Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Asuhan pada klien pada keadaan krisis



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan, manusia harus mengatasi masalah terus menerus untuk menjaga keseimbangan atau balance antara stress dan mekanisme koping. Jika hal ini tidak bisa seimbang maka akan bisa terjadi krisis. Krisis merupakan bagian dari kehidupan yang dapat terjadi dalam bentuk yang berbeda–beda, dengan penyebab yang berbeda, dan bisa eksternal atau internal.
Dalam ilmu keperawatan jiwa masalah krisis yang dimaksud yaitu suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba – tiba dalam kehidupan seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme koping individu tersebut tidak dapat memecahkan masalah. Mekanisme koping yang biasa digunakan individu sudah tidak efektif lagi untuk mengatasi ancaman dan individu tersebut mengalami suatu keadaan tidak seimbang disertai peningkatan ansietas. Ancaman atau peristiwa pemicu, biasanya dapat di identifikasikan.
Krisis mempunyai keterbatasan waktu dan konflik berat yang ditunjukkan menyebabkan peningkatan ansietas. Konflik berat yang ditunjukkan dapat merupakan perode peningkatan kerentanan yang dapat menstimulasi pertumbuhan personal. Konsep krisis di asosisasikan dengan respon potensi yang adaptif, dan basanya tidak berkaitan dengan sakit, disisi lain konsep stress sering di hubungkan dengan konotasi negatif atau resko tinggi untuk sakit.
Dalam hal ini intervensi krisis merupakan pendekatan yang relatif baru dalam mencegah gangguan jiwa dengan fokus pada penemuan kasus secara dini dan mencegah dampak lebih jauh dari stress, hal ini dilaksanakan dengan kerja sama dan interdisiplin dalam mencegah dan meningkatkan kesehatan mental. Oleh karena itu diperlukan tenaga keperawatan yang memiliki kemampuan dalam membuat asuhan keperawatan dengan  gangguan psikososial masalah krisis.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep dasar krisis?
2.      Bagaimana tahap-tahap kematian?
3.      Bagaimana mendampingi klien skratul maul?
4.      Bagaimana merawat jenazah?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Dasar Krisis
1.      Definisi
“Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh peristiwa menegangkan atau ancaman yang dirasakan pada diri individu. Mekanisme yang biasa digunakan individu sudah tidak efektif lagi untuk mengatasi ancaman dan individu tersebut mengalami suatu keadan tidak seimbang disertai peningkatan ansietas.” (Iyus Yosep, 2013) Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat menimbulkan stres, dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu. Krisis terjadi jika seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan hidup yang penting dan tidak dapat diatasi dengan penggunaan metode pemecahan masalah (koping) yang biasa digunakan. Krisis terjadi melalui empat fase, yaitu sebagai berikut:
Fase I     : Ansietas meningkat sehngga muncul stimulus individu untuk menggunakan koping yang biasa dipakai.
Fase II    : Ansietas lebih meningkat karena koping yang digunakan gagal
Fase III  : Individu berusaha mencari koping baru, memerlukan bantuan orang lain
Fase IV  : Terjadi ansietas/ panik yang menunjukkan adanya disorganisasi psikologis

2.      Faktor Presipitasi
Faktor pencetus terjadinya krisis adalah sebagai berikut:
a.       Kehilangan : kehilangan orang yang penting, perceraian, pekerjaan
b.      Transisi: pindah rumah, lulus sekolah, perkawinan, melahirkan
c.       Tantangan: promosi, perubahan karir
d.      Kualitas dan matuirtas ego dinilai berdasarkan (G. Caplan 1961) hal-hal sebagai berikut
1)      Kemampuan seseorang unruk menahan stres dan ansietas serta mempertahankan keseimbangan
2)      Kemampuan mengenal kenyataan yang dihadapi serta memecahkan masalah
3)      Kemampuan untuk mengatasi masalah: serta mempertahankan keseimbangan sosial.

3.      Faktor Pengimbang (Balancing Factory)
Dalam penyelesaian suatu krisis harus dipertimbangkan beberapa faktor pengimbang yaitu sebagai berikut.
a.       Persepsi individu terhadap kejadian, arti kejadian tersebut pada individu.
Pengaruh kejadian terhadap masa depan individu. Pandangan realistis dan tidak realistis dan tidak realistis terhadap kejadian.
b.      Situasi yang mendorong/ dukungan situasi. Ada orang/ lembaga yang dapat mendorong individu.
Mekanisme koping yang dimiliki oleh individu yaitu sikap yang biasa dilakukan individu dalam menangani masalahnya.

4.      Tipe – tipe krisis
a.       Krisis maturasi
Perkembangan kepribadian merupakan suatu rentang dimana setiap tahap mempuyai tugas dan masalah yang harus  diselesaikan untuk menuju kematangan pribadi individu. Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalah pada tiap tahap dipengaruhi kemampuan individu mengatasi stres yang terjadi dalam kehidupannya.
Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi masa perkembangan yang dapat mengganggu perkembangan psikologis, seperti pada masa pubertas, masa perkawinan , menjadi orang tua , menopause, dan usia lanjut. Krisis maturasi memerlukan perubahan peran yang dipengaruhi oleh peran yang memadai, sumber – sumber interpersonal, dan tingkat penerimaan orang lain terhadap peran baru.
b.      Krisis situasi
Krisis situasi terjadi apabila keseimbangan psikologis terganggu akibat dari suatu kejadian yang spesifik, seperti : kehilangan pekerjaan, kehamilan yang tidak diinginkan atau kehamilan di luar nikah, penyakit akut, kehilangan orang yang dicintai, serta kegagalan disekolah.


c.       Krisis malapetaka
Krisis ini disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan serta menyebabkan kehilanganganda dan sejumlah perubahan dilingkungan seperti: gunung meletus, kebakaran, dan banjir. Krisis ini tidak dialami oleh setiap orang seperti halnya pada krisis maturasi.

B.     Karakter Situasi Krisis
Kehilangan Tonus Otot, ditandai :
1.      Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
2.      Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
3.      Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi dan sebagainya.
4.      Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
5.      Gerakan tubuh yang terbatas.

Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai :
1.      Kemunduran dalam sensasi.
2.      Cyanosis pada daerah ekstermitas.
3.      Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.

Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :
1.      Nadi lambat dan lemah.
2.      Tekanan darah turun.
3.      Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
Gangguan Sensoria : Penglihatan kabur.
Gangguan penciuman dan perabaan.

C.    Tahap-Tahap Kematian
            Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap, tetapi saling tindih. Kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali ketahap itu. Apa bila tahap tertentu berlangsung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu tahap, kecuali jika perawat memperhatikan secara seksama dan cermat.
1.      Tahap pertama (penolakan)
Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya sikap itu ditandai dengan komentar, selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa mau menimpa semua orang, kecuali dirinya. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia bahkan telah menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumber professional dan nonprofessional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bahwa mau sudah ada di ambang pintu.
2.      Tahap kedua (marah)
Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak terkendali. Sering kali klien lanjut usia akan mencela setiap orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap perawat dan petugas kesehatan lainnya tentang apa yang telah mereka lakukan.pada tahap ini, klien lanjut usia lebih mengaggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan ini merupakan mekanisme pertahanna  diri klien lanjut usia lebih mengaggap hal ini merupakan hikmah, dari pada kutukan. Kemarahan di sini merupakan mekanisme pertahanan diri kliebn lanjut usia. Pada saat ini, perawat kesehatan harus hati-hati dalam member penilaiaan sebagai reaksi yang normal terhadap kematiaan yang perlu diungkapkan.
3.      Tahap ketiga (tawar-menawar)
Kemarahan biasanya mereda dank lien lanjut usia dapat menimbulkan kesan dapat menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya.Akan tetapi pada tahap tawar-menawar ini bnyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut tiba, dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang tercinta yang ditinggalkan. Selama tawar-menawar, permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena merupakan urusan yang belum selesai dan harus diselesaikan sebelum mati. Misalnya, klien lanjut usia mempunyai permintaan terakhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu terkecil, atau makan di restoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena membuat klien lanjut usia  memasuki tahap berikutnya.
4.      Tahap keempat (sedih/depresi)
Hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan klien lanjut usia sedang dalam suasana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersama dengan itu, ia harus meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang dinikmatinya. Selama tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang di samping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5.      Tahap kelima (menerima/asertif)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini, klien lanjut usia telah membereskan segala  urusan yang belum selesai dan mungkin dan mungkin tidak ingin bicara lagi karena sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat dan lewat dan tibalah saat kedamaiaan dan ketenangan.Seseorang mungkin saja lama ada dalam tahap meneriam, tetapi bukan tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah pada maut bukan berarti menerima maut.

D.    Mendampingi Klien Sakaratul Maut
1.      Pengertian
Sakaratul maut merupakan keadaan dimana seseorang saat sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu sebelum meninggal. Perawatan pasien yang akn meninggal dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal.

2.      Tujuan
·         Membarikan rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah kepada pasien dan keluarganya.
·         Memberi ketengan dan kesan yang baik terhadap pasien di sekitarnya.

3.      Persiapan
Persiapan alat
a.       Tempat / ruang khusus (bila memungkinkan)
b.      Alat-alat vital zign
1)      Alat Oksigenasi
2)      Tensimeter
3)      Termometer
4)      Stetoskop
c.       Pinset
d.      Kain kasa penekan dan air matang dalam tempatnya
e.       Kertas tissue (bila ada)
f.       Kapas
g.      Handuk kecil/lap pembasuh untuk menyeka keringat pasien
h.      Alat tenun secukupnya

4.      Persiapan pasien
a.       Pasien disiapkan menurut agama dan kepercayaanya
b.      Keluarga pesien diberi tahu tindakan yang akan dilakukan (pendampingan sakaratul maut)
c.       Menyiapkan alat / catatan untuk menulis pesan dan amanat terakhir pasien

5.      Pelaksanaan
a.       Memisahkan pasien sakaratul maut dengan pasien yang lain
b.      Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
c.       Membersihkan pasien dari keringat (pasien harus selalu bersih)
d.      Mengusahakan lingkungan tenang
e.       Membasahi bibir pasien dengan kasa lembab bila tampak kering, menggunakan pinset
f.       Membantu melayani dalam upacara keagamaan
g.      Mengobserfasi terus menerus tanda-tanda kehidupan ( vital sign)

6.      Perhatian
a.       Berbicaralah dengan suara lembut dan penuh perhatian
b.      Kekang diri untuk tidak tertawa dan tidak bergurau di sekitar pasien yang berada dalam keadaan sakaratul maut.

E.     Merawat Jenazah
1.      Definisi
Merawat jenazah adalah Perawatan pasien setelah meninggal dunia
2.      Tujuan
a.       Membersihkan dan merapikan jenazah
b.      Memberikan penghormatan terakhir kepada sesama insane
c.       Memberi rasa puas kepada sesama insane
3.      Persiapan alat
a.       Celemek
b.      Verban/kassa gulung
c.       Sarung tangan
d.      Pinset
e.       Gunting perbant
f.       Bengkok 1
g.      Baskom 2
h.      Waslap 2
i.        Kantong plastik kecil (tempat perhiasan)
j.        Kartu identitas pasien
k.      Kain kafan
l.        Kapas lipat lembab dalam kom
m.    Kassa berminyak dalam kom
n.      Kapas lipat kering dalam kom
o.      Kapas berminyak (baby oil) dalam kom
p.      Kapas alkohol dalam kom
q.      Bengkok lysol 2-3%
r.        Ember bertutup 1

4.      Prosedur
a.       Memberitahukan pada keluarga pasien
b.      Mempersiapkan peralatan dan dekatkan ke jenazah
c.       Mencuci tangan
d.      Memakai celemek
e.       Memakai hands scoon
f.       Melepas perhiasan dan benda – benda berharga lain diberikan kepada keluarga pasien (dimasukkan dalam kantong plastik kecil
g.      Melepaskan peralatan invasif (selang, kateter, NGT tube dll)
h.      Membersihkan mata pasien dengan kassa, kemudian ditutup dengan kassa lembab
i.        Membersihkan bagian hidung dengan kassa, dan ditutup dengan kapas berminyak
j.        Membersihkan bagian telinga dengan kassa, dan ditutup dengan kapas berminyak
k.      Membersihkan bagian mulut dengan kassa
l.        Merapikan rambut jenazah dengan sisir
m.    Mengikat dagu dari bawah dagu sampai ke atas kepala dengan verban gulung
n.      Menurunkan selimut sampai ke bawah kaki
o.      Membuka pakaian bagian atas jenasah, taruh dalam ember
p.      Melipat tangan dan mengikat pada pergelangan tangan dengan verban gulung
q.      Membuka pakaian bagian bawah, taruh dalam ember
r.        Membersihkan genetalia dengan kassa kering dan waslap
s.       Membersihkan bagian anus dengan cara miringkan jenazah ke arah kiri dengan meminta bantuan keluarga
t.        Memasukkan kassa berminyak ke dalam anus jenasah
u.      Melepas stick laken dan perlak bersamaan dengan membentangkan kain kafan, lipat stick laken dan taruh dalam ember.
v.      Mengembalikan ke posisi semula
w.    Mengikat kaki di bagian lutut jenazah, pergelangan kaki, dan jari – jari jempol dengan menggunakan verban gulung.
x.      Mengikatkan identitas jenazah pada jempol kaki
y.      Membuka boven laken bersamaan dengan pemasangan kain kafan
z.       Jenazah dirapikan dan dipindahkan ke brankart
aa.   Alat – alat tenun dilepas dan dimasukkan ke dalam ember serta melipat kasur
bb.  Merapikan alat
cc.   Melepas hand scoon
dd. Melepaskan celemek
ee.   Mencuci tangan


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
“Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh peristiwa menegangkan atau ancaman yang dirasakan pada diri individu. Mekanisme yang biasa digunakan individu sudah tidak efektif lagi untuk mengatasi ancaman dan individu tersebut mengalami suatu keadan tidak seimbang disertai peningkatan ansietas.” (Iyus Yosep, 2013).
Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang dapat menimbulkan stres, dan dirasakan sebagai ancaman bagi individu. Krisis terjadi jika seseorang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan hidup yang penting dan tidak dapat diatasi dengan penggunaan metode pemecahan masalah (koping) yang biasa digunakan.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC
Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.
Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.
JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.
JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan
Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Post a Comment for "Asuhan pada klien pada keadaan krisis"