Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aksiologi



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam manusia, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai pengetahuan. Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai.
 Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai? Bagian dari filsafat pengetahuan membicarakan tentang ontologis, epistomologis dan aksiologi, Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian aksiologi?
2.      Apa fungsi aksiologi ?
3.      Apa saja pendekatan – pendekatan dalam aksiologi?
4.      Apa kaitan aksiologi dengan filsafat ilmu?

C.    Tujuan
1.      Untuk menjelaskan pengertian aksiologi
2.      Untuk mengetahui fungsi aksiologi
3.      Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan dalam aksiologi
4.      Untuk mengetahui kaitan aksiologi dengan filsafat ilmu


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Aksiologi Ilmu
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axiosyang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan  (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukan aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam praksis.
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :
1.      Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika
2.      Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan
3.      Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.
Kattsoff (2004: 323) menyatakan bahwa pertanyaan mengenai hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara yaitu:
1.      Subyektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung dari pengalaman.
2.      Obyektivisme logis yaitu nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
3.      Obyektivisme metafisik yaitu nilai merupakan unsur obyektif yang menyusun kenyataan.

B.     Nilai Dalam Aksiologi
            Dalam aksiologi ada dua komponen yang mendasar yakni Etika dan Estetika.
1.      Etika
Istilah etika berasal dari bahasa yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain dinamakan moral yang berasal dari bahasa latin “mores”, kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.
Etika adalah cabang filsafat aksiologi yang membahas masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma, dan adat istiadat yang berlaku pada komunitas tertentu.
Etika merupakan cabang filsafat tertua karena ia telahmenjadi kajian menarik sejak masa sokrates dan para kaum sophis. Di situlah dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebaginya. Jadi, tema sentral yang menjadi pembicaraan dalam etika adalah nilai “betul” (right) dan “salah” (wrong) dalam arti moral dan immoral.
Hasil kupasan-kupasan kitab suci dan prestasi akal kaum filsafat maka timbullah beberapa macam aliran dalam filsafat etika. Dan diantara yang paling terkenal ada enam aliran yaitu :
a.       Naturalisme
Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan manusia didapatkan dengan menurutkan panggilan natur(fitrah) dari kejadian manusia itu sendiri. Perbuatan yang baik menurut aliran ini ialah perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan natur manusia. Baik mengenai fitrah lahir ataupun batin. Kalau lebih menekankan pada fitrah lahirnya dinamakan aliran etika materialisme. Tetapi pada aliran naturalisme ini faktor lahir batin itu sama pentingnya sebab kedua-duanya adalah fitrah (natur) manusia.
Aliran ini cara pemikiranya tentang etika adalah sebagai berikut: Di dalam dunia ini segala sesuatu  menuju satu tujuan saja. Dengan memenuhi panggilan naturnya masing-masing mereka menuju kebahagiaannya yang sempurna. Benda mati dan tumbuhan menuju pada tujuan itu secara otomatis  yakni tanpa pertimbangan atau perasaan. Kalau hewan-hewan menuju tujuan dengan instinct (naluri)-nya maka manusia menuju tujuannya itu dengan akal.

b.      Hedonisme
Menurut aliran hedonisme ini perbuatan yang baik (susila) itu adalah perbuatan yang menimbulkan dedone(kenikmatan atau kelezatan). Dan contoh yang terkenal dari aliran hedonisme ini ialah etika kaum Epikurisme. (mazdhab epikuros dibangun oleh epikuros: 341-270 SM).
Menurut Epikuros semua manusia ingin mencapai kelezatan(hedone). Begitu juga hewan ingin mencapai kelezatan. Dan semua didorong oleh watak manusia dan bukan disebabkan oleh pelajaran atau pemikiran akal. Dan karena semua sudah menjadi watak(tabiat) manusia ingin kepada kelezatan itu, maka diteruskan tujuan hidup manusia semua adalah mencari kelezatan. Dan karena kelezatan merupakan tujuan, maka semua jalan yang mencapaikan kepadanya adalah suatu hal yang utama atau berharga. Akal, pengetahuan serta kebijaksanaan dianggap keutamaan karena mereka juga jalan menuju kelezatan itu. Kita tidak dapat mengatakan bahwa segala sesuatu yang lezat adalah baik, tetapi menurut Epikuros sebenarnya setiap yang yang lezat adalah baik. Dan semua jalan kepadanya juga adalah baik.

