Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Askep Tricuris triuchiura



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Nematoda berasal dari kata nema: benang dan oidos : bentuk. Nematoda dikenal dengan sebutan “roundworms” atau cacing gelang. Cacing ini sangat aktif, ramping, biasanya kedua ujungnya runcing, dan mempunyai mulut dan anus, jadi mempunyai saluran pencernaan yang lengkap. Rongga tubuh disebut “pseudoselom”. Dua diantaranya yang terkenal adalah Ascaris lumbricoides, cacing gelang pada usus manusia,Entrobius vermicularis, cacing kremi pada anak kecil dan Trichuris trichiura, cacing cambuk yang hidup di dalam usus manusia.
Cacing cambuk (Trichuris trichiura) merupakan jenis cacing yang paling umum yang menginfeksi manusia. Dalam tubuh manusia ia suka tinggal dalam usus besar, dan hidup dari zat gizi yang terdapat di dalamnya. Dalam kasus yang berat dan menahun ia bisa menyebabkan anemia. Manusia yang terjangkiti parasit ini disebut menderita penyakit trikuriasis. Menurut Prof.Saleha Sungkar, Ketua Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, trikuriasis terjadi jika seseorang menelan makanan yang mengandung telur parasit yang telah mengeram di dalam tanah selama dua sampai tiga minggu. Larva akan menetas di dalam usus halus lalu berpindah ke usus besar dan menancapkan kepalanya di dalam lapisan usus. Cacing ini menghisap darah dan menggigit atau melukai dinding usus sehingga membuat perdarahan terus menerus dan menyebabkan anemia.

B.     Rumusan masalah
1.    Apa itu cacing Trichuris trichiura ?
2.    Bagaimanakah morfologi cacing Trichuris trichiura ?
3.    Bagaimanakah siklus hidup cacing Trichuris trichiura ?
4.    Bagaimanakah patologi dan gejala klinis infeksi cacing Trichuris trichiura ?
5.    Bagaimanakah epidemiologi Trichuris trichiura ?
6.    Bagaimanakah diagnosis laboratorium, pengobatan dan pencegahan penyakit yg disebabkan oleh Trichuris trichiura ?



C.    Tujuan
1.    Untuk Mengetahui pengertian cacing Trichuris trichiura.
2.    Untuk mengetahui morfologi cacing Trichuris trichiura.
3.    Untuk mengetahui siklus hidup cacing Trichuris trichiura.
4.    Untuk mengetahui patologi dan gejala klinis oleh cacing Trichuris trichiura.
5.    Untuk mengetahui epidemiologi dari Trichuris trichiura.
6.    Untuk mengetahui diagnosis, pencegahan dan pengobatan disebabkan oleh cacing Trichuris trichiura.

D.    Metode penulisan
Metode penulisan ini menggunakan kepustakaan dari buku dan informasi dari intenet yang telah di revisi.

E.     Manfaat penulisan
Memberikan informasi kepada pembaca tentang cacing Trichuris trichiura.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Trichuris trichiura adalah termasuk Nematoda usus yang di namakan cemeti atau cacing cambuk, karena tubuhnya menyerupai cemeti dengan bagian depan yang tipis dan bagian belakangnya yang jauh lebih tebal. Cacing ini pada umumnya hidup di sekum manusia, sebagai penyebab trichuriassis dan tersebar secara kosmopolitan. Trichuris trichiura adalah cacing yang relatif sering ditemukan pada manusia, namun umumnya tidak begitu berbahaya. Trichuris yang berarti ekor benang (Koes Irianto, 2013).
Taksonomi Cacing Cambuk
·         Kingdom : Animalia
·         Filum : Nemathelminthes
·         Kelas : Nematoda
·         Sub-Kelas : Aphasmida
·         Ordo : Enoplida
·         Super Famili : Trichuroidea
·         Famili : Trichuridae Genus : Trichuris
·         Spesies : Trichuris trichiura
Sumber : (Koes Irianto,2013)

B.     Morfologi
Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan jantan 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan cacing jantan melingkar dan terdapat suatu spikulum. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-10.000 butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron. Pertumbuhan embrio terjadi di alam bebas. Setelah 2-4 minggu telur ini telah mengandung larva yang sudah dapat menginfeksi manusia. Pertumbuhan telur ini berlangsung baik di daerah panas. Dengan kelembapan tinggi terutama di tempat terlindung.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPDl2xxIpay0_cUj708YkftSNQDzFMH7S0GoELaMvQLC5GG2RdBatimIRy7wcGSunsNBzsMvYz7UvjDx3zNCWceW65I4wc-XGBw_RxW8wXUK_llm7Z2mYObPQBiN1Xpd3XyERYx4dA9zcr/s1600/Trichuris_siklushidup.jpg
Gambar morfologi cacing dan telur Trichuris trichiura

C.    Siklus hidup Trichuris trichiura
Manusia merupakan hospes cacing ini. Cacing betina panjangnya sekitar 5 cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Cacing dewasa hidup di kolon ascendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3.000 – 5.000 butir. Telur yang dibuahi dikelurkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang (berisi larva dan infektif) dalam waktu 3 – 6 minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dari telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon ascendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30 – 90 hari.

D.    Patologi dan gejala klinis
Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup didaerah sekum dan kolon asendens. Pada infeksi berat terutama pada anak-anak cacing trichuris trichiura ini tersebar diseluruh kolon dan rectum yang kadang-kadang terlihat terlihat dimukosa rectum yang mengalami prolapsus akibat dari mengejannya penderita pada waktu melakukan defekasi. Cacing trichuris trichiura ini memasukan kepalanya dalam mukosa usus hingga dapat menjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan dapat mengakibatkan peradangan dimukosa usus, selain itu akibatnya dapat menimbulkan perdarahan. Selain itu juga cacing ini menghisap darah dari hospes sehingga dapat mengakibatkan anemia. Untuk penderita terutama pada anak-anak dengan infeksi trichuris trichiura yang berat dan menahun menunjukan gejala-gejala diare yang dapat diselinggi dengan sindrom disentri, anemia, nyeri ulu hati, berat badan menurun dan kadang- Kadang rektum menonjol melewati anus (prolapsus rektum), terutama pada anak-anak atau wanita dalam masa persalinan, selain itu juga dapat menyebabkan peradangan usus buntu (apendisitis). Pada tahun 1976, bagian parasitologi FKUI telah melaporkan 10 anak dengan trikuriasis berat, semuanya menderita diare yang menahun selama 2-3 tahun. Infeksi Trichuris trichiura sering di sertai denagan infeksi cacing lainnya atau protozoa.
Pasien yang mendapat infeksi kronis Trichuris trichiura menunjukkan tanda-tanda klinis seperti :
a.    Anemia
b.    Tinja bercampur darah
c.    Sakit perut
d.   Kekurangan berat badan
e.    Prolaps rectal yang berisi cacing pada mucosa (sumber: Koes Irianto, 2013)

E.     Epidemiologi Trichuris trichiura
Untuk penyebaran infeksi ini yang paling penting merupakan kontaminasi tanah dengan tinja. Telur cacing Trichuris trichiura ini tumbuh didaerh tanah liat, tempat yang lembab dan teduh dengan suhu rata-rata 30˚C. pada daerah yang banyak menggunakan tinja sebagai pupuk merupakan jalur infeksi yang tepat. Frekuensi infeksi cacing ini di Indonesia sangat tinggi. Diberbagai daerah pedesaan di Indonesia frekuensi infeksinya hingga mencapai 30-90%.
Didaerah sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan cara pengobatan pada penderita trikuriasis. Pencegahan dapat dengan cara pembuatan jamban yang baik dan diberikan pengetahuan tentang sanitasi dan terutama kebersihan perorangan terutama pada anak-anak, dengan mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dikonsumsi tanpa pemasakan terutama daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk.
Infeksi pada manusia sering terjadi tapi intensitasnya rendah. Didaerah tropis tercatat 80 % penduduk positif, sedangkan diseluruh dunia tercatat 500 juta yang terkena infeksi (menurut Brown & Belding, 1958). Infeksi banyak terdapat didaerah curah hujan tinggi, iklim sub tropis dan pada tempat yang banyak populasi tanah (Koes Irianto, 2013).
Anak-anak lebih mudah terserang daripada orang dewasa. Infeksi berat terhadap anak-anak yang suka bermain tanah dan mereka mendapat kontaminasi dari pekarangan yang kotor. Infeksi terjadi karena menelan telur yang infektif  melalui tangan, makanan, atau minuman yang telah terkontaminasi, langsung melalui debu, hewan rumah atau barang mainan (Koes Irianto, 2013).

F.     Pengobatan dan pencegahan
1.      Pengobatan
a.       Perawatan umum: Higiene pasien diperbaiki dan diberikan diet tinggi kalori, sedangkan anemia dapat diatasi dengan pemberian prefarat besi.
b.      Pengobatan spesifik: Bila keadaan ringan dan tak menimbulkan gejala, penyakit ini tidak diobati.
c.       Tetapi bila menimbulkan gejala, dapat diberikan obat-obat:
1.    Diltiasiamin jodida, diberikan dengan dosis 10-15 mg/kgBB per hari selama 3-5 hari.
2.    Stibazium yodida. Diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB per hari, 2 x sehari, selama 3 hari dan bila diperlukan dapat diberikan dalam waktu yang lebih lama. Efek samping obat ini adalah rasa mual, nyeri pada perut, dan warna tinja menjadi merah.
3.    Heksiresorsinol 0,2%, dapat diberikan 500 ml dalam bentuk enema, dalam waktu 1 jam.
4.    Mebendazol. Diberikan dengan dosis 100 mg, 2 x sehari selama 3 hari, atau dosis tunggal 600 mg.
5.     
2.      Pencegahan
Cara pencegahan penyakit trichuriasis tidak beda jauh dengan pencegahan penyakit ascariasis caranya seperti berikut :
a.    Individu
1.    Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan,
2.    Mencuci sayuran yang di makan mentah,
3.    Memasak sayuran di dalam air mendidih.

b.    Lingkungan
1.    Menggunakan jamban ketika buang air besar,
2.    Tidak menyiram jalanan dengan air got,
3.    Dalam mebeli makanan, kita harus memastikan bahwa penjual makanan memperhatikan aspek kebersihan dalam mengolah makanan.




BAB III
TINJAUAN KASUS

A.    Pengkajian
1.      Identitas Pasien    
Nama                     : Ny. S
Umur                     : 21
jenis kelamin         : Wanita
status                     : Mahasiswa
agama                    : Islam
suku/bangsa           : Aceh
alamat                    : Nuket pala

2.      Riwayat Keperawatan
a.       Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
b.      Riwayat Kesehatan masa lalu

3.      Pemeriksaan Fisik
a.       Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b.      Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c.       Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d.      Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e.       Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.

4.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
b.      Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

B.     Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi :
1.      Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal oleh inflamasi.
2.      Kecemasan b.d. rencana pembedahan.
3.      Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
Post Operasi :
1.      Gangguan rasa nyaman: nyeri luka operasi b.d. terputusnya kontinuitas jaringan.
2.      Resiko infeksi b.d. prosedur invasif
3.      Keterbatasan aktifitas b.d. nyeri pasca operasi, penurunan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat efek susunan saraf pusat dari anestesi.
4.      Kurang pengetahuan b.d. kurangnya informasi perawatan post operasi
5.      Resiko terhadap kekurangan cairan b.d. masukan cairan tidak adekuat akibat mual, status puasa, depresi susunan saraf pusat atau kurangnya akses cairan.

C.    Intervensi
1.      Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal oleh inflamasi.
Tujuan : persepsi subyektif pasien tentang ketidaknyamanan menurun, klien tidak menunjukkan indikator-indikator nyeri non verbal, respon verbal seperti menangis atau meringis tidak ada.
Intervensi
Rasional
1.   Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
2.   Jelaskan pada pasien tentang penyebab nyeri.

3.   Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat / napas dalam.

4.   Berikan aktivitas hiburan (ngobrol dengan anggota keluarga)
5.   Observasi tanda-tanda vital.
6.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
1.      Indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
2.      Informasi yang tepat dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien dan menambah pengetahuan pasien tentang nyeri.
3.      Napas dalam dapat menghirup O2 secara adequate sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
4.      Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

5.      Deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien.
6.      Mengurangi  rasa nyeri
2.      Kecemasan   berhubungan dengan prosedur pelaksanaan operasi.
Tujuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan kecemasa klien berkurang

Post Operasi :
1.      Gangguan rasa nyaman : nyeri luka operasi b.d. terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : persepsi subyektif pasien tentang ketidaknyamanan menurun, klien tidak menunjukkan indikator-indikator nyeri non verbal, respon verbal seperti menangis atau meringis tidak ada.

2.      Resiko infeksi b.d. prosedur invasif
Tujuan : klien bebas dari infeksi dengan kriteria normotemia, berorientasi terhadap waktu dan tempat, tidak ada eritema, insisi yang hangat atau drainase dari sisi insisi

3.      Keterbatasan aktifitas b.d. nyeri pasca operasi, penurunan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat efek susunan saraf pusat dari anestesi.
Tujuan : Klien dapat mobilisasi secara optimal dengan kriteria kemampuan untuk bergerak di tempat tidur, berpindah dan ambulasi secara mandiri atau dengan bantuan minimal.





BAB IV
PENUTUP

A.    Simpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan cacing Trichuris trichiura banyak ditemukan di daerah tropis, seperti di Indonesia. Daur hidup cacing cambuk mirip dengan daur hidup cacing gelang, hanya pada cacing cambuk tidak ada siklus paru, jadi cacing langsung ke perut tanpa melewati paru-paru dan tenggorokan. Cacing ini tinggal di usus besar dan terkadang di usus buntu. Gejala yang timbul bisa berupa nyeri perut atau nyeri ulu hati, diare dengan mucus atau lendir kental dan licin, kotoran disertai sedikit darah, anemia ringan, kehilangan nafsu makan penurunan berat badan, terjadi prolaps rektum (penonjolan di daerah anus).

B.     Saran
Dengan terselesainya makalah cacing Trichuris trichiura ini, maka kami menyarankan, agar kita semua lebih memperdalam lagi mempelajari tentang Parasitologi dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan kepada pembaca agar menambah santasi dan hygiene yang baik agar tidak terinfeksi oleh cacing Trichuris trichiura.
















DAFTAR PUSTAKA

Irianto, Koes.2013.Parasitologi Medis (Medical Parasitology).Alfabeta.Bandung
Prolaps rectal yang berisi cacing pada mucosa (sumber: Koes Irianto, 2013)
iklim sub tropis dan pada tempat yang banyak populasi tanah (Koes Irianto, 2013).

Post a Comment for "Askep Tricuris triuchiura"