduduk Indonesia
besar, tetapi tidak mampu mencukupi kebutuhan tenaga ahli yang sangat
diperlukan dalam pembangunan.
2. Rendahnya
tingkat pendidikan mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima hal-hal yang
baru. Hal ini nampak dengan ketidak mampuan masyarakat merawat hasil
pembangunan secara benar, sehingga banyak fasilitas umum yang rusak karena
ketidakmampuan masyarakat memperlakukan secara tepat. Kenyataan seperti ini
apabila terus dibiarkan akan menghambat jalannya pembangunan.
Pengaruh daripada dinamika
penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga. Penelitian yang
dilakukan pada beberapa negara dengan latar belakang budaya yang berlainan
menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga dengan jumlah
anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat perkembangan berfikir
anak-anak, berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan
fisiknya. Kesulitan orang tua dalam membiayai anak-anak yang banyak, lebih
mempersulit masalah ini. Helen Callaway, seorang ahli antropologi Amerika yang
mempelajari masyarakat buta huruf, menyimpulkan bahwa perkembangan ekonomi dan
perluasan pendidikan dasar telah memperluas jurang pemisah antara pria dan wanita.
Hampir di mana – mana pria diberikan prioritas untuk pendidikan umum dan
latihan – latihan teknis. Mereka adalah orang – orang yang mampu menghadapi
tantangan – tantangan dalam dunia. Sebaliknya pengetahuan dunia di tekan secara
tajam pada tingkat yang terbawah.
Pengaruh daripada dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada
keluarga. Penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar belakang
budaya yang berlainan menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan,
keluarga dengan jumlah anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat
perkembangan berfikir anak – anak, berbicara dan kemauannya, di samping
kesehatan dan perkembangan fisiknya. Kesulitan orang tua dalam membiayai anak –
anak yang banyak, lebih mempersulit masalah ini padahal tingkat pendidikan
sangat siperlukan sebagai alat menyampaikan informasi kepada manusia tentang
perlunya perubahan dan untuk merangsang penerimaan gagasan – gagasan baru.
Kemiskinan dan Keterbelakangan
Salah satu wabah penyakit yang melanda negara-negara yang sedang berkembang
ialah kemiskinan beserta saudara kembarnya, yaitu keterbelakangan. Kemiskinan
dan keterbelakangan adalah suatu penyakit, karena dalam kenyataannya dua hal
itu melemahkan fisik dan mental manusia yang tentunya juga berdampak negative
terhadap lingkungan. Kemiskinan dan keterbelakangan begitu erat kaitannya satu
sama lain sehingga dapat dianggap sebagai satu pengertian, maka digunakan satu
istilah saja, yaitu kemiskinan di mana sudah terkait pengertian
keterbelakangan.
Dampak kemiskinan terhadap orang-orang miskin sendiri dan terhadap lingkungannya, baik lingkungan social maupun lingkungan alam,
dengan sendirinya sudah jelas negative. Orang miskin tidak mampu memenuhi
kebutuhan gizi minimal bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya. Dampak
kemiskinan terhadap lingkungan social tampakmengalirnya penduduk ke kota-kota
tanpa bekal pengetahuan apalagi bekal materi. Akibatnya antara lain ialah
banyaknya tukang becak, pemungut punting, gelandangan, pengemis, dan
sebagainnya yang menghuni kampung-kampung liar dan jorok di gubuk-gubuk reot
yang tidak pantas didiami manusia. Sebab-sebab kemiskinan yang pokok bersumber
dari empat hal, yaitu mentalitas si miskin itu sendiri, minimnya ketrampilan yang
dimilikinya, ketidakmampuannya untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang
disediakan, dan peningkatan jumlah penduduk yang relatif berlebihan.
Kemiskinan dan keterbelakangan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll. Kemiskinan dipahami dalam berbagai
cara. Pemahaman utamanya mencakup:
a. Gambaran kekurangan
materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang,
perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipsdfgeggahami
sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
b. Gambaran tentang
kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk
pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari
kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan
tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
c. Gambaran
tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik
dan ekonomi di seluruh dunia.
Kartasasmita (1997: 234) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam
pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang
kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya lemah
dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga
tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih
tinggi(Kartasasmita, 1997: 234). Hal tersebut senada dengan yang dikatakan
Friedmann yang mengatakan bahwa kemiskinan sebagai akibat dari ketidak-samaan
kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial (Friedmann , 1992: 123).
Namun menurut Brendley (dalam Ala, 1981: 4) kemiskinan adalah ketidaksanggupan
untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas. Hal ini diperkuat oleh Salim yang
mengatakan bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan
untuk memperoleh kebutuhan hidup yang pokok(Salim dalam Ala, 1981: 1).
Sedangkan Lavitan mendefinisikan kemiskinan sebagai kekurangan barang-barang
dan pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
BAB III
PENUTUP
Kemiskinan merupakan suatu masalah
yang dapat dikatakan kompleks karena banyak factor yang mempengaruhi dan
menyebabkannya hal tersebut terjadi. Factor tersebut dapat dapat dari factor
internal yaitu dari diri seseorang itu sendiri atau dari factor eksternal yaitu
lingkungan, pendidikan, keluarga, masyarakat dll. Beberapa faktor penyebab
kemiskinan lainnya adalah pertumbuhan ekonomi lokal dan global yang rendah,
pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan stabilitas politik yang tidak
kondusif. Kemiskinan jelas memberikan dampak negative bagi masyarakat,
lingkungan, dan orang-orang yang berada dalam kemiskinan.
Masalah kemiskinan tersebut sulit
untuk dihilangkan dari kehidupan manusia, sehingga memerlukan suatu upaya
penanggulangan secara keseluruhan dan berkelanjutan. Banyak sudut pandang orang
tentang kemiskinan, mulai dari ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi
kebutuhan hidup, kemiskinan dalam hal pendidikan, moral dan tingkah laku
sesorang. Hal ini lah yang menyebabkan kemiskinan erat kaitannya
dengan keterbelakangan seseorang. Tanpa disadari, masalah kemiskinan
sangatlah mempengaruhi perekonomian suatu Negara. Sehingga membuat kondisi
ekonomi dan social yang semakin parah dan memprihatinkan.
Selain itu, kemiskinan tidak bisa
dilepaskan dari kebodohan dimana sangat erat hubungannya dengan kemiskinan dan
keterbelakangan dalam ekonomi dan kemakmuran. Meski kenyataannya ada anak-anak
keluarga miskin yang memiliki kemampuan akademik yang baik tetapi
keterbelakangan untuk meraih kesempatan dalam berbagai bidang kehidupan juga
yang menimbulkan diskriminasi lantaran status sosial dan ekonomi yang rendah.
Untuk memerangi kemiskinan tentu harus bekerja keras. Memerangi kebodohan tentu
harus giat belajar, namun kenyataannya pendidikan kian sulit terjangkau
kebanyakan rakyat disebabkan oleh biaya yang semakin mahal seiring
berkembangnya zaman. Sulitnya juga orang-orang untuk mendapatkan pekerjaan yang
layak untuk menunjang kehidupan.
Disinilah pemerintah sangat
diharapkan yaitu memainkan perannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam suatu negara, peran pemerintah sangat menentukan, baik dalam membuat
masyarakat menjadi miskin, maupun keluar dari kemiskinan. Negara yang maju
adalah Negara yang lebih mementingkan kepentingan masyarakatnya untuk
menjadikan masyarakat lebih sejahtera dan makmur sehingga kemiskinan yang ada
dapat diminimalisir, bahkan lebihnya dapat dihilangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. Data
dan Informasi Kemiskinan berbagai tahun. Badan Pusat Statistik
Indonesia, Jakarta.
Ekonomi dan Pengangguran Terhadap Tingkat
Kemiskinan di Indonesia tahun 2003-2004. Kumpulan skripsi UNDIP: Semarang.
Ichwanmuis. 2011. Definisi,
Penyebab, dan Indikator Kemiskinan. http://ichwanmuis.com/?p=1335.
Dinkses 23 Maret 2011.
Siregar, H. 2006. Perbaikan
Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi: Mendorong Investasi dan menciptakan lapangan
Kerja. Jurnal Ekonomi Politik dan Keuangan, INDEF. Jakarta
Siregar, H. dan Dwi Wahyuniarti. 2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin.
Post a Comment for "Pengaruh Pertumbuhan Penduduk dalam sektor Ekonomi"