c.       Utilitarisme
Aliran ini juga dinamakan utilisme atau utilitarianisme. Semua ditarik dari utility yang berarti manfaat. Definisinya, aliran utilitarisme ialah aliran yang menilai baik dan buruk perbuatan itu ditinjau dari kecil besarnya manfaatnya bagi manusia.
Tokoh yang terpenting dalam aliran ini ialah John stuart mill. Menurutnya yang dinamakan kebaikan tertinggi ialah utility(manfaat). Dari penyelidikanya bahwa tiap-tiap pekerjaan manusia diarahkan kepada manfaat. Jadi ukuran baik-buruknya suatu perbuatan itu harus diukur dari manfaat yang dihasilkan. Yang dinamakan manfaat menurut J.S. Mill ialah suatu kebahagiaan untuk jumlah manusia yang sebesar-besarnya. “utility is happiness for the greateast number of sentient beings”.  Dengan demikian etika menurut aliran ini ialah mencapai kesenangan hidup sebanyak mungkin baok dilihat dari segi quality ataupun quantity.

d.      Idealisme
Aliran idealisme dalam hal metafisika berpendirian bahwa wujud yang paling dalam dari kenyataan ialah yang bersifat kerohanian. Begitu juga dalam masalah etika aliran idealisme ini berpendapat bahwa perbuatan manusia haruslah tidak terikat pada sebab-musabab lahir tetapi setiap perbuatan manusia haruslah terikat pada prinsip kerohanian yang lebih tinggi.

e.       Vitalisme
Aliran ini menilai baik buruknya perbuatan manusia memakai ukuran ada tidaknya daya hidup yang maksimum mengendalikan perbuatan itu. Yang dianggap baik menurut aliran ini ialah orang yang kuat yang dapat memaksakan dan melangsungkan kehendaknya yang berkuasa dan sanggup menjadikan dirinya selalu ditaati oleh orang-orang yang lemah.
Tokoh terkenal dari aliran ini adalah Friendich nietzsche (1844-1900). Nietzsche dalam filsafat menonjolkan eksistensi (perwujudan) manusia baru sebagai Ubermensch yang berkemauan keras menempuh hidup baru sebagai dewa yang menghancurkan yang lama dan menciptakan yang baru sama sekali.
f.       Theologis
Aliran ini berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk dalam perbuatan manusia itu diukur dengan pertanyaan apakah dia sesuai dengan perintah tuhan atau tidak. Amal perbuatan yang baik menurut aliran ini ialah amal perbuatan yang sesuai dengan perintah Tuhan yang tertulis dalam Kitab suci. Sedang perbuatan-perbuatan yang buruk ialah bertentangan dengan perintah tuhan atau mengerjakan larangan-larangan Tuhan

2.      Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam suatu hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian .
Estetika dibedakan antara suatu bagian deskriktif dan bagian normatif. Bagian deskriktif menggambarkan gejala-gejala pengalaman keindahan, sedangkan bagian normatif mencari dasar pengalaman itu. Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melaikan melaikan sesuatu yang senantiasa berhubungan dengan perasaan.

C.    Fungsi Aksiologi
Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk mengantisipasi perkembangan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi antara lain :
1.      Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan kebenaran yang hakiki.
2.      Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis, tidak mengubah kodrat manusia, dan tidak merendahkan martabat manusia.
3.      Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta memberikan keseimbangan alam lewat pemanfaatan ilmu.

D.    Pendekatan-Pendekatan dalam Aksiologi
Pendekatan-pendekatan dalam aksiologi dapat dijawab dengan tiga macam cara, yaitu :
1.      Nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai-nilai merupaka reaksi-reaksi yang diberkan oleh manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung pada pengalaman-pengalaman mereka.
2.      Nilai-Nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari segi ontologi namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.
3.      Nilai-Nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan.

E.     Hubungan Aksiologi dengan Filsafat Ilmu
Kaitan Antara Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian.
Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya.
 Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif .




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axiosyang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan  (Kattsoff: 1992).
Kaitan Antara Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Aksiologi membberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah nilai. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan nilai. Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma nilai.

B.     Saran
Seorang pendidik hendaknya tahu akan pentingya hakekat nilai yang akan diajarkan kepada para anak didiknya, sehingga anak didik mengetahui etika keilmuan yang bermoral dalam ilmu yang dipelajarinya.
Semoga makalah ini bisa menjadi bahan acuan dan semangat untuk mengkaji dan membuat makalah yang semakin baik. Pembahasan makalah ini mungkin masih kurang sempurna. Oleh karena itu penulis masih membutuhkan saran dan perbaikan dari para pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Louis o. Kattsoff. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara wacana yogya
Risieri Frondizi. 2007.  Pengantar Filsafat Nilai. Yogyakarta : Pustaka pelajar
http://laily-muttoharoh.blogspot.com/2011/12/dimensi-aksiologi
http://ganjureducation.wordpress.com/2010/12/28/aksiologi-ilmu-pengetahuan


Post a Comment for "Aksiologi